07-INUL DARATISTA 13
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK
VS. SEKSUALITAS DALAM
INDUSTRI DANGDUT
Sisilia Wahyuning Astuti
1
Abstract
Despite the promising economic surplus of the dangdut music industry, women
artist must face constraints based on their gender, namely the issue or standard
of sexuality. This essay, highlighted the case of Inul Daratista and Dewi Persik,
shows that standard of sexuality is multi-interpretative, interests-loaded, and
thus not easy to achieve. On the other hand, the artists are not only aware of the
risk in relation with their job and sexuality, but also never act passively,
particularly in stage performance and business diversification apart from their
job as dangdut singer.
Keywords: dangdut music industry, sexuality standards
Pengantar
nya figur penyanyi, pemain film dan
sinetron, model, dan pembawa acara
Dewasa ini, perempuan yang bekerja
perempuan. Kemajuan teknologi dan
di ranah publik, di luar rumah, untuk
akses informasi yang semakin murah,
mencari penghasilan ekonomi sudah
menguatnya industri hiburan secara
menjadi pemandangan yang biasa.
ekonomi, ditambah dengan iklim ke-
Fenomena ini tampak jelas di dunia hi-
bebasan berekspresi yang lebih besar,
buran yang ditandai dengan muncul-
membuat masuknya perempuan da-
1 Kandidat PhD dalam Studi Asia Tenggara, Universitas Passau, Jerman. Email
sastuti2000@yahoo.co.uk.
34
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
lam proses produksi hiburan dalam
Esai ini akan berfokus pada dunia, a-
media massa tampak mencolok.
tau industri, hiburan penyanyi dang-
Di sisi lain, walaupun industri hiburan
mengikuti perjalanan beberapa pe-
dut. Dalam analisisnya, esai ini akan
tersebut cenderung bersifat urban,
nyanyi dangdut terkemuka (terutama
persoalan hambatan budaya bagi pe-
Inul Daratista dan Dewi Persik). Pada
rempuan pekerja semacam yang di-
industri dangdut, persoalan seksuali-
lansir Chitsike (2000) untuk kasus pe-
tas yang dihadapi penyanyi perem-
ngusaha di pedesaan Zimbabwe ma-
puan tampak jelas. Terdapat perbe-
sih tersisa. Di tanah air, walaupun ti-
daan perlakuan dan akses antargen-
dak sekencang beberapa dasawarsa
der, yang didasarkan pada standar
yang lalu, publik masih memberlaku-
seksualitas atau susila, untuk masuk
kan semacam pembagian profesi atau
pada dunia kerja industri hiburan
pekerjaan berdasarkan gender. Bebe-
dangdut.
rapa profesi masih dianggap lebih
pantas untuk perempuan (sekretaris,
Esai ini mendeskripsikan, terutama
guru, pramugari) dibandingkan untuk
dalam kasus Inul Daratista, bagaima-
laki-laki (manajer, pilot, masinis).
na seksualitas dalam bentuk standar
kesusilaan, yang menghalangi penya-
Sepintas, tidak terlampau jelas apa-
nyi perempuan memaksimalkan po-
kah industri hiburan bersifat maskulin
tensi keuntungan ekonomi dalam in-
atau feminin. Namun jelas bahwa pe-
dustri dangdut yang berkembang, di-
kerja perempuan lebih rentan terha-
bentuk dan diinterpretasikan oleh,
dap isu seksualitas ketimbang pekerja
ironisnya, otoritas yang berada di luar
laki-laki. Meskipun demikian, terjadi
industri dangdut (baik sebagai penye-
juga kasus yang membuat seorang
dia
model laki-laki diadukan ke polisi ka-
sung). Selain itu, esai ini juga menun-
rena berpose sensual di pameran Bin-
jukkan bagaimana penyanyi dangdut
II.j2
maupun
pengkonsumsi
lang-
Amat jarang pekerja la-
perempuan tidak berlaku sebagai a-
ki-laki tersangkut persoalan seksuali-
gen yang pasif di tengah ketegangan
tas dalam penampilannya di media
antara potensi keuntungan ekonomi
publik.
(termasuk di dalamnya dari perminta-
neale Art
an terhadap sisi seksualitas) dan
2 Kompas Cybermedia, 2 Februari 2006.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
35
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
standar seksualitas tersebut di atas.
Fenomena-fenomena di atas mengindikasikan beberapa hal. Pertama, ter-
Perdebatan mengenai Inul Daratista
dapat permintaan (demand) terhadap
beberapa tahun lalu adalah salah satu
industri hiburan dangdut, termasuk di
titik awal yang penting bagi perkem-
dalamnya permintaan terhadap sisi
bangan publik Indonesia dalam me-
seksualitas pekerja perempuannya.
nentukan sikap mengenai seksualitas
Kepopuleran musik ini sejak dasawar-
dalam ranah publik dunia hiburan.
sa 1970-an hingga sekarang menun-
Memulai kariernya sebagai penyanyi
jukkan hal tersebut. Kedua, walaupun
dangdut dari panggung ke panggung
demikian, akses terhadap kue ekono-
di kota kecil di Pasuruan, Jawa Timur,
mi relatif tidak sama: perempuan
nama Inul mendadak meroket menja-
menghadapi hambatan untuk masuk
di isu nasional ketika penampilan
ke dalam industri tersebut—yang jus-
panggungnya, 'goyang ngebor', dihu-
tru diterapkan oleh otoritas di luar in-
jani kritik dan (kontra kritik) menge-
dustri tersebut. Hambatan tersebut
nai standar kepatutan susila dalam
berupa penetapan standar penampil-
dunia hiburan yang kebetulan sedang
an berdasarkan konsep seksualitas
berkembang dengan amat pesat sete-
dan susila, yang tidak berimbang an-
lah demokratisasi.
targender.
Seangkatan dengan Inul, beberapa
Dari sini, pertanyaan penelitian dalam
penyanyi dangdut yang mempunyai
esai ini adalah: pertama, bagaimana
gaya panggung senada dengannya ju-
isu seksualitas, yang menjadi barriers
ga menuai kritik. Sebut saja penam-
to entry yang diskriminatif terhadap
pilan Annisa Bahar dengan 'goyang
penyanyi perempuan, dibentuk dan
patah-patah' nya, juga Uut Permata-
diinterpretasikan oleh otoritas-otori-
sari dengan 'goyang ngecor'nya. Bela-
tas di luar pelaku langsung dalam pa-
kangan setelah debat tentang Inul su-
sar musik dangdut? Kedua, bagaima-
rut, beberapa penyanyi dangdut ma-
na cara para penyanyi dangdut pe-
sih mengandalkan penampilan pang-
rempuan menempatkan diri sekaligus
gung yang serupa, mengandalkan ke-
menyiasati kendala untuk memaksi-
'energetik'an goyangannya. Beberapa
malkan potensi pasar mereka dalam
nama bisa disebut sebagai contohnya,
industri dangdut yang prospektif?
seperti Trio Macan dan Dewi Persik.
Nama yang disebutkan terakhir ini
Bertujuan mengilustrasikan bagaima-
terkenal dengan 'goyang gergaji'.
na persoalan standar yang bias secara
36
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
gender terhadap perempuan berope-
gumen bahwa terdapat kekuatan i-
rasi dalam ruang ekonomi, analisis
deologi patriarki yang melatarbelaka-
dalam esai bersifat deskriptif kualita-
ngi pengaturan batasan terhadap pe-
tif. Data diambil dari berbagai media
rempuan (Shildrick dan Price 1999;
cetak yang tersedia secara online dan
Bordo 1997; Bartky 2003).
juga pengamatan sejumlah acara televisi swasta nasional dalam rentang
Lebih lanjut, identifikasi menjadi pe-
tahun 2003—2007.
rempuan (dan juga laki-laki) pada dasarnya ditumbuhkan dalam masyarakat, bukan alamiah muncul begitu sa-
Awas Seksualitas!
ja. Kegiatan hidup sehari-hari yang
menuntut pemisahan antara perem-
Janet Price dan Margrit Shildrick
puan dan laki-laki dan terjadi secara
(1999) melansir bahwa seksualitas
berulang menjadi salah satu hal yang
perempuan cenderung dinilai mem-
berpengaruh dalam pembentukan ide
bahayakan bagi masyarakat, sehing-
tentang adanya perbedaan antara
ga perlu dikontrol. Pada kasus Inul,
menjadi
salah satu alasan yang paling lazim di-
(Butler 1990). Scwartz (2000) me-
perempuan
dan
laki-laki
kemukakan oleh pihak yang berkebe-
nyatakan, atribut seksualitas yang
ratan dengan penampilan Inul adalah
menempel pada sebuah produk baik
kekhawatiran rusaknya generasi mu-
barang atau pun jasa saat ini penting
da dengan adanya tontonan yang di-
dalam strategi 'penjualan'.
nilai tidak layak dikonsumsi karena
terlalu seksi. Di titik ini, perempuan
Dangdut bukan satu-satunya jenis
ditempatkan sebagai pihak yang pan-
musik yang mempraktikkan resep ini.
tas untuk ditakuti ketika menunjuk-
Beberapa penyanyi di jalur pop seperti
kan seksualitasnya sebagai seorang
Agnes Monica, Duo Ratu, grup musik
perempuan.
Peterpan, grup musik Slank, Delon,
dan Glen Fredly merupakan beberapa
Persoalannya adalah siapa yang ber-
contoh yang bisa disebut. Mereka me-
hak mengatur batasan apa yang boleh
milih gaya penampilan mereka untuk
dan tidak boleh dilakukan berkaitan
menumbuhkan citra tertentu seperti
dengan seksualitas perempuan atau,
yang secara garis besar dapat ditarik
dengan kata lain, otoritas mana yang
apakah mereka memilih gaya feminin
berhak menentukan standar seksuali-
atau macho. Keduanya bermuara pa-
tas tersebut. Beberapa penulis berar-
da seksualitas. Dalam kasus ini, pro-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
37
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
ses interpretasi dilakukan terhadap
Irama). Pihak-pihak tersebut melaku-
seksualitas yang ada di dunia hiburan
kan proses decoding yang sebagian
dangdut, yang tentu saja berdasarkan
besar dilakukan melalui media massa
latar belakang dan sarat kepentingan.
(melihat liputan TV, membaca surat-
Geertz (2000) mengungkapkan bah-
kabar dan majalah). Media massa ter-
wa aksi kultural, termasuk dangdut,
sebut bertindak sebagai broadcaster,
bisa diperlakukan seperti teks. Atau
yang bukan pelaku industri dangdut
dengan kata lain, terbuka untuk
(dengan kepentingannya sendiri).
proses-proses interpretasi, termasuk
problem-problemnya.
Silang pendapat dan interpretasi ter-
Persoalan yang paling penting tentu
nah utama industri dangdut, sebagai
saja soal distorsi. Dalam analisis ko-
semacam kekuatan eksogen yang
munikasi massa dengan mengguna-
mempengaruhi akses dan kinerja in-
kan
dustri dangdut.
sebut bisa jadi justru terjadi di luar ra-
kerangka
encoding/decoding
(Hall 1999) dimungkinkan interpretasi kode (decoding) oleh audiens yang
Dangdut sendiri memang dikenal se-
sering kali berbeda dari broadcaster
bagai sebuah corak musik yang iden-
(encoding) dalam proses pertukaran
tik dengan goyangan si penyanyi. Isti-
pesan, dan membentuk apa yang di-
lah goyang dangdut mengacu kepada
sebut distorsi.
goyangan yang ditampilkan oleh penyanyi dangdut saat menyuguhkan
Esai ini berpendapat bahwa masalah
sebuah lagu atau oleh penikmat
distorsi dalam kasus dangdut dan
dangdut saat sedang menikmati su-
seksualitas cenderung akut. Sebagai-
guhan lagu dangdut. Istilah dangdut
mana terlihat di bagian analisis selan-
dipopulerkan oleh Rhoma Irama me-
jutnya, pihak-pihak yang terlibat da-
lalui lagu yang berjudul Terajana yang
lam debat seksualitas sebagian besar
pernah di nyanyikannya pada 1970-
tidak berada langsung di pusat perso-
an. Sebelumnya jenis musik ini dike-
alan, yaitu sebagai pelaku industri
nal dengan istilah orkes melayu. 3
dangdut. Tidak banyak yang benarbenar merupakan konsumen atau
produsen dangdut (kecuali Rhoma
3 Frederick (1982). “Rhoma Irama and the Dangdut Style: aspects of contemporary Indonesian
popular culture”. Indonesia 34, October 1982. hlm. 106.
38
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
kedipan mata dan gerak bibirnya
Lagunya lagu melayu
Sulingnya suling bambu
Dangdut suara gendang
Kontroversi Inul Daratista bermula
Rasa ingin bergoyang...
dari penampilannya di salah satu TV
(Terajana – dipopulerkan oleh
swasta pada Januari 2003. Inul yang
Rhoma Irama)
dulu hanya dikenal di seputar Pasuruan dan di VCD-VCD tidak resmi yang
Kata 'dang' berasal dari bunyi ken-
bertebaran di lapak-lapak pinggir ja-
dang dan 'dut' berasal dari efek akhir
lan mendadak menjadi bahan pembi-
bunyi kendang yang dimainkan. Ken-
caraan di media massa nasional dan
dang atau gendang merupakan salah
juga di beberapa media internasional.
satu instrumen penting dalam jenis
Dari Kompas Cyber Media pada perte-
musik ini.
ngahan tahun 2003 dapat ditemukan
sekitar 300-an artikel tentang Inul,
Gaya
atau
penampilan
penyanyi
dangdut perempuan memang cende-
sementara The Jakart Post Online sekitar 20-an.
rung dianggap seksi. Dalam tulisannya, Frederick (1982)j4 menyebutkan
Dari media luar negeri, majalah Time
penyanyi Ellya Khadam pada 1950-an
edisi 24 Maret 2003 khusus menurun-
menyanyikan lagu Boneka dari India
kan artikel berjudul “Inul's rules: A
dengan gaya yang unik dan seksi. Pa-
new idol is putting some sex and sizzle
da 1980-an ketika Reynold Pangga-
into Indonesia's pop music scene”.
bean mengawinkan dangdut dengan
Guardian online edisi 8 Mei 2003 di
musik pop, Camelia Malik yang meru-
kolom Jakarta Dispatch menyuguh-
pakan penyanyi perempuan orkes
kan artikel berjudul “Dirty dancing”.
melayu ini menampilkan goyang jaipongan sebagai pelengkap penampil-
Gaya yang sering ditampilkan oleh
annya di atas panggung.5j Gaya ini,
Inul pada sekitar 2003 adalah pakaian
yang mengandalkan goyang pinggul
berupa 'body-suit', pakaian terusan
penarinya, juga sering kali dinilai se-
yang melekat pas pada tubuh dan bia-
bagai goyangan yang seksi. Elvy Su-
sanya terbuat dari bahan lycra dan
kaesih dikenal memiliki gaya yang ge-
goyang khas-nya yang dijuluki de-
nit dalam bernyanyi, terutama melalui
ngan 'goyang ngebor'. Bukan hanya
4 Ibid. hlm. 107.
5 Kompas Cyber Media, 9 Februari 2003.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
39
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
Inul yang dihujani kritik. Anissa Bahar
keagamaan dan juga seorang aktivis
dan beberapa penyanyi dangdut wa-
perempuan bisa dikategorikan ke da-
nita lain yang mengedepankan goya-
lam kelompok agama dan juga femi-
ngan dalam penampilan panggung-
nis. Pengelompokan pendapat seseo-
nya juga menjadi sasaran, ia menjadi
rang dalam kelompok agama, politi-
simbol sekaligus sasaran utama. Inul,
kus, atau feminis, didasarkan pada
penyanyi dangdut dari Pasuruan, di-
gelar atau atribut yang diberikan me-
anggap terlalu seksi bahkan dicap
dia massa. Ketiganya terlibat dan
melakukan aksi porno. Ia dan dang-
membentuk polemik isu pornografi
dut tiba-tiba menjadi berbahaya.
yang dilekatkan pada penampilan Inul, dan bagian ini akan mendokumentasikan secara singkat bagaima-
Seksualitas yang Bagaimana dan
na kontroversi (melalui pernyataan-
Menurut Siapa?
pernyataan eskponen-eksponennya)
Esai ini mengamati tiga kelompok be-
tuk
sar yang terlibat aktif dalam perde-
standar kepatutan seksualitas yang
batan tentang Inul, yaitu kelompok
diusahakan berlaku secara umum.
tersebut menjadi semacam ajang unpercobaan
mencetak
sebuah
agama, politikus, dan feminis. Kelompok agama mengacu kepada pihak
Dari kelompok agama, MUI berpenda-
yang terkait dengan institusi berda-
pat bahwa penampilan Inul seharus-
sarkan agama dan atau mempunyai
nya dicekal. Rhoma Iramalah yang se-
gelar keagamaan. Politikus adalah pi-
ring kali mengamini pendapat ini. Me-
hak yang berlatar belakang partai po-
nurut Rhoma, Inul telah merendah-
litik dan atau duduk dalam institusi
kan citra dangdut, citra yang selama
yang berkaitan dengan pemerintah.
ini berusaha dia naikkan.6i Lebih jauh,
Feminis adalah pihak yang mempu-
si raja dangdut ini menyerukan jihad
nyai perhatian terhadap isu-isu pe-
kepada
rempuan.
dangdut dengan goyangan yang me-
Inul,
yang
menyuguhkan
nurut pendapatnya erotis.
Pada kenyataannya, kategorisasi ini
tidaklah ketat dan terdapat saling
tumpang tindih antara ketiganya. Misalnya, seorang tokoh di kelompok
6
40
"Ingat, jutaan ummat di belakang saya siap jihad kalau
ada orang-orang yang siap
mendangkalkan moral bang-
The Jakarta Post online, 4 Mei 2003.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
sa. Saya ingatkan kembali
kepada para penanam modal
di belakang Inul supaya jangan bercanda. Karena ini bisa jadi masalah besar," ujar
Rhoma. 7
Pendapat yang berseberangan disampaikan oleh Emha Ainun Najib dan
K.H. Mustofa Bisri. Emha berpendapat
Rhoma Irama tidak bijaksana dengan
menjadikan Inul sebagai sasaran jihadnya.8i Sedangkan K.H. Bisri menyoroti kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain sebagai tidak
Islami.i9 Dari kelompok politisi, Taufik
Kiemas, yang waktu itu sebagai suami
presiden menghangatkan debat ini
setelah fotonya dengan pose yang dinilai banyak orang cukup mesra den
ngan Inul beredar di media massa,10
seperti mengirim sinyal dukungan kepada Inul. Soetardjo Soerjogoeritno,
salah seorang pimpinan PDIP pada saat itu, mengutarakan hal yang sama
terhadap karir Inul sebagai penyanyi
dangdut.n11 Goyang Inul menjadi komoditas politik. Sampai-sampai parlemen pun mempertimbangkan untuk
protes dari beberapa pihak terhadap
n Dari
penampilan Inul di panggung.12
kubu pengamat masalah perempuan,
feminis, terdapat dua pendapat yang
bertentangan. Kelompok yang tidak
berkenan dengan penampilan Inul
berpendapat bahwa goyangan Inul
melanggar norma-norma perempuan
dan juga telah menjadi komoditas bisnis bagi kaum lelaki.13
Bagi yang tidak keberatan dengan penampilan Inul, kritik terhadap Inul dipandang sebagai pengekangan terhadap perempuan. Dana Iswara berpendapat bahwa nilai-nilai religius dan
patriarki telah meletakkan dasar tentang gambaran tentang seksualitas di
n Lebih jauh, Saparinah
media massa.14
Sadli berpendapat bahwa Inul mengalami kekerasan fisik karena dilarang 'ngebor' dan nonfisik sebagai
akibat dari trauma dari tindakan pelarangan tersebut.15n Koffifah Indar Parawansa mengangkat masalah eksploitasi perempuan di dunia bisnis hiburan.
memanggil Inul untuk menanggapi
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Kompas Cyber Media, 29 April 2003.
Kompas Cyber Media, 4 Mei 2003.
Kompas Cyber Media, 2 Mei 2003.
“Inul Daratista Dicekal Gara-gara Menggoyang Suami Presiden?” www.disctarra.com February
15, 2003.
Kompas Cyber Media, 4 Mei 2003.
Kompas Cyber Media, 18 Februari 2003.
Republika online, 23 April 2003.
Kompas Cyber Media, 5 Mei 2003.
Kompas Cyber Media, 4 Mei 2003.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
41
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
“Akibat kapitalisme(sic!), seorang perempuan dengan
mudah dieksploitasi tanpa
yang bersangkutan merasa
dieksploitasi, bahkan dengan
senang hati melakukannya.
Ini bisa kita lihat di iklan-iklan
yang menampilkan perempuan sebagai model.” 16
Namun, sampai dengan saat ini belum
ada kritikan dan pernyataan keberatan yang cukup keras dan luas mengenai penampilan penyanyi-penyanyi
dangdut laki-laki ini. Publik cenderung
lebih permisif terhadap sensualitas
yang ditampilkan oleh penyanyi dangdut laki-laki—sikap yang tampaknya
Yang menarik adalah apa yang terjadi
ini tidak hanya berlaku di dunia 'dang-
dengan penyanyi dangdut laki-laki.
dut', tetapi juga dunia lainnya. De-
Apakah ada di antara mereka yang di-
ngan demikian terlihat bahwa seksua-
cap dengan sebutan seksi, sehingga
litas dan standar seksualitas bersifat
membahayakan? Rhoma Irama sen-
multiinterpretatif. Lalu-lintas perde-
diri sebenarnya merepresentasikan
batan di antara ketiga otoritas (aga-
maskulinitas laki-laki dengan inter-
ma, politik, dan intelektual feminis)
pretasinya sendiri, misalnya cambang
menunjukkan rumitnya standar yang
dan kostum panggung yang acap kali
perlu dipenuhi oleh penyanyi perem-
terbuka bagian atasnya dan memper-
puan untuk memenuhi kepentingan-
lihatkan dadanya. Penyanyi laki-laki
kepentingan
tidak aseksual dalam mengemas pe-
akses ke surplus ekonomi dalam pa-
nampilannya. Thomas Djorgi yang ju-
sar hiburan dangdut.
yang
mempengaruhi
ga bergoyang pinggul saat bernyanyi.
Grup Gaul (Saiful Jamil, Benigno, dan
Krishna Murti) mengusung dangdut
The Show Must Go On
dengan gaya 'boysband' yang mengedepankan penampilan dan goyangan
Dari beberapa pernyataannya yang
yang tentu saja bergaya 'laki-laki'.
dimuat di media massa, Inul tidak me-
Dari tiga contoh tersebut, saya bisa
nyangka bahwa goyangannya bisa
mengatakan bahwa penyanyi dangdut
menjadi perdebatan nasional. Hal ini
laki-laki pun sebenarnya juga mem-
cukup bisa dimengerti karena jika me-
praktikkan apa yang dikatakan seksi
nengok ke daerah tempat Inul memu-
dalam penampilan panggungnya.
lai karirnya sebagai penyanyi dangdut
dari panggung-pangung kecil hajatan
16 Kompas Cyber Media, 19 Februari 2003.
42
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
di Pasuruan, Jawa Timur, penampilan
kan tanpa alasan yang jelas atau asal-
panggung seperti Inul bukan hal yang
asalan. Ia tahu bahwa gaya pang-
luar biasa. Banyak penyanyi perem-
gungnya laku dijual. Sebelum menya-
puan lainnya yang mempunyai pe-
nyi lagu dangdut, Inul mencoba jalur
nampilan tidak jauh berbeda dengan
musik rock. Berdasarkan pengamat-
Inul.
annya, jalur dangdut ternyata lebih
diminati oleh penontonnya. Ia kemu-
Panggung Sekaten di Jawa Tengah juga
pernah
mempunyai
dian
mengubah
haluan
musiknya
fenomena
menjadi dangdut dan mencari gaya
panggung dangdut dengan penyanyi-
panggung yang diperkirakan diminati
penyanyi perempuan yang sangat
oleh penonton. Pemilihan kostum dan
seksi gaya panggungnya. Walaupun
gaya goyang tentunya dilakukan de-
pernah menjadi bahan diskusi, pang-
ngan perhitungan untuk menaikkan
gung sekaten belumlah menjadi per-
karirnya.
bincangan sehangat dan seluas goyang ngebor Inul.
Risiko terjun ke dunia dangdut tam-
Fakta bahwa Inul tidak menyangka
ngingat pengalamannya berinteraksi
demikian menyiratkan bahwa dia ti-
di panggung-panggung hajatan dan
dak siap menghadapi reaksi negatif
panggung terbuka di daerahnya, yang
paknya juga ia sadari, terutama me-
yang menentang gaya panggungnya.
sering kali melibatkan dialog yang in-
Salah satu contohnya adalah ketika
tim antara penyanyi dan penonton,
Inul dikabarkan buru-buru menemui,
dan sering kali menjurus pada soal-
bahkan bersujud, memohon ampun
soal seksual. VCD-VCD Inul menun-
kepada Rhoma Irama yang dikenal
jukkan pola interaksi tersebut. Inul
sebagai penyanyi dangdut senior dan
terlihat cukup sadar akan kemungkin-
ketua PAMMI (Persatuan Artis Musik
an-kemungkinan pelecehan seksual
Melayu Indonesia)—asosiasi penyanyi
yang muncul dari upayanya memun-
dangdut yang kuat di Indonesia. Pada
culkan sisi seksi dalam kostum dan
saat debat memanas dan meluas, Inul
goyangannya.
juga dikabarkan hilang dari panggung
hiburan sejenak untuk menenangkan
diri.
Soal agen yang tidak pasif dan sadar
risiko ini tampak dari kasus Dewi Persik. Penyanyi Dewi Persik beberapa
Dari berbagai kutipan wawancara, pi-
kali menjadi berita dan menuai kritik
lihan menjadi penyanyi dangdut bu-
karena
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
penampilan
panggungnya
43
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
yang sangat lincah dengan kostum
yang diungkapkan Rospenda, Rich-
yang terlihat seksi. Dua kali kelincah-
man, dan Nawyn (1998) juga Rogers
an gerakannya menyebabkan kem-
dan Henson (1997) bahwa terjadinya
ben yang di pakainya melorot sehing-
pelecehan di tempat kerja adalah aki-
ga memperlihatkan dadanya secara
bat dari adanya perbedaan kekuasaan
tidak sengaja di depan penonton yang
yang dimiliki oleh orang-orang yang
memadati pertunjukan pada saat
berinteraksi di sana. Quinn (2002)
itu.17n Walaupun demikian, Dewi tetap
menganalisis adanya perbedaan per-
tidak mengganti gaya kostum dan pe-
sepsi mengenai pelecehan itu sendiri.
nampilan panggungnya.
Lerum (2004) menuliskan bahwa ren-
Yang menarik, beberapa waktu yang
kerja melayani pelanggan di rumah
lalu Dewi kembali menjadi berita ka-
makan dan klub terhadap pembicara-
rena
an dan tingkah laku yang menjurus ke
tannya pekerja perempuan yang be-
peristiwa
pelecehan
seksual
yang dialaminya oleh seorang laki-la-
masalah seks, termasuk juga pele-
ki yang tidak dikenal. Ketika muncul
cehan seksual.
tanggapan, yang disalahkan atas peristiwa itu adalah Dewi, karena pe-
Dalam kasus dangdut, esai ini berpen-
nampilannya yang dinilai sering kali
dapat bahwa kedekatan dengan ele-
sensual. Pembelaan yang dilakukan
men seksualitas—termasuk risiko-ri-
Dewi jelas-jelas berupa kesadaran-
sikonya—disadari penuh oleh para pe-
nya atas dunia panggung yang secara
nyanyi perempuan. Esai ini menolak
profesional menuntut penyanyi mem-
anggapan yang bersifat paternalistik,
pertontonkan gaya panggung dan
bahwa perempuan penyanyi dangdut
memasang atribut tertentu—seronok
adalah semata-mata korban yang ti-
n Dewi, sedalam kasus Dewi Persik.18
dak mengetahui risiko pekerjaannya.
bagaimana Inul, sangat mengetahui
Dari sini, pelaku yang tidak pasif, se-
risiko pekerjaannya.
perti Inul dan Dewi Persik, menyiasati
hambatan dalam bentuk standar sek-
Tindakan yang berbau seksualitas di
sualitas yang diterapkan otoritas-oto-
tempat kerja memang menjadi salah
ritas di atas. Banyak pihak telah mem-
satu isu yang mendapat perhatian da-
perkirakan bahwa goyangan Inul se-
lam studi tentang feminisme. Seperti
benarnya hanya tren sesaat dan akan
17 Detik Online, 25 November 2007.
18 Bisa di lihat di: http://www.youtube.com/watch?v=DOXiS83V1oQ.
44
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
hilang dari layar kaca dan panggung
Kemudian, Apa Strategi Inul?
dangdut. Pada 2007 dan awal 2008 ini
penampilan Inul di televisi sudah sa-
Meskipun tetap mempertahankan go-
ngat jauh berkurang dibandingkan
yang ngebor-nya, beberapa perubah-
dengan tahun 2003—2004 yang lalu.
an nampak pada penampilan Inul. Sebelumnya Inul mengandalkan kostum
Memang kehadiran Inul di depan pu-
panggung yang dipilihnya sendiri. Se-
blik menjadi berkurang, akan tetapi
telah karirnya menanjak, dia menggu-
ternyata Inul tetap menjadi menjadi
nakan jasa perancang baju yang cu-
ikon (atau sasaran tembak) dalam so-
kup ternama. Demikian juga dengan
al seksualitas dan publik. Ketika terja-
riasan wajah dan rambut yang kemu-
di pembahasan Rencana Undang-un-
dian dipercayakan kepada ahlinya.
dang Anti Pornografi dan Pornoaksi
Kostum panggung dan penampilan I-
(RUUAPP) sekitar 2004—2006 yang
nul terlihat lebih 'mahal' dan lebih
lalu, nama Inul kembali disebut dan
'berkelas'. Selain itu, dia juga meng-
dikaitkan dengan istilah pornoaksi.
gunakan jasa penata gerak dan tari,
Dia dan beberapa artis sempat diun-
hal yang sebelumnya dia pelajari sen-
dang ke Dewan Perwakilan Rakyat un-
diri. Ia berusaha membenahi penam-
tuk menghadiri dengar pendapat ber-
pilan panggungnya agar bisa diterima
kenaan dengan pembahasan RUUAPP.
di dalam masyarakat secara lebih
Forum Betawi Rembug (FBR) juga
luas. Selama berkarir di Pasuruan,
melakukan demo ke rumah Inul dan
target penonton Inul adalah kelas me-
memintanya untuk meninggalkan Ja-
nengah ke bawah. Akan tetapi, sete-
karta karena dinilai tidak mendukung
lah pindah ke Jakarta dan memba-
RUUAPP. Dari sini, Inul, sebagai pe-
ngun karir di ibu kota negara, dia ber-
nyanyi dangdut, menghadapi bebera-
hadapan dengan masyarakat yang le-
pa kendala sekaligus. Pertama, ia ti-
bih luas dan lebih beragam yang ber-
dak bisa terlepas dari stigma negatif
skala nasional, dan tidak semua pihak
seksualitas (bahkan pornoaksi). Ke-
bisa menerima penampilannya terse-
dua, diskriminasi akses ke tempat
but. Kontroversi yang mendapat tang-
kerja (permintaan meninggalkan Ja-
gapan luas terhadap penampilannya
karta). Ketiga, persaingan yang ma-
yang baru terjadi setelah Inul muncul
kin ketat dari penyanyi-penyanyi lain-
di televisi nasional dan bisa ditonton
nya, yang ironisnya membawakan ak-
secara nasional merupakan salah satu
si panggung yang mirip dengannya.
buktinya.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
45
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
Langkah lainnya yang ditempuh Inul,
manan yang lebih memadai untuknya
yang
menambah
selama manggung. Dewi sendiri akan
penghasilan, adalah dengan terjun ke
lebih siaga untuk menjaga dirinya.
dunia bisnis. Dia mendirikan usaha
Lainnya, dia akan melindungi tubuh-
sekaligus
untuk
karaoke keluarga bernama Inul Vista
nya dengan jaket setelah turun dari
di beberapa tempat di Jakarta dan di-
panggung.
perluas cabangnya di beberapa kota
besar di Indonesia; hingga tahun
Selain menyanyi, Dewi juga melebar-
2008 ini berjumlah 12 buah. Bahkan
kan karirnya ke dunia akting. Dia ber-
Inul bermimpi untuk memiliki 99 ca-
main di sinetron berjudul Mimpi Ma-
bang, angka yang dinilainya memba-
nis. Film layar lebarnya yang berjudul
wa keberuntungan baginya. 19
Tali Pocong Perawan juga akan segera
beredar. Di sini Dewi dikabarkan me-
Dewi Persik mempunyai kendala yang
lakukan adegan buka-bukaan dan 5
mirip dengan Inul: stigma seksualitas
kali adegan ciuman. Dewi ternyata te-
yang negatif, persaingan, dan juga
tap mantap dengan pilihannya untuk
diskriminasi sosial yang mengatasna-
tetap berpenampilan seksi.
makan agama (misalnya, dari alasan
perceraian yang diajukan suaminya,
Inul Daratista dan Dewi Persik menun-
penyanyi Saiful Jamil). Dewi Persik
jukkan pola yang berbeda dalam me-
melakukan pendekatan yang agak
nyiasati
berbeda dengan Inul. Dewi tetap
menghadapi kendala standar seksua-
penampilan
panggungnya
mempertahankan gaya goyangannya
litas yang diberlakukan sementara pi-
dan kostum panggungnya hingga sa-
hak. Inul menguranginya, sementara
at ini, meskipun kostum panggung
Dewi tidak. Sekali lagi, tindakan ini di-
yang dikenakannya, terutama yang
ambil sepenuhnya berdasarkan pe-
berupa kemben, beberapa kali me-
ngetahuan bahwa dunia dangdut ti-
nyebabkan payudaranya terlihat di
dak lepas dari atribut seronok secara
muka penonton. Bagi Dewi, hal itu ti-
seksualitas. Di sisi lain, keduanya, se-
dak membuatnya gusar, itu hanya ke-
bagai penyanyi yang berhasil masuk
celakaan. Untuk menghindari pele-
dalam lingkar utama industri dangdut
cehan seksual di kemudian hari, ma-
dan meraih surplus yang memadai
najer Dewi akan menyiapkan penga-
melakukan diversifikasi usaha atau
19 Kompas Cyber Media, 2 Februari 2008.
46
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
profesi. Seksualitas tampaknya tidak
Dari kasus Inul Daratista dan Dewi
dianggap sebagai modal atau aset
Persik yang dikenal sebagai penyanyi
yang
berkesinambungan
(sustain-
able) oleh para penyanyi dangdut.
dangdut yang sangat laris serta fenomenal
karena
gaya
panggungnya
yang dinilai banyak pihak seksi, esai
ini menyimpulkan dua hal. Pertama,
Penutup
isu seksualitas bersifat multiinterpretatif. Demikian juga dengan standar
Perempuan yang memilih berkarir di
seksualitas yang diterapkan untuk le-
luar rumah sering kali menghadapi
laki dan perempuan adalah berbeda.
kendala karena keperempuanannya.
Hal itu menjadi kendala bagi penyanyi
Hal itu juga dialami oleh penyanyi
dangdut perempuan untuk berkiprah
dangdut perempuan. Sorotan dan kri-
di dunia dangdut. Hal kedua, penya-
tik ditujukan kepada mereka karena
nyi dangdut bukan agen yang pasif
penampilan mereka dinilai mengum-
karena selain mengetahui risiko dari
bar seksualitas mereka sebagai pe-
pekerjaan
yang
ditekuninya,
juga
rempuan. Dua pertanyaan diajukan
berusaha mengatasi berbagai kenda-
dalam esai ini. Pertama, bagaimana
la untuk mempertahankan karirnya.
isu seksualitas, yang diskriminatif
Dalam kasus Inul dan Dewi Persik,
terhadap penyanyi perempuan, di-
yang pertama memilih untuk bersikap
bentuk dan diinterpretasikan oleh
kompromis agar dapat diterima oleh
otoritas-otoritas di luar pelaku lang-
penonton yang lebih luas dan terjun
sung dalam pasar musik dangdut?
ke dunia bisnis untuk memperlebar
Kedua, bagaimana cara para penya-
karirnya, sementara yang terakhir
nyi dangdut perempuan menyiasati
memilih untuk mempertahankan pe-
kendala ini?
nampilannya serta terjun ke dunia seni peran.
DAFTAR ACUAN
Bartky, S. 2003. “The Social Construction of Women's Body: Foucault, Feminity, and the Modernisation of Patriarchal Power”, dalam R. Weitz
(2003). The Politics of Women's Body: Sexuality, Appearance, and
Behavior. NY: Oxford University Press.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
47
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
Bordo, S. 1997. “The Production of Feminity”, dalam K. Conboy, N. Medina, &
S. Stanbury (eds.). Writing on the Body. New York: Columbia University Press.
Browne, S. 2000. The Gender Implications of Dangdut Kampungan. Working
Papers Centre of Southeast Asian Studies Monash University, Australia.
Bungin, B. 2003. Pornomedia: Konstruksi Sosial Teknologi Telematika dan
Perayaan Seks di Media Massa. Bogor: Kencana Jaya.
Butler, J. 1990. Gender Trouble: Feminism and the Subversion of Identity.
London: Routledge.
Chitsike, Colletah. 2000. “Culture as a Barrier to Rural Women's Enterpreneurship: Experience from Zimbabwe”. Gender and Development 8(1)
March. pp.71-77. .
Frederick, W. 1982. “Rhoma Irama and the Dangdut Style: aspects of contemporary Indonesian popular culture”. Indonesia 34, October.
Geertz, C. 2000 “Thick Description Towards an Interpretive Theory of Culture”, dalam Geertz (2000). Interpretation of Culture. New York: Basic Books.
Hall, S. 1999 “Encoding, Decoding”, dalam S. During (ed.) The Cultural Studies Reader. New York: Routledge.
Ida, R. 2006. “Tubuh perempuan dalam goyang Dangdut”. Jurnal Perempuan
41. hal. 23—35.
Lerum, K. 2004. 'Sexuality, Power, and Camaraderie in Service Work'. Gender
and Society 18(6), December. pp. 756—776.
.
Lesmana, T. 1995. Pornografi dalam Media Massa. Jakarta: Puspa Swara
Pioquinto, C. 1995 “Dangdut at Sekaten: female representations in live performance”. RIMA vol. 29 winter and summer.
48
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
Piper, S. dan S. Jabo. 1987. “Indonesian Music from the 50s to the 80s”. Prisma 43, March.
Quinn, B. 2002. “Sexual Harassment and Masculinity: The Power and Meaning of 'Girl Watching'”. Gender and Society 16(3), June. pp. 386—
402. .
Ricoeur, P. 1979. “The Model of the Text: meaningful action considered as a
text”, dalam P. Rabinow, dan W. Sullivan (eds.). Interpretive Social
Science: A Reader. London: University of California Press.
Rogers, J. & K. Henson. 1997. “'Hey, Why Don't You Wear a Shorter Skirt?':
Structural Vulnerability and the Organization of Sexual Harassment in
Temporary Clerical Employment”. Gender and Society 11(2), April.
pp.215—237. .
Rospenda, K., J. Richman, S. Nawyn. 1998. “Doing Power: The Confluence of
Gender, Race, and Class in Contrapower Sexual Harassment”. Gender
and Society 12(1), February. pp.40—60. .
Shildrick M. & J. Price. 1999. “Opening on the Body: a Critical Introduction”.
Feminist theory and the Body (A Reader). New York: Routledge.
Schwartz, P. 2000. “Creating Sexual Pleasure and Sexual Justice in the Twenty-First Century”. Contemporary Sociology 29(1), Utopian Visions:
Engaged Sociologies for the 21st Century (Jan.). pp. 213—219.
.
Artikel dari Media Massa Online:
Aglionby, J. 2003. ‘Dirty Dancing’. The Guardian, May 8.
.
Walsh, B. 2003. 'Inul's Rules: a new idol is putting some sex and sizzle into
Indonesia's pop-music scene'. Time, March 24, 2003.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
49
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
Website:
http://www.kompas.com
http://www.thejakartapost.com
http://www.detik.com
http://www.disctarra.com
http://www.youtube.com
50
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK
VS. SEKSUALITAS DALAM
INDUSTRI DANGDUT
Sisilia Wahyuning Astuti
1
Abstract
Despite the promising economic surplus of the dangdut music industry, women
artist must face constraints based on their gender, namely the issue or standard
of sexuality. This essay, highlighted the case of Inul Daratista and Dewi Persik,
shows that standard of sexuality is multi-interpretative, interests-loaded, and
thus not easy to achieve. On the other hand, the artists are not only aware of the
risk in relation with their job and sexuality, but also never act passively,
particularly in stage performance and business diversification apart from their
job as dangdut singer.
Keywords: dangdut music industry, sexuality standards
Pengantar
nya figur penyanyi, pemain film dan
sinetron, model, dan pembawa acara
Dewasa ini, perempuan yang bekerja
perempuan. Kemajuan teknologi dan
di ranah publik, di luar rumah, untuk
akses informasi yang semakin murah,
mencari penghasilan ekonomi sudah
menguatnya industri hiburan secara
menjadi pemandangan yang biasa.
ekonomi, ditambah dengan iklim ke-
Fenomena ini tampak jelas di dunia hi-
bebasan berekspresi yang lebih besar,
buran yang ditandai dengan muncul-
membuat masuknya perempuan da-
1 Kandidat PhD dalam Studi Asia Tenggara, Universitas Passau, Jerman. Email
sastuti2000@yahoo.co.uk.
34
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
lam proses produksi hiburan dalam
Esai ini akan berfokus pada dunia, a-
media massa tampak mencolok.
tau industri, hiburan penyanyi dang-
Di sisi lain, walaupun industri hiburan
mengikuti perjalanan beberapa pe-
dut. Dalam analisisnya, esai ini akan
tersebut cenderung bersifat urban,
nyanyi dangdut terkemuka (terutama
persoalan hambatan budaya bagi pe-
Inul Daratista dan Dewi Persik). Pada
rempuan pekerja semacam yang di-
industri dangdut, persoalan seksuali-
lansir Chitsike (2000) untuk kasus pe-
tas yang dihadapi penyanyi perem-
ngusaha di pedesaan Zimbabwe ma-
puan tampak jelas. Terdapat perbe-
sih tersisa. Di tanah air, walaupun ti-
daan perlakuan dan akses antargen-
dak sekencang beberapa dasawarsa
der, yang didasarkan pada standar
yang lalu, publik masih memberlaku-
seksualitas atau susila, untuk masuk
kan semacam pembagian profesi atau
pada dunia kerja industri hiburan
pekerjaan berdasarkan gender. Bebe-
dangdut.
rapa profesi masih dianggap lebih
pantas untuk perempuan (sekretaris,
Esai ini mendeskripsikan, terutama
guru, pramugari) dibandingkan untuk
dalam kasus Inul Daratista, bagaima-
laki-laki (manajer, pilot, masinis).
na seksualitas dalam bentuk standar
kesusilaan, yang menghalangi penya-
Sepintas, tidak terlampau jelas apa-
nyi perempuan memaksimalkan po-
kah industri hiburan bersifat maskulin
tensi keuntungan ekonomi dalam in-
atau feminin. Namun jelas bahwa pe-
dustri dangdut yang berkembang, di-
kerja perempuan lebih rentan terha-
bentuk dan diinterpretasikan oleh,
dap isu seksualitas ketimbang pekerja
ironisnya, otoritas yang berada di luar
laki-laki. Meskipun demikian, terjadi
industri dangdut (baik sebagai penye-
juga kasus yang membuat seorang
dia
model laki-laki diadukan ke polisi ka-
sung). Selain itu, esai ini juga menun-
rena berpose sensual di pameran Bin-
jukkan bagaimana penyanyi dangdut
II.j2
maupun
pengkonsumsi
lang-
Amat jarang pekerja la-
perempuan tidak berlaku sebagai a-
ki-laki tersangkut persoalan seksuali-
gen yang pasif di tengah ketegangan
tas dalam penampilannya di media
antara potensi keuntungan ekonomi
publik.
(termasuk di dalamnya dari perminta-
neale Art
an terhadap sisi seksualitas) dan
2 Kompas Cybermedia, 2 Februari 2006.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
35
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
standar seksualitas tersebut di atas.
Fenomena-fenomena di atas mengindikasikan beberapa hal. Pertama, ter-
Perdebatan mengenai Inul Daratista
dapat permintaan (demand) terhadap
beberapa tahun lalu adalah salah satu
industri hiburan dangdut, termasuk di
titik awal yang penting bagi perkem-
dalamnya permintaan terhadap sisi
bangan publik Indonesia dalam me-
seksualitas pekerja perempuannya.
nentukan sikap mengenai seksualitas
Kepopuleran musik ini sejak dasawar-
dalam ranah publik dunia hiburan.
sa 1970-an hingga sekarang menun-
Memulai kariernya sebagai penyanyi
jukkan hal tersebut. Kedua, walaupun
dangdut dari panggung ke panggung
demikian, akses terhadap kue ekono-
di kota kecil di Pasuruan, Jawa Timur,
mi relatif tidak sama: perempuan
nama Inul mendadak meroket menja-
menghadapi hambatan untuk masuk
di isu nasional ketika penampilan
ke dalam industri tersebut—yang jus-
panggungnya, 'goyang ngebor', dihu-
tru diterapkan oleh otoritas di luar in-
jani kritik dan (kontra kritik) menge-
dustri tersebut. Hambatan tersebut
nai standar kepatutan susila dalam
berupa penetapan standar penampil-
dunia hiburan yang kebetulan sedang
an berdasarkan konsep seksualitas
berkembang dengan amat pesat sete-
dan susila, yang tidak berimbang an-
lah demokratisasi.
targender.
Seangkatan dengan Inul, beberapa
Dari sini, pertanyaan penelitian dalam
penyanyi dangdut yang mempunyai
esai ini adalah: pertama, bagaimana
gaya panggung senada dengannya ju-
isu seksualitas, yang menjadi barriers
ga menuai kritik. Sebut saja penam-
to entry yang diskriminatif terhadap
pilan Annisa Bahar dengan 'goyang
penyanyi perempuan, dibentuk dan
patah-patah' nya, juga Uut Permata-
diinterpretasikan oleh otoritas-otori-
sari dengan 'goyang ngecor'nya. Bela-
tas di luar pelaku langsung dalam pa-
kangan setelah debat tentang Inul su-
sar musik dangdut? Kedua, bagaima-
rut, beberapa penyanyi dangdut ma-
na cara para penyanyi dangdut pe-
sih mengandalkan penampilan pang-
rempuan menempatkan diri sekaligus
gung yang serupa, mengandalkan ke-
menyiasati kendala untuk memaksi-
'energetik'an goyangannya. Beberapa
malkan potensi pasar mereka dalam
nama bisa disebut sebagai contohnya,
industri dangdut yang prospektif?
seperti Trio Macan dan Dewi Persik.
Nama yang disebutkan terakhir ini
Bertujuan mengilustrasikan bagaima-
terkenal dengan 'goyang gergaji'.
na persoalan standar yang bias secara
36
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
gender terhadap perempuan berope-
gumen bahwa terdapat kekuatan i-
rasi dalam ruang ekonomi, analisis
deologi patriarki yang melatarbelaka-
dalam esai bersifat deskriptif kualita-
ngi pengaturan batasan terhadap pe-
tif. Data diambil dari berbagai media
rempuan (Shildrick dan Price 1999;
cetak yang tersedia secara online dan
Bordo 1997; Bartky 2003).
juga pengamatan sejumlah acara televisi swasta nasional dalam rentang
Lebih lanjut, identifikasi menjadi pe-
tahun 2003—2007.
rempuan (dan juga laki-laki) pada dasarnya ditumbuhkan dalam masyarakat, bukan alamiah muncul begitu sa-
Awas Seksualitas!
ja. Kegiatan hidup sehari-hari yang
menuntut pemisahan antara perem-
Janet Price dan Margrit Shildrick
puan dan laki-laki dan terjadi secara
(1999) melansir bahwa seksualitas
berulang menjadi salah satu hal yang
perempuan cenderung dinilai mem-
berpengaruh dalam pembentukan ide
bahayakan bagi masyarakat, sehing-
tentang adanya perbedaan antara
ga perlu dikontrol. Pada kasus Inul,
menjadi
salah satu alasan yang paling lazim di-
(Butler 1990). Scwartz (2000) me-
perempuan
dan
laki-laki
kemukakan oleh pihak yang berkebe-
nyatakan, atribut seksualitas yang
ratan dengan penampilan Inul adalah
menempel pada sebuah produk baik
kekhawatiran rusaknya generasi mu-
barang atau pun jasa saat ini penting
da dengan adanya tontonan yang di-
dalam strategi 'penjualan'.
nilai tidak layak dikonsumsi karena
terlalu seksi. Di titik ini, perempuan
Dangdut bukan satu-satunya jenis
ditempatkan sebagai pihak yang pan-
musik yang mempraktikkan resep ini.
tas untuk ditakuti ketika menunjuk-
Beberapa penyanyi di jalur pop seperti
kan seksualitasnya sebagai seorang
Agnes Monica, Duo Ratu, grup musik
perempuan.
Peterpan, grup musik Slank, Delon,
dan Glen Fredly merupakan beberapa
Persoalannya adalah siapa yang ber-
contoh yang bisa disebut. Mereka me-
hak mengatur batasan apa yang boleh
milih gaya penampilan mereka untuk
dan tidak boleh dilakukan berkaitan
menumbuhkan citra tertentu seperti
dengan seksualitas perempuan atau,
yang secara garis besar dapat ditarik
dengan kata lain, otoritas mana yang
apakah mereka memilih gaya feminin
berhak menentukan standar seksuali-
atau macho. Keduanya bermuara pa-
tas tersebut. Beberapa penulis berar-
da seksualitas. Dalam kasus ini, pro-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
37
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
ses interpretasi dilakukan terhadap
Irama). Pihak-pihak tersebut melaku-
seksualitas yang ada di dunia hiburan
kan proses decoding yang sebagian
dangdut, yang tentu saja berdasarkan
besar dilakukan melalui media massa
latar belakang dan sarat kepentingan.
(melihat liputan TV, membaca surat-
Geertz (2000) mengungkapkan bah-
kabar dan majalah). Media massa ter-
wa aksi kultural, termasuk dangdut,
sebut bertindak sebagai broadcaster,
bisa diperlakukan seperti teks. Atau
yang bukan pelaku industri dangdut
dengan kata lain, terbuka untuk
(dengan kepentingannya sendiri).
proses-proses interpretasi, termasuk
problem-problemnya.
Silang pendapat dan interpretasi ter-
Persoalan yang paling penting tentu
nah utama industri dangdut, sebagai
saja soal distorsi. Dalam analisis ko-
semacam kekuatan eksogen yang
munikasi massa dengan mengguna-
mempengaruhi akses dan kinerja in-
kan
dustri dangdut.
sebut bisa jadi justru terjadi di luar ra-
kerangka
encoding/decoding
(Hall 1999) dimungkinkan interpretasi kode (decoding) oleh audiens yang
Dangdut sendiri memang dikenal se-
sering kali berbeda dari broadcaster
bagai sebuah corak musik yang iden-
(encoding) dalam proses pertukaran
tik dengan goyangan si penyanyi. Isti-
pesan, dan membentuk apa yang di-
lah goyang dangdut mengacu kepada
sebut distorsi.
goyangan yang ditampilkan oleh penyanyi dangdut saat menyuguhkan
Esai ini berpendapat bahwa masalah
sebuah lagu atau oleh penikmat
distorsi dalam kasus dangdut dan
dangdut saat sedang menikmati su-
seksualitas cenderung akut. Sebagai-
guhan lagu dangdut. Istilah dangdut
mana terlihat di bagian analisis selan-
dipopulerkan oleh Rhoma Irama me-
jutnya, pihak-pihak yang terlibat da-
lalui lagu yang berjudul Terajana yang
lam debat seksualitas sebagian besar
pernah di nyanyikannya pada 1970-
tidak berada langsung di pusat perso-
an. Sebelumnya jenis musik ini dike-
alan, yaitu sebagai pelaku industri
nal dengan istilah orkes melayu. 3
dangdut. Tidak banyak yang benarbenar merupakan konsumen atau
produsen dangdut (kecuali Rhoma
3 Frederick (1982). “Rhoma Irama and the Dangdut Style: aspects of contemporary Indonesian
popular culture”. Indonesia 34, October 1982. hlm. 106.
38
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
kedipan mata dan gerak bibirnya
Lagunya lagu melayu
Sulingnya suling bambu
Dangdut suara gendang
Kontroversi Inul Daratista bermula
Rasa ingin bergoyang...
dari penampilannya di salah satu TV
(Terajana – dipopulerkan oleh
swasta pada Januari 2003. Inul yang
Rhoma Irama)
dulu hanya dikenal di seputar Pasuruan dan di VCD-VCD tidak resmi yang
Kata 'dang' berasal dari bunyi ken-
bertebaran di lapak-lapak pinggir ja-
dang dan 'dut' berasal dari efek akhir
lan mendadak menjadi bahan pembi-
bunyi kendang yang dimainkan. Ken-
caraan di media massa nasional dan
dang atau gendang merupakan salah
juga di beberapa media internasional.
satu instrumen penting dalam jenis
Dari Kompas Cyber Media pada perte-
musik ini.
ngahan tahun 2003 dapat ditemukan
sekitar 300-an artikel tentang Inul,
Gaya
atau
penampilan
penyanyi
dangdut perempuan memang cende-
sementara The Jakart Post Online sekitar 20-an.
rung dianggap seksi. Dalam tulisannya, Frederick (1982)j4 menyebutkan
Dari media luar negeri, majalah Time
penyanyi Ellya Khadam pada 1950-an
edisi 24 Maret 2003 khusus menurun-
menyanyikan lagu Boneka dari India
kan artikel berjudul “Inul's rules: A
dengan gaya yang unik dan seksi. Pa-
new idol is putting some sex and sizzle
da 1980-an ketika Reynold Pangga-
into Indonesia's pop music scene”.
bean mengawinkan dangdut dengan
Guardian online edisi 8 Mei 2003 di
musik pop, Camelia Malik yang meru-
kolom Jakarta Dispatch menyuguh-
pakan penyanyi perempuan orkes
kan artikel berjudul “Dirty dancing”.
melayu ini menampilkan goyang jaipongan sebagai pelengkap penampil-
Gaya yang sering ditampilkan oleh
annya di atas panggung.5j Gaya ini,
Inul pada sekitar 2003 adalah pakaian
yang mengandalkan goyang pinggul
berupa 'body-suit', pakaian terusan
penarinya, juga sering kali dinilai se-
yang melekat pas pada tubuh dan bia-
bagai goyangan yang seksi. Elvy Su-
sanya terbuat dari bahan lycra dan
kaesih dikenal memiliki gaya yang ge-
goyang khas-nya yang dijuluki de-
nit dalam bernyanyi, terutama melalui
ngan 'goyang ngebor'. Bukan hanya
4 Ibid. hlm. 107.
5 Kompas Cyber Media, 9 Februari 2003.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
39
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
Inul yang dihujani kritik. Anissa Bahar
keagamaan dan juga seorang aktivis
dan beberapa penyanyi dangdut wa-
perempuan bisa dikategorikan ke da-
nita lain yang mengedepankan goya-
lam kelompok agama dan juga femi-
ngan dalam penampilan panggung-
nis. Pengelompokan pendapat seseo-
nya juga menjadi sasaran, ia menjadi
rang dalam kelompok agama, politi-
simbol sekaligus sasaran utama. Inul,
kus, atau feminis, didasarkan pada
penyanyi dangdut dari Pasuruan, di-
gelar atau atribut yang diberikan me-
anggap terlalu seksi bahkan dicap
dia massa. Ketiganya terlibat dan
melakukan aksi porno. Ia dan dang-
membentuk polemik isu pornografi
dut tiba-tiba menjadi berbahaya.
yang dilekatkan pada penampilan Inul, dan bagian ini akan mendokumentasikan secara singkat bagaima-
Seksualitas yang Bagaimana dan
na kontroversi (melalui pernyataan-
Menurut Siapa?
pernyataan eskponen-eksponennya)
Esai ini mengamati tiga kelompok be-
tuk
sar yang terlibat aktif dalam perde-
standar kepatutan seksualitas yang
batan tentang Inul, yaitu kelompok
diusahakan berlaku secara umum.
tersebut menjadi semacam ajang unpercobaan
mencetak
sebuah
agama, politikus, dan feminis. Kelompok agama mengacu kepada pihak
Dari kelompok agama, MUI berpenda-
yang terkait dengan institusi berda-
pat bahwa penampilan Inul seharus-
sarkan agama dan atau mempunyai
nya dicekal. Rhoma Iramalah yang se-
gelar keagamaan. Politikus adalah pi-
ring kali mengamini pendapat ini. Me-
hak yang berlatar belakang partai po-
nurut Rhoma, Inul telah merendah-
litik dan atau duduk dalam institusi
kan citra dangdut, citra yang selama
yang berkaitan dengan pemerintah.
ini berusaha dia naikkan.6i Lebih jauh,
Feminis adalah pihak yang mempu-
si raja dangdut ini menyerukan jihad
nyai perhatian terhadap isu-isu pe-
kepada
rempuan.
dangdut dengan goyangan yang me-
Inul,
yang
menyuguhkan
nurut pendapatnya erotis.
Pada kenyataannya, kategorisasi ini
tidaklah ketat dan terdapat saling
tumpang tindih antara ketiganya. Misalnya, seorang tokoh di kelompok
6
40
"Ingat, jutaan ummat di belakang saya siap jihad kalau
ada orang-orang yang siap
mendangkalkan moral bang-
The Jakarta Post online, 4 Mei 2003.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
sa. Saya ingatkan kembali
kepada para penanam modal
di belakang Inul supaya jangan bercanda. Karena ini bisa jadi masalah besar," ujar
Rhoma. 7
Pendapat yang berseberangan disampaikan oleh Emha Ainun Najib dan
K.H. Mustofa Bisri. Emha berpendapat
Rhoma Irama tidak bijaksana dengan
menjadikan Inul sebagai sasaran jihadnya.8i Sedangkan K.H. Bisri menyoroti kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain sebagai tidak
Islami.i9 Dari kelompok politisi, Taufik
Kiemas, yang waktu itu sebagai suami
presiden menghangatkan debat ini
setelah fotonya dengan pose yang dinilai banyak orang cukup mesra den
ngan Inul beredar di media massa,10
seperti mengirim sinyal dukungan kepada Inul. Soetardjo Soerjogoeritno,
salah seorang pimpinan PDIP pada saat itu, mengutarakan hal yang sama
terhadap karir Inul sebagai penyanyi
dangdut.n11 Goyang Inul menjadi komoditas politik. Sampai-sampai parlemen pun mempertimbangkan untuk
protes dari beberapa pihak terhadap
n Dari
penampilan Inul di panggung.12
kubu pengamat masalah perempuan,
feminis, terdapat dua pendapat yang
bertentangan. Kelompok yang tidak
berkenan dengan penampilan Inul
berpendapat bahwa goyangan Inul
melanggar norma-norma perempuan
dan juga telah menjadi komoditas bisnis bagi kaum lelaki.13
Bagi yang tidak keberatan dengan penampilan Inul, kritik terhadap Inul dipandang sebagai pengekangan terhadap perempuan. Dana Iswara berpendapat bahwa nilai-nilai religius dan
patriarki telah meletakkan dasar tentang gambaran tentang seksualitas di
n Lebih jauh, Saparinah
media massa.14
Sadli berpendapat bahwa Inul mengalami kekerasan fisik karena dilarang 'ngebor' dan nonfisik sebagai
akibat dari trauma dari tindakan pelarangan tersebut.15n Koffifah Indar Parawansa mengangkat masalah eksploitasi perempuan di dunia bisnis hiburan.
memanggil Inul untuk menanggapi
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Kompas Cyber Media, 29 April 2003.
Kompas Cyber Media, 4 Mei 2003.
Kompas Cyber Media, 2 Mei 2003.
“Inul Daratista Dicekal Gara-gara Menggoyang Suami Presiden?” www.disctarra.com February
15, 2003.
Kompas Cyber Media, 4 Mei 2003.
Kompas Cyber Media, 18 Februari 2003.
Republika online, 23 April 2003.
Kompas Cyber Media, 5 Mei 2003.
Kompas Cyber Media, 4 Mei 2003.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
41
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
“Akibat kapitalisme(sic!), seorang perempuan dengan
mudah dieksploitasi tanpa
yang bersangkutan merasa
dieksploitasi, bahkan dengan
senang hati melakukannya.
Ini bisa kita lihat di iklan-iklan
yang menampilkan perempuan sebagai model.” 16
Namun, sampai dengan saat ini belum
ada kritikan dan pernyataan keberatan yang cukup keras dan luas mengenai penampilan penyanyi-penyanyi
dangdut laki-laki ini. Publik cenderung
lebih permisif terhadap sensualitas
yang ditampilkan oleh penyanyi dangdut laki-laki—sikap yang tampaknya
Yang menarik adalah apa yang terjadi
ini tidak hanya berlaku di dunia 'dang-
dengan penyanyi dangdut laki-laki.
dut', tetapi juga dunia lainnya. De-
Apakah ada di antara mereka yang di-
ngan demikian terlihat bahwa seksua-
cap dengan sebutan seksi, sehingga
litas dan standar seksualitas bersifat
membahayakan? Rhoma Irama sen-
multiinterpretatif. Lalu-lintas perde-
diri sebenarnya merepresentasikan
batan di antara ketiga otoritas (aga-
maskulinitas laki-laki dengan inter-
ma, politik, dan intelektual feminis)
pretasinya sendiri, misalnya cambang
menunjukkan rumitnya standar yang
dan kostum panggung yang acap kali
perlu dipenuhi oleh penyanyi perem-
terbuka bagian atasnya dan memper-
puan untuk memenuhi kepentingan-
lihatkan dadanya. Penyanyi laki-laki
kepentingan
tidak aseksual dalam mengemas pe-
akses ke surplus ekonomi dalam pa-
nampilannya. Thomas Djorgi yang ju-
sar hiburan dangdut.
yang
mempengaruhi
ga bergoyang pinggul saat bernyanyi.
Grup Gaul (Saiful Jamil, Benigno, dan
Krishna Murti) mengusung dangdut
The Show Must Go On
dengan gaya 'boysband' yang mengedepankan penampilan dan goyangan
Dari beberapa pernyataannya yang
yang tentu saja bergaya 'laki-laki'.
dimuat di media massa, Inul tidak me-
Dari tiga contoh tersebut, saya bisa
nyangka bahwa goyangannya bisa
mengatakan bahwa penyanyi dangdut
menjadi perdebatan nasional. Hal ini
laki-laki pun sebenarnya juga mem-
cukup bisa dimengerti karena jika me-
praktikkan apa yang dikatakan seksi
nengok ke daerah tempat Inul memu-
dalam penampilan panggungnya.
lai karirnya sebagai penyanyi dangdut
dari panggung-pangung kecil hajatan
16 Kompas Cyber Media, 19 Februari 2003.
42
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
di Pasuruan, Jawa Timur, penampilan
kan tanpa alasan yang jelas atau asal-
panggung seperti Inul bukan hal yang
asalan. Ia tahu bahwa gaya pang-
luar biasa. Banyak penyanyi perem-
gungnya laku dijual. Sebelum menya-
puan lainnya yang mempunyai pe-
nyi lagu dangdut, Inul mencoba jalur
nampilan tidak jauh berbeda dengan
musik rock. Berdasarkan pengamat-
Inul.
annya, jalur dangdut ternyata lebih
diminati oleh penontonnya. Ia kemu-
Panggung Sekaten di Jawa Tengah juga
pernah
mempunyai
dian
mengubah
haluan
musiknya
fenomena
menjadi dangdut dan mencari gaya
panggung dangdut dengan penyanyi-
panggung yang diperkirakan diminati
penyanyi perempuan yang sangat
oleh penonton. Pemilihan kostum dan
seksi gaya panggungnya. Walaupun
gaya goyang tentunya dilakukan de-
pernah menjadi bahan diskusi, pang-
ngan perhitungan untuk menaikkan
gung sekaten belumlah menjadi per-
karirnya.
bincangan sehangat dan seluas goyang ngebor Inul.
Risiko terjun ke dunia dangdut tam-
Fakta bahwa Inul tidak menyangka
ngingat pengalamannya berinteraksi
demikian menyiratkan bahwa dia ti-
di panggung-panggung hajatan dan
dak siap menghadapi reaksi negatif
panggung terbuka di daerahnya, yang
paknya juga ia sadari, terutama me-
yang menentang gaya panggungnya.
sering kali melibatkan dialog yang in-
Salah satu contohnya adalah ketika
tim antara penyanyi dan penonton,
Inul dikabarkan buru-buru menemui,
dan sering kali menjurus pada soal-
bahkan bersujud, memohon ampun
soal seksual. VCD-VCD Inul menun-
kepada Rhoma Irama yang dikenal
jukkan pola interaksi tersebut. Inul
sebagai penyanyi dangdut senior dan
terlihat cukup sadar akan kemungkin-
ketua PAMMI (Persatuan Artis Musik
an-kemungkinan pelecehan seksual
Melayu Indonesia)—asosiasi penyanyi
yang muncul dari upayanya memun-
dangdut yang kuat di Indonesia. Pada
culkan sisi seksi dalam kostum dan
saat debat memanas dan meluas, Inul
goyangannya.
juga dikabarkan hilang dari panggung
hiburan sejenak untuk menenangkan
diri.
Soal agen yang tidak pasif dan sadar
risiko ini tampak dari kasus Dewi Persik. Penyanyi Dewi Persik beberapa
Dari berbagai kutipan wawancara, pi-
kali menjadi berita dan menuai kritik
lihan menjadi penyanyi dangdut bu-
karena
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
penampilan
panggungnya
43
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
yang sangat lincah dengan kostum
yang diungkapkan Rospenda, Rich-
yang terlihat seksi. Dua kali kelincah-
man, dan Nawyn (1998) juga Rogers
an gerakannya menyebabkan kem-
dan Henson (1997) bahwa terjadinya
ben yang di pakainya melorot sehing-
pelecehan di tempat kerja adalah aki-
ga memperlihatkan dadanya secara
bat dari adanya perbedaan kekuasaan
tidak sengaja di depan penonton yang
yang dimiliki oleh orang-orang yang
memadati pertunjukan pada saat
berinteraksi di sana. Quinn (2002)
itu.17n Walaupun demikian, Dewi tetap
menganalisis adanya perbedaan per-
tidak mengganti gaya kostum dan pe-
sepsi mengenai pelecehan itu sendiri.
nampilan panggungnya.
Lerum (2004) menuliskan bahwa ren-
Yang menarik, beberapa waktu yang
kerja melayani pelanggan di rumah
lalu Dewi kembali menjadi berita ka-
makan dan klub terhadap pembicara-
rena
an dan tingkah laku yang menjurus ke
tannya pekerja perempuan yang be-
peristiwa
pelecehan
seksual
yang dialaminya oleh seorang laki-la-
masalah seks, termasuk juga pele-
ki yang tidak dikenal. Ketika muncul
cehan seksual.
tanggapan, yang disalahkan atas peristiwa itu adalah Dewi, karena pe-
Dalam kasus dangdut, esai ini berpen-
nampilannya yang dinilai sering kali
dapat bahwa kedekatan dengan ele-
sensual. Pembelaan yang dilakukan
men seksualitas—termasuk risiko-ri-
Dewi jelas-jelas berupa kesadaran-
sikonya—disadari penuh oleh para pe-
nya atas dunia panggung yang secara
nyanyi perempuan. Esai ini menolak
profesional menuntut penyanyi mem-
anggapan yang bersifat paternalistik,
pertontonkan gaya panggung dan
bahwa perempuan penyanyi dangdut
memasang atribut tertentu—seronok
adalah semata-mata korban yang ti-
n Dewi, sedalam kasus Dewi Persik.18
dak mengetahui risiko pekerjaannya.
bagaimana Inul, sangat mengetahui
Dari sini, pelaku yang tidak pasif, se-
risiko pekerjaannya.
perti Inul dan Dewi Persik, menyiasati
hambatan dalam bentuk standar sek-
Tindakan yang berbau seksualitas di
sualitas yang diterapkan otoritas-oto-
tempat kerja memang menjadi salah
ritas di atas. Banyak pihak telah mem-
satu isu yang mendapat perhatian da-
perkirakan bahwa goyangan Inul se-
lam studi tentang feminisme. Seperti
benarnya hanya tren sesaat dan akan
17 Detik Online, 25 November 2007.
18 Bisa di lihat di: http://www.youtube.com/watch?v=DOXiS83V1oQ.
44
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
hilang dari layar kaca dan panggung
Kemudian, Apa Strategi Inul?
dangdut. Pada 2007 dan awal 2008 ini
penampilan Inul di televisi sudah sa-
Meskipun tetap mempertahankan go-
ngat jauh berkurang dibandingkan
yang ngebor-nya, beberapa perubah-
dengan tahun 2003—2004 yang lalu.
an nampak pada penampilan Inul. Sebelumnya Inul mengandalkan kostum
Memang kehadiran Inul di depan pu-
panggung yang dipilihnya sendiri. Se-
blik menjadi berkurang, akan tetapi
telah karirnya menanjak, dia menggu-
ternyata Inul tetap menjadi menjadi
nakan jasa perancang baju yang cu-
ikon (atau sasaran tembak) dalam so-
kup ternama. Demikian juga dengan
al seksualitas dan publik. Ketika terja-
riasan wajah dan rambut yang kemu-
di pembahasan Rencana Undang-un-
dian dipercayakan kepada ahlinya.
dang Anti Pornografi dan Pornoaksi
Kostum panggung dan penampilan I-
(RUUAPP) sekitar 2004—2006 yang
nul terlihat lebih 'mahal' dan lebih
lalu, nama Inul kembali disebut dan
'berkelas'. Selain itu, dia juga meng-
dikaitkan dengan istilah pornoaksi.
gunakan jasa penata gerak dan tari,
Dia dan beberapa artis sempat diun-
hal yang sebelumnya dia pelajari sen-
dang ke Dewan Perwakilan Rakyat un-
diri. Ia berusaha membenahi penam-
tuk menghadiri dengar pendapat ber-
pilan panggungnya agar bisa diterima
kenaan dengan pembahasan RUUAPP.
di dalam masyarakat secara lebih
Forum Betawi Rembug (FBR) juga
luas. Selama berkarir di Pasuruan,
melakukan demo ke rumah Inul dan
target penonton Inul adalah kelas me-
memintanya untuk meninggalkan Ja-
nengah ke bawah. Akan tetapi, sete-
karta karena dinilai tidak mendukung
lah pindah ke Jakarta dan memba-
RUUAPP. Dari sini, Inul, sebagai pe-
ngun karir di ibu kota negara, dia ber-
nyanyi dangdut, menghadapi bebera-
hadapan dengan masyarakat yang le-
pa kendala sekaligus. Pertama, ia ti-
bih luas dan lebih beragam yang ber-
dak bisa terlepas dari stigma negatif
skala nasional, dan tidak semua pihak
seksualitas (bahkan pornoaksi). Ke-
bisa menerima penampilannya terse-
dua, diskriminasi akses ke tempat
but. Kontroversi yang mendapat tang-
kerja (permintaan meninggalkan Ja-
gapan luas terhadap penampilannya
karta). Ketiga, persaingan yang ma-
yang baru terjadi setelah Inul muncul
kin ketat dari penyanyi-penyanyi lain-
di televisi nasional dan bisa ditonton
nya, yang ironisnya membawakan ak-
secara nasional merupakan salah satu
si panggung yang mirip dengannya.
buktinya.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
45
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
Langkah lainnya yang ditempuh Inul,
manan yang lebih memadai untuknya
yang
menambah
selama manggung. Dewi sendiri akan
penghasilan, adalah dengan terjun ke
lebih siaga untuk menjaga dirinya.
dunia bisnis. Dia mendirikan usaha
Lainnya, dia akan melindungi tubuh-
sekaligus
untuk
karaoke keluarga bernama Inul Vista
nya dengan jaket setelah turun dari
di beberapa tempat di Jakarta dan di-
panggung.
perluas cabangnya di beberapa kota
besar di Indonesia; hingga tahun
Selain menyanyi, Dewi juga melebar-
2008 ini berjumlah 12 buah. Bahkan
kan karirnya ke dunia akting. Dia ber-
Inul bermimpi untuk memiliki 99 ca-
main di sinetron berjudul Mimpi Ma-
bang, angka yang dinilainya memba-
nis. Film layar lebarnya yang berjudul
wa keberuntungan baginya. 19
Tali Pocong Perawan juga akan segera
beredar. Di sini Dewi dikabarkan me-
Dewi Persik mempunyai kendala yang
lakukan adegan buka-bukaan dan 5
mirip dengan Inul: stigma seksualitas
kali adegan ciuman. Dewi ternyata te-
yang negatif, persaingan, dan juga
tap mantap dengan pilihannya untuk
diskriminasi sosial yang mengatasna-
tetap berpenampilan seksi.
makan agama (misalnya, dari alasan
perceraian yang diajukan suaminya,
Inul Daratista dan Dewi Persik menun-
penyanyi Saiful Jamil). Dewi Persik
jukkan pola yang berbeda dalam me-
melakukan pendekatan yang agak
nyiasati
berbeda dengan Inul. Dewi tetap
menghadapi kendala standar seksua-
penampilan
panggungnya
mempertahankan gaya goyangannya
litas yang diberlakukan sementara pi-
dan kostum panggungnya hingga sa-
hak. Inul menguranginya, sementara
at ini, meskipun kostum panggung
Dewi tidak. Sekali lagi, tindakan ini di-
yang dikenakannya, terutama yang
ambil sepenuhnya berdasarkan pe-
berupa kemben, beberapa kali me-
ngetahuan bahwa dunia dangdut ti-
nyebabkan payudaranya terlihat di
dak lepas dari atribut seronok secara
muka penonton. Bagi Dewi, hal itu ti-
seksualitas. Di sisi lain, keduanya, se-
dak membuatnya gusar, itu hanya ke-
bagai penyanyi yang berhasil masuk
celakaan. Untuk menghindari pele-
dalam lingkar utama industri dangdut
cehan seksual di kemudian hari, ma-
dan meraih surplus yang memadai
najer Dewi akan menyiapkan penga-
melakukan diversifikasi usaha atau
19 Kompas Cyber Media, 2 Februari 2008.
46
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
profesi. Seksualitas tampaknya tidak
Dari kasus Inul Daratista dan Dewi
dianggap sebagai modal atau aset
Persik yang dikenal sebagai penyanyi
yang
berkesinambungan
(sustain-
able) oleh para penyanyi dangdut.
dangdut yang sangat laris serta fenomenal
karena
gaya
panggungnya
yang dinilai banyak pihak seksi, esai
ini menyimpulkan dua hal. Pertama,
Penutup
isu seksualitas bersifat multiinterpretatif. Demikian juga dengan standar
Perempuan yang memilih berkarir di
seksualitas yang diterapkan untuk le-
luar rumah sering kali menghadapi
laki dan perempuan adalah berbeda.
kendala karena keperempuanannya.
Hal itu menjadi kendala bagi penyanyi
Hal itu juga dialami oleh penyanyi
dangdut perempuan untuk berkiprah
dangdut perempuan. Sorotan dan kri-
di dunia dangdut. Hal kedua, penya-
tik ditujukan kepada mereka karena
nyi dangdut bukan agen yang pasif
penampilan mereka dinilai mengum-
karena selain mengetahui risiko dari
bar seksualitas mereka sebagai pe-
pekerjaan
yang
ditekuninya,
juga
rempuan. Dua pertanyaan diajukan
berusaha mengatasi berbagai kenda-
dalam esai ini. Pertama, bagaimana
la untuk mempertahankan karirnya.
isu seksualitas, yang diskriminatif
Dalam kasus Inul dan Dewi Persik,
terhadap penyanyi perempuan, di-
yang pertama memilih untuk bersikap
bentuk dan diinterpretasikan oleh
kompromis agar dapat diterima oleh
otoritas-otoritas di luar pelaku lang-
penonton yang lebih luas dan terjun
sung dalam pasar musik dangdut?
ke dunia bisnis untuk memperlebar
Kedua, bagaimana cara para penya-
karirnya, sementara yang terakhir
nyi dangdut perempuan menyiasati
memilih untuk mempertahankan pe-
kendala ini?
nampilannya serta terjun ke dunia seni peran.
DAFTAR ACUAN
Bartky, S. 2003. “The Social Construction of Women's Body: Foucault, Feminity, and the Modernisation of Patriarchal Power”, dalam R. Weitz
(2003). The Politics of Women's Body: Sexuality, Appearance, and
Behavior. NY: Oxford University Press.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
47
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
Bordo, S. 1997. “The Production of Feminity”, dalam K. Conboy, N. Medina, &
S. Stanbury (eds.). Writing on the Body. New York: Columbia University Press.
Browne, S. 2000. The Gender Implications of Dangdut Kampungan. Working
Papers Centre of Southeast Asian Studies Monash University, Australia.
Bungin, B. 2003. Pornomedia: Konstruksi Sosial Teknologi Telematika dan
Perayaan Seks di Media Massa. Bogor: Kencana Jaya.
Butler, J. 1990. Gender Trouble: Feminism and the Subversion of Identity.
London: Routledge.
Chitsike, Colletah. 2000. “Culture as a Barrier to Rural Women's Enterpreneurship: Experience from Zimbabwe”. Gender and Development 8(1)
March. pp.71-77. .
Frederick, W. 1982. “Rhoma Irama and the Dangdut Style: aspects of contemporary Indonesian popular culture”. Indonesia 34, October.
Geertz, C. 2000 “Thick Description Towards an Interpretive Theory of Culture”, dalam Geertz (2000). Interpretation of Culture. New York: Basic Books.
Hall, S. 1999 “Encoding, Decoding”, dalam S. During (ed.) The Cultural Studies Reader. New York: Routledge.
Ida, R. 2006. “Tubuh perempuan dalam goyang Dangdut”. Jurnal Perempuan
41. hal. 23—35.
Lerum, K. 2004. 'Sexuality, Power, and Camaraderie in Service Work'. Gender
and Society 18(6), December. pp. 756—776.
.
Lesmana, T. 1995. Pornografi dalam Media Massa. Jakarta: Puspa Swara
Pioquinto, C. 1995 “Dangdut at Sekaten: female representations in live performance”. RIMA vol. 29 winter and summer.
48
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
Piper, S. dan S. Jabo. 1987. “Indonesian Music from the 50s to the 80s”. Prisma 43, March.
Quinn, B. 2002. “Sexual Harassment and Masculinity: The Power and Meaning of 'Girl Watching'”. Gender and Society 16(3), June. pp. 386—
402. .
Ricoeur, P. 1979. “The Model of the Text: meaningful action considered as a
text”, dalam P. Rabinow, dan W. Sullivan (eds.). Interpretive Social
Science: A Reader. London: University of California Press.
Rogers, J. & K. Henson. 1997. “'Hey, Why Don't You Wear a Shorter Skirt?':
Structural Vulnerability and the Organization of Sexual Harassment in
Temporary Clerical Employment”. Gender and Society 11(2), April.
pp.215—237. .
Rospenda, K., J. Richman, S. Nawyn. 1998. “Doing Power: The Confluence of
Gender, Race, and Class in Contrapower Sexual Harassment”. Gender
and Society 12(1), February. pp.40—60. .
Shildrick M. & J. Price. 1999. “Opening on the Body: a Critical Introduction”.
Feminist theory and the Body (A Reader). New York: Routledge.
Schwartz, P. 2000. “Creating Sexual Pleasure and Sexual Justice in the Twenty-First Century”. Contemporary Sociology 29(1), Utopian Visions:
Engaged Sociologies for the 21st Century (Jan.). pp. 213—219.
.
Artikel dari Media Massa Online:
Aglionby, J. 2003. ‘Dirty Dancing’. The Guardian, May 8.
.
Walsh, B. 2003. 'Inul's Rules: a new idol is putting some sex and sizzle into
Indonesia's pop-music scene'. Time, March 24, 2003.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
49
INUL DARATISTA DAN DEWI PERSIK VS SEKSUALITAS DALAM INDUSTRI DANGDUT
Website:
http://www.kompas.com
http://www.thejakartapost.com
http://www.detik.com
http://www.disctarra.com
http://www.youtube.com
50
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008