Citra Guru Tugas katekese Profil Guru

Citra Guru
Tugas katekese Profil Guru

Oleh :
Dwi Putra Nugraha Satria Adi, Bonaentura
FT. 3764/166114039

Progam Studi IlmuTeologi
Jurusan Teologi Fakultas Teologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2016

A. Pendahuluan
“Guru: digugu lan ditiru” arti dari falsafaf jawa tersebut adalah “guru : dianut dan ditiru”.
Falsafaf jawa tersebut sekilas terdengar sederhana dan ringan tetapi sebenarnya mengandung
makna mendalam berkenaan dengan guru dan profil atau citra guru. Dewasa ini, banyak guru
yang kehilangan jati dirinya bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik. Ditinjau
dari pelbagai kondisi persoalan yang berada di lapangan, tidak sedikit dari para guru lebih
mengutamakan faktor finansial sebagai penentu kualitas kinerja dalam bekerja sebagai pendidik,
akibatnya guru kurang memaknai dan mulai kehilangan identitas akan pekerjaan mereka. Guru

hanya berhenti pada sebatas profesi semata.
Berdasar keprihatinan tersebut bagaimana relevansinya dengan citra guru terkhusus citra
guru PAK? Dalam konteks PAK, para guru diharapkan tidak hanya memenuhi standar sebagai
guru ideal tetapi juga harus mampu membantu mendewasakan naradidik dengan memberikan
pendidikan yang baik. Menurut TH. Groome pendidikan yang baik berpusat pada hidup serta
kepentingan naradidik, maka nilai-nilai kemanusiaan harus dikembangkan dan yang terpenting
memanusiakan manusia1. Lewat memamusiakan manusia sebagai contoh dengan menghormati
sesama, nilai-nilai kristiani mulai ditanamkan oleh pendidik sehingga iman naradidik secara
bertahap berkembang.
B. Peran Guru PAK
Seiring dengan tujuan pendidikan agama katolik sebagai proses pendidikan dalam iman,
guru atau pendidik PAK berperan sebagai media untuk membantu naradidik agar semakin
beriman kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga nilai-nilai kristiani diresapi, dihidupi, dan
terwujud di tenggah-tengah mereka2.
Untuk memenuhi peran tersebut, guru perlu menempatkan diri dalam berelasi dengan
naradidik. Posisi guru-murid di kelas bukan dan tidak berhenti hanya pada status pengajar dan
yang diajar tetapi lebih jauh dalam mengembangkan relasi melalui ketrampilan berkomunikasi
yang harus dimiliki oleh guru3, salah satunya dengan menyediakan diri sebagai sahabat. Sahabat
1


Kursus Katekese Sekolah Tingkat I, Pokok-pokok pendidikan agama katolik (PAK) di sekolah
(Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma , 2017), 8.
2 Kursus Katekese Sekolah Tingkat I, Pokok-pokok pendidikan agama katolik (PAK) di sekolah, 13.
3 Thomas Gordon, Guru yang Efektif : Cara untuk Mengatasi Kesulitan dalam Kelas (Jakarta : Rajawali, 1984), 3.

dalam konteks pengajaran PAK adalah guru mampu untuk mendidik dengan komunikatif,
dialogis, kreatif, dan menyampaikan materi secara bertahap serta serius tapi santai 4. Dengan
menjadi sahabat, naradidik akan merasa lebih nyaman, enjoy, terbuka, diterima, dan yang paling
terpenting naradidik merasa dibutuhkan oleh guru. Selain itu, karena naradidik bervariatif para
guru akan terbantu dalam mengetahui keperluan apa yang dibutuhkan setiap naradidiknya dalam
proses pendidikan iman.
Dari segi afeksi menjadi seorang sahabat mengandaikan bahwa sahabat satu sama lain
saling percaya, dari kepercayaan ini akan muncul kesedian untuk berbagi salah satunya berbagi
perhatian. Naradidik sebagai sahabat pendidik akan membagikan pengalaman mereka dalam
pergulatan iman, mulai bertanya akan kegundahan kemudian solusi untuk pergulatan yang
sedang dialami. Pendidik sebagai sahabat naradidik yang sudah dan terus mengalami pergulatan
iman memberikan perhatian dengan membagikan pengalaman mereka. Pada situasi ini, pendidik
diandaikan tidak hanya sekedar tahu tetapi juga mengalami sendiri pergulatan iman disertai
dengan penerapan ajaran magisterium gereja.
Penempatan diri sebagai sahabat juga memudahkan guru dalam segi spiritual untuk

menemani dan mendampingi tatkala naradidik sedang berkesusahan. Ketika sedang mengalami
kesusahan peran pendidik adalah meneguhkan dan memberikan penharapan sama seperti Yesus
sendiri kepada dua murid ketika perjalanan ke Emaus “…datanglah Yesus sendiri mendekati
mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka”. (Lukas 24:13-35).
Pendidik sebagai sahabat dalam segi kognitif senantiasa memberdayakan naradidik serta
dapat menambahkan wawasan intelektual akan iman naradidik dengan membangun sisi
kreativitas dan keaktifan melalui pelbagai bahan ajar materi yang dikemas secara menarik,
menyenangkan, tidak membosankan tetapi tetap menyampaikan materi pokok pembelajaran PAK
sesuai dengan rentang usia naradidik.
Segi psikomotorik juga dibantu melalui penempatan pendidik sebagai sahabat karena
secara tidak langsung posisi pendidik sebagai sahabat memacu naradidik untuk terlibat dalam
pembelajaran PAK dengan aktif, mandiri, jujur, peduli dan bertanggung jawab.

4

“Langkah-langkah menjadi guru ideal dan inovatif”, Mohmmad Rusdi, diakses Senin 30 Januari,
2017, https://ibnurus.blogspot.co.id/2014/09/langkah-langkah-menjadi-guru-ideal-dan.html.

C. Konsekwensi
Setiap relasi pasti terdapat celah akan adanya suatu kekuarangan, baik kekurangan yang

berasal dari faktor ekstern maupun yang berasal dari faktor intern. Dalam konteks citra guru
sebagai pendidik faktor ekstern dapat disebabkan oleh pelbagai macam hal seperti :
perkembangan teknologi, jarak rentan usia anatara guru dengan murid, proses pembelajaran yang
diterima sang guru sewaktu menjadi murid, dll. Sedangkan faktor intern yang sering terjadi
adalah kesulitan guru dalam menyesuaikan zaman dengan dunia naradidik atau keengganan guru
untuk terus memperbaharui diri dengan tetap belajar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Heinz Kock bahwa guru harus selalu
pemebelajar5, Yesus sebagai Sang Guru pun meneladani para murid untuk tetap meneruskan
spiritualitas sebagai murid yaitu spiritualitas pembelajar “Seorang murid tidak lebih dari pada
gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya” (Luk
6:40). Oleh karena itu baik guru maupun murid alangkah lebih baik jika saling belajar satu sama
lain dalam situasi relasi sebagai sahabat. Dengan begitu, murid tidak hanya mendapatkan
pembelajaran sebatas materi di kelas dan untuk guru mendapatkan lebih dari materi yang
disampaikan di kelas yakni makna sebagai pembelajar yang saling melengkapi.

Daftar Pustaka :
Buku
Gordon, T. Guru yang Efektif : Cara untuk Mengatasi Kesulitan dalam Kelas. Jakarta : Rajawali, 1984.
Kock,H. Saya Guru yang Baik? Yogyakarta : Kanisius, 1981.
Diktat

Kursus Katekese Sekolah Tingkat I, Pokok-pokok pendidikan agama katolik (PAK) di sekolah
Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma , 2017.
Internet
Mohmmad Rusdi. “Langkah-langkah menjadi guru ideal dan inovatif”. diakses Senin 30 Januari, 2017.
https://ibnurus.blogspot.co.id/2014/09/langkah-langkah-menjadi-guru-ideal-dan.html

5 Heinz Kock, Saya Guru yang Baik? (Yogyakarta : Kanisius, 1981), 131.