HUKUM LINGKUNGAN Pengaturan Limbah dan P

HUKUM LINGKUNGAN
Pengaturan Limbah dan Paradigma Industri Hijau
Dwi Wisnu Kurniawan
Email: dwiwisnukurniawan@students.unnes.ac.id

Permasalahan pembuangan limbah di sektor industri
Indonesia banyak menimbulkan pencemaran lingkungan.
Permasalahan yang terjadi dari hulu sampai hilir ini terdiri
atas peraturan yang tidak lengkap, pemerintah yang tidak
tanggap terhadap permasalahan yang ada, hingga pihak
perusahaan yang terlampau mengabaikan permasalahan
lingkungan yang ada sehingga semakin kompleks
permasalahan mengenai sektor Industri. Dilain sisi sektor
Industri dapat menggerakkan ekonomi masyarakat dan
menumbuhkan lapangan pekerjaan namun dilain sisi juga
Industri yang banyak menghasilkan polutan/zat berbahaya
bagi tubuh manusia dan kelestarian lingkungan. Hal ini
menjadi sorotan beberapa pihak yang peduli akan
kelestarian lingkungan, mendesak pemerintah untuk
mengeluarkan peraturan mengenai limbah industri dan
pengelolaannya.

Dalam buku yang berjudul “Hukum Lingkungan
Pengaturan Limbah dan ParadigmA Industri Hijau”
banyak
membahas
mengenai
peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan limbah dan
industri
serta
rancangan
undang-undang
untuk
kedepannya.
Konsep pemikiran dan pengembangan industri saat ini tak terlepas dari konsep
pembangunan berkelanjutan atau sustanaible development, yang merupakan buah dari pemikiran
mengenai pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang ada saat ini secara arif dan
bijaksana untuk generasi yang akan datang.
Indonesia sebagai negara berkembang tetap serius memahami hasil konvensi lingkungan
hidup dan dan pembangunan tahun 1992, Indonesia membentuk agenda 21- Indonesia yang
terdiri dari 4 bagian yaitu: (1) Pelayanan Masyarakat, (2) Pengelolaan Limbah, (3) Pengelolaan

Sumber Daya Tanah, (4) Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Untuk pengaturan mengenai limbah dan paradigma industri hijau adalah menerangkan
perihal aturan hukum yang berlaku mengikat semua pihak sebagai pijakan untuk melakukan
kegiatan sosial, ekonomi dan lingkungan. Indonesia saat ini berfokus pada penerapan hukum
lingkungan modern yang berorientasi pada lingkungan atau enviroment-oriented law
dibandingkan hukum lingkungan klasik yang berorientasi pada penggunaan lingkungan atau
use-oriented law.
Dasar Hukum Indonesia dalam penormaan lingkungan sesuai dengan UU No. 32 Tahun
2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) yang telah
diarahkan pada ecologically sustanaible development (ESD). Pada konsep ini sangat tepat
diterapkan dalam konteks spesifik pertambangan, karena apabila digunakan konsep hukum
lingkungan klasik yang menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan ekspoitasi
guna mencapai hal yang maksimal dalam waktu singkat dan menimbulkan kerusakan

lingkungan. Sedangkan menggunakan hukum lingkungan modern lebih bersesuaian dengan
kondisi lingkungan dan berguna bagi keberlangsungan ekologi. Pembangunan berkelanjutan
dimaksudkan sebagai pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan sifat saling
mendukung.
Jika melihat definisi limbah menurut Pasal 1 (20) UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), Limbah adalah sisa suatu usaha

dan/atau kegiatan. Definisi limbah disini sangat luas, baik limbah berupa material padat, cair,
gas, baik yang beracun maupun yang tidak.
Kemudian mengenai Paradigma Industri Hijau, kedudukan “paradigma” terletak dalam
Pasal 1 (3) UUPLH , Industri Hijau adalah Industri yang dalam proses produksinya
mengutamakan upaya efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan
sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan
hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Jadi dari rumusan mengenai paradigma industri hijau memberikan artian bahwa industri
hijau tidak hanya sebatas sebagai penggunaan sumberdaya yang ada, kemudian terjadi proses
produksi dan menghasilkan nilai dari suatu produk. Tetapi industri hijau juga memberikan
pandangan mengenai manfaat dari keberadaan suatu industri untuk masyarakat sekitar dan
adanya keselarasan fungsi dari lingkungan dengan aktivitas industri yang berjalan.
Dalam proses produksi industri tidak lepas dari peran pengunaan teknologi, dalanm Pasal
12 UUPLH memberikan pengertian mengenai teknologi, Teknologi Industri adalah hasil
pengembangan , perbaikan , invensi, dan/atau inovasi dalam bentuk teknologi proses dan
teknologi produk termasuk rancang bangun dan perekayasaan, metode, dan/atau sistem yang
diterapkan dalam kegiatan Industri.
Dorongan pemerintah terhadap industri nasional untuk menerapkan industri hijau
ditunjukkan
dengan

menghadirkan
penghargaan
“Green
Award”
kepada
perusahaan-perusahaan yang mendapatkan predikat “beyond compliance” atau kepatuhan yang
luar biasa. Namun penghargaan tersebut hanya bersifat pastisipatif dan perusahaan yang
berfokus pada pengolahan produksi berbasis lingkungan. Sedangkan jika kita lihat Indonesia
sebagai negara berkembang yang menyuplai sumberdaya batubara ke negara maju, industri di
bidang pertambangan masih jauh dari kata industri hijau. Pengelolaan dan pengolahan proses
produksi masih bersifat terbuka, yang seharusnya proses produksi dengan motedo berada
dalam bawah tanah. Kemudian pembuangan limbah pada sektor pertambangan juga tidak
memperhatikan kelestarian lingkungan, pembuangan hasil produksi hanya ditampung dalam
sumur penampungan yang selalu merembes dan bocor serta mencemari aliran sungai
disekitarnya.
Secara umum persoalan limbah bersikar pada: (1) pembuangan, (2) pemanfaatan, (3)
pengkajian. Namun fenomena yang terjadi saat ini “hyperregulation” atau membanjirnya
peraturan hukum mengakibatkan orang sulit untuk mengetahui aturan mana yang berlaku dan
dapat dipergunakan. Kemampuan aparatur negara dalam melakukan pembuatan peratruran
terkadang tidak terstruktur dan runtut.

Ketiga komponen tersebut harus terumuskan dengan baik dalam UU. Kemudian dari
pelaksanaan ketiga hal tersebut juga untuk melahirkan tindakan-tindakan yang membuat
limbah tidak berbahaya. Pemanfaatan dan pengkajian merupakan upaya untuk mencari tahu
kadar limbah dan manfaatnya serta bagaimana cara pemanfaatan limbah dengan tepat.

Pemahaman mengenai hukum lingkungan merupakan upaya untuk melindungi ekosistem
dari kerusakan. Jika melihat rumusan ekosistem dalam pasal 1 (5) UUPLH menjelaskan
bahwa, ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan
utuh-menyeluruh dan saling memengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan
produktivitas lingkungan hidup.
Ukuran untuk mengetahui keadaan lingkungan normal adalah “baku mutu lingkungan”,
baku mutu lingkungan terdapat pada pasal 1 (13) UUPLH, baku mutu lingkungan hidup
adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu
sebagai unsur lingkungan hidup.
Jika terdapat diluar konteks normal dari ekosistem maka menempatkan pada dua status
penting yaitu pencemaran dan perusakan. Pencemaran terdapat dalam pasal 1 (14) UUPLH
yang berbunyi, pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Sedangka rumusan

mengenai perusakan terdapat dalam pasal 1 (16) UUPLH yang berbunyi, perusakan
lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan secara langsung atau
tidak langsung terdapat sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Keadaan diatas baku mutu lingkungan merupakan kondisi bahaya bagi mahluk hidup.
Supaya tidak terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup perlu adanya kesadaran
semua pihak untuk berperilaku arif dan bijak dalam melakukan proses industri yang
melibatkan komponen lingkungan.
Dalam menerapkan izin lingkungan, UUPLH sangat ketat dan selektif karena berkaitan
dengan kewajiban masing-masing pihak dalam menjaga kelestarian lingkungan. Jika terjadi
pencabutan izin lingkungan maka perlu adanya pengawasan pemerintah daerah mewasapadai
persoalan pencabutan tidak cermat sehingga menimbulkan gugatan di pengadilan tata usaha
negara (PTUN). Dalam konstruksi hukum yang demikian, acapkali kpala daerah tidak cermat
dalam melakukan pencabutan izin lingkungan. Kacamata seorang hakim dan kejernihan
pemikirannya diperlukan untuk melihat persoalan bukan semata materi dari gugatan
melainkan tolak ukur lingkungan dan kelestarian lingkungan.
Peraturan mengenai izin lingkungan terdapat beberapa komponen dalam UUPLH, (1)
Pengendalian dan Pencegahan pencemaran (terdapat dalam pasal 13 dan 14 UUPLH), (2)
Analisis mengenai dampak lingkungan /AMDAL (terdapat dalam pasal 22, 23, 24 UUPLH),
(3) Upaya Pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan hidup/ UKL-UPL

(terdapat dalam pasal 34 dan 35 UUPLH)
Kemudian pembahasan mengenai Air Limbah, zat cair yang merupakan hasil buangan
dari proses produksi dapat dilepaskan secara bebas kemanapun. Aliran sungai yang menjadi
sumber air bagi masyarakat tak luput dari pencemaran lingkungan oleh limbah. Peran serta
pemerintah dalam pengawasan aktivitas industri diperlukan guna menjamin ksehatan
masyarakat sekitar industri dan sungai.
Limbah cair yang kita enal sebagai entitas pemcemar air dapat diklasifikasikan menjadi
empat kelompok, yaitu:

1. Limbah cair domestik (domestik wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan dari rumah
tangga, bangunan perdagangan, perkantoran, dan sarana sejenis. Misalnya air diterjen sisa
cucian, air sabun dan air tinja.
2. Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan industri.
Misalnya air sisa cucian daguing, buah, sayur dari industri pengolahan makanan, sisa dari
pewarna kain/ bahan dari industri tekstil.
3. Rembesan dan luapan (Infiltration and inflow) yaitu limbah cauir yang berasal dari berbagai
sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan kedalam tanah
atau melalui luapan dari permukaan. Air limbah dapat merembes kedalam saluran
pembuangan melalui pipa yang rusak, pecah, atau bocor sedangkan luapan dapat terjadi
melalui bagian saluran yang membuka atau terhubung ke permukaan. Contoh limbah cair

yang dapat merembes dan meluap ke dalam saluran pembuangan limbah cair adalah air
buangan dari talang atap, pendingin ruangan (AC), tempat parkir, halaman, bangunan
perdagangan dan industri serta pertanian atau perkebunan.
4. Air hujan (storm water) yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan diatas
permukaan tanah. Aliran air hujan diatas permukaan tanah dapat melewati dan membawa
partikel-partikel buangan padat atau cair sehingga dapat disebut sebagai limbah cair.
Pengolahan limbah bertujuan untuk menetralkan air bahan-bahan tersuspensi dan
terapung, menguraikan bahan organic biodegrande, meminimalisir bakteri pantogen, serta
memperhatikan estetika dan lingkungan. Dalam pengolahan air limbah dapat dilakukan secara
alami atau buatan. Pengendalian air limbah juga dapat dilakukan melalui pendekatan
menggunakan teknologi pengelolaan air limbah cair, dair ulang, teknologi proses produksi,
recovery, dan juga penghematan bahan baku serta energi yang diperlukan.Supaya dapat
memenuhi baku mutu lingkungan, air limbah perlu di proses dalam pengendalian secara
cermat baik masih dalam proses produksi (in-pipe pollution prevention) maupun setelah proses
produksi selesai (end-pipe pullution prevention).
Pengendalian air limbah dimaksudkan untuk meminimalkan volume air limbah yang
dihasilkan dari proses produksi dan mengurangi pencemaran akibat air limbah. Pengolahan air
limbah pada saat proses produksi lebih pada meminimalisir volume, konsentrasi, toksititas
kontaminasinya terhadap zat lai. Sedangkan pengendalian air limbah setelah proses produksi,
lebih difokuskan untuk menurunkan kadar bahan pencemar sehingga dapat memenuhi baku

mutu lingkungan dan aman untuk kelestarian lingkungan kedepannya.
Dalam proses pengendalian air limbah, yang menjadikan kesuksesan konsep ini
merupakan teknologi pengolahan yang digunakan. Apapun macam teknologi yang digunakan,
asalkan dapat dioperasikan dan dapat dipelihara untuk kemanfaatan kelestarian lingkungan
kedepannya. Teknik-teknik pengolahan air limbah sudah banyak dikembangan, namun secara
umum pengolahan air limbah dapat digolongkan ke dalam 3 metode, yaitu pengolehan secara
fisika, kimia dan biologi. Dalam penerapannya ketiga kategori tersebut dalam dilakukan secara
sendiri-sendiri atau secara kombinasi.
Dalam pembuangan air limbah perlu adanya pengawasan dan izin dari pemerintah, hal ini
sebagai upaya untuk pengendalian kelestarian lingkungan agar tetap dalam kondisi aman dan
terkendali serta tidak mendatangkan dampak negatif bagi masyarakat. Kemudian dalam
pembuangan air limbah ke sungai, harus adanya peraturan yang spesifik menyebut
pembuangan limbah pada aliran air/ sumber air dan mendapat pengawasan langsung dari
pemerintah.
Dalam ketentuan pasal 40 UU No. 82 Tahun 2001 mengenai Pengelolaan kualitas air dan
pengendali pencemaran air disebutkan bahwa:

(1) setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air
wajib mendapatkan izin tertulis dari bupati/walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau Kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan.
Dari rumusan pasal tersebut jelas mengatur bagaimana pembuangan air limbah dan
mekanismenya. Peran pemerintah disini adalah sebagai pengawas dalam proses pembuangan
air limbah oleh industri guna menjaga kelesarian lingkungan hidup sekitar dan tidak
menimbulkan kerugian bagi pihak manapun
Sedangkan sungai sudah diatur dalam ketentuan pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) PP No. 38
Tahun 2011 yang berbunyi bahwa:
(1) setiap orang yang akan melakukan kegiatan pada ruang sungai wajib memperoleh izin.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) Pelaksanaan konstruksi pada ruang sungai
b) Pelaksanaan konstruksi yang mengubah aliran dan/atau alur sungai
c) Pemanfaatan bantaran dan sempadan sungai
d) Pemanfaatan bekas sungai
e) Pemanfaatan air sungai selain untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat
dalam irigasi yang sudah ada
f) Pemanfaatan sungai sebagai penyedia tenaga air
g) Pemanfaatan sungai sebagai prasarana transportasi
h) Pemanfaatan sungai di kawasan hutan
i) Pembuangan air limbah ke sungai
j) Pengambilan komoditas tambang di sungai

k) Pemanfaatan sungai untuk perikanan menggunakan karamba atau jaring apung.
Peranan sungai dalam kehidupan sehari-hari sangat berpengaruh terhadap aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat. Untuk itu perlu kesadaran bersama, terutama pelaku industri
dalam mengolah dan memperhatikan volume limbah yang akan dibuang. Hal ini merupakan
cara pengendalian kerusakan lingkungan secara dini.
Industri hijau tidak hanya berbicara mengenai hasil limbah yang dibuang tidak mencemari
lingkungan, melainkan membahas mengenai keseluruhan proses produksi dari awal sampai
pada setelah selesai proses produksi dan pembuangan limbahnya. Keseluruhan proses tadi
harus dijalankan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Hal ini tujuannya untuk
kelestarian lingkungan dan mewariskan alam semesta ini kepada generasi berikutnya sebagai
titipan Tuhan yang maha kaya.
Kemudian dalam bagian akhir buku ini, juga melampirkan rancangan peraturan mengenai
limbah dan industri hijau, seperti rancangan perda tentang izin pembuangan limbah cair ke air
atau sumber air, perda mengenai izin pengkajian air limbah dan pembuangan air limbah, perda
mengenai izin lingkungan, perda izin usaha industri, dan perda izin pemanfaatan air limbah ke
tanah untuk apikasi pada tanah.
Nama/Judul Buku: HUKUM LINGKUNGAN Pengaturan Limbah dan Paradigma Industri Hijau
Penulis/Pengarang: Achmad Faishal,S.H.,M.H.
Penerbit: Pustaka Yustisia
Tahun Terbit: 2016
Kota Penerbit: Yogyakarta
Bahasa Buku: Bahasa Indonesia
Jumlah Halaman: 334 hlm
ISBN Buku: 979-341-181-3