TUGAS AKHIR MATA KULIAH EKONOMI UNTUK

TUGAS AKHIR MATA KULIAH
EKONOMI UNTUK KEBIJAKAN PUBLIK

ANGGARAN KESEHATAN DAERAH BELUM
MEMIHAK KEPADA KESEHATAN IBU
TELAAHAN TERHADAP ANGGARAN KESEHATAN UNTUK
IBU DI KABUPATEN NGAWI

Disusun oleh:
WURIANTO SAKSOMO

MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012
1

Pendahuluan
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (2013), kesehatan ibu menjadi salah satu isu
strategis pemerintah. Pada dokumen tersebut disebutkan, masih rendahnya akses masyarakat
terhdap fasilitas pelayanan kesehatan yang ditandai dengan masih rendahnya status
kesehatan ibu dan anak dan status gizi masyarakat” (Buku I RKP 2013, dalam Fitra, 2012).

Dalam RKP tersebut, isu kesehatan ibu dan reproduksi menjadi prioritas 3 bidang kesehatan,
dalam rangka peningkatan akses pelayanan kesehatan dan gizi yang berkualitas bagi ibu dan
anak dengan indikator sebagai berikut:
a. Meningkatnya cakupan balita ditimbang berat badannya di Posyandu menjadi 80 persen;
b. Meningkatnya cakupan bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap
menjadi 88 persen;
c. Meningkatnya cakupan kunjungan ibu hamil keempat (K4) menjadi 93 persen;
d. Meningkatnya cakupan persalinan ditolong tenaga kesehaan terlatih menjadi 89 persen;
e. Meningkatnya cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) menjadi 89 persen;
f. Meningkatnya Puskesmas yang mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi (PONED)
menjadi 90 persen;
g. Meningkatnya rumah sakit yang mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Komprehensif
(PONEK) menjadi 95 persen; dan
h. Meningkatnya jumlah Puskesmas yang mendapatkan Bantuan Operasional Kesehatan.
Menurut keterangan Kementerian Kesehatan, rendahnya kesadaran masyarakat
tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak
faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi
lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai
kejang-kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup
penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang

pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga
berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan
bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain

masalah

medis,

tingginya

kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta
rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan
yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar
perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan
perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.
2

Oleh karena itu, upaya pelaksanakan program kesehatan perlu dukungan dana. Dalam
RAPBN 2013, alokasi anggaran untuk penurunan AKI di Kementerian Kesehatan setidaknya
tercantum dalam program/kegiatan yang berada di bawah pengelolaan Ditjen Bina Kesehatan

Gizi dan Ibu dan Anak pada program Pembinaan serta Ditjen Bina Upaya Sehat.
Angka Kematian Ibu di Indonesia
Angka Kematian Ibu (AKI) hingga saat ini masih tinggi. Data terakhir menunjukkan
bahwa rasio AKI per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008 mencapai 240 (UNESCAP).
Angka tersebut memposisikan Indonesia sebagai negara dengan AKI terbesar ketiga di Asia
Tenggara setelah Laos dan Timor Leste.
Dalam dokumen MDGs disebutkan bahwa Pemerintah Indonesia harus mampu
menurunkan AKI pada tahun 2015 hingga 102 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu
dalam dokumen RPJMN 2009-2014 pemerintah menargetkan 118 per 100.000 kelahiran
hidup. Dengan kata lain rata-rata per tahun pemerintah harus menurunkan AKI sebesar 19,7.
Menurunkan AKI bukanlah perkara yang mudah. Data setiap bulan yang diterbitkan
oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan hal itu. Sebagai contoh per April 2012 ditemukan
1.493 kematian ibu dari 548.245 kelahiran hidup di Indonesia. Setidaknya terdapat 4 provinsi
yang memiliki jumlah kematian ibu di atas 100 yaitu Jawa Timur sejumlah 761 dari 59.309
kelahiran hidup, Gorontalo sejumlah 172 dari 4.937 kelahiran hidup, Jawa Tengah sejumlah
167 dari 136.599 kelahiran hidup, dan Jawa Barat sejumlah 104 dari 107.559 kelahiran hidup.
Hanya ada 9 provinsi yang jumlah kematian ibunya 0. Sisanya antara 1 hingga 42.

Jumlah


Jumlah Kematian Ibu Per April 2012
(4 Provinsi Tertinggi)
800
700
600
500
400
300
200
100
0

761

173

167
104

Jatim


Gorontalo

Jateng

Jabar

Grafik 1
3

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab
langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor
keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko
keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat
mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat
dan terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan.
Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan
Lain-lain; 11.58%
Kompl masa puerpureum; 8.42%

Emboli obst; 3.16%
P. Lama/macet; 5.26%
Abortus; 5.26%
Infeksi; 11.58%

Perdarahan; 29.47%

Eklamsia; 25.26%

Grafik 2
Sumber: Departemen Kesehatan
Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan,
berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni,
pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi, dan infeksi. Pendarahan menempati
persentase tertinggi penyebab kematian ibu (30 persen), anemia dan kekurangan energi kronis
(KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang
merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari
seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan.
Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Perbandingan dengan hasil survei

SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66
persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif
rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand
di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90 persen.
4

Penolong Persalinan
Dukun
Dokter Umum/Kandungan

Perawat/Bidan
Lainnya

2.02%
4.04%
35.35%

58.59%

Grafik 3

Sumber: SDKI 2007
Sebagaimana dikemukakan di muka, alokasi anggaran untuk penurunan AKI di
Kementerian Kesehatan setidaknya tercantum dalam program/kegiatan yang berada di bawah
pengelolaan Ditjen Bina Kesehatan Gizi dan Ibu dan Anak pada program Pembinaan serta
Ditjen Bina Upaya Sehat. Meskipun terdapat kenaikan dalam 3 tahun terakhir namun
sebenarnya isu kesehatan bukanlah prioritas. Pada APBN 2011 alokasi anggaran untuk
kesehatan ibu hanya kurang lebih Rp 53,3 milyar. Kemudian tahun 2012 meningkat menjadi
Rp 1.679,5 milyar dan pada RAPBN 2013 meningkat lagi menjadi Rp 1.683,6 milyar.
Peningkatan ini terjadi salah satunya karena adanya tambahan program Jaminan Persalinan
(Jampersal) bagi warga miskin. Maka, jika dilihat dari proporsi alokasi anggaran program
kesehatan ibu terhadap total anggaran di Kemenkes terdapt penurunan sebesar 0,1% pada
RAPBN 2013.
Menurut Fitra (2012) pemerintah tidak pernah serius meyelenggarakan pelayanan
kesehatan. Selama periode 2005-2015, rata-rata anggaran kesehatan hanya dialokasikan 2,2
persen dari belanja pemerintah. Padahal UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
mengamanatkan anggaran kesehatan harus dialokasikan 5 persen dari belanja pemerintah.
Anggaran kesehatan tahun 2013 direncanakan sebesar Rp 16,7 triliun. 77 persen atau
Rp 12,8 triliun akan dibelanjakan oleh Kemenkes. Namun Kemenkes tidak mengelola
anggaran yang terbatas secara efisien untuk pelayanan kesehatan rakyat. Beberapa belanja
banyak dihabiskan untuk program yang tidak berdampak bagi pelayanan kesehatan


5

masyarakat misalnya belanja untuk penyusunan laporan yang menelan Rp 1,1 triliun.
Anggaran ini berarti meningkat dua kali dibandingkan tahun sebelumnya.
Studi Kasus di Kabupaten Ngawi
Dari enam Misi Kabupaten Ngawi, salah satunya adalah meningkatkan pelayanan
dasar bidang kesehatan yang berkualitas dan berdaya saing. Kebijakan yang diambil adalah
dengan peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan. Terwujudnya akses
pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan ini dicapai dengan satu sasaran yakni
meningkatnya akses dan mutu kesehatan ibu, bayi, anak remaja, dan lanjut usia, serta
kesehatan reproduksi. Program kesehatan pemerintah daerah dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah.
Program pada Dinas Kesehatan meliputi:
1.

Pelayanan admininstrasi perkantoran

2.


Peningkatan sarana dan prasarana aparatur

3.

Peningkatan disiplin aparatur

4.

Peningkatan kapasitas sumber daya aparatur

5.

Peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan

6.

Obat dan perbekalan kesehatan

7.


Upaya kesehatan masyarakat

8.

Pengawasan obat dan makanan

9.

Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

10. Pengembangan lindungan sehat
11. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
12. Standarisasi pelayanan kesehatan
13. Pelayanan kesehatan penduduk miskin
14. Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/puskesmas
pembantu dan jaringannya
15. Peningkatan pelayanan kesehatan anak balita
16. Peningkatan pelayanan kesehatan lansia.
17. Peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak.
Sedangkan program pada Rumah Sakit Umum Daerah adalah sebagai berikut:
1.

Pelayanan admininstrasi perkantoran

2.

Peningkatan sarana dan prasarana aparatur
6

3.

Peningkatan kapasitas sumber daya aparatur

4.

Peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan

5.

Standarisasi pelayanan kesehatan

6.

Pelayanan kesehatan penduduk miskin

7.

Pengadaan peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit/rumah sakit jiwa/rumah sakit
paru-paru.
Anggaran belanja fungsi kesehatan pada tahun 2011 sebesar Rp 116.139.063.769,00

yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp 58.058.270.351,00 dan Belanja
Langsung sebesar Rp 58.080.793.408,00. Jika total anggaran belanja Pemerintah Kabupaten
Ngawi pada tahun 2011 sebesar Rp 1.087.064.750.847,68 maka alokasi untuk kesehatan
mengambil porsi 10,68%. Hal ini berarti telah memenuhi amanat UU Nomor 39 Tahun 2006
tentang Kesehatan di mana anggaran untuk kesehatan minimal dialokasikan sebesar 10
persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji. Namun demikian data di
bawah ini akan menunjukkan bahwa ada alokasi yang kurang baik.
Belanja Kesehatan Tahun 2011
No
Program
1 Pelayanan Administrasi Perkantoran
2 Upaya Kesehatan Masyarakat
Pengadaan, Peningkatan, dan Perbaikan Sarana dan
3 Prasarana Puskesmas
4 Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin
5 Obat dan Perbekalan Kesehatan
6 Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
7 Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
8 Standarisasi Pelayanan Kesehatan
9 Peningkatan Disiplin Aparatur
10 Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur
Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan
11 Capaian Kinerja dan Keuangan
12 Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
13 Pengawasan Obat dan Makanan
14 Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak
15 Pengembangan Lingkungan Sehat
16 Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Balita
17 Peningkatan Pelayanan Kesehatan Lansia
Total

Jumlah (Rp)
17.280.292.750,00
11.114.333.050,00

Persentase
31,35
20,16

10.873.455.650,00
9.109.315.950,00
3.216.775.000,00
1.401.625.000,00
1.057.270.000,00
226.105.000,00
220.633.000,00
185.000.000,00

19,73
16,53
5,84
2,54
1,92
0,41
0,40
0,34

135.000.000,00
121.215.000,00
48.314.000,00
43.300.000,00
38.820.000,00
26.015.000,00
25.000.000,00
55.122.469.400,00

0,24
0,22
0,09
0,08
0,07
0,05
0,05
100

7

Alokasi terbesar adalah pelayanan administrasi perkantoran yakni Rp 17,28 milyar
atau 31,35 persen. Hal ini jauh lebih besar dibandingkan dengan anggaran untuk peningkatan
keselamatan ibu melahirkan yang hanya sebesar Rp 43,3 juta atau 0,08 persen. Isu kesehatan
ibu memang benar-benar tidak menjadi prioritas. Beberapa kegiatan dalam program
administrasi mendapatkan alokasi yang jauh lebih banyak, misalnya penyediaan alat tulis
kantor sebesar Rp 180,42 juta, belanja cetak dan penggandaan sebesar Rp 186,74 juta,
penyedian makanan dan minuman untuk tamu sebesar Rp 125 juta, rapat dan konsultasi ke
luar daerah sebesar Rp 230 juta.
Belanja ATK di atas tersebut jumlahnya hampir menyamai program peningkatan
kapasitas sumber daya aparatur yang kegiatannya adalah pendidikan dan latihan (diklat)
formal dengan anggaran sebesar Rp 185 juta. Kegiatan diklat bertujuan untuk mencapai
tenaga kesehatan yang profesional. Sebagaimana disebutkan dalam SDKI 2007, persalinan
oleh tenaga kesehatan dan persalinan dengan fasilitas kesehatan memiliki kontribusi yang
cukup besar dalam penurunan angka kematian ibu. Jika tenaga kesehatan semakin profesional
maka penanganan kesehatan termasuk terhadap ibu yang melahirkan juga semakin baik.
Namun sayang, anggaran yang tersedia hanya 0,34 persen. Bahkan anggaran ini lebih kecil
dibandingkan dengan Program Peningkatan Disiplin Aparatur yang kegiatannya adalah
pengadaan pakaian kerja lapangan dan pengadaan pakaian khusus hari-hari tertentu yang
menelan biaya Rp 220,63 juta.
Kemudian, mirip dengan yang dilakukan oleh pemerintah pusat (Kemenkes) yang
menyediakan anggaran lebih besar untuk penyusunan laporan, hal inipun dilakukan oleh
Pemkab Ngawi. Belanja ini tidak berdampak bagi pelayanan kesehatan masyarakat karena
hanya berakhir di atas kertas berisi laporan pelaksanaan kegiatan yang tidak jelas
pengaruhnya pada perbaikan pelayanan kesehatan. Bila Kemenkes menyediakan anggaran Rp
1,1 triliun, maka Pemkab Ngawi mengalokasikan Rp 135 juta untuk laporan.
Kesimpulan
Dari uraian tentang anggaran kesehatan Pemerintah Kabupaten Ngawi di atas dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Anggaran kesehatan daerah telah memenuhi alokasi minimal yang ditentukan dalam UU
Kesehatan yakni 10 persen. Pemkab Ngawi bahkan melebihi sedikit ketentuan tersebut
yakni 10,68 persen, namun alokasi terbesar untuk pelayanan administrasi perkantoran
(31,35 persen).

8

2. Alokasi anggaran terkait kesehatan ibu masih sedikit. Dari 17 program kesehatan daerah,
peningkatan keselamatan ibu melahirkan menempati urutan 14 dengan anggaran hanya
0,08 persen.
3. Alokasi anggaran terkait peningkatan kapasitas tenaga kesehatan juga masih sedikit.
Program ini menempati urutan kesepuluh dengan alokasi 0,34 persen. Padahal persalinan
oleh tenaga kesehatan memiliki kontrubisi yang cukup besar dalam penurunan angka
kematian ibu.
4. Pemerintah lebih memprioritaskan beberapa program yang tidak terkait langsung dengan
upaya mengurangi angka kematian ibu melahirkan, misalnya pelayanan administrasi
perkantoran yang merupakan komponen terbesar dalam belanja kesehatan. Alokasi
anggaran untuk kegiatan di dalamnya bahkan jauh lebih besar daripada alokasi untuk
kesehatan ibu, yakni penyediaan jasa komunikasi, sumberdaya air, dan listrik sebesar Rp
795 juta, penyediaan jasa pemeliharaan kendaraan dinas sebesar Rp 203 juta, penyediaan
administrasi keuangan sebesar Rp 4,6 milyar, penyediaan ATK sebesar 180 juta,
penyediaan barang cetakan dan penggandaan sebesar Rp 186 juta, penyediaan makanan
dan minuman tamu sebesar Rp 125 juta, rapat-rapat sebesar Rp 230 juta, dan lain-lain.
Rekomendasi
Beberapa rekomendasi bisa diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Ngawi, yakni
sebagai berikut:
1. Tetap mempertahankan alokasi anggaran kesehatan daerah sesuai dengan amanat UU
Kesehatan, yakni minimal 10 persen selain gaji.
2. Memperbesar alokasi anggaran terkait kesehatan ibu dan menambah alokasi anggaran
untuk peningkatan kapasitas tenaga kesehatan khususnya terkait dengan kesehatan ibu dan
pertolongan persalinan, caranya adalah dengan mengurangi komponen-komponen belanja
yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan penurunan kematian ibu seperti belanja
ATK, belanja penggandaan, penyediaan makan dan minum tamu, rapat-rapat, pengadaan
pakaian seragam.
Referensi
Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2012, Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu
dan Bayi Baru Lahir di Indonesia, http://www.kesehatananak.depkes.go.id.
Laporan Keterangan Pertanggungan Jawaban Bupati Ngawi 2011.
Setiawan, Dani (Editor), 2012, RAPBN 2013 Rasa Pencitraan, Seknas Fitra, Jakarta.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 2006 tentang Kesehatan.
9