Pengaruh Kebijakan Pemerintah Tentang La

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG
LARANGAN EKSPOR BAHAN MENTAH TERHADAP
AKTIVITAS BISNIS PERUSAHAAN
Oleh : Laura Catherine Rawung

A. PENDAHULUAN
Undang–undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
khususnya pasal 170 menyebutkan bahwa dimulai bulan Januari tahun 2014 perusahaan
tambang wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambangnya terlebih dahulu di
dalam negeri sebelum diekspor ke luar negeri. Hal ini berarti ekspor bahan tambang yang
masih dalam bentuk bahan mentah dimulai tahun 2014 sudah tidak diperbolehkan lagi.
Larangan ekspor sumber daya alam (SDA) dalam bentuk mentah ini selanjutnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 sebagai tindak lanjut sekaligus aturan turunan
dari Undang-undang tersebut. Larangan ekspor ini merupakan salah satu kebijakan politik
pemerintah untuk melindungi sumber daya alam Indonesia. Kebijakan politik yang diambil
pemerintah tersebut akan sangat berpengaruh terhadap aktivitas bisnis perusahaan khususnya
perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi dan pertambangan mineral dan batubara .
Kebijakan politik merupakan salah satu dari sekian banyak lingkungan bisnis,
khususnya lingkungan makro, yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan
atau aktivitas bisnis perusahaan. Lingkungan politik yaitu kondisi ideologi politik, partai dan
organisasi politik, bentuk pemerintah, hukum, undang-undang dan peraturan pemerintah yang

dapat mempengaruhi transaksi bisnis, perjanjian dengan negara lain, dan aktivitas-aktivitas
bisnis perusahaan. Menurut Aristoteles politik adalah usaha yang ditempuh warga negara
untuk mewujudkan kebaikan bersama. Sedangkan menurut Prof. Miriam Budiarjo
politik adalah bermacam-macam kegiatan yang menyangkut penentuan tujuan-tujuan dan
pelaksanaan tujuan itu. Menurutnya politik membuat konsep-konsep pokok tentang negara,
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan pembagian (distribution) atau alokasi.
Kebijakan larangan ekspor tersebut merupakan langkah pemerintah untuk kepentingan rakyat
dan negara Indonesia untuk tercapainya demokrasi ekonomi Indonesia. Demokrasi ekonomi

yakni kebijakan untuk meningkatkan sektor ekonomi, menjami hak-hak ekonomi yang sama
yang menekankan kepada ekonomi rakyat untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan
berkeadilan untuk kemakmuran rakyat.

B. PEMBAHASAN
Melalui Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu Bara, perusahaan pertambangan berkewajiban untuk melakukan pengolahan dan
pemurnian hasil tambangnya terlebih dahulu di dalam negeri sebelum diekspor ke luar negeri.
Peraturan larangan ekspor bahan tambang mentah ini harus dimulai 5 tahun setelah undangundang tersebut dikeluarkan pada bulan Januari tahun 2009, sehingga peraturan larangan ini
dimulai bulan Januari tahun 2014. Kewajiban pengolahan dan pemurnian bahan tambang
mentah di dalam negeri ini selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun

2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah
Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
Pemberlakuan undang-undang tersebut diikuti oleh Peraturan Menteri ESDM, Peraturan
Menteri Perindustrian dan Peraturan Menteri Keuangan untuk hal-hal operasional di lapangan.
Penerapan Undang-undang ini selain bertujuan untuk melindungi sumber daya alam
Indonesia, tetapi juga untuk meningkatkan nilai tambah sekaligus menciptakan lapangan
pekerjaan di Indonesia, karena perusahaan pertambangan diwajibkan membangun pabrik
pengolahan atau smelter di dalam negeri. Dengan dibangunnya pabrik-pabrik pengolahan
bahan tambang maka akan terbuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia.
Pemberlakuan undang-undang ini adalah untuk mendukung Rencana Induk
Pengembangan Industri Nasional (RIPIN). Selama puluhan tahun Indonesia telah
mengekspor bahan mentah ke negara-negara maju, yang kemudian bahan tambang tersebut
diimpor kembali ke Indonesia dalam bentuk bahan baku, bahan setengah jadi atau bahan jadi
dengan harga yang mahal. Undang-undang menyatakan bahwa sumber daya alam baik yang
terbarukan atau tidak terbarukan harus diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Pemberlakuan larangan ekspor bahan mentah tersebut diharapkan dapat mengatasi
lonjakan impor bahan baku dan bahan penolong. Contohnya, Indonesia mengekspor bauksit

kemudian mengimpornya kembali dalam bentuk alumina yang digunakan oleh PT Indonesia
Asahan Aluminium (Inalum) untuk memproduksi aluminium batangan. PT Krakatau Steel,
Tbk mengimpor bahan baku besi dan baja. Industri petrokimia juga masih tergantung pada
bahan baku impor. Bahkan per September 2013, impor petrokimia menguras devisa sebesar
US$ 16 miliar. Hampir 80 persen industri besi dan baja Indonesia masih mengandalkan scrap
impor. Indonesia mengimpor 500 ribu ton bahan baku alumina per tahun dan impor produk
tembaga sebesar US$ 1,28 miliar. Sehingga dengan melakukan pengolahan sendiri atas bahan
tambang menjadi bahan baku, maka dapat mengurangi beban pemerintah terhadap impor
bahan baku. Indonesia juga dikenal sebagai eksportir terbesar dunia untuk timah halus,
batubara termal dan emas sekaligus tambang tembaga nomor lima terbesar dunia. Ekspor
mineral pada tahun 2012 total bernilai 10,4 milyar dollar, sekitar lima persen dari total nilai
ekspor Indonesia. Pada periode 2008 – 2011 ekspor bijih bauksit mencapai 40 juta ton, bijih
besi 13 juta ton, bijih nikel 33 juta ton dan tembaga 14 juta ton. Indonesia sebagai pemasok
sumber daya alam terbesar dunia, menghentikan semua ekspor bijih mineral mentah sebagai
upaya untuk mempromosikan pengolahan domestik.
Pemberlakuan undang-undang ini tentunya akan berpengaruh bagi perusahaanperusahaan tambang dalam negeri yang selama ini melakukan ekspor bahan tambangnya
dalam bentuk mentah ke luar negeri. Di antara perusahaan – perusahaan tersebut adalah
Freeport-McMoRan Copper & Gold (PT. Freeport Indonesia) serta Newmont Mining Corp.
(PT. Newmont Nusa Tenggara) yang melakukan penambangan tembaga, bijih besi, timbal
dan seng, juga PT. Aneka Tambang (Antam) sebagai perusahaan tambang bauksit dan nikel

milik pemerintah serta ratusan perusahaan tambang bauksit, nikel, timah, kromium, emas,
perak dan mineral lainnya juga perusahaan-perusahaan batubara.
Dengan adanya pemberlakuan undang-undang tersebut maka sejak Januari 2014
pemerintah tidak mengeluarkan ijin bagi ekspor bahan tambang mentah, khususnya bijih (raw
material) mineral. Bea keluar dikenakan terhadap ekspor produk mineral yang sudah

memenuhi batasan minimum pengolahan untuk mendorong pengusaha tambang melakukan
kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Akibatnya Freeport Indonesia dan PT.
Aneka Tambang menghentikan ekspor tambangnya. Newmont juga menghentikan
operasional kegiatan dan ekspor tambangnya. Selain itu, lebih dari 100 perusahaan tambang

terpaksa mengurangi atau menutup operasinya, yang berakibat ribuan pekerja tambang
diberhentikan sejak adanya larangan pemerintah tersebut.
Freeport dan Newmont mengajukan keberatan atas diberlakukannya UU Mineral dan
Batubara tersebut. Melalui pertemuan-pertemuan intensif yang dilakukan Freeport dan
Newmont dengan Pemerintah, selanjutnya pemerintah mengeluarkan kebijakan melakukan
penangguhan dan perpanjangan ekspor tembaga, bijih besi, timbal dan seng yang
terkonsentrasi sampai dengan tahun 2017 melalui Peraturan Pemerintah Nomor
6/PMK.011/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif

Bea Keluar. Peraturan perubahan tersebut secara signifikan menurunkan persyaratan
minimum untuk pengolahan tembaga, mangan, timah, seng dan bijih besi untuk diolah dalam
bentuk konsentrat. Dengan perpanjangan ekspor bahan mentah tersebut, maka 66 perusahaan
termasuk Freeport dan Newmont, diperbolehkan untuk melanjutkan ekspor dengan syarat
perusahaan tambang wajib memberikan jaminan akan membangun pabrik pengolahan dan
pemurnian mineral di dalam negeri (smelter ), membayar jaminan kesungguhan sebesar 5
persen dari nilai investasi pembangunan smelter , serta telah menandatangani nota
kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) amandemen kontrak pertambangan.
Freeport

bekerjasama

dengan

Newmont

dan

Aneka


Tambang

berencana

membangun smelter di Gresik, Jawa Timur, berkapasitas 400.000 ton tembaga dan 1,6 juta
ton bijih besi per tahun dengan nilai investasi diperkirakan 2,3 miliar dolar AS. Sehingga
setelah sempat menghentikan ekspor antara bulan Januari sampai dengan Juni 2014, pada
bulan Juli 2014 Freeport kembali melanjutkan ekspor konsentrat tembaga. Pemerintah
mengeluarkan ijin ekspor kepada Freeport untuk bulan Juli 2014 sampai Januari 2015 dengan
kuota ekspor sebesar 756.300 ton konsentrat tembaga. Newmont juga kembali melanjutkan
kegiatan operasi tambangnya secara normal dan melakukan ekspor konsentrat tembaga pada
bulan September 2014.
Kebijakan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini juga menyebutkan bahwa bea
keluar maksimal bagi ekspor konsentrat adalah maksimal 60 (enam puluh) persen dari dasar
pengenaan pajak. Freeport dan Newmont selanjutnya meminta keringanan dan dispensasi dari
pemerintah Indonesia, termasuk melalui lobi Chief Executive Officer (CEO) FreeportMcMoRan Copper & Gold Inc., Richard C. Adkerson dari Amerika Serikat. Freeport dan
Newmont masih keberatan atas penerapan bea keluar ekspor mineral yang dinilai terlalu

tinggi, dimana seharusnya kedua perusahaan tersebut tidak mendapat bea keluar, dengan
alasan bahwa Freeport dan Newmont telah melakukan pengolahan bijih tembaga di smelter

PT. Smelting. Peraturan ini dimaksudkan sebagai disinsentif supaya perusahaan tambang
tersebut membangun instalasi pengolahan atau smelter di dalam negeri. Menteri Keuangan
Chatib Basri menegaskan bahwa jika smelter sudah dibagun perusahaan, minimal ditandai
dengan groundbreaking, maka otomatis pajak ekspor tidak dikenakan lagi.

C. KESIMPULAN
Faktor politik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas bisnis
perusahaan. Contohnya adalah pemberlakuan undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang membuat perusahaan-perusahaan tambang
mineral dan batubara tidak lagi dapat melakukan ekspor bahan mentah ke luar negeri
melainkan harus melakukan pengolahan (smelter ) tambang di dalam negeri terlebih dahulu
sebelum diekspor. Beberapa perusahaan terpaksa mengurangi atau menutup operasi
tambangnya dan memberhentikan karyawannya.
Kebijakan pemerintah tentang larangan ekspor bahan tambang mentah ini selain
bertujuan untuk melindungi sumber daya alam Indonesia, juga untuk meningkatkan nilai
tambah ekspor Indonesia, mengurangi beban impor bahan baku, sekaligus menciptakan
lapangan pekerjaan di Indonesia melalui pembangunan perusahaan pengolahan dan
pemurnian bahan tambang. Kebijakan larangan ekspor tersebut merupakan langkah
pemerintah untuk kepentingan rakyat dan negara Indonesia demi tercapainya demokrasi
ekonomi Indonesia.

Namun aktivitas bisnis perusahaan dapat juga mempengaruhi faktor politik. Dalam
penjelasan di atas dapat terlihat dengan adanya keberatan dan usaha-usaha pendekatan yang
dilakukan Freeport dan Newmont, membuat pemerintah memberikan kelonggaran dan
menunda larangan ekspor bahan mentah sampai dengan tahun 2017 dengan pemberlakuan
beberapa persyaratan tertentu.

D. SARAN
Pemerintah Indonesia sebaiknya bersikap tegas dalam menjalankan peraturan yang
telah dikeluarkan yang mendukung kepentingan rakyat, dan tidak bersikap lunak atau mudah
terpengaruh dari pendekatan, ancaman atau lobi-lobi bisnis yang dilakukan perusahaan besar
yang hanya mencari keuntungan perusahaan semata dan kepentingan negara asalnya.
Pemerintah juga perlu terus mengawasi pembangunan smelter yang telah dijanjikan
oleh perusahaan tambang apakah ada keseriusan dan kemajuan pembangunan atau tidak, dan
bila tidak ada kemajuan pembangunan maka pemerintah sebaiknya mengambil tindakan dan
kebijakan lebih lanjut atas hal tersebut, misalnya dengan pembekuan ijin atas ekspor tambang
perusahaan bersangkutan. Perjanjian-perjanjian kerjasama yang ditandatangani pemerintah
dengan perusahaan-perusahaan asing seharusnya benar-benar untuk kepentingan rakyat dan
negara Indonesia, tidak untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

REFERENSI


______. “Pengertian Politik Menurut Para Ahli”. Diunduh pada tanggal 28 Maret 2015 dari
http://fatih-io.biz/pengertian-politik-menurut-para-ahli.html.
Undang–undang Republik Indonesia No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batu Bara.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di
Dalam Negeri.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.011/2014 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan menteri Keuangan Nomor 75/PMK.11/2012 Tentang Penetapan Barang Ekspor
yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
______. 2014. “Larangan Ekspor Bahan Mentah akan Diperluas”. Diunduh pada tangggal 15
Maret 2015 dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/8245/Larangan-Ekspor-Bahan-Mentahakan-Diperluas.
______. 2014. “Kontroversi seputar larangan ekspor bahan mineral mentah”. Diunduh pada
tanggal 15 Maret 2015 dari http://www.merdeka.com/uang/4-kontroversi-seputar-laranganekspor-bahan-mineral-mentah.html.
______. 2014. “Larangan Ekspor Mineral Mentah RI Ancam Industri Global”. Diunduh pada
tanggal 15 Maret 2015 dari http://www.kaskus.co.id/ thread/52d4090f38cb175b4f8b4814/

larangan-ekspor-mineral-mentah-ri-ancam-industri-global.

Wicaksono, Pebriant Eko. 2014. “Ahli Metalurgi: Larangan Ekspor Mineral Jangan Ditunda”.
Diunduh pada tanggal 03 April 2015 dari http://www.liputan6.com/ bisnis/read/793802/ahlimetalurgi-larangan-ekspor-mineral-jangan-ditunda.
Gera, Iris. 2014. Pemerintah akan Tinjau Kebijakan untuk Freeport dan Newmont. Diunduh
pada tanggal 28 Maret 2015 dari http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-akantinjau-kebijakan-untuk-freeport-dan-newmont/1926199.html.
Wicaksono, Eko Pebrianto, 2015. “Pemerintah Beri Sinyal Perpanjang Izin Ekspor
Newmont”. Diunduh pada tangggal 15 Maret 2015 dari http://bisnis.liputan6.com/read/
2173860/pemerintah-beri-sinyal-perpanjang-izin-ekspor-newmont.