"Inul Daratista" Sebuah Fenomena Dalam Dinamika Perkembangan Musik Dangdut Indonesia

(1)

“INUL DARATISTA” SEBUAH FENOMENA DALAM DINAMIKA PERKEMBANGAN MUSIK DANGDUT INDONESIA

Skripsi Sarjana Dikerjakan

o l e h

MANATAP ELIZABETH SITOMPUL NIM: 020707035

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

“INUL DARATISTA” SEBUAH FENOMENA DAAM DINAMIKA PERKEMBANGAN MUSIK DANGDUT INDONESIA

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

MANATAP ELIZABETH SITOMPUL NIM: 020707035

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Drs. Mauly Purba, MA., Ph.D. Dra. Frida Deliana, M.Si.

NIP. 131 824 851 NIP. 131 785 636

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat untuk Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

Disetujui oleh:

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI Ketua,

Dra. Frida Deliana, M.Si. NIP. 131 785 636


(4)

Pengesahan

Diterima oleh:

Panitia Ujian Sarjana Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Sastra USU Medan.

Pada

Hari : Kamis

Tanggal : 14 Agustus 2008

Dekan,

Drs. Syaifuddin, MA., Ph.D. NIP. 132. 098.531

Panitia Ujian

No. Nama Tandatangan

1. Dra. Frida Deliana, M.Si. ( ) 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( ) 3. Prof. Drs. Mauly Purba, MA., Ph.D. ( )

4. Drs. M. Takari, M.Hum. ( )


(5)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang 1.2Pokok Permasalahan 1.3Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan 1.3.2 Manfaat 1.4Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep 1.4.2 Teori

1.5Metode Pengumpulan Data 1.5.1 Studi Kepustakaan 1.5.2 Observasi Pengamatan 1.6Metode Analisis

1.7Kerja Laboratorium 1.8Objek Penelitian

BAB II PERKEMBANGAN DANGDUT DI INDONESIA 2.1 Pengertian Musik Dangdut

2.2 Musik Dangdut di Indonesia

2.3 Akulturasi Dangdut dengan Kebudayaan Lain 2.3.1 Akulturasi dengan Budaya India


(6)

2.3.2 Akulturasi dengan Budaya Barat

2.4 Perkembangan Dangdut dari Tuhan 1970-an Sampai Tahun 2000-an BAB III DAMPAK MUSIK DALAM BERBAGAI KONTEKS KEHIDUPAN MASYARAKAT

3.1 Pengertian Musik

3.2 Dampak Musik dalam Berbagai Konteks Kehidupan Masyarakat 3.2.1 Media Komunikasi

3.2.2 Musik dalam Ritual Keagamaan 3.2.3 Musik sebagai Media Pendidikan 3.2.4 Musik dalam Politik

3.2.5 Musik yang Menciptakan Suatu Komunitas BAB IV INUL DARATISTA, SEBUAH FENOMENA DALAM

PERKEMBANGAN MUSIK DANGDUT INDONESIA 4.1 Pengertian Fenomena

4.2 Awal Karir Inul Daratista

4.3 Pro dan Kontra yang Terjadi Karena Pertunjukan Panggung Inul Daratista

4.4 Respon dan Peran Media Terhadap Kasus Inul BAB V PENUTUP


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu pertunjukan musik yang berkembang pada masa sekarang ini ialah pertunjukan musik dangdut yang dianggap sebagai musik “musik nasional” karena dangdut tidak menampilkan sifat kesukuan atau kedaerahan (Yampolsky, 1997). Istilah dangdut mulai popular pada tahun 1970-an karena sebelumnya dangdut lebih dikenal sebagai “musik Melayu” atau “orkes Melayu tradisional”. Kata dangdut itu sendiri adalah onomatopoeia dari gendang tabla yang khas dalam musik tradisional India (Takari, 2001). Dangdut yang merupakan salah satu musik popular telah mengalami kemajuan seiring dengan penerimaannya di masyarakat. Kemajuan yang sangat besar terjadi pada tahun 2000-an, dimana dangdut menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat media cetak, terus-menerus membicarakan soal dangdut. Media massa pun terus menayangkan program dangdut, antara lain: “Goyang In (Indosiar)”, 3 in1 (SCTV)”, “Digoda (Trans TV)”.

Pada tahun 2003, muncul seorang penyanyi dangdut yang membawa banyak perubahan pada musik dangdut itu sendiri. Dia adalah Ainur Rokhimah atau yang dikenal dengan nama Inul Daratista. Inul dianggap berhasil menaikkan citra dangdut bahkan sampai ke mancanegara. Dangdut yang sebelumnya sering diejek sebagai musik “kacang goreng” pada tahun 1970-an dan diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin telah berubah menjadi bentuk hiburan yang sangat disukai


(8)

masyarakat, lewat survey media massa dan media cetak yang penulis lakukan, perempuan yang lahir di Pasuruan Jawa Timur, 21 Januari 1979 ini, memulai karir panggungnya sebagai penyanyi dangdut pada acara-acara rakyat di daerah Pasuruan Jawa Timur. Awalnya ayahnya tidak setuju dengan keputusannya untuk menyanyi, namun dengan tekad kuat serta ingin membantu perekonomian keluarga, dia tetap maju. Sebelum terjun total ke dunia dangdut, Inul lebih suka membawakan lagu-lagu Rock daripada dangdut, karena background ini jugalah, Inul lebih suka menyanyikan lagu-lagu dangdut yang diaransemen ulang menggunakan gaya musik Rock.1

Sama halnya dengan lagu-lagu yang berirama cepat yang sering dinyanyikan Inul, antara lain: Poco-poco, Goyang dombret, Jaipong, aksi panggungnya juga sangat menarik. Aksi panggungnya ini dikenal dengan istilah “Goyang Ngebor”.

Lagu dangdut dengan aransemen musik Rock tentu berbeda dengan lagu-lagu Rock yang dinyanyikan oleh musisi Rock itu sendiri saperti misalnya Jamrud, Rif, Boomerang.

2

1

Istilah Rock menurut kamus berarti “Batu”, batu adalah suatu benda “Keras”, dari sini kemudian musik rock diartikan sebagai musik keras, selanjutnya berkembang, dan muncullah istilah “Musik Cadas” dan “Musik Metal”, dinamika musik rock menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, hal ini terbukti dengan munculnya beragam aliran baru yang muncul. Dimulai dengan Rock and Roll pada decade 1950-an, kemudian era acid rock, psychedelic rock, hard rock, dan heavy rock pada decade 1960-an lalu era heavy metal, Jazz Rock, Punk Rock, Art Rock, Bach Rock pada 1970-an dan era power speed metal, grindroce, gruange dan alternative Rock pada decade 1980-an sampai pada awal tahun 1990-an (Joko S. Gombloh: 60-62).

Kata ngebor ini dikaitkan dengan gaya Inul menggerakkan pinggulnya berputar ke kiri, ke kanan searah dengan jarum jam atau sebaliknya, naik dan turun, ada yang terpesona dan ada pula yang terperanjat, goyangnya inilah yang dinilai erotis dan

2

Goyang pinggulnya pada awalnya disebut oleh Eko Patrio “kayak ngebor aja” kini menjadi

julukan goyang ngebor. Sumber:


(9)

mengumbar sensualitas oleh orang-orang yang tidak mendukung Inul. Aksi panggung inilah yang membuat Inul sangat terkenal sekaligus menciptakan pro dan kontra di seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya di kalangan musisi dangdut Indonesia tetapi terus meluas mencakup kalangan politikus, rohaniawan, mahasiswa, buruh dan sebagainya. Kehadirannya di dunia dangdut Indonesia telah menciptakan ribuan penggemar setia, baik di desa maupun di kota. Kepopulerannya bahkan sampai mancanegara. Namun yang perlu dicatat, kritikan paling tajam berasal dari pihak MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan para musisi dangdut yang tergabung dalam PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia) yang diketahui oleh Rhoma Irama. MUI menganggap bahwa goyang Inul itu haram dan merendahkan moral bangsa. Benarkah demikian? Sementara itu musisi dangdut senior menuduh Inul membawa kembali citra dangdut ke level rendah. Benarkah demikian? Atau semua ha ini hanyalah karena media massa dan media cetak yang membesar-besarkan kasus Inul?

Para musisi dan rohaniawan tersebut di atas melarang Inul untuk tetap tampil dengan goyangnya itu. Inul dianggap telah melakukan pornoaksi di setiap pertunjukannya. Konsekuensi dari pertunjukan yang menuai kontroversi ini khususnya larangan-larangan yang bersifat membatasi tata/gaya penampilan panggung Inul. Para musisi dan Rohaniawan ini menyatakan akan meminta pihak berwajib untuk mengambil tindakan dan tidak akan segan-segan mencekal langkah


(10)

Inul apabila ia tetap melakukan goyang ngebor ini.3

Shinta Nuriyah, aktifis perempuan dan mantan Ibu Negara mengaku terhibur dengan goyang Inul yang dianggap fenomena baru. Lebih lanjut Shinta menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang boleh melarang orang lai mengembangkan kreatifitas pribadi. Sementara itu Irma Hutabarat, seorang aktifis perempuan dan presenter mengatakan bahwa orang-orang yang kontra pada Inul jangan mencampuradukkan antara agama dan budaya, karena menurut Irma masih banyak tarian tradisional di Indonesia yang lebih erotis dan sensual baik gerakan maupun busananya.

Mereka juga meminta pemerintah untuk segera mengeluarkan RUU anti pornografi dan pornoaksi untuk mencegah semakin maraknya kasus seperti Inul, serta berbagai bentuk kemaksiatan.

Banyak yang menghujat, banyak pula yang memuja. Bagi komunitas penggemar Inul yang disebut Inulitas, FBI (Fans Berat Inul) dan Open (Organisasi Pendukung Inul), Inul dianggap telah mampu menaikkan citra dangdut bahkan sampai mancanegara.

4

Mantan Presiden Republik Indonesia sekaligus budayawan KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) berpendapat bahwa setiap orang harus menghormati cara seniman berekspresi.5

Segala bentuk pro dan kontra inilah yang semakin menambah kepopuleran Inul Daratista. Banyak orang yang kemudian menyebutnya sebagai tokoh yang

3

Prasetya Eka, Dan Inul pun Berurai Air Mata (Swara Cantika: No. 91, 2003), p. 14-19.

4

Helen Sari, Tokoh Perempuan Bicara Tentang Goyang Inul (Kartini: No. 2087. 2003), p. 12-15.


(11)

fenomena, benarkah demikian? Atau segala bentuk pemberitaan tentang Inul yang tiada henti ini hanyalah karena media massa dan media cetak melihat banyaknya peluang untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dari kasus Inul? Inul yang semula hanya penyanyi Tarkam6

Dari perspektif etnomusikologi, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada blantika musik dangdut Indonesia di sekitar tahun 2000-an dengan Inul beserta isu pro dan kontranya, sangat menarik minat penulis untuk meneliti dan mengkajinya lebih lanjut.

(antar kampong) telah menjadi penyanyi dangdut papan atas Indonesia. Kemunculannya kemudian diikuti oleh penyanyi-penyanyi dangdut lainnya yang berharap bisa sepopuler Inul. Mereka menggunakan cara Inul untuk mengkategorikan gaya goyangnya, antara lain: Annisa Bahar dengan goyang patah-patah, menggoyangkan pinggulnya searah jarum jam atau sebaliknya namun ada perhentian gerakan setiap beberapa saat dan dilanjutkan kembali. Begitu seterusnya sehingga disebut goyang patah-patah. Uut Permatasari dengan goyang kayang-kayang dimaksudkan karena kelenturan badan Uut saat dia membalikkan badannya ke belakang sampai tubuhnya melengkung seperti seorang Balerina. Ada juga Dewi Persik dengan goyang gergajinya, gayanya sama dengan goyang ngebor Inul, tapi ada perbedaan dalam gerakan tangan dimana tangannya digerakkan seperti saat sedang menggergaji. Mereka ternyata juga tenar meskipun tidak setenar Inul. Dari segi jumlah penggemar saja, mereka masih kalah jauh bila dibandingan dengan Inul yang disebutkan memiliki penggemar sebanyak atau mungkin lebih dari pendukung Presiden Megawati Soekarno Putri.

6


(12)

1.2. Pokok Permasalahan

Dari latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis mengambil beberapa pokok permasalahan utama, yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini, diantaranya:

1. Mengapa Inul menjadi fenomena di dalam perkembangan/dinamika musik dangdut Indonesia.

2. Benarkah gerakan Inul membawa citra dangdut kembali ke level rendah. 3. Benarkah Inul melakukan pornoaksi di atas panggung.

4. Bagaimana respon dan peran media terhadap kasus Inul.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan mencari kesimpulan mengenai objek yang diteliti yaitu: perkembangan musik dangdut Indonesia mencakup aspek struktur musik, tarian (koreografi), pertunjukan di atas panggung serta menjawab pokok permasalahan dalam bentuk pernyataan.

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui hubungan antara pertunjukan dangdut dengan aspek sosial masyarakat pendukungnya.


(13)

3. Sebagai bahan referensi untuk peneliti berikutnya yang menaruh minat pada musik dangdut.

1.4 Konsep 1.4.1 Konsep

Ada beberapa konsep dasar yang perlu dijelaskan dalam rangka penulisan/diskusi di dalam skripsi ini. Konsep merupakan defenisi singkat dari apa yang kita amati, konsep menentukan keberadaan variabel-variabel utama jika kita ingin menentukan adanya hubungan empiris. Konsep merupakan unsur pokok dalam penelitian (Merton, 1963: 89).

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis akan membahas mengenai musik dangdut dan perkembangannya di Indonesia dan bagaimana fenomena Inul itu sendiri.

Kata “dangdut” merupakan peniruan bunyi gendang yaitu “dang” dan “dut”. Peniruan bunyi ini dalam istilah musik disebut onomatope yaitu pemberian nama dengan cara meniru bunyi yang dihasilkan. Dangdut adalah suatu ragam seni musik nusantara yang berasal dari musik etnis Melayu, yang di dalamnya mengandung unsur-unsur musik India, Arab (Timur Tengah). Dalam perkembanganya musik dangdut kemudian memasukkan unsur-unsur musik Barat seperti Rock’roll, Reggae, Disco, Rap, Cha-cha, Pop. Kemudian berbaur dengan musik etnis nusantara lainnya, seperti: Jawa, Sunda, Batak dan Minangkabau (Takari, 2001: 103).


(14)

Pada tahun 1995, ketika Indonesia merayakan pesta emas ulang tahun kemerdekaan Moerdiono, Menteri Sekretaris Negara waktu itu menyatakan bahwa dangdut adalah musik Indonesia.7

1. Hal-hal yang dapat disaksikan oleh panca indera atau gejala-gejala.

Inul Daratista telah menjadi fenomea dangdut Indonesia. Adapun beberapa pengertian fenomena itu sendiri adalah sebagai berikut:

2. Hal-hal yang dapat disaksikan oleh panca indera dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiyah, sesuatu yang luar biasa, fakta, kenyataan.

3. Sesuatu yang tampak atau dirasakan sebagai penyebab terjadinya sesuatu, gejala-gejala yang timbul, kejadian.

4. Penampakan realitas dalam kesadaran manusia, suatu fakta dan gejala-gejala peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah.

Jadi fenomena itu sendiri adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indera dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah. Sesuatu yang luar biasa, fakta dan kenyataan.

Inul adalah fenomena karena kehadirannya mampu menyita perhatian seluruh lapisan masyarakat. Namanya terus dibicarakan mulai dari pertama kemunculannya di dunia dangdut Indonesia. Apapun pemberitaan Inul, semuanya menjadi sorotan publik seluruh Indonesia mengenalnya. Kepopulerannya bahkan sampai ke mancanegara. Inul fenomena karena aksi panggung goyang ngebornya. Goyang yag

7


(15)

menciptakan ribuan penggemar di setiap daerah dan sekaligus dihina karena dianggap merendahkan moral bangsa. Goyang ngebor ini adalah ciri khas Inul, jadi tidak mungkin ia menghilangkan aksi panggungnya tersebut seperti yang diminta oleh pihak yang tidak setuju dia terus bergoyang. Dangdut tanpa goyang ibarat sayur tanpa garam. Satu perbedaan penting antara musik dangdut dengan musik nasional lainnya adalah bahwa dengdut merupakan musik untuk joget, baik bagi penggemar maupun bagi pemainnya sendiri (Yampolsky, 1997). Jadi menurut penulis Inul dan goyang ngebornya tidak dapat dipisahkan dan tentunya Inul sendiri tidak ingin bernasib seperti Evie Tamala, seorang penyanyi dangdut papan atas yang dilempari batu oleh penonton karena ia menolak bergoyang saat manggung. Aksi panggung Inul tersebut adalah bagian dari seri pertunjukan dimana pada masa kini pertunjukan rakyat, hiburan popular dan media elektronik secara budaya da artistik telah menjadi pertunjukan alternatif yang penting dan mempunyai pengaruh kuat di dalam pertunjukan harus ada pemain (performer) dan penonton (audience), dimana pada kasus Inul, dia telah berhasil membangun ikatan baik antara dirinya sebagai pemain dan penggemar sebagai penonton dalam pertunjukannya. Bagaimanapun terkenalnya Inul, dia tetap bersedia untuk manggup di kampong-kampung. Sikap tepo-selironya inilah yang juga mendukung kepopulerannya Inul disamping media massa yang memegang peranan utama, dan kasus Inul itu sendiri menjadi fenomena penting dalam perkembangan musik dangdut.


(16)

1.4.2 Teori yang Dipergunakan

Dalam penelitian ini, penulis mempedomani pendapat-pendapat dari pakar-pakar yang selanjutnya akan menjadi kerangka teori diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Todd Titon. Todd Titon didalam tulisan Keberagaman Sistem Musik Dunia menyatakan: “music is fluid, dynamic element of culture, and it changes to suit the expressive and emotional desires of humankind, the most changeable of the animal. Like all of expressive culture, music is peculiarly human adaption to life on planet earth. Each music culture is a particular adaption to particular circumstances. Ideas about music, social organization, repertories, and music’s material culture vary from on culture to the next, but it would be foolish to say that one music-culture was “better” than another. Why? Because such a judgement is based on criteria from inside a single music-culture. To call another music-culture’s music “primitive” improses one’s own standars on a group that does not recognize them. Such ethnocentrism has no place in the study of world music.

Musik adalah sesuatu yang mengalir, ia merupakan element kebudayaan yang dinamis dan ia berubah serta mengadaptasi terhadap ekspresi dan emosi manusia. Kebudayaan musik dunia adalah sesuatu yang selau beradaptasi terhadap situasi tertentu. Ide/gagasan tentang musik, organisasi sosial musik, repertoar serta kebudayaan material musik dari suatu kebudayaan musik kebudayaan musik yang lain. Hal yang sama bahwa sistem musik dari suatu kebudayaan musik akan selalu berbeda dengan sistem musik dari kebudayaan musik lainnya. Adalah sesuatu yang kurang tepat jika mengatakan bahwa suatu kebudayaan musik atau suatu sistem


(17)

musik lebih baik dan lebih unggul dari kebudayaan musik atau sistem musik yang lain. Mengapa? Sebab penilaian seperti itu hanya didasari dari penilaian sepihak saja. Ini disebut penilaian etnosentrik, suatu penilaian yang tidak punya tempat dalam konteks studi kebudayaan musik dunia. Keberagaman sistem musik dunia adalah cirri kebudayaan musik yang harus kita pelihara.

Bila kita melihat kembali terhadap permasalahan pro dan kontra dalam kasus Inul, maka melaui tulisan tentang keberagaman musik dunia ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kita tidak bisa mengkatagorikan sebuah kebudayan musik itu bernilai tinggi atau rendah. Ini berarti berdasarkan tulisan ini, tuduhan atau kritikan dari para musisi senior yang diwakili oleh Rhoma Irama yang mengatakan bahwa citra dangdut berada di level rendah kembali oleh karena pertunjukan panggung Inul adalah tidak sesuai karena Rhoma sendiri bukanlah orang yang mempunyai hak untuk menyatakan mengenai standar tinggi rendahnya musik dangdut, melainkan harus dinilai atau harus memperhatikan berbagai pendapat dari masyarakat pecinta musik dangdut itu sendiri.

Kemudian tulisan mengenai teori etnosains. Teori ini mengaplikasikan pandangan dan konsep-konsep masyarakat pendukung kebudayaan yang diteliti. Teori ini mencoba merumuskan aturan-aturan cara berpikir yang melatar belakangi suatu kebudayaan. Pro dan kontra pada kasus Inul menjadi bentuk nyata atau gambaran yang jelas mengenai berbagai macam pandangan dan cara berpikir masyarakat Indonesia khususnya yang menyukai musik dangdut. Perbedaan pandangan antara kelompok pro kepada Inul dan yang kontra kepada Inul


(18)

dikarenakan masing-masing kelompok menganggap bahwa mereka benar. Masing-masing kelompok memiliki batasan-batasan atau standar mereka sendiri, sehingga menimbulkan pandangan baru di masyarakat.

Selanjutnya, penulis mengkaitkan dangdut dengan musik populer, dangdut adalah bagian dari musik populer. Salah satu dari ciri-ciri musik populer adalah adanya strategi pasar; menawarkan unsur baru, penyanyi, gaya, lagu, aransemen, produksi dan menyoroti gaya hidup di penyanyi. Strategi pasar ini diharapkan dapat menjadi media untuk mencari uang (komersial) baik bagi pihak pelaksana maupun seniman (dangdut). Pelaksana disini menurut penulis adalah orang-orang yang mengambil keuntungan dari populeritas Inul. Pembahasan lebih jauh akan dibahas pada bab berikutnya.

1.5 Metode Pengumpulan Data

Metode menyangkut masalah cara-kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan objek studi, maka penulis mempergunakan metode: studi kepustakaan dan observasi (pengamatan).

1.5.1 Studi Kepustakaan

Literatur maupun sumber-sumber bacaan dapat dipakai untuk melengkapi apa yang kita butuhkan dalam penelitian. Melalui literatur dan sumber-sumber bacaan kita dapat mengetahui apa yang hendak diteliti, apakah yang harus dilakukan supaya diperoleh keterangan yang dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan dan


(19)

pengertian mengenai sasaran peneliti. Sumber-sumber bacaan itu sendiri dapat berupa buku, majalah, bulletin, ensiklopedia dan lain-lain.

1.5.2 Observasi Pengamatan

Pada kenyataannya saya tidak hanya membaca tapi juga melihat lewat pengamatan, saya menemukan jawaban-jawaban atas berbagai pertanyaan yang tidak saya temukan di literatur. Menurut Suparlan (1987: 43,45) peneliti yang menggunakan hal-hal sebagai metode pengamatan hendaknya memperhatikan hal-hal berikut: 1). Ruang dan tempat, 2). Pelaku, 3). Kegiatan, 4). Benda-benda atau alat-alat, 5). Waktu, 6). Peristiwa, 7). Tujuan dan Perasaan. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai perkembangan musik dangdut dan perubahan-perubahan di dalamnya, maka penulis melakukan pengamatan tidak terlibat (observasi non partisipan) yang lebih mengacu pada pengamatan di media massa dan media cetak.

1.6 Metode Analisis

Metode analisis ialah kerja yang dilakukan untuk mengambil, memeriksa atau meneliti data yang telah ada untuk dipaparkan, digambarkan atau disimpulkan hingga menghasilkan suatu pendapat, hukum atau dalil yang sesuai dengan keadaan sebenarnya (Soekanto: 1990: 48). Penulis juga memilih metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Deskriptif mempunyai pengertian menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi penyebaran dari suatu gejala ke gejala lainnya dalam suatu


(20)

masyarakat (Koentjaraningrat, 1990: 29). Penelitian kualitatif ialah memaparkan atau menggambarkan dengan kata-katang secara detail dan perolehan data bersumber dari ungkapan, catatan, atau tingkah laku masyarakat yang diteliti. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendekati perwujudan suatu gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia atas pola-pola (Gogdan, 1975: 4-5).

Jadi yang dimaksud dengan metode Analisis deskriptif yang bersifat kualitatif ialah cara kerja yang dilakukan untuk meneliti data dan penyebarannya di dalam masyarakat yang dapat diperoleh dari ungkapan, catatan atau tingkah laku dan perwujudannya di dalam masyarakat, dan hanya dengan metode analisis inilah penulis menemukan jawaban atas pertanyaan yang ada.

1.7 Kerja Laboratorium

Kerja Laboratorium dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyeleksi data yang telah ada untuk dipergunakan dalam permasalahan tulisan.

1.8 Objek Penelitian

Dalam tulisan ini penulis membahas mengenai perkembangan dangdut Nusantara dengan Inul Daratista sebagai objek penelitian. Perkembangannya juga dibatasi mulai tahun 1970 saat itulah dangdut pertama kali populer di Indonesia sampai tahun 2003; dimana kemunculan seorang penyanyi dangdut Inul Daratista membawa warna baru dalam musik dangdut dan mendobrak popularitas musik dangdut Indonesia. Dimana pembahasan ini bertujuan untuk mempersempit ruang lingkup peneliti dan mempermudah penulis dalam melakukan penelitian.


(21)

BAB II

PERKEMBANGAN DANGDUT DI INDONESIA

2.1. Pengertian Musik Dangdut

Istilah “dangdut” populer sekitar tahun 1972 ketika seorang penulis pada majalah Aktuil yaitu Billi Silabumi memperkenalkan istilah “dangdut” yang memandang nada ejekan, bagi suatu corak musik Indonesia yang diserta suara gendang tabla yang khas seperti lazimnya pada musik-musik film India (Takari, 2001: 105).

Kata “dangdut” itu sendiri merupakan peniruan bunyi gendang yaitu “dang” dan “duut”. Pembentukan kata berdasarkan peniruan bunyi dalam istilah musik disebut onomatope. Ciri dangdut terletak pada bunyi “dang” yang dihasilkan oleh pukulan gendang tabla pada hitungan ke-empat (akhir birama) dan disusul pukulan ringan “duut” pada hitungan pertama (Simatupang, 2000: 11).

Defenisi lain menyebautkan bawah dangdut adalah suatu ragam seni musik nusantara yang berasal dari seni etnis Melayu, yang didalamnya mengandung unsur musik India, Arab, Melayu. Musik ini kemudian berkembang dan dalam perkembangan selanjutnya berbaur pula dengan musik etnis nusantara seperti Jawa, Sunda, Batak, dan Minangkabau (Takari, 2001: 103).


(22)

2.2. Musik Dangdut di Indonesia

Dangdut merupakan salah satu dari Genre seni musik yang berkembang di Indonesia. Bentuk musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an. Dalam perkembangannya menuju bentuk kontemporer sekarang, masuk pengaruh unsur-unsur musik Indonesia (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan Harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik Barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan Nengalami ke kemajuan pesat. Sebagai musik popular, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, lenggam, gambus, rock, pop bahkan house Musik.

Dangdut adalah musik yang diidentikkan dengan selerak kelas menengah bawah di Indonesia. Kehadiran musik dangdut dalam sejarah perjalanan bangsa ini tidak pernah mendapatkan tempat yang baik. Dangdut sebagai musik marjinal telah mengalami kemajuan ketika rejim kekuasaan Orde Baru menggunakannya sebagai alat penarik massa pada momen kampanyenya politik. Jadilah musik dangdut sebagai alat politik penguasa yang merebut simpati dan perhatian massa. Bahkan para penyanyi dangdut masa Orde Baru pun telah dipolitisasi untuk menjadi partisan tentu saja kepada partai terbesar kata itu, Golkar.

Musik yang merupakan perpaduan antar kebudayaan Melayu dan Hindi, telah dianggap sebuah musik yang tumbuh dalam akar indigenisasi budaya masyarakat Indonesia. Walaupuan telah lama ada, musik dangdut sering dinilai “kampungan”,


(23)

‘berseleran rendah’ dan ‘norak’. Ketika siaran televise mulai dari di tanah air, musik dangdut terangkat menjadi salah satu program di televise Indonesia. Karena popularitas di balik layer musik dangdut di layer kaca juga mendapat perhatian besar dari pada penggemarnya.

Musik dangdut telah mampu menembus target market yang dulunya tidak tertarik dengan musk ini menjadi pasar baru industri musik dangdut di tanah air. Kalangan menengah atas mulai suka dan terbiasa dengan kerpiawaian industri musik dangdut di luar kaca. Apalagi dengan kepiawaian industri televisi swasta mengemas program musik dangdut, sehingga terkesan tidak lagi ‘norak’ dan ‘kampungan’ seperti sebelumnya. Bahkan program musik dangdut telah menjadi salah satu mesin pencetak keuntungan bagi televise swasta.

Dalam setiap penampilannya dangdut selalu identik dengan goyangan. Alunan musik dangdut seolah membuat orang ingin bergoyang mengikuti iramanya. Sebenarnya hal ini tidak mengherankan mengingat akar musik dangdut sendiri yang terimbas dari Hindi (India) juga dipakai untuk mengiringi tari-tarian. Karena dangdut identik dengan goyangan, maka dimanapun penyanyi dangdut selalu dianggap menarik kalau mereka bergoyang mengikuti irama musik yang dianyanyikannya. Sehingga sebenarnya goyangan pada pertunjukan musik dangdut adahal hal biasa karena dilakukan bersamaan dengan penampilan penyanyiannnya, bukan hal yang disengaja dilakukan untuk ‘menggiurkan’ syahwat laki-lakin.

Goyang dangdut dilakukan mengikuti irama musik yang mengiringinya. Jika lagu-lagu dangdut yang dibawakan bersifat melankolis, maka sudah pasti tak ada


(24)

gerakan tarian yang menghentak, karena akan menjadi aneh kelihatannya. Namun jika musik dangdut yang mengiringinya menghentak-hentak, maka gerakan tarian pun harus disesuaikan. Kolaborasi antara lagu, masik dan tarian mencerminkan bentuk harmonisasi suatu pertunjukan seni musik.

2.3. Akulturasi Dangdut dengan Kebudayaan Lain

Unsur-unsur yang mempengaruhi musik dangdut sangatlah bervariasi, karena dangdut sangat terbuka dalam menghadapi dan mempengaruhi bentuk musik yang lain. Adapun proses akulturasi dangdut dengan kebudayaan lain yang akan dibahas selanjutnya adalah akulturasi dangdut dengan kebudayaan India & Barat.

2.3.1. Akulturasi dengan Budaya India

Musik dangdut dipengaruhi oleh budaya India. Dimulai dari pendefesian kata dangdut yang beradal dari bunyi gendang tabla. Tabla adalah gendang ketel kecil yang dimainkan dengan kedua telapak tangan. Pemain dan terdapat di India Utara dan Tengah, Pakistan dan Banglaedeh.

Unsur India lainnya dalam dangdut adalah dalam tata busana para penyanyi dan penarinya. Memasuki akhir tahun 1960, penyanyi Elly Khadam adalah salah satu penyanyi dangdut Indonesia yang banyak menggunakan unsur budaya India tersebut. Lagu-lagunya seperti: “Vayan Kamahina Pavane Karesole” (Bulan Ini Dia Bahagian Karena Cinta) atau “Mandole Moratan Dole” (Suara Sulin Memanggilmu) adalah


(25)

contoh lagunya yang penuh dengan unsur India. Dalam kesehariannya pun, Ellya kadang sering menggunakan busana India.

2.3.2. Akulturasi dengan Budaya Barat

dangdut modern, yang berkembang pada awal tahun 1970-an sejalan dengan politik Indonesia yang ramah terhadap budaya Barat, memasukkan alat-alat musik modern Barat seperti gitar listik, organ elektrik, perkusi, terompet, saksofon dan lain-lain untuk meningkatkan variasi dan lahan kreativitas pemusiknya. Mandolin juga masuk sebagai unsur penting. Pengaruh Rock (terutama pada perminan gitar) sangat kental terasa pada musik dangdut. 1970-an menjadi ajang pesaingan antara musik dangdut dan rock.

Selain itu seni pertunjukan dangdut berakulturasi pula dengan beberapa genre Musik Barat dan menjadi suatu genre: (1) Cha cha dut, yaitu perpaduan antara cha cho dengan dangdut: (2) Disco dangdut, yaitu perpaduan antara musik disco dengan dangdut; (3) Remix dangdut, yaitu perpaduan berbagai genre musik Barat dengan dangdut: (4) Dinamika dangdut, yaitu perpeaduan genre musik rock’n rol dengan dengan dangdut dan lainnya (takari, 2001: 144).

2.4. Perkembangan Dangdut dari Tahun 1970-an Sampai Tahun 2000-an

Memasuki era 60-an pula musik irama Melayu mulai terdesak dengan kehadiran musik rock yang mulai merebak di kalangan anak muda kota. Bahkan dari catatan yang ada, pada dasawarsa 70-an itu sempat terjadi ‘perang’ antara musik rock


(26)

dan dangdut yang ketika itu dikibarkan Benny Soerbardja, gitaris group rock Giant Step.

Benny Subardjo mengejek musik dangdut sebagai musik tahi kucing. Sementara Rhoma yang gigih membela musik dangdut justru gencar melakukan terobosan. Anehnya Rhoma justru tidak alergi dengan aliran musik Rock. Bahkan Rhoma mampu mengadaptasi warna dari group musik rock, seperti Deep Purple maupun Led Zepplin sebagai bagian kekayaan musikalitasnya. Hal ini terjadi sejak awal berdirinya Soneta group 1973. Hingga sekarang pun warna itu pun tetap kental mewarnai lagu-lagu Rhoma di samping liriknya yang kental akan seruan moral agama.

Meski pada tahun 1977 Rhoma sempat dicekal TVRI di bawah kekuasaan Orde Baru-dengan alasan yang tidak jelas-namun gema musik dangdut semakin tak terbendung. Setelah makan waktu sepuluh tahun musik dangdut berhasil menyusup ke dalam sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Ia pun menyandang gelar sebagai pemegang identitas bangsa. Pada decade 1980-an musik dangdut telah mampu merepresentasikan nilai-nilai universal yang ada di masyarakat.

Era tahun 1980-an ditandai dengan berdiri dan masuknya group-group baru dengan membawa unsur yang lebih variatif (maksudnya tidak hanya dari musik India ataupun rock saja). Musik dangdut menjadi semakin terbuka terhadap berbagai larikan musik untuk kemudian oleh para musisinya dielaborasi menjadi sebentuk suguhan musik popular, akan tetapi masih tetap mengakar dalam tradisi induknya. Tengoklah Reynold Panggaben bersama Camelia Malik dengan yang mengusung


(27)

warna fusion dalam Group OM laranttuka-nya. Pengamat musik Bens Leo menyebutnya sebagai dangdut Latin, karena unsur perkusi yang dominant dengan pukulan khas Amerika Latin.

Di era 1980-an ini eksistensi dan kepercayaan musisi dangdut di blantika nasional semakin mantap, bahkan mulai merambah manca Negara. Maka mulai popular istilah: Dangdut go international. Hal ini diantaranya ditandai dengan:

Pertama, pada tahun 1982, William Frederick, doctor sosiologi lulusan Universitas Hawaii, memberi gelar “superstar pelipur lara” Indonesia pada Rhoma Irama. Secara khusus, hasil penelitiannya dituangkan dalam makalah Rhoma Irama and the Dangdut Style. Dari disertasinya ini lagu dangdut kian dikenal di luar Indonesia, khususnya Amerika.

Generasi tahun 1990-an ditandai dengan kemunculan biduan-biduanita yang lebih high educated, bila dibandingkan dengan pendahulunya. Maka lahirlah penyanyi muda berwajah cantik dan bersuara khas dangdut seperti Cici Paramida dengan lagunya RT 5 RW 3, dan juga Evie Tamala (27), Iis Dahlia (24), Ikke Nurjannah (22), Cucu Cahyati (25) dan mendampingi pendahulu mereka yang masih tetap segar seperti Elvy Sukaesih (45), Camelia Malik (41), Rita Sugiarto (36), Mansyur S (48), Itje Trisnawati (34), Meggi Z. (51), Rhoma Irama (49) dan lain-lain.

Pada era sembilan puluhan ditandai juga dengan kehadiran seorang birokrat yang secara terang-terangan menyanyikan lagu dangdut, sekaligus memproduksi kasetnya. Ia adalah Basofi Sudirman dengan lagunya Tidak Semua Laki-laki ciptaan Leo Waldy. Basofi Sudirman kemudian menjadi Gubernur Jawa Timur, dan dalam


(28)

setiap kesempatan selalu menyanyikan lagunya tersebut. Fenomena ini menyiratkan bahwa dangdut semakin mantap mendapat pengakuan dari kalangan masyarakat kelas mana pun termasuk dari kalangan birokrat atau pemerintah.

Memasuk awal millennium kedua, ditandai dengan persaingan program acara musik dangdut di berbagai stasiun televisi. Televise berlomba menyuguhkan hiburan musik dangdut dalam berbagai konsep. Baik yang recorded maupun live. Dari yang

in door sampai out door. Tengoklah acara: Joged, Digoda, DangdutAn, Dangdut Pro, Dangdut Ria, Raja Sawer, Kawasan Dangdut, Dag Dig Dug, Ge Er, Laris Manis,

Dangdut Pesisiran dan sebagainya. Plus acara yang mengupas gossip dan rumor

tentang selebritis dangdut di tanah air.

Maka ketika terjadi geger tentang perseteruan kelompok Inul vs kelompok Rhoma, di awal tahun 2003 seoalh saat itu tak ada habisnya dibicarakan. Karena acara-acara infotainment di stasiun televisi selalu memblow up habis-habisan. Kondisi ini akhirnya justru mengantarkan Inul menjadi idola baru dalam musik dangdut. Kemunculan gadis Pasuruan yang membawa goyang ngebor tersebut tak urung mengundang pro dan kontra. Dan kondisi inilah yang justru akhirnya menjadikan Inul sebagai miliarder baru, dengan rumah mewah serta fasilitasn mewah lainnya dari hasil menggoyang penonton.

Setelah Inul menjadi fenomena dengan goyang ngebornya, sejumlah penyanyi dengan prediket goyangan tertentu kemudian bermunculan. Tersebutlah Denada, penyanyi spesialis goyang dombret, goyang patah-patah Annisa Bahar, goyang


(29)

ngecor Uut, serta goyang blender. Seiiring dengan itu terdapat teknik memukul gendang dengan gaya koplonan yang terasa rancak dan jenaka.

Di ajang kreativitas musik sesungguhnya, juga terjadi performance baru yang tak kalah menarik dari sekedar goyang. Ending Kurnia di tahun 2002 menciptakan lagu dangdut yang kental dengan warna rocknya berjdul ; Mbah Dukun, terbukti meledak di pasaran. Di smaping lagu tersebut ada juga dengan judul Sabu dan Duit.

Hamper semua lagu dikemas dalam lirik yang jenaka, namun dengan progress yang lumayan dinamis, seperti lagu Mbah Dukun dibawakan oleh Alam. Penampilan Alam yang bergaya ala Michael Jackson memberikan kesan tersendiri. Alam yang mengaku awalnya lebih menyukai aliran punk, telah memberikan kesegaran baru bagi musik dangdut.

Melihat kecenderungan bermusik dangdut di era tahun 2000 yang dapat dipantau dari berbagai suguhan stasiun televise ini, paling tidak tetap menyisakan berbagai prediksi bagi eksistensi musik dangdut di kemudian hari. Pertama, hal ini menandakan musik dangdut semakin menancapkan kukunya sebagai musik milik seluruh bangsa Indonesia.

Kedua justru sebaliknya, bisa jadi public pencinta musik menjadi semakin jenuh

dengan suguhan musik dangdut di berbagai stasiun televisi tersebut. Hal tersebut disebabkan acara dangdut di televisi cenderung seragam dan menonton dalam penyajiannya. Mengeksploitasi hal-hal elementer-seperti goyang saja, tidak mencipta bentuk baru yang memperkaya pengalaman artistik maupun pengalaman estetis para musisi dangdut dan biduannya.


(30)

BAB III

DAMPAK MUSIK DALAM BERBAGAI KONTEKS KEHIDUPAN MASYARAKAT

3.1 Pengertian Musik

Musik adalah suatu fenomena universal yang mempunyai bagian daripada kehidupan manusia dan dapat menentukan identitas suatu masyarakat karena ia merupakan ekspresi kebudayaan masyarakat itu sendiri. Musik dalam arti umum adalah keindahan nada yang menimbulkan kepuasan estetis melalui indera pendengaran. Musik adalah tatanan bunyi yang indah. Awalnya karya musik dimulai dari timbulnya bunyi. Bunyi terjadi karena adanya gerak, antara lain seperti angin yang bertiup, daun yang bergesek, orang menghentakkan kaki, orang bertepuk tangan dan lainnya. Orang mengungkapkan perasaannya melalui bunyi (nada) dan melodi sebagai unsur. Unsur dasarnya, sehingga terciptalah musik-musik yang indah. Namun bila diamati musik tidak selalu menggunakan nada-nada (melodius), tetapi juga menggunakan bunyi dan bukan nada. Dengan kata lain musik adalah curahan hati melalui bunyi sebagai perantara atau media.

3.2 Dampak Musik dalam Berbagai Konteks Kehidupan Masyarakat 3.2.1 Media Komunikasi

Musik disamping sebgai media ekspresi juga berfungsi sebagai media komunikasi. Komunikasi adalah suatu cara untuk berhubungan dengan orang lain.


(31)

Berbeda dengan ekspresi yang merupakan ungkapan yang belum tentu dimengerti orang lain, maka komunikasi merupakan aktifitas yang mengandung unsur penyampaian pesan. Pesan tersebut disampaikan dengan simbol-simbol. Melalui musik dapat diungkapkan sesuatu yang kadang-kadang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Musik adalah bahasa universal, karena pada umumnya dapat dipahami manusia walaupun tidak dapat dijelaskan secara verbal. Bunyi kentongan yang memiliki pola ritme di pedasaan, merupakan tanda untuk menyampaikan pesan atau pemberitahuan kepada penduduk desa bahwa ada kebakaran, banjir, gempa bumi, pencurian, perampokan dan bahaya lain. Demikian juga halnya dengan pukulan bedug di masjid yang bermakna panggilan untuk menjalankan ibadah.

3.2.2 Musik dalam Ritual Keagamaan

Musik disini diciptakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat religius atau keagamaan. Contohnya musik untuk upacara adat, upacara pernikahan, upacara kematian. Dalam masyarakat tradisional, musik mengiringi upacara untuk menyembah kekuatan magic. Masyarakat tradisional yang belum mengenal agama kepercayaan meyakini bahwa ada kekuatan besar yang meliputi dan mengatur kehidupan mereka sehingga diperlukan adanya upacara-upcara penyembahan sebagai wujud rasa hormat mereka. Didalam upacara-upacara penyembahan itulah musik jenis ini dipakai. Dibeberapa kebudayaan masyarakat, musik lebih dari sekedar ungkapan ekspresi pribadi dan spritual, tetapi juga dipakai dalam ritual untuk penyembuhan penyakit. Masyarakat Indian Navajo di Amerika memiliki banyak


(32)

kegiatan yang berisikan tarian serta nyanyian yang dimaksudkan sebagai media ritual keagamaan untuk menjaga keharmonisan serta kesehatan setiap orang didalam suku tersebut.

Fungsi musik dalam ritual keagamaan ini menjadi sangat penting bilamana musik tersebut dipakai sebagai perantara untuk berhubungan dengan kekuatan magic seperti yang terjadi pada kelompok suku 'Kung' atau yang lebih dikenal sebagai orang semak di Namibia Afrika Selatan. Suku 'Kung' biasanya mengobati orang sakit dengan nyanyian dan tarian yang dipimpin oleh seorang yang memiliki kekuatan supranatural. Kekuatannya ini didapat melaui proses trance dimana musik yang berperan untuk mencapai keadaan trance tersebut. Selama dalam masa pengobatan ini musik dan nyanyian dimainkan secara terus-menerus sebagai bagian dari keseluruhan upacara. Musik menjadi bagian penting dalam pengobatan. Bagi suku Kung, ritual ini adalah sebagian dari cara mereka untuk berhubungan dengan alam dan kekuatan supranatural.

3.2.3 Musik sebagai Media Pendidikan

Seni sebagai media pendidikan berfungsi sebagai pengembangan dasar fisik, sosial, emosi, cipta dan estetika atau dengan kata lain musik berfungsi sebagai media pembelajaran. Contohnya, pada anak-anak usia sekolah Taman Kanak-kanak, musik dapat dipakai untuk mempermudah pemahaman si anak pada materi pengajaran, misalnya untuk memperkenalkan perkalian sederhana dan penjumlahan sederhana, dapat diperkenalkan dalam nyanyian, juga pembelajaran bahasa Inggris dapat juga


(33)

dibawakan dengan nyanyian. Melalui musik diharapkan tujuan pembelajaran atau penguasaan materi belajar akan lebih cepat tercapai.

3.2.4 Musik dalam Politik

Musik disini berfungsi sebagai media untuk menarik simpati masyarakat. Dalam hal ini, penulis menghubungkannya dengan musik dangdut. Pada setiap kampanye politik, ada banyak partai yang menggunakan musik dangdut sebagai media untuk menggerakkan massa, maka tak heran bila kampanye partai politik kemudian menjadi seperti konser dangdut daripada kampanye itu sendiri. Ini merupakan satu bukti bahwa musik itu dapat juga masuk kedalam kawasan politik itu sendiri. Memang, bila kita coba bayangkan bagaimana jalannya sebuah acara kampanye tersebut menjadi sangat membosankan karena keseluruhan acara pastinya hanya berisi pidato-pidato mengenai visi dan misi yang ingin dicapai partai politik tersebut. Pemerintah juga menaruh perhatian bear terhadap musik yang membangun semangat bangsa oleh karena itu diciptakanlah lagu-lagu yang bersifat kepahlawanan dan lagu-lagu untuk keperluan politik itu sendiri seperti lagu pemilu yang selalu diperdengarkan pada masa pemerintahan Orde Baru.

3.2.5 Musik yang Menciptakan Suatu Komunitas

Maksudnya adalah melalui musik itu sendiri telah terjadi pemetaan atau pembagian didalam masyarakat yang kemudian menjadi identitas dari golongan atau komunitas tersebut, misalnya musik untuk anak-anak, musik untuk remaja dan


(34)

dewasa, musik untuk orang tua, musik untuk bangsa. Musik untuk anak-anak biasanya bersifat hiburan, bermain, mencerdaskan anak, pembelajarann bahasa dan lainnya. Contoh musik anak yaitu "Diobok-obok" yang dinyanyikan oleh Yoshua, "Abang tukang bakso" yang dinyanyikan oleh Melissa, lagu "Mari berhitung" dan sebagainya. Kemudian ada lagu untuk remaja dan dewasa. Pada bagian ini cakupan itu sendiri sangat luas diantaranya rock, hip-hop, dangdut. Yang kemudian kebanyak menciptakan komunitas pecinta salah satu jenis musik itu sendiri.

Istilah rock menurut Paul Hanson (Hard Rock Prolick, 1989) pertama kali dicetuskan oleh Wild More, pada tahun 1947 dengan menciptakan lagu berjudul “We’re Gonna Rock We’re Gonna Roll.” Kemudian pada tahun 1952, Allan ‘moodog’ Freed, seorang disk-jockey sebuah radio di Cleveland (Amerika) memandu paket acara yang khusus menampilkan lagu-lagunya Gene Vincent, Chuck Berry, dan Elvis Presley dengan memakai nama “Rock and Roll” untuk paket acara tersebut. Dari sinilah kemudian istilah rock banyak dikenal oleh masyarakat umum.

Kekuatan musik rock itu memang terletak pada tema liriknya yang memberontak nilai-nilai kemapaman, disamping bunyi musiknya yang keras. Kesan ini tidak hanya terlihat dari corak musik yang agresif, keras, bising, dan brutal, akan tetapi juga terlihat dari nama-nama grup yang dipakainya. Misalnya, beberapa na group rock dunia: Rolling Stones, Black Sabbath, Wasp, Scorpions, Morbid Angel, Slayer, Napalm Death, Abituary, Megadeth, dan sebagainya. Sementara di Indonesia, misalnya: Rawe Rontek (Banten), Rudal (Bandung), Rotor (Jakarta), Big Panzer (Surabaya), Jet Liar (Jakarta) dan lain-lain.


(35)

Fenomena, di atas masih ditambah lagi dengan penampilan musisinya yang berambut gondrong, acak-acakan, berbusana seenaknya, seperti preman jalanan. Tentu saja, hal ini juga mempengaruhi image masyarakat.

Keberadaan musik rock memang mendapat tempat khusus pada sebagian besar anak muda. Mereka ternyata tidak hanya gandrung dengan musiknya saja tetapi juga akrab dengan atribut lainnya seperti meniru gaya hidup musisi idolanya baik dari segi busana yang dipakainya atau kebiasaan yang sering dilakukannya. Bahkan kegandrungan ini sampai memasuki tahap fanatisme yang sempit. Misalnya dengan mengubah namanya dengan nama tambahan dari sang idola, contohnya agus "Cavalera" Maryanto, Rini "Kill sister" Haryati, atau Bejo "Snake sabo".

Musik Hip Hop

Dari banyak sumber mengenai asal mula musik hip hop, sebagian besar menyatakan bahwa aliran musik ini berkembang pada awal tahun 1970-an, dengan tokoh kunci salah satunya berasal dari geng yang dinamakan African Bambataa. Jenis musik ini dalam perkembangannya melibatrkan bentuk kreativitas seni lainnya seperti

rap, breakdance, graffiti, dan DJ (Disc Jockey). Serupa dengan perkembangan musik manapun, hip hop banyak mendapat pengaruh dari beragam budaya sehingga hip hop tidak lagi bisa dianggap sebagai black culture semata. Di sisi lain, hip hop dapat dipandang sebagai sebuah sub culture, bentuk keberkebudayaan yang dapat digunakan sebagai tanda perlawanan terhadap silentmajority (masyarakat yang diam) kebudayaan dalam masyarakat. Mengingat batasan geografis masyarakat dunia yang


(36)

semakin memudar, maka bisa dikatakan bahwa hip hop adalah sub kultur yang mengglobal.

Demikian pula halnya di Indonesia, pengaruh hip hop masih terasa mulai dari dikeluarkannya album Iwa K dan Denada hingga saat ini. Beberapa iklan media elektronik menggunakan beberapa bentuk budaya hip hop seperti iklan sepatu Loggo, Coffemix dan Gatsby.

Seringkali lirik lagu dalam hip hop dan rap bersifat misoginis (membenci perempuan). Hal ini sulit dibantah bila kita mendengarkan dengan seksama lagu-lagu hip hop yang dilantunkan baik oleh penyanyi luar negeri maupun dalam negeri.

Komunitas penggemar musik hip hop biasanya menyukai hal-hal yang berhubungan dengan tarian Breakdance, DJ (Disk Jockey) Grafiti. Remaja putrinya cenderung mengenakan dandanan ala hip-hop seperti sepatu boot, topi pet dan nating berbentuk lingkaran atau yang lebih dikenal dengan "Hoop earing", sementara remaja prianya mengenakan celana gombrong, sepatu bermerek nike, kalung besar dan potongan rambut plontos.

Pada musik dangdut, komunitas pecinta musik dangdut ini dapat kita amati seperti pada kasus Inul Daratista. Dimana kemunculannya langsung membagi masyarakat menjadi 2 bagian. Pada pihak yang menyukai Inul, mereka membentuk fans club Inul seperti Inulitas, FBI (fans berat Inul), open (organisasi pendukung Inul). Dimana kegiatan mereka kebanyakan adalah mengikuti perjalanan karir Inul. Sedangkan bagi pihak yang tidak menyukai Inul, mereka juga mengikuti perjalanan karir Inul yang selalu menunggu manakala Inul dinilai melakukan kesalahan.


(37)

Tidak seperti halnya musik untuk kalangan remaja dan dewasa, orang tua biasanya menyukai musik yang tenang. Bukan seperti musik rock yang hingar bingar, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa ada juga orang tua pada masa kini yang menyukai jenis musik rock. Untuk musik rang tua, penulis mengambil contoh musik keroncong. Musik keroncong berirama lembut, sesuai dengan kondisi ketenangan yang ingin didapat oleh pendengarnya.

Membahas sejarah musik keroncong akan membawa kita melihat bagaimana perpaduan dan budaya yang berbeda yaitu musik Portugis dan Indonesia khususnya etnis Jawa. Perpaduan itu telah menghasilkan suatu bentuk permainan musik yang khas. Ini hanya terjadi pada sejarah perjalanan kesenian (musik) Indonesia sehingga dapat dikategorikan bahwa keroncong adalah musik yang lahir dari kebudayaan Indonesia. Diawali dari kedatangan bangsa Portugis ke Indonesia sebagai pedagang. Bangsa Portugis disebut juga kaum Mardika (dari kata Sanskrit Mahardika ‘bebas’, ejaan Portugis Merdaqus ‘merdeka’). Mereka sebagian besar tinggal dan menetap di pelabuhan-pelabuhan yang disanggahi seperti di Batavia, Selat Malaka, dan di sana mereka mendirikan kampong sendiri seperti di Kampung Tugu dan hidup menurut kebiasaan yang dibawah dari tanah asalnya, misalnya seperti alat musik yang dibawa dari Portugis yang menjadi cikal bakal lahirnya musik keroncong.

Musik untuk bangsa adalah musik yang berfungsi sebagai identitas suatu negara. Misalnya lagu kebangsaan Indonesia Raya serta lagu-lagu yang bertema patriotik lainnya tentu membuat suatu perbedaan nyata antara satu negara dengan yang lain.


(38)

BAB IV

INUL DARATISTA, SEBUAH FENOMENA DALAM PERKEMBANGAN MUSIK DANGDUT INDONESIA

4.1 Pengertian Fenomena

Adapun beberapa pengertian fenomena adalah sebagai berikut: 1. Hal-hal yang dapat disaksikan oleh panca indera atau gejala-gejalanya.

2. Hal-hal yang dapat disaksikan oleh panca indera dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah, sesuatu yang luar biasa, fakta, kenyataan.

3. Sesuatu yang tampak atau dirasakan sebagai penyebab terjadinya sesuatu, gejala-gejala yang timbul, kejadian.

4. Penampakan realita dalam kesadaran manusia, suatu fakta dan gejala-gejala, peristiwa-peristiwa dapat serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kacamata ilmiah.

Jadi fenomena itu sendiri adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indera dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah. Sesuatu yang luar biasa, fakta dan kenyataan.

Letak kefenomenalan Inul menurut penulis adalah karena ia telah menciptakan perpecahan di masyarakat. Perpecahan di sini maksudnya bukanlah menjarah kepada hal-hal yang bersifat anarkis. Perpecahan di sini adalah karena sejak namanya mulai dikenal luas di masyarakat, seketika masyarakat terpecah menjadi 2 kubu, yaitu pihak yang pro kepada Inul dan pihak yang kontra kepada Inul. Pihak


(39)

yang pro kepada Inul tentunya adalah orang-orang yang sangat menyukai Inul dan mendukung semua aktifitasnya yang berkaitan dengan pertunjukan musik dangdut. Ada juga pihak yang kontra terhadap Inul adalah orang-orang yang menganggap bahwa Inul membawa pengaruh buruk bagi generasi bangsa.

Sebenarnya apa yang membuat masyarakat menjadi terpecah itu adalah karena aksi panggung yang dibawakan oleh Inul. Aksi panggungnya ini dikenal dengan nama "Goyang Ngebor". Goyang Ngebor di sini adalah saat Inul menggerakkan pinggulnya naik dan turun searah jarum jam dan sebaliknya dengan kecepatan yang berubah-ubah. Aksi panggungnya ini adalah hal-hal yang dapat disaksikan oleh panca indera. Selanjutnya hal-hal yang telah disaksikan oleh panca indera tersebut kemudian menciptakan gejala-gejala. Gejala-gejala di sini adalah pro dan kontra yang terjadi di masyarakat. Bukankah kehadiran Inul didalam perkembangan musik dangdut di Indonesia dapat dikategorikan sebagai hal yang luar biasa? Dan bukankah bila kita saksikan pertunjukan "Goyang Ngebor" nya di televise adalah hal yang luar biasa, yaitu bagaimana Inul dengan stamina yang tinggi dapat bernyanyi dan bergoyang seperti itu.

Awal Karir Inul Daratista

Inul Daratista adalah seorang penyanyi dangdut yang dikenal dengan gaya Goyang Ngebor. Inul lahir di Pasuruan Jawa Timur, 21 Januari 1979 dengan nama asli Ainur Rokhimah. Orang tua Inul bernama Abdullah Aman dan Rufia. Inul mulai menyukai musik sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Saat itu referensi nyanyian


(40)

Inul adalah lagu-lagu rock yang dibawakan oleh Achmad Albar dan Nicky Astria yang didengarnya lewat radio. Bakat seni Inul semakin terasa ketika ia duduk di bangku SMP, dengan tekun, ia berlatih menyanyi dan menari dibawah bimbingan Guru Kesenian. Hasilya ia sangat berprestasi di semua kegiatan kesenian.

Inul kemudian bergabung dengan kelompok band di dekat rumahnya. Kebanyakan lagu-lagu yang ia bawakan adalah lagu-lagu rock dan lagu-lagu yang sering diistilahkan "Top 40". Pada awalnya Inul tidak berminat sama sekali untuk membawakan lagu dangdut, namun ia tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran kelompok orkes Melayu di dekat rumahnya dikarenakan kelompok band tempat ia bergabung sebelumnya mulai jarang tampil. Mulailah Inul bermain bersama kelompok dangdut ini, menyanyi di kampong-kampung. Ia juga belajar membuat pertunjukan panggungnya seatraktif mungkin, yaitu dengan belajar goyang. Dengan modal goyang yang terus dipelajarinya itu, ia merebut hati penonton di kampong-kampung. Ia tampil dengan bayaran Rp. 3.500 dan kemudian meningkat menjadi Rp. 7.500 dan terus meningkat. Dan penghasilannya itu, ia turut membantu perekonomian keluarga yang hanya ditopang oleh ayahnya yang bekerja sebagai penjahit. Ia juga menabung agar dapat membeli cincin emas, namun karena Inul ingin tampil modis seperti penyanyi lain, cincin tersebut ia jual untuk membeli pakaian.

Awalnya ayah Inul tidak setuju dengan kegiatan manggungnya, karena Inul jadi sering bolos sekolah dan pulang larut malam. Namun Inul dapat membuktikannya kerja keras dan mendapat dukungan dari seluruh anggota keluarganya.


(41)

Inul mulai dikenal luas masyarakat Indonesia pada awal tahun 2003. tanpa ia ketahui, aksi panggunya diabadikan dalam sebuah rekaman video. Video ini lantas diperbanyak dan diedarkan dalam bentuk VCD ke berbagai pelosok daerah. Gaya menari Inul dijuluki ngebor. Goyangnya inilah yang membuatnya berbeda dengan penyanyi dangdut lainnya dan membuatnya semakin terkenal. Goyangnya, yang selanjutnya dikenal dengan "Goyang Ngebor" juga menuai pujian dan kritikan dari berbagai elemen masyarakat.

Pro dan Kontra yang Terjadi Karena Pertunjukan Panggung Inul Daratista Kehadiran Inul Daratista pada perkembangan musik dangdut Indonesia ibarat angina segar atau setidaknya pemberi inspirasi baru bagi masyarakat yang mungkin telah jemu dengan pertunjukan serta penyanyi dangdut yang itu-itu saja. Sejak awal kemunculannya, Inul telah menjadi perbincangan hangat di berbagai elemen masyarakat. Mulai dari buruh kasar sampai pegawai kantoran. Anak kecil sampai tenaga pendidik profesional. Dari pelosok perkampungan di Jawa Timur sampai Istana Negara di Jakarta. Dari daerah sampai ke luar negeri. Masyarakat terbagi menjadi dua bagian, yang mendukung serta mencekal Inul. "Goyang Ngebor", inilah yang menjadiu penyebabnya. Seperti yang telah dijelaskan penulis sebelumnya, ngebor adalah gerakan saat Inul menggoyangkan pinggulnya naik dan turun searah jarum jam dan sebaliknya dengan kecepan yang berubah-ubah. Menurut pihak-pihak yang kontra terhadap Inul, goyangnya ini dianggap terlalu vulgar. Inul dianggap telah melakukan pornoaksi di setiap pertunjukannya. Benarkah demikian? Untuk


(42)

menyimpulkan apa sebenarnya makna pornografi itu, marilah kita membaca beberapa pengertian pornoaksi di bawah ini yaitu:

1. Menciptakan fantasi pembaca atau penonton ke daerah-daerah seputar kelamin. Fantasi itu kemudian membakar birahi. Makin lama (seseorang) terekspos pada materi porno, besar kemungkinan makin intens rangsangan seksual yang ditimbulkannya.

2. Segala karya manusia berupa cerita, gambar, film, tarian ataupun lagu yang diciptakan dengan maksud membakar nafsu birahi orang lain, sehingga merangang syahwat serta dapat menimbulkan pikiran-pikiran jorok di benaknya. 3. Kegiatan kreatif yang tidak mengandung nilai sastrawi maupun artistik selain

untuk merangsang birahi seksual.

4. Bahan-bahan yang kandungan seksual eksplisit yang menarik bagi minat rendahan, menyinggung perasaan dan tidak mempunyai nilai artistik, politik maupun keilmiahan yang serius.

5. Materi yang menggabungkan seks dan/atau eksposur alat kelamin dengan cara menyalahgunakan dan merendahkannya dalam sikap seolah mendukung, mengizinkan maupun mendorong perilaku demikian.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kata porno itu sendiri harus memenuhi unsur fungsi dan isi. Fungsinya ialah untuk membangkitkan birahi khalayak, sedangkan isinya berupa penggambaran yang sejelas-jelasnya segala sesuatu mengenai seks.


(43)

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, apakah benar bahwa Inul Daratista telah melakukan pornoaksi dalam setiap pertunjukannya? Kontra terhadap Inul ini semakin diperparah dengan semakin banyaknya penyanyi-penyanyi dangdut baru yang membawakan gaya pertunjukan seperti Inul. Seperti Annisa Bahar, Uut Permatasari dan Dewi Persik. Annisa Bahar terkenal dengan Goyang Patah-patah. Kemunculannya sebenarnya hampir bersamaan dengan Inul, hanya saja Inul sudah terkenal lebih dulu. Kemudian ada Uut Permatasari, Uut yang bernama asli Utami Suryaningsih adalah penyanyi dangdut yang terkenal akan goyang ngecor yaitu bergoyang dengan mengangkat satu kaki sambi berputar seperti hendak menancapkan kaki ke tanah.

Dewi Persik terkenal akan goyang Gergaji yaitu gerakan pinggul berputar naik dan turun sambil tangganya seperti sedang menggergaji. Ketiganya memiliki persamaan pada konsep tarian, dimana tarian yang mereka bawakan adalah goyang pinggul, sama juga halnya dengan Inul. Persamaan lainnya adalah seperti pada Inul, mereka juga mengalami pencekalan kaerna pertunjukannya dianggap terlalu erotis.

Dari berbagai kalangan yang kontra kepada Inul, kritikan yang paling pedas berasal dari kalangan musisi dangdut senior yaitu Rhoma Irama. Rhoma Irama yang dijuluki "Raja Dangdut" dan juga Ketua Umum Persatuan Atis Musik Melayu Indonesia (PAMMI) mengeluarkan pernyataan yang melarang Inul dan "Inul-Inul" lainnya bergoyang eroti di televise, juga mengharamkan Inul, Annisa Bahar dan penyanyi yang menggunakan joget sejenisnya membawakan lagu-lagu ciptaannya. Menurut Rhoma, ia marah terhadap Inul karena goyang Inul yang dianggap erotis


(44)

tersebut dapat membahayakan moral bangsa. Lebih lanjut Rhoma juga mengatakan bahwa goyang Inul dan penyanyi lain yang sejenis memancing nafsu birahi dan menjadi salah satu penyebab semakin merosotnya moral bangsa.

KH. Zainuddin MZ yang dijuluki "Kyai Sejuta Umat" juga menyatakan penolakannya atas Inul. Menurut wajar bila Rhoma Irama menegur Inul, karena Inul juga termasuk anggota PAMMI agar Inul dapat berkreasi lebih positif dan bukan semata-mata untuk membatasi kreatifitas Inul. Zainuddin MZ juga bejanji bahwa dalam setiap kesemaptan ceramahnya akan terus menyuarakan penolakannya terhadap goyang-goyang erotis di televisi. Camelia Malik, musisi dangdut senior juga mengatakan agar Inul tidak membuat citra dangdut menjadi terpuruk dan menjad musik pinggiran yang memancing selerah rendah penggemarnya. Camelia berharap Inul dan yang lainnya dapat membawakan dangdut dengan goyangan yang manis.

Walaupun ada banyak pihak yang tidak menyukai Inul, ada banyak pihak juga yang menyatakan pembelaan terhadap Inul. Reaksi keras diperlihatkan oleh para pengacara yang tergabung dalam Tim Advokat Peduli Beban Rakyat (TAPBR). Tim dengan coordinator Hotman Paris Hutapea, SH. ini secara terbuka mengecam cara Rhoma menghentikan langkah Inul. Karena itu, pada Rabu 30 April 2003, tim ini melayangkan somasi pada semua stasiun televise supaya tidak mengambil langkah stop menampilkan Inul di berbagai program unggulan mereka, terutama acara musik dangdut. KH. Abdurrahman Wahid yang lebih dikenal dengan Gus Dur juga ikut memberikan pernyataan. Menurut Gus Dur, Rhoma Irama terlampau berlebihan dan tindakan itu sama saja dengan memasung kreativitas Inul. Selanjutnya masih ada


(45)

banyak pihak seperti aktivis perempuan dan berbagai elemen masyarakat yang banyak diantaranya membentuk kelompok Fans Inul, yang semuanya memiliki pendapat yang sama bahwa apa yang dilakukan Inul didalam setiap pertunjukannya bukanlah sepenuhnya menampilkan erotisme semata, tetapi juga sebagai bentuk kreativitas pribadi untuk memenuhi minat masyarakat akan tontonan yang menarik.

Menurut pengamatan penulis, sebenarnya pihak-pihak yang tidak setuju dengan goyang Inul inilah yang mempunyai peran paling besar dalam mempopulerkan Inul. Komentar mereka membuat sebagian orang penasaran untuk melihat bagaimana sebenarnya goyang yang menghebohkan itu. Kalau hanya dari fans dan penggemar saja, mungkin Inul hanya laris di seputar Jawa Timur. Tetapi karena ia dipopulerkan oleh orang-orang yang bisa dikatakan musuh-musuhnya menjadikan Inul top di tingkat Nasional.

Respon dan Peran Media Terhadap Kasus Inul

Pemberitaan mengenai Inul, dengan mudah kita lihat di berbagai media massa dan media cetak. Di televise, ada berbagai acara dengan Inul sebagai materi tontonan utama, misalnya "TRANS TV" menggelar paket acara "Rindu Inul", "SCTV" dengan paket acara "Sang Bintang" dan "Duel Maut", "TPI" dengan paket acara "Pasar Rakyat". Peristiwa lain yang kita saksikan di televisi adalah saat Inul berjoget bersama Taufik Kiemas dalam acara "Waroeng Toejoeh" di TV 7" ternyata Taufik Kemas "Bapak Negara" Indonesia, tidak hanya berjoget namun juga memeluk ketat Inul. Peristiwa ini malah semakin mempopulerkan Inul. Para pelaku bisnis


(46)

pertunjukan serta media massa dan cetak melihat bahwa berbagai kasus seperti Inul ini dapat membawa keuntungan bagi mereka. Dalam bisnis pertunjukan, Inul dipakai sebagai tokoh utama pengisi acara sedangkan media massa dan cetak secara terus-menerus mengabarkan berita tentang Inul. Media massa dan cetak mengangkat permasalahan pro dan kontra Inul. Pihak media massa dan cetak melihat bahwa walaupun ada begitu banyak pihak yang menentang Inul, namun ada banyak pihak juga yang mendukungnya dan melalui berbagai perseteruan ini minat masyarakat untuk menyaksikan Inul di media massa dan mencari tulisan seperti Inul di media cetak tentunya dapat mendatangkan keuntugan yang sangat besar.


(47)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Perkembangan musik dangdut di nusantara telah melahirkan dua golongan dalam masyarakat, pertama adalah masyarakat yang merasa senang karena dangdut telah mempunyai tempat tersendiri di masyarakat. Dangdut bisa didengar dari warung-warung kecil sampai-sampai hote-hotel bertaraf internasional. Artis-artis kenamaan dalam negeri pun berlomba untuk berkreasi dengan lagu dangdut.

Sekarang hampir semua stasiun TV menanyakan program acara musik dangdut. Sedangkan masyarakat yang tidak senang adalah masyarakat yang menganggap bahwa kemajuan musik dangdut membawa perubahan yang kurang baik. Mereka abukan bersikuku bahwa itu adalah musik pinggiran, tetapi lebih mempersoalkan cara berpakaian dan bergoyang para penyanyinya. Memang masih banyak yang berpakaian sopan namun masih lebih banyak lagi yang menonjolkan bagian tubuh. Hal ini mungkin dimaksud untuk menarik perhatian dan mendingkrak popularitas penyanyi. Masyarakat yang tidak setuju merasa bahwa ini merusak citra bangsa Indonesia.

Hanya kita yang bisa memutuskan termasuk digolongan manakah kita. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menyikapi kemajuan tersebut. Karena kemajuan selalu memiliki sisi baik dan buruk.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Titon, Jeff Todd

1984 Worlds of Music, An Introduction to The Music of The world’s People. New York: Schirmer Books

Takari, Muhammad

2001 “Akulturasi Kebudayaan Musikal Dalam Seni

Pertunjukan Dangdut” dalam Selonding Jurnal Etnomusikologi Indonesia. Volume 1-2001.

Purba, Mauly

2005 Musik Populer. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara.

Ihromi, T.O

1981 Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Gramedia. Prasetya, Ekal

2003 “Dan Inul pun Berurai Air Mata” dalam Majalah

Wanita Swara Cantika (Hal. 14). Jakarta: PT Kartini

Nusantara Prima. Helen, Sari

2003 “Tokoh Perempuan Bicara Tentang Goyang Inul”

dalam Kartini (Hal. 12). Jakarta: PT Kartini Cipta

Lestari. Martin

2003 Kamus Oxford Learner’s. New York: Oxford

University Press. Wahyudi, J.B.

1986 Media Komunikasi Massa Televisi. Bandung: Alumni. Keraf, Groys

1986 Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Susanto, Astrid S


(49)

Yudianto

2001 Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: M2S.

Martinus, Surawan

2001 Kamus Kata Serapan. Jakarta: PT Gramedia Arief, Darso

2003 “Goyang Inul, Semua Prihatin” dalam Majalah Amanah. Jakarta: Damandiri.

Hendri

2003 “Goyang Inul, Dicerca Tapi Disukai” dalam Majalah Berita Dor. Medan: Yayasan Usman Siregar.

Kadir, Wan Abdul

1988 Budaya Populer dalam Masyarakat Melayu Bandaran.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Gourlay, K.A. Perumusan Kembali Peran Etnomusikologi di Dalam Penelitian.

Raskami

2003 “Ada Apa dengan Goyang Ngebor Inul?” dalam

Majalah Berita Pro Kontra. Medan: CV Keluarga.

Irawati, Ratna

1992 Musik Jazz dan Dangdut dalam Analisis Stratifikasi Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Handayanie, Rinie

2004 Kajian Wacana Hip Hop dan Remaja Putri Indonesia.

Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Gombloh, Joko Musik Rock Sumber Brutalitas?

Dorothea

2002 Exploring The World Music. Iowa: Hunt Publishing Company.

Nabonenar, Bonari


(50)

Bungin, Burhan

2003 Pornomedia. Jakarta: Prenada Media. Ida, Rachmah

2005 Tubuh Perempuan dalam Goyang Dangdut. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.


(1)

banyak pihak seperti aktivis perempuan dan berbagai elemen masyarakat yang banyak diantaranya membentuk kelompok Fans Inul, yang semuanya memiliki pendapat yang sama bahwa apa yang dilakukan Inul didalam setiap pertunjukannya bukanlah sepenuhnya menampilkan erotisme semata, tetapi juga sebagai bentuk kreativitas pribadi untuk memenuhi minat masyarakat akan tontonan yang menarik.

Menurut pengamatan penulis, sebenarnya pihak-pihak yang tidak setuju dengan goyang Inul inilah yang mempunyai peran paling besar dalam mempopulerkan Inul. Komentar mereka membuat sebagian orang penasaran untuk melihat bagaimana sebenarnya goyang yang menghebohkan itu. Kalau hanya dari fans dan penggemar saja, mungkin Inul hanya laris di seputar Jawa Timur. Tetapi karena ia dipopulerkan oleh orang-orang yang bisa dikatakan musuh-musuhnya menjadikan Inul top di tingkat Nasional.

Respon dan Peran Media Terhadap Kasus Inul

Pemberitaan mengenai Inul, dengan mudah kita lihat di berbagai media massa dan media cetak. Di televise, ada berbagai acara dengan Inul sebagai materi tontonan utama, misalnya "TRANS TV" menggelar paket acara "Rindu Inul", "SCTV" dengan paket acara "Sang Bintang" dan "Duel Maut", "TPI" dengan paket acara "Pasar Rakyat". Peristiwa lain yang kita saksikan di televisi adalah saat Inul berjoget bersama Taufik Kiemas dalam acara "Waroeng Toejoeh" di TV 7" ternyata Taufik Kemas "Bapak Negara" Indonesia, tidak hanya berjoget namun juga memeluk ketat Inul. Peristiwa ini malah semakin mempopulerkan Inul. Para pelaku bisnis


(2)

pertunjukan serta media massa dan cetak melihat bahwa berbagai kasus seperti Inul ini dapat membawa keuntungan bagi mereka. Dalam bisnis pertunjukan, Inul dipakai sebagai tokoh utama pengisi acara sedangkan media massa dan cetak secara terus-menerus mengabarkan berita tentang Inul. Media massa dan cetak mengangkat permasalahan pro dan kontra Inul. Pihak media massa dan cetak melihat bahwa walaupun ada begitu banyak pihak yang menentang Inul, namun ada banyak pihak juga yang mendukungnya dan melalui berbagai perseteruan ini minat masyarakat untuk menyaksikan Inul di media massa dan mencari tulisan seperti Inul di media cetak tentunya dapat mendatangkan keuntugan yang sangat besar.


(3)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Perkembangan musik dangdut di nusantara telah melahirkan dua golongan dalam masyarakat, pertama adalah masyarakat yang merasa senang karena dangdut telah mempunyai tempat tersendiri di masyarakat. Dangdut bisa didengar dari warung-warung kecil sampai-sampai hote-hotel bertaraf internasional. Artis-artis kenamaan dalam negeri pun berlomba untuk berkreasi dengan lagu dangdut.

Sekarang hampir semua stasiun TV menanyakan program acara musik dangdut. Sedangkan masyarakat yang tidak senang adalah masyarakat yang menganggap bahwa kemajuan musik dangdut membawa perubahan yang kurang baik. Mereka abukan bersikuku bahwa itu adalah musik pinggiran, tetapi lebih mempersoalkan cara berpakaian dan bergoyang para penyanyinya. Memang masih banyak yang berpakaian sopan namun masih lebih banyak lagi yang menonjolkan bagian tubuh. Hal ini mungkin dimaksud untuk menarik perhatian dan mendingkrak popularitas penyanyi. Masyarakat yang tidak setuju merasa bahwa ini merusak citra bangsa Indonesia.

Hanya kita yang bisa memutuskan termasuk digolongan manakah kita. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menyikapi kemajuan tersebut. Karena kemajuan selalu memiliki sisi baik dan buruk.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Titon, Jeff Todd

1984 Worlds of Music, An Introduction to The Music of The world’s People. New York: Schirmer Books

Takari, Muhammad

2001 “Akulturasi Kebudayaan Musikal Dalam Seni

Pertunjukan Dangdut” dalam Selonding Jurnal Etnomusikologi Indonesia. Volume 1-2001.

Purba, Mauly

2005 Musik Populer. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara.

Ihromi, T.O

1981 Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Gramedia. Prasetya, Ekal

2003 “Dan Inul pun Berurai Air Mata” dalam Majalah Wanita Swara Cantika (Hal. 14). Jakarta: PT Kartini Nusantara Prima.

Helen, Sari

2003 “Tokoh Perempuan Bicara Tentang Goyang Inul” dalam Kartini (Hal. 12). Jakarta: PT Kartini Cipta Lestari.

Martin

2003 Kamus Oxford Learner’s. New York: Oxford

University Press. Wahyudi, J.B.

1986 Media Komunikasi Massa Televisi. Bandung: Alumni. Keraf, Groys

1986 Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Susanto, Astrid S


(5)

Yudianto

2001 Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: M2S.

Martinus, Surawan

2001 Kamus Kata Serapan. Jakarta: PT Gramedia Arief, Darso

2003 “Goyang Inul, Semua Prihatin” dalam Majalah

Amanah. Jakarta: Damandiri. Hendri

2003 “Goyang Inul, Dicerca Tapi Disukai” dalam Majalah Berita Dor. Medan: Yayasan Usman Siregar.

Kadir, Wan Abdul

1988 Budaya Populer dalam Masyarakat Melayu Bandaran. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Gourlay, K.A. Perumusan Kembali Peran Etnomusikologi di Dalam Penelitian.

Raskami

2003 “Ada Apa dengan Goyang Ngebor Inul?” dalam Majalah Berita Pro Kontra. Medan: CV Keluarga. Irawati, Ratna

1992 Musik Jazz dan Dangdut dalam Analisis Stratifikasi Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Handayanie, Rinie

2004 Kajian Wacana Hip Hop dan Remaja Putri Indonesia. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Gombloh, Joko Musik Rock Sumber Brutalitas? Dorothea

2002 Exploring The World Music. Iowa: Hunt Publishing Company.

Nabonenar, Bonari


(6)

Bungin, Burhan

2003 Pornomedia. Jakarta: Prenada Media. Ida, Rachmah

2005 Tubuh Perempuan dalam Goyang Dangdut. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.