Penguasaan Konsep dan Hasil Belajar Kalkulus Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika dengan Pembelajaran Kontekstualmelalui Pemecahan Masalah

Burhanuddin AG

Penguasaan Konsep dan Hasil Belajar Kalkulus Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Fisika dengan Pembelajaran Kontekstualmelalui
Pemecahan Masalah
Burhanuddin AG1
1 Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Serambi Mekkah
Abstrak
Penelitian ini bertujuan meningkatkan penguasaan konsep dan hasil belajar,
aktivitas belajar, serta persepsi mahasiswa tentang keterkaitan matakuliah Kalkulus
dengan program studi Pendidikan Fisika melalui pembelajaran kontekstual dengan
pendekatan pemecahan masalah. Subjek penelitian adalah 30 orang mahasiswa semester
I Jurusan Pendidikan Fisika tahun akademik 2009/2010. Data dikumpulkan melalui
angket dan tes hasil belajar, dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kontekstual dengan
pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran Kalkulus dapat meningkatkan
penguasaan konsep, hasil belajar, aktivitas belajar, dan persepsi mahasiswa tentang
keterkaitan matakuliah Kalkulus pada program studi Fisika.
Kata kunci: penguasaan konsep, kalkulus, pembelajaran kontekstual, pemecahan
masalah
Pendahuluan

Matakuliah Kalkulus merupakan mata kuliah program bersama dalam kurikulum
pendidkan MIPA S1 yang wajib diambil oleh semua mahasiswa dari semua program
studi, yaitu program studi pendidikan Fisika, Kimia, Matematika, dan Fisika. Program
ini merupakan pengetahuan dasar yang membentuk kesatuan dalam keempat program
studi pendidikan MIPA di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Serambi Mekkah.
Program bersama ini merupakan pembinaan landasan berpikir yang sama dan
mengembangkan wawasan yang luas tentang rumpun ilmu MIPA yang digolongkan
sebagai ilmu pasti. Landasan berpikir yang sama dan wawasan berfikir yang luas di
kalangan mahasiswa akan menjadikan mereka sebagai calon guru ilmu pasti yang
mampu berkomunikasi dengan lancar serta benar sesamanya. Di samping itu, mereka
dapat mengaitkan konsep antar materi bidang ilmu MIPA.
Selanjutnya, program bersama ini juga berfungsi sebagai wahana bagi
pengembangan sikap-mental ilmiah dan pembinaan pengembangan pola belajar serta
11

Burhanuddin AG

pendekatan pembelajaran di perguruan tinggi. Selain itu, untuk menghadapi tantangan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terutama teknologi informasi yang

perkembangannya sangat pesat sekarang ini, sehingga dituntut sumberdaya manusia
yang handal dan mampu berkompetisi secara global. Dalam hal ini, diperlukan
keterampilan yang tinggi dengan melibatkan pemikiran yang logis, sistematis, kritis,
kreatif, dan inovatif yang di dukung oleh kemauan bekerjasama secara efektif. Cara
berpikir seperti ini dapat dibina dan dikembangkan melalui pendidikan MIPA yang
tepat guna dan bermakna.
Kalkulus adalah matakuliah program bersama dalam bidang MIPA yang berarti
wajib diikuti oleh semua mahasiswa S1 dari semua program studi pendidikan MIPA,
termasuk program studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di
Universitas Serambi Mekkah. Meskipun Fisika pada hakikatnya banyak mempelajari
gerak dan gaya, namun pengetahuan dasar ketiga disiplin ilmu yaitu Matematika,
Kimia, dan Fisika perlu dimiliki secara memadai oleh mahasiswa agar mereka dapat
memahami Fisika dengan baik dan benar. Perkembangan Fisika banyak didukung oleh
kemajuan di bidang Matematika. Hasil pengamatan yang lebih mendalam hingga taraf
substansi yang dimungkinkan dengan kemajuan Kalkulus. Selanjutnya, pengetahuan
tentang susunan Kalkulus dari substansi turunan dan integral memberikan orientasi yang
berdimensi vektor kepada penalaran Fisika. Meningkatnya peranan ilmu Kalkulus
sebagai ilmu pendukung menyebabkan bertambahnya kadar Kalkulus yang diperlukan
untuk memahami dengan lebih baik maknanya bagi Fisika.
Kalkulus sangat dibutuhkan oleh bidang sains dengan tujuan untuk

meningkatkan kemampuan daya prediksi ilmu tersebut dan merupakan sesuatu yang
imperatif karena merupakan sarana untuk meningkatkan penalaran lebih tinggi yang
bersifat deduktif. Selain itu, Kalkulus terkenal pula dengan susunan materinya yang
sangat herarkis dan sistematis sifatnya serta menghasilkan bahasa yang terstruktur dan
efisien yang dibutuhkan oleh Ilmu Pengetahuan Alam (Sains). Sisi kemampuan analisis
kuantitatif terhadap masalah yang berkaitan dengan pengajaran MIPA, permodelan
matematis dalam taraf sederhana dengan menerapkan pemahaman dari berbagai konsep
dan prinsip dalam IPA merupakan hal mutlak yang perlu dikuasai Kalkulus. Karena
tanpa Kalkulus pengetahuan akan berhenti pada tahap kualitatif.
Kenyataan menunjukkan bahwa secara umum matakuliah Kalkulus tidak
disenangi oleh mahasiswa jurusan Pendidikan Fisika. Hal ini dianggap dapat
memperendah Indek Prestasi Kumulatif (IPK) karena dirasakan sulit untuk
memahaminya dan menghambat waktu penyelesaian masa studi. Hal ini dapat dilihat
dari hasil belajar matakuliah Kalkulus yang kurang memuaskan. Dalam dua tahun
12

Burhanuddin AG

terakhir ini hasil belajar Kalkulus di Program Studi Pendidikan Fisika FKIP USM dapat
dirinci sebagai berikut.


Tahun
Akadem
ik

Persentase Perolehan Nilai
Mahasiswa Pendidikan
Fisika
A

B

C

D

E

2007/20
08


7,2

8,6

55,
4

23,
1

5,7

2008/20
09

6,2

9,7


60,
1

17,
4

6,5

Hasil wawancara dengan dosen-dosen program studi pendidikan Fisika dan
jawaban angket dari mahasiswa yang telah menempuh matakuliah kalkulus dapat
diidentifikasikan beberapa penyebab rendahnya hasil belajar kalkulus antara lain: (1)
Mahasiswa umumnya kurang menguasai materi prasyarat kalkulus yang pernah
dipelajari di Sekolah Menengah Atas (SMA), (2) Cara belajarnya masih seperti belajar
di SMA, yaitu terfokus pada penyelesaian soal-soal tanpa ada penguasaan konsep
Kalkulus dengan baik, (3) Mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam mempelajari
materi dari Kalkulus, (4) Strategi pembelajaran cenderung menggunakan pendekantan
konvensional (ekspositori) dengan cara memberikan informasi, memberikan contoh
soal, dan latihan soal pekerjaan rumah, (5) Soal-soal berbentuk pemecahan masalah
yang berkaitan dengan bidang studi Fisika masih kurang.
Pembelajaran Kalkulus pada program studi pendidikan Fisika yang belum

memberikan hasil optimal perlu mendapatkan perhatian kita bersama. Namun, yang
sangat penting mencarikan solusi berupa strategi pembelajaran yang lebih
memberdayakan mahasiswa, sehingga mahasiswa belajar Kalkulus tidak terkesan
menghafal fakta-fakta, tetapi terdorong untuk belajar sebagai kebutuhan. Untuk itu,
pada kesempatan ini kita kaji penerapan strategi pembelajaran kontekstual yang berasal
dari bahasa aslinya Contextual Teaching and Learning (CTL) melalui pendekatan
pemecahan masalah pada pembelajaran Kalkulus.

13

Burhanuddin AG

Pembelajaran kontektual dapat berperan penting dalam mengatasi masalahmasalah pembelajaran saat ini. Lebih jauh Ratumanan (Mertasari, 2005) mengakatakan
bahwa pembelajaran kontektual memiliki dua peranan penting yakni sebagai filosofi
pendidikan dan sebagai strategi pendidikan. Sebagai filososfi, pembelajaran kontektual
diasumsikan bahwa peranan pendidik adalah membantu mahasiswa menemukan makna
dalam pendidikan dengan cara menghubungkan antara apa yang mereka pelajari di
perkuliahan dengan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan nyata. Ini
berarti membantu mahasiswa untuk memahami bahwa apa yang mereka pelajari adalah
penting. Di sisi lain, sebagai strategi, pembelajaran kontektual memadukan tehniktehnik belajar yang dapat membantu mahasiswa menjadi lebih aktif sebagai pebelajar

dan reflektif terhadap pengalamannya.
Pembelajaran kontekstual lebih banyak memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk meningkatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan yang dimulikinya dalam berbagai kegiatan di perkuliahan maupun di luar
perkuliahan dalam upaya memecahkan permasalahan simulasi atau permasalahan riil.
Pembelajaran kontekstual menekankan pada berpikir tingkat tinggi dan transfer
pengetahuan dengan mengumpulkan, menganalisis, dan mensitesiskan informasi dari
berbagai sudut pandang.
Sebagai sistem dalam proses pendidikan, pembelajaran kontektual dapat
membantu mahasiswa melihat manfaat akademis materi matakuliah yang dipelajari
dalam konteks kehidupan sehari-hari, baik kehidupan pribadi, maupun kehidupan
sosial-budaya. Dengan cara memaknai keterkaitan, melakukan kegiatan bermakna,
belajar teratur, kolaborasi, berpikir kritis dan kreatif, nurturing individu, mencapai
standar tinggi dan menggunakan tugas-tugas yang otentik (Johnson, 2002).
Pembelajaran kontektual melibatkan tujuh komponen, yaitu konstruktivisme,
bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan, dan penilaian sebenarnya
(Depdiknas, 2002). Ratumanan (dalam Mertasari, 2005) menyatakan bahwa banyak
penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa mengalami kesulitan dalam melakukan
pemecahan masalah, kesulitan pula dalam menerapkan pengetahuannya dalam
mengatasi masalah dalam kehidupannya. Selanjutnya, bahkan tidak dapat melihat

keterkaitan materi pelajaran dengan dunia riil, untuk itu pembelajaran kontektual
merupakan alternatif pemecahannya. Nurhadi (2002) menambahkan bahwa
pembelajaran merupakan konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata mahasiswa. Selain itu, dapat
mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan sebagai keluarga dan masyarakat. Dengan konsep
14

Burhanuddin AG

tersebut, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi mahasiswa, proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan mahasiswa bekerja dan
menjalaninya, bukan transfer pengetahuan dari dosen ke mahasiswa.
Pembelajaran kontektual menuntut mahasiswa belajar dengan menjalani
(memahami) bukan menghafal, sehingga mampu mengkonstruksikan sendiri
pengetahuan di benaknya. Mahasiswa dibiasakan memecahkan masalah, sehingga tahu
untuk apa belajar dan bagaimana menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya. Sutawijaya (1998) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan
sentralnya tujuan belajar matematika yang sering terabaikan. Jadi, bukan metode
hafalan yang diutamakan, meskipun hafalan itu perlu dalam belajar matematika.

Pembelajaran statistik berdasarkan masalah dapat meningkatkan pemahaman konsep
dan hasil belajar (Astawa, 2003). Sedangkan, implementasi strategi pengajuan masalah
dapat memperbaiki kesalahan konsep matematika siswa (Suharta, 1999).
Pemecahan masalah merupakan suatu strategi pembelajaran dari kurikulum
matematika yang sangat penting dalam proses pembelajaran mahasiswa. Menurut
Suherman (2003) hal ini, dimungkinkan untuk memperoleh pengalaman menggunakan
pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki mahasiswa untuk diterapkan pada
pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Kemampuan Kalkulus yang
mengutamakan penerapan aturan pada masalah, penemuan pola, penggeneralisasian,
komunikasi Kalkulus, dan lain-lain dapat dikembangkan secara baik melalui pemecahan
masalah. Polya (dalam Jonassen, 1996) menganjurkan empat langkah dalam pemecahan
masalah, yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3)
menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil
yang diperoleh. Keempat langkah terebut dapat melatih penemuan pola, merumuskan
pemodelan dengan Kalkulus, pembuktian kebenaran dan komunikasi Kalkulus.
Meskipun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan
pemecahan masalah dalam proses pembelajaran Kalkulus belum terlaksana secara
maksimal. Hasil survei, antara lain menemukan bahwa pelaksanaan pemecahan masalah
pada Kalkulus masih dianggap sebagai bagian yang tersulit baik bagi mahasiswa dalam
mempelajarinya maupun bagi dosen dalam mengajarkannya (Suryadi, 1999). Artinya,

keterkaitan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari sangat penting.
Apabila materi Kalkulus diusahakan menyentuh pengalaman mahasiswa, perkembangan
kognitifnya, serta bidang yang diminatinya, maka hasil belajarnya melalui pendekatan
pemecahan masalah akan lebih baik.

15

Burhanuddin AG

Berdasarkan uraian di atas, baik teori maupun hasil peneltian yang terkait
dengan strategi pembelajaran kontekstual mengindikasikan bahwa penerapan strategi
pembelajaran kontekstual melalui pendekatan pemecahan masalah pada pembelajaran
Kalkulus dapat memberi pengalaman kepada mahasiswa untuk mengkonstruksikan
pengetahuan sendiri. Untuk itu, pembelajaran Kalkulus diharapkan dapat meningkatkan
penguasaan konsep, hasil belajar, aktivitas belajar, dan persepsi mahasiswa terhadap
keterkaitan matakuliah Kalkulus dengan matakuliah inti bidang studi Fisika.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan
melibatkan mahasiswa jurusan Pendidikan Fisika semester I tahun perkuliahan
2009/2010 sebagai subjek penelitian. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan
refleksi awal berdasarkan informasi yang diperoleh dari dokumen tertulis serta hasil
wawancara dengan mahasiswa dan dosen pengajar kalkulus. Hasil refleksi awal
digunakan sebagai pedoman pelaksanaan siklus pertama yang terdiri dari tiga tahap,
yaitu persiapan, pelaksanaan tindakan, dan refleksi akhir. Selama persiapan dibuat
rencana pembelajaran dan instrumen penelitian berupa angket, lembar observasi, dan
soal tes hasil belajar. Rencana pembelajaran yang telah disusun akan dilaksanakan
dalam tahap pelaksanaan tindakan. Setelah itu, hasilnya dievaluasi dengan instrumen
yang sudah dikembangkan.
Hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai pedoman pelaksanaan siklus kedua
yang juga terdiri dari tiga tahap seperti sikulus pertama. Setelah sikulus kedua selesai,
jika masih diperlu tindakan akan dilakukan tindakan berikutnya. Selesainya pelaksanaan
tindakan setiap siklus, hasil evaluasi pada masing-masing siklus dianalisis
menggunakan statistik deskriptif.
Rencana pembelajaran disusun berdasarkan relevansi dengan pemberlakuan
strategi pembelajaran kontruktivis melalui pendekatan pemecahan masalah. Materi
pembelajaran dirancang serelevan mungkin dengan konteks kehidupan mahasiswa
sehari-hari, sehingga mampu mengakomodasi pengalaman mahasiswa. Selama
berlangsungnya pelaksanaan tindakan, dikondisikan agar mahasiswa mampu
mengkonstruksi sendiri hubungan antar konsep. Kondisi tersebut diadakan melalui
pertanyaan, pengarahan atau pemberian kata kunci.
Instrumen penelitian berupa angket dan tes hasil belajar yang disusun berdasarkan
indikator masing-masing variabel yang diukur. Indikator kebenaran konsep adalah
ketepatan mahasiswa memilih konsep untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan
soal. Apabila mamahsiswa menyelesaikan persoalan dengan menerapkan konsep yang
16

Burhanuddin AG

tepat dan jawabannya benar, maka ditetapkan bahwa ia menjawab dengan konsep yang
benar. Evaluasi ini terbatas hanya pada ranah kognitif. Kriteria peningkatan penguasaan
konsep ditinjau dari perubahan prosesntase jawaban mahasiswa dengan konsep yang
benar dari satu siklus ke siklus selanjutnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual dengan
pendekatan pemecahan masalah pada matakuliah Kalkulus di Jurusan Pendidikan Fisika
FKIP USM dapat meningkatkan penguasaan konsep Kalkulus. Hal ini ternyata dari
banyak mahasiswa yang menjawab permasalahan konsep Kalkulus dengan benar terus
meningkat dari awal sampai pelaksanaan siklus kedua. Awalnya, hanya 25% mahasiswa
menjawab permasalahan konsep Kalkulus dengan benar. Setelah itu, pada siklus
pertama mahasiswa yang menjawab permasalahan konsep Kalkulus dengan benar
meningkat menjadi 55%. Siklus kedua mahasiswa yang menjawab permasalahan konsep
Kalkulus dengan benar meningkat lagi menjadi 67%.
Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan pemecahan masalah pada
matakuliah Kalkulus di Jurusan Pendidikan Fisika FKIP USM dapat juga meningkatkan
hasil belajar mahasiswa. Dari kondisi tahun sebelumnya, mahasiswa Jurusan Pendidikan
Fisika yang bisa mendapatkan nilai A hanya 11% dan B hanya 15%. Setelah siklus
pertama dilaksanakan, mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika yang mendapat nilai A
meningkat menjadi 16% dan B sebanyak 19%. Pada akhir siklus kedua, mahasiswa
yang memperoleh nilai A menjadi 25% dan B sebanyak 28%. Selain itu, aktivitas
belajar mahasiswa juga mengalami peningkatan tajam. Refleksi awal, menunjukkan
bahwa aktivitas belajar mahasiswa bisa dikatakan tidak aktif. Aktivitas belajar
mahasiswa terus terjadi peningkatan pada pelaksanaan siklus pertama dan kedua. Di
akhir siklus pertama, aktivitas belajar mahasiswa dapat dikatakan cukup aktif dengan
skor rata-rata 6. Setelah itu, di akhir siklus kedua aktivitasnya lebih meningkat lagi
dengan skor rata-rata 7.
Setelah tindakan pada siklus kedua, penguasaan konsep kalkulus bila dilihat dari
hasil tes awal dan tes akhir mengalami peningkatan yang berarti. Persentase
peningkatan tersebut terlihat bahwa dari tes awal yang mendapat nilai A adalah 11%
sedangkan tes akhir siklus kedua nilai A menjadi 25% dan nilai B dari 19% menjadi
28%. Sedangkan, nilai C sebanyak 32%, D sebanyak 10%, dan E sebanyak 5%. Selain
itu, aktivitas belajar mahasiswa dalam pembelajaran Kalkulus, telah mencapai indikator
yang ditetapkan yaitu dalam kategori cukup aktif. Di samping itu, persepsi mahasiswa
tentang keterkaitan matakuliah kalkulus dengan bidang studi Fisika tergolong kategori
sangat positif.
17

Burhanuddin AG

Bedasarkan hasil observasi pada saat refleksi yang kami lakukan selama
pembelajaran berlangsung, kendala yang dialami mahasiswa adalah kurangnya
penguasaan matematika di waktu SMA sehingga sulit untuk diperbaikinya. Oleh karena
itu, mereka kurang mampu mengaitkan materi dipelajari waktu di SMA dengan konsep
yang sedang dipelajarinya, meskipun diarahkan oleh dosen melalui tanya jawab.
Akibatnya, hasil belajar masih rendah. Di sisi lain, jika permasalahannya dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari, mereka kurang mampu merumuskan pemodelan
matematikanya sehingga mereka pasif proses pembelajaran.
Hasil di atas bisa terjadi karena model CTL memenggang peranan penting dalam
mengatasi masalah-masalah pembelajaran. Dalam hal ini, peranan pendidik sifatnya
membantu mahasiswa menemukan makna dalam pendidikan dengan cara mengaitkan
apa yang mereka pelajari di Perguruan Tinggi dan mampu mengaplikasikan
pengetahuannya dalam kehidupan yang nyata. Ini berarti membantu mahasiswa untuk
memahami bahwa apa yang mereka pelajari adalah penting dan berguna dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, CTL merupakan model pembelajaran yang
memadukan tehnik-tehnik untuk membantu mahasiswa menjadi lebih aktif dalam proses
belajar mengajar dan reflektif terhadap pengalamannya.
Pembelajaran kontekstual juga memberi peluang kepada mahasiswa untuk
meningkatkan, memperluas, memperkaya, dan menerapkan pengetahuan dengan
keterampilan yang dimilikinya dalam berbagai kegiatan, baik di perguruan tinggi
maupun dalam kehidupan sehari-hari, dalam upaya memecahkan permasalahan simulasi
dan nyata. Pembelajaran ini menekankan pada berpikir tingkat tinggi dan transfer
pengetahuan dengan mengumpulkan, menganalisa, dan mensitesiskan informasi dari
berbagai sudut pandang. Jadi, model CTL menuntut mahasiswa belajar dengan
mengalami sehingga mampu mengkonstruksikan sendiri pengetahuan di benaknya.
Selain hasil positif di atas, hasil observasi menunjukkan bahwa masih ada
mahasiswa yang sulit untuk memahami konsep kalkulus karena kemampuan prasyarat
kalkulus sangat kurang. Di sisi lain, karena waktu yang tersedia sangat terbatas pengajar
merasa kesulitan membimbing secara intensif. Meskipun mahasiswa sudah mempunyai
persepsi yang positif, mereka tetap kurang aktif karena kurang mampu menghubungkan
konsep-konsep yang sudah dimilikinya dengan yang sedang dipelajari, sehingga dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan dosen menjadi lambat.
Penutup
Pembelajaran kontekstual melalui pemecahan masalah bagi mahasiswa Jurusan
Pendidikan Fisika dapat meningkatkan penguasaan konsep Kalkulus. Mahasiswa yang
18

Burhanuddin AG

menjawab soal dengan konsep benar pada tes awal sebanyak 25%, pada akhir siklus
pertama meningkat menjadi 55%, dan pada akhir siklus kedua meningkat lagi menjadi
67%. Selanjutnya, hasil belajarnya juga mengalami peningkatan yang ditunjukkan oleh
banyak mahasiswa pada refleksi awal yang mendapat nilai A sebanyak 11% , pada akhir
siklus pertama meningkat menjadi 16%, dan pada akhir siklus kedua meningkat menjadi
25%. Sedangkan B sebanyak 16% meningkan menjadi 19% kemudian meningkat lagi
menjadi 28% pada akhir siklus kedua. Mahasiswa yang mendapat nilai C, D, dan E
masing-masing pada tes awal 43%, 20%, dan 10% mengalami penurunan hingga pada
akhir siklus kedua menjadi 32%, 10%, dan 5%.
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika aktivitas belajarnya juga mengalami
peningkatan pada pelaksanaan pembelajaran ini. Pada mulanya, aktifitas mahasiswa
kurang aktif, pada siklus pertama meningkat menjadi cukup aktif dan pada akhir siklus
kedua pada bisa dikatakan sangat aktif, sehingga skornya meningkat tajam. Kecuali itu,
persepsi mahasiswa tentang kegunaan dan keterkaitan matakuliah kalkulus dengan
bidang studi Fisika mengalami peningkatan. Walaupun tes awal, menunjukkan persepsi
mahasiswa Pendidikan Fisika tentang keterkaitan kalkulus dengan bidang studi Fisika
dapat dikatakan kurang positif. Hal ini, mulai adanya perubahan pada akhir siklus
pertama mejadi cukup positif, sehingga pada akhir siklus kedua menjadi sangat positif.
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini terkait dengan pembelajaran Kalkulus,
khususnya di jurusan Pendidikan Fisika FKIP USM dapat disarankan antara lain: (1)
pengajar matakuliah Kalkulus pada jurusan Pendidikan Fisika diharapkan selalu
berusaha menggali materi prasyarat dan mengaitkan materi matakuliah Kalkulus dengan
masalah kehidupan sehari-hari, dan (2) mahasiswa dalam mempelajari matakuliah
Kalkulus diharapkan untuk memahami materi konsep demi konsep secara benar,
kemudian berusaha mengkaitkan konsep-konsep yang telah dipelajari sehingga mampu
menggunakan pada matakuliah bidang Fisika.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar Sutawidjaja, 1998. Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Matematika.
Malang: Prog. Pasca Sarjana IKIP Malang.
Capper, J. 1984. Mathematical Problem Solving. Research Reviewand Instructional
Implication. Research Into Practice Digest, I & II.
Depdiknas, 2002, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching Learning), Jakarta,
2002
Johnson Elaine B., Contextual Teaching and Learning, Corwin Press, Inc., 202
19

Burhanuddin AG

Jonassen, David H., Handbook of Research for Educational Communications and
Technology, New York: Simon & Schuster Macmillan, 1996
Nurhadi. 2002. Pembelajaran Berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning).
makalah. disampaikan pada kegiatan sosialisasi CTL untuk dosen-dosen UM
malang, 12 pebruari 2002.
Puja Astawa, I Wayan, 2003. Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Hasil Belajar
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika Dalam Perkuliahan Statistika
Matematika I Melalui Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Laporan
Penelitian (Tidak Diterbitkan). Singaraja. IKIP Negeri Singaraja.
Soedjadi, R., 2000. Kiat Pendidikan Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti
Sri Mertasari, Ni Made, 2005. Peningkatan Penguasaan Konsep Dan Hasil Belajar
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Dalam Mata Kuliah Kalkulus I Dengan
Penerapan Strategi Pembelajaran Kon-tekstual Melalui Pendekatan Pemecahan
Masalah. Jurnal Pendidikan dan Peng-ajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH.
XXXVIII April 2005
The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, March 2002,
Center for The Study and Teaching of At-Risk Students (CSTRAR), University
of Washington, College of Education, 4725-30 Avenue NE., Seattle,
Washington 98105

20

Burhanuddin AG

21

Dokumen yang terkait

ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA PADA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) DENGAN PEMBELAJARAN LANGSUNG MENGGUNAKAN BANTUAN PETA KONSEP.

0 1 33

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA MAHASISWA MAHASISWA PROGRAM S1 JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA-FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN.

0 3 28

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA MAHASISWA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH BERBASIS VIDEO.

0 4 6

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATA KULIAH FISIKA UMUM DI JURUSAN FISIKA UNIMED MELALUI PENERAPAN PAKET-PAKET PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 13

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH.

5 17 48

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA PADA SISWA SMA.

1 3 62

Penguasaan Konsep dan Hasil Belajar Kalkulus Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika dengan Pembelajaran Kontekstualmelalui Pemecahan Masalah

0 0 10

PENGARUH MULTIPLE REPRESENTATION PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP PENGUASAAN KONSEP FISIKA DASAR II MAHASISWA FISIKA

0 0 11

KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN PENALARAN MAHASISWA PRO- GRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA DALAM MATA KULIAH KALKULUS DENGAN PENERAPAN CTL BERBASIS PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH

0 2 8

PENGARUH PENGUASAAN MATEMATIKA MAHASISWA TERHADAP PENGUASAAN KONSEP FISIKA MELALUI STRATEGI MIND-MAP PADA PERKULIAHAN MEKANIKA DI JURUSAN FISIKA FMIF'A UNP

0 0 34