Shita Presentasi 11 Januari GRANADI LT

Pengantar dasar
Pembicara 1: Dr. Shita Dewi PhD: Monitoring dan
Evaluasi dalam Proses Kebijakan:
•Teori Monitoring dan Evaluasi Kebijakan
•Stakeholders analysis: Pemerintah; Kelompok dalam
Masyarakat; Providers; Asosiasi Profesi, BPJS; Media.
• Review Undang-Undang: Executive Review )oleh
pemerintah), Yudikatif Review (Oleh DPR). Proses
Review UU di Indonesia: Apakah harus melalui
Prolegnas?

OUTLINE

 TEORI PROSES KEBIJAKAN

 MEKANISME EVALUASI KEBIJAKAN DI INDONESIA
 STAKEHOLDER ANALYSIS

Teori Proses Kebijakan
• Kebijakan dibuat dan dilaksanakan melalui
tahapan-tahapan (Sabatier & Jenkins Smith, 1993; Buse, 2004 )






Agenda Setting
Formulasi Kebijakan dan Adopsi kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan

• Proses ini terlihat linear, tetapi dalam kenyataannya
tidak linear bahkan 'muddling through' (Lindblom,
1959)
3

Siklus Kebijakan

4

Evaluasi dan Monitoring Kebijakan


• Monitoring : Pemantauan terus menerus
• Evaluasi Formatif : Memberi masukan mengenai
bagaimana memperbaiki rancangan kebijakan,
pembagian tugas dan peran dalam implementasi
kebijakan
• Evaluasi Sumatif : Memberi masukan mengenai
bagaimana kebijakan telah atau belum mencapai
tujuannya
5

Stakeholder Analysis
Siapa Stakeholder kebijakan JKN?
• DJSN
• BPJS
• Pemerintah Pusat
• Kementrian Keuangan
• Kementrian Kesehatan
• Penyedia layanan
• Pemerintah:

• RS
• FKTP
• Swasta:
• RS
• FKTP
• Intermediaries




• Asosiasi Profesi?
• Asuransi swasta?
Masyarakat
Media

6

Identifikasi interest dan power
stakeholder dalam siklus kebijakan
Power besar


Power sedang Power kecil

Tidak ada
power

Interest tinggi

DJSN
BPJS

Kementerian
Kesehatan?

RS
Pemerintah?
FKTP
Pemerintah?

Masyarakat?

RS Swasta?
FKTP swasta?

Interest
sedang

Kementerian
Keuangan?

Media?

Asosiasi
Profesi?

Asuransi
swasta?

Interest
rendah
Tidak ada

interest
7

Potensi evaluasi kebijakan
• Siapa pelakunya? (akan dibahas pada sesi berikut)
• Siapa stakeholder yang potensial dilibatkan?
• Apa peluang pengaruhnya terhadap kebijakan

Alasan untuk Review
• Bertentangan dengan asas : Lex superior derogat legi inferior, Lex
specialis derogat legi generali, lex posterior derogat legi priori
• Khusus untuk Perda, apabila bertentangan dengan kepentingan umum
sebagaimana dimaksud pada UU 12/2011 Pasal 250 ayat (1), dijelaskan
pada ayat (2) meliputi:





terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;

terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat; dan/atau
• diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan
gender.

Executive Review
Pengertian
• Executive review adalah upaya ke lembaga eksekutif (baik pusat maupun daerah)
yang memiliki kewenangan membuat peraturan perundang-undangan sebagai
pelaksana dari badan legislasi untuk mengubah suatu produk dari badan eksekutif.
• Misalnya, suatu pihak yang keberatan terhadap suatu Peraturan Pemerintah
sebagai contoh Peraturan Presiden (Perpres), setiap warga negara tentu bisa
meminta kepada lembaga pembuatnya (Presiden) untuk melakukan eksekutif
review atau melakukan revisi.
• Untuk Peraturan Daerah dapat diajukan executive review melalui Kementerian
Dalam Negeri

10


Legislative Review
• Upaya ke lembaga legislatif atau lembaga lain yang
memiliki kewenangan legislasi untuk mengubah
suatu peraturan perundang-undangan.
Catatan: untuk peraturan perundang-undangan yang lain
seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden
(Perpres) dan Peraturan Daerah, setiap warga negara bisa
meminta kepada lembaga pembuatnya untuk melakukan
legislative review atau melakukan revisi.

Judicial Review
• Wewenang untuk menyelidiki, menilai, apakah
suatu perUUan isinya sesuai atau bertentangan
dengan peraturan yg lebih tinggi derajatnya
• MK: UU terhadap UUD 1945
• MA: peraturan lain terhadap UU
Catatan: Lembaga peradilan yang melakukan judicial review hanya bertindak
sebagai negative legislator. Artinya, lembaga peradilan hanya bisa menyatakan
isi norma atau keseluruhan norma dalam peraturan perundang-undangan itu

tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bila bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Mereka tidak boleh menambah
norma baru ke dalam peraturan perundang-undangan yang di-judicial review.

Perbedaan
• Executive review :
• Sasaran objek executi e re ie adalah peraturan yang bersifat regeling melalui
proses pencabutan atau pembatalan. Pengujian yang disebut executi e re ie ini
dilakukan untuk menjaga peraturan yang diciptakan oleh pemerintah (eksekutif)
tetap sinkron atau searah, dan juga konsisten serta adanya kepastian hukum untuk
keadilan bagi masyarakat

• Legislative review:
• lembaga legislasi melakukan revisi terhadap produk hukum yang dibuatnya dengan
alasan, misalnya peraturan perundang-undangan itu sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi atau sederajat dengannya

• Judicial review:
• upaya pengujian oleh lembaga judicial terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh

cabang kekuasaan negara legislatif, eksekutif, ataupun yudikatif

Proses penyusunan UU ( Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011)

Prolegnas
• Masing-masing, baik pemerintah maupun DPR, menggalang
masukan dari berbagai pihak. Pemerintah meminta dan menerima
masukan dari setiap kementerian dan non-kementerian yang ada di
lingkungan pemerintahan. Sedangkan DPR menggalang masukan
dari anggota DPR, fraksi, komisi, DPD dan masyarakat.
• Usulan dari fraksi, komisi, atau DPD paling lambat 1 (satu) masa
sidang sebelum dilakukan penyusunan Prolegnas. Usulan tersebut
disampaikan oleh fraksi, komisi, atau DPD paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja dalam masa sidang sebelum dilakukan
penyusunan Prolegnas.

Prinsip Prolegnas
Penyusunan peraturan perundang-undangan harus diawali dengan penelitian hukum ( law
research ) dan penelitian kebijakan ( policiy research ) sebagai bagian hulu proses perencanan

peraturan perundang-undangan

Hal ini perlu dilakukan agar produk peraturan perundang-undangan
mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan berlaku dalam masyarakat dan persepsi
masyaraat terhadap kebijakan yang relevan dengan peraturan yang akan disusun.
Proses pembuatan peraturan perundang–undangan didahului dengan pembuatan Naskah
Akademik

Muatan Naskah Akademik merupakan hasil penelitian pada point 1 yang memuat
konsep, teori, falsafah juga visi dan misi yang mengidentifikasikan prinsip, arah,
suatu RUU

Peningkatan mekanisme partisipasi publik dalam proses penyusunan peraturan perundangundangan atau paling tidak dalam kaitan pembahasan rencana legislasi nasional baik di pusat
maupun di daerah
Peningkatan Kerjasama antar instansi atau antar lembaga terkait dalam hal penyusunan RUU
lintas sektor

Catatan tambahan:


Koordinasi dan pembahasan daftar Prolegnas dari DPR dan daftar Prolegnas
dari Pemerintah. Daftar Prolegnas kemudian ditetapkan di Rapat Paripurna
oleh Badan Legislasi.



Dalam keadaan tertentu, pemrakarsa RUU (baik itu Pemerintah atau DPR)
dapat mengajukan RUU dari luar daftar Prolegnas.
• Untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;
• Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas
suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat
kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.



Rancangan undang-undang (yang diajukan di luar Prolegnas) terlebih dahulu
disepakati oleh Badan Legislasi dan selanjutnya Badan Legislasi melakukan
koordinasi dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
peraturan perundang-undangan untuk mendapatkan persetujuan bersama,
dan hasilnya dilaporkan dalam rapat paripurna untuk ditetapkan.

(lanjutan)
• Prolegnas jangka menengah dapat dievaluasi setiap akhir
tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan
Prolegnas prioritas tahunan.
• Sedangkan penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas
tahunan sebagai pelaksanaan Prolegnas jangka menengah
dilakukan setiap tahun sebelum penetapan RUU tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Prolegnas 2017 ada 49, termasuk:
• RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan
• RUU tentang Perubahan atas UU No.20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Bukan Pajak
• RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol
• RUU tentang Pertembakauan
• RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual
• RUU tentang Kebidanan
• RUU tentang Narkotika dan Psikotropika (Perubahan atas RUU tentang
Perubahan atas UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika)
• RUU tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Perubahan atas UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah)

Monitoring dan Evaluasi
Kebijakan JKN
Laksono Trisnantoro

19

Pembicara 2: Prof Dr. Laksono Trisnantoro MSc PhD.
Evaluasi kebijakan JKN.
•Mengapa JKN perlu dimonitor dan dievaluasi oleh
pihak independen.Siapa yang disebut pihak
independen?
•Perspektif Monitoring dan Evaluasi: Apakah isu
pemerataan dan mutu menjadi fokus monitoring dan
evaluasi? Apa indikatornya?
•Apakah ideologi menjadi kunci penting dalam
evaluasi?

21

Terima Kasih