3 KARYA BUDAYA MISTIS INDONESIA

3 KARYA BUDAYA MITIS

Makalah ini adalah sebagian tugas mata kuliah Tinjauan Desain
Dosen pengampu Rudy Irawanto

LESTARI PUJI ASTUTIK
110253417558

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
SEPTEMBER 2011

DAFTAR ISI
Cover . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . .
Daftar isi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB I. PENDAHULUAN : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB II. KARYA BUDAYA MISTIS. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB III. PENUTUP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


BAB I
PENDAHULUAN
Desain bermula saat munculnya adat istiadat, di saat era prasejarah Desain selalu
berkaitan dengan Mitos, ketika masa tahap perkembangan tahap budaya Mitis ( tahap
perkembangan kebudayaan yang pada saat itu pola fikir manusia berpangkal pada Mitos)
mulailah manusia beraktifitas kesenian dan mengenal desain sebagai bagian dari aktifitas ritual.
Manusiapun mulai membuat karya-karya mistis, berikut contoh-contoh karya budaya mistis :
Patung Budha, Keris dan Pagoda.
BAB II
KARYA BUDAYA MITIS

1. Patung Budha
Dari masa lampau hingga saat ini, masyarakat sering mengira agama Budha
menyembah patung. Padahal sebenarnya Patung adalah satu produk budaya Buddhis
untuk menghormat kepada Hyang Buddha, yang digunakan sebagai simbol. Lalu
masyarakat sering mencampur-adukkan antara agama dan budaya. Sehingga terjadilah
salah persepsi dalam penggunaan patung.

Sejarah Patung Budha
Patung Buddha sebenarnya bukan produk asli dari India, tempat kelahiran agama

Buddha, melainkan hasil perpaduan antara budaya klasik Yunani dengan agama Buddha
yang berkembang selama hampir 1000 tahun ketika India di kuasai oleh Yunani di bawah
pemerintahan Alexander Agung pada abad ke-4 S.M. Seni Buddha-Yunani memiliki ciri khas
realisme idealistik seni Yunani Helenis dan perwujudan pertama Hyang Buddha dalam

bentuk manusia, yang telah membantu membentuk kanon seni dan terutama teknik
perpatungan Buddha di seluruh benua Asia sampai sekarang.
Interaksi antara budaya Yunani dan Buddha berkembang di daerah Gandhara, yang
sekarang terletak di Pakistan bagian utara, sebelum menyebar lebih lanjut ke India,
mempengaruhi kesenian Mathura, dan kemudian kesenian Buddha kekaisaran Gupta, yang
juga menyebar ke Asia Tenggara.
Pengaruh seni Buddha-Yunani juga menyebar ke utara menuju Asia Tengah, dan dengan
kuat membentuk kesenian dataran rendah Tamin di pintu gerbang ke Cina, dan akhirnya
pengaruhnya mencapai Cina, Korea, dan Jepang.

Konsep Patung Budha

Konsep patung budha banyak dipengaruhi dari kesenian Yunani. Seni Buddha-Yunani
menggambarkan kehidupan Hyang Buddha dalam sebuah cara visual, banyak
menggunakan model-model realistic yang dipengaruhi pada masa itu.Para Boddhisattva

digambarkan sebagai bangsawan India yang memakai perhiasan dan telanjang dada.
Sementara para Buddha digambarkan seperti raja-raja Yunani yang memakai busana mirip
toga.
Gaya seni Buddha-Yunani mulai dari sangat halus dan realistic, seperti nampak pada
patung-patung Buddha yang berdiri. Lalu gaya ini kehilangan realism tingkat tinggi,
kemudian menjadi semakin simbolis dan dekoratif pada abad-abad yang mendatang.Kurang
lebih antara abad pertama S.M. hingga abad pertama, perwujudan Buddha dalam
perwujudan manusiawi pertama kali dikembangkan. Inovasi ini sebenarnya dilarang ajaran
Buddha, langsung meraih kecanggihan kualitas tinggi dari bentuk seni perpatungan. Gaya
ini diilhami gaya seni pemahatan patung yang berasal dari Yunani Helenstik. Banyak unsur
dalam menggambarkan Buddha merujuk kepada pengaruh Yunani: toga model Yunani,
posecontrapposto Buddha dengan rambut keriting gaya Laut Tengah dan sanggul atas yang
nampaknya diambil dari gaya Belvedere Apollo (330SM), dan ciri rupa-rupa wajah-wajah,
semua dibuat menggunakan realism artistik yang kuat. Itulah sebab patung Hyang Buddha
sebagian besar memiliki rambut keriting.Sang raja Baktria-Yunani, Demetrius I (205-171
S.M) sendiri, kemungkinan besar adalah model citra Hyang Buddha. Beliau adalah raja dan
penyelamat India. Demetrius disebut sebagai Dharmamitra (Mitra Dharma) dalam teks India,
Yuga-Purana.

Di Jepang, kesenian Buddha mulai berkembang setelah Negara ini memeluk agama

Buddha pada tahun 548. Beberapa ubin dari periode Asuka, periode pertama setelah rakyat
jepang mulai memeliuk agama Buddha, menunjukan gaya klasik yang menonjol, dengan
penggunaan pakaian gaya Helenistik secara meluas dan pelukisan anatomi tubuh secara
realistik, yang merupakan cirri khas gaya seni Buddha-Yunani.
Karya seni lainnya menggunakan beberapa variasi pengaruh Cina dan Korea, sehingga
seorang pemeluk Buddha Jepang sangat bervariasi dalam berekspresi.
Kebudayaan India terbukti sangat berpengaruh pada perkembangan kebudayaan Asia
Tenggara. Banyak Negara mengambil aksara India dan budayanya, bersamaan dengan
agama Hindu dan Buddha Mahayana. Pengaruh seni Buddha-Yunani masih nampak pada
kebanyakan pelukisan Buddha di Asia Tenggara, meski mereka biasanya cenderung
berbaur dengan kesenian Hindu-India dan kemudian mengambil unsur-unsur local. Itulah
mengapa patung Buddha di Borobudur berbeda dengan patung Buddha dari Thailand yang
memakai mahkota.
2. Keris

Keris adalah senjata tikam golongan belati yang berujung runcing dan tajam pada
kedua sisinya. Yang memiliki banyak fungsi budaya, dikenal di kawasan Nusantara bagian barat
dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak
simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berliku-liku, dan banyak di
antaranya memiliki pamor (damascene), yaitu guratan-guratan logam cerah pada helai bilah.


Asal-usul dan fungsi
Asal-usul keris belum sepenuhnya terjelaskan karena tidak ada sumber tertulis yang
deskriptif mengenainya dari masa sebelum abad ke-15, meskipun penyebutan istilah "keris"
telah tercantum pada prasasti dari abad ke-9 Masehi. Kajian ilmiah perkembangan bentuk keris
kebanyakan didasarkan pada analisis figur direlief, candi dan patung.si Keris pada masa lalu

sebagai senjata dalam duel/peperangan, sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada
penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesori (ageman) dalam berbusana,
memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.
Penggunaan keris tersebar pada masyarakat penghuni wilayah yang pernah
terpengaruh oleh Majapahit, seperti Jawa, Madura, Nusa Tenggara,Sumatera,
pesisir Kalimantan, sebagian Sulawesi, Semenanjung Malaya, Thailand Selatan,
dan Filipina Selatan (Mindanao).Awal mula: Pengaruh India-Tiongkok
Senjata tajam dengan bentuk yang diduga menjadi sumber inspirasi pembuatan keris
dapat ditemukan pada peninggalan-peninggalan perundagian dari Kebudayaan Dongson.
Dugaan pengaruh kebudayaan Tiongkok Kuna dalam penggunaan senjata tikam, sebagai cikalbakal keris, dimungkinkan masuk melalui kebudayaan Dongson (Vietnam) yang merupakan
"jembatan" masuknya pengaruh kebudayaan Tiongkok ke Nusantara. Sejumlah keris masa kini
untuk keperluan sesajian memiliki gagang berbentuk manusia (tidak distilir seperti keris
modern), sama dengan belati Dongson dan menyatu dengan bilahnya.

Para sejarawan umumnya bersepakat, keris dari periode pra-Singasari dikenal sebagai
"keris Buda", yang berbentuk pendek dan lurus, dan dianggap sebagai bentuk awal (prototipe)
keris.Beberapa belati temuan dari kebudayaan Dongson memiliki kemiripan dengan keris Buda
dan keris sajen. Keris sajen memiliki bagian pegangan dari logam yang menyatu dengan bilah
keris.Keris merupakan salah satu nama dari sekian banyak nama dan definisi dari jenis senjata
pertahanan diri, yang terciptakan melalui suatu proses untuk pemenuhan kebutuhan manusia.
Manusia yang memiliki insting membunuh meciptakan beragam jenis senjata. Senjata – senjata
tersebut mempunyai arti alat bantu untuk tercapainya satu kebutuhan dasar manusia, yaitu
terhindarnya rasa lapar di perut.
Manusia yang hidup dan belajar dari alam, mengolah dan mengembangkan pemikirannya.
Mereka meciptakan alat – alat untuk berburu dengan bahan – bahan yang telah tersediakan
oleh alam.
Berawal dari batu, kayu, hingga mengenal peradaban perunggu, sampai pada material besi dan
baja. Alat – alat yang awalnya hanya untuk berburu, berkembang menjadi alat untuk
mendapatkan kemenangan dari individu lainya.Kemenangan dan penguasan terhadap individu
lainya juga merupakan manifestasi dari perwujudan kebutuhan dasar manusia, yaitu makan dan
kebutuhan biologis (menurut pakar psikoanalisa, Sigmund Freud). Dimungkinkan pada era itu
manusia berfikir bahwa dengan menguasai individu lain, ia akan lebih mudah untuk mecukupi
kebutuhan pemenuhan rasa lapar dan penyaluran libido birahinya.Maka dengan itu manusia


terus mengolah peradabannya. Alat – alat yang mereka gunakan, atau yang kemudian
berkembang nama dan fungsinya menjadi senjata terus mereka upayakan untuk menjadi alat
beladiri yang sempurna.
Di Pulau Jawa sendiri jenis senjata – senjata tersebut berkembang, ada yang berupa
berang, bendho, arit, kudi, cenggereng, golok, pangot, wedhung, pedang, tombak, hingga keris.
Untuk pedang sendiri dapat digolongkan menjadi banyak nama sesuai dengan bentuknya, ada
sabet, suduk maru lameng dan lain – lain.Senjata di Pulau Jawa memiliki keunikan pada
teknologi pembuatannya. Senjata – senjata tersebut dibuat dengan teknik penempaan, bukan
dicor. Teknik penempaan disertai pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana
pada waktu itu bahan – bahan besi masih komposit dengan materi – materi alam lainnya.
Perkembangannya teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik
tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji= berharga) yang lebih sempurna, seirin perjalanan waktu.
Salah satu Tosan Aji yang akan kita bicarakan adalah yang berupa keris. Karena keris saya
rasa dari segi pembuatanya memili keunikan yang mampu mewakili tosan aji lainya.
Keris terdiri dari tiga unsur bahan pembuatnya. Baja, besi dan pamor. Pada perkembangan
berikutnya keris bukan hanya sekedar senjata, tapi menjadi piandel (suatu alat untuk
meningkatkan kepercayaan diri) juga menjadi simbol untuk mewakili status sosial pemakainya.
Bahkan keris layak untuk menjadi pengganti si pemilik dalam berbagai situasi. Semisal
pernikahan ataupun duta negara.
3. PAGODA


Pagoda adalah istilah menara berjenjang terdiri atas beberapa atap yang menjulang.
Umumnya di Nepal, Cina, Jepang, Korea, Vietnam, dan bagian lain di Asia. Pagoda digunakan
rumah ibadah Tao. Kebanyakan diperuntukkan untuk kepentingan religius, sering terletak dekat
kuil. Istilah ini bisa merujuk ke struktur keagamaan lainnya di beberapa negara. Di

Vietnam, pagoda adalah istilah yang lebih umum digunakan untuk tempat ibadah,
meskipun pagoda bukan kata yang akurat untuk menggambarkan sebuah kuil Buddha.Pagoda
modern adalah evolusi dari stupa Nepal Kuno, struktur makam-relik suci seperti di
mana bisa tetap aman dan dimuliakan. Struktur arsitektur stupa telah menyebar di seluruh
Asia, mengambil bentuk yang beragam sebanyak rincian spesifik untuk daerah yang berbeda
dimasukkan ke dalam desain secara keseluruhan.
Sejarah
Asal Pagoda dapat ditelusuri di stupa India pada abad ke 3 SM.Tujuan
awal pagoda adalah untuk rumah dan peninggalan tulisan-tulisan suci. Tujuan
ini dipopulerkan karena upaya misionaris Buddhis, peziarah, penguasa, dan umat biasa
untuk mencari, mendistribusikan, dan memuji secara simbolisme.

Konsep pembuatan
Pagoda dapat menarik sambaran petir karena bentuknya yang tinggi.Kecenderungan ini

membuat peran dalam persepsi mereka sebagai tempat rohani
dikenakan. Banyak pagoda finial dihiasi di bagian atas struktur. Pagoda
dirancang sedemikian rupa agar memiliki arti simbolis dalam Buddhisme, misalnya, termasuk
mewakili simbol teratai. Tiang pada atapnya juga berfungsi sebagai penangkal petir, dan
dengan demikian membantu untuk kedua menarik petir dan melindungi pagoda dari
kerusakan petir. Awal pagoda dibangun dari kayu, lalu berkembang dengan bahan yang lebih
kuat, yang membantu melindungi terhadap kebakaran Pagoda tradisional memiliki tingkat ganjil.
PENUTUP
Pada saat tahap perkembangan budaya di tahap Mitis, karya budaya desain dibuat
berdasarkan tujuan simbolik untuk hal-hal religi, manusia pada masa itu hidup dan belajar dari
alam, mengolah dan mengembangkan karya sesuai pemikirannya. Selain itu pembuatannya
juga didasari dari fungsinya.
Dan kebanyakan karya-karya tersebut dipengaruhi oleh karya-karya asal Yunani.