Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun.

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015
T – 15

Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan
Satu Mangsa di Lingkungan Beracun
Irham Taufiq1, Imam Solekhudin2, Sumardi3
1

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
2
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada
3
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada
irham.taufiq@gmail.com

Abstrak— Di dalam penelitian ini, akan dibahas model matematika yang menunjukan interaksi antara satu mangsa
dan dua pemangsa di lingkungan beracun. Interaksi antara mangsa dan pemangsa menggunakan fungsi respon
Holling tipe II. Pertumbuhan mangsa dan pemangsa menggunakan fungsi logistik. Kestabilan lokal masing-masing
titik ekuilibrium dianalisis. Untuk memudahkan interpretasi antara mangsa dan dua pemangsa di lingkungan beracun
dilakukan simulasi numerik yang ditunjukkan dengan pengubahan efektifitas racun dan nilai dari tingkat efisiensi
pengubahan konsumsi mangsa terhadap kelahiran pemangsa pertama dan kedua.

Kata kunci: Lingkungan beracun, model mangsa-pemangsa, simulasi numerik, titik ekuilibrium.

I.

PENDAHULUAN

Suatu lingkungan beracun merupakan masalah yang serius karena dapat mengancam makhluk hidup
di sekitarnya. Sejumlah racun dapat mengkontaminasi suatu ekosistem. Salah satu contohnya adalah
penggunaan pestisida secara instan dan teratur pada bidang pertanian. Pestisida dapat membunuh hama
dengan cepat namun hasil pertanian tersebut membahayakan kesehatan bagi hewan-hewan bahkan
manusia.
Hubungan antara mangsa dan pemangsa dapat dimodelkan secara matematis menjadi model
mangsa-pemangsa. Menurut [2], model mangsa pemangsa yang paling sederhana adalah model LotkaVolterra. Model Lotka-Volterra hanya melibatkan satu pemangsa dan satu mangsa saja sedangkan pada
beberapa ekosistem terdapat predasi yang melibatkan dua pemangsa dengan mangsa yang sama.
Contoh predasi semacam ini adalah wereng batang padi coklat (Nilaparvata lugens Stal.) yang
dimangsa oleh pemangsa alaminya, seperti kumbang Menochilus sexmaculatus dan kepik mirid
(Cyrtorhinus lividipennis). Model Lotka-Volterra dapat dikembangkan untuk memodelkan interaksi
antara dua pemangsa dan satu mangsa. Salah satunya adalah [1] telah menurunkan model dua pemangsa
dan satu mangsa dengan asumsi pertumbuhan mangsa dan pemangsa mengikuti pertumbuhan logistik
dimana terjadi kompetisi antara kedua predator tersebut. Di lain pihak, [3] juga telah menurunkan model

mangsa pemangsa dengan mangsa terinfeksi di lingkungan beracun dengan asumsi pertumbuhan mangsa
dan pemangsa mengikuti pertumbuhan logistik. Oleh karena itu, pada penelitian ini Penulis tertarik untuk
mengkaji model mangsa pemangsa yang melibatkan dua pemangsa yang saling berkompetisi dan satu
mangsa dengan asumsi pertumbuhan mangsa dan pemangsa mengikuti pertumbuhan logistik di
lingkungan beracun.
II.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembentukan Model
Berikut akan dibahas mengenai pembentukan model mangsa pemangsa dengan dua pemangsa dan
satu mangsa. Jumlah individu pada populasi mangsa pada saat waktu t dinotasikan dengan x(t ) , jumlah
individu pada populasi pemangsa pertama pada saat waktu t dinotasikan dengan y (t ) , jumlah individu
pada populasi pemangsa kedua pada saat waktu t dinotasikan dengan z (t ) , dan konsentrasi racun pada
organisme pada saat waktu t dinyatakan oleh s(t). Selain itu, terdapat juga konsentrasi racun pada
lingkungan yang dinyatakan oleh v(t).
Kemudian diasumsikan bahwa populasi pemangsa dan populasi mangsa bersifat tertutup, artinya
tidak ada pemangsa dan mangsa yang melakukan migrasi. Model mangsa pemangsa yang dikaji terdiri
dari dua pemangsa dan satu mangsa. Terjadi interaksi antara mangsa dan pemangsa. Antara pemangsa
yang satu dengan yang lainnya saling berkompetisi artinya terjadi persaingan antara kedua pemangsa


281

ISBN 978-602-73403-0-5

untuk mendapatkan mangsa tersebut. Pertumbuhan mangsa dan pemangsa mengikuti pertumbuhan
logistik.
Selanjutnya, diasumsikan bahwa apabila tidak ada interaksi antara pemangsa dan mangsa, maka
per-tumbuhan mangsa mengikuti model logistik yaitu dengan adanya keterbatasan daya dukung
lingkungan sebesar k dan tingkat pertumbuhan intrinsik r akibatnya mangsa akan bertambah dengan laju
rx 1  x / k  . Pemangsaan pemangsa pada kelas mangsa menggunakan respon Holling tipe II yaitu
g ( x)   x / 1  h x  .

Ketika terdapat interaksi antara pemangsa pertama dan mangsa sebesar g1 ( x), pertumbuhan
mangsa akan berkurang sebesar g1 ( x) y yang merupakan laju perkalian antara fungsi respon Holling tipe
II dengan populasi pemangsa, dimana g1 ( x)   x / 1  h1 x  dengan  adalah tingkat pencarian dan
penangkapan mangsa oleh pemangsa pertama dan h1 adalah tingkat penanganan dan pencernaan
pemangsa pertama, g1 ( x) y   xy / 1  h1 x  .
Ketika terdapat interaksi antara pemangsa kedua dan mangsa sebesar g 2 ( x), pertumbuhan
mangsa akan berkurang sebesar g 2 ( x) z yang merupakan laju perkalian antara fungsi respon Holling tipe

II dengan

pemangsa z,

diperoleh g2 ( x)   x / 1  h2  x  dengan  adalah tingkat pencarian dan

penangkapan mangsa oleh pemangsa kedua dan h2 adalah tingkat penanganan dan pencernaan pemangsa
kedua, sehingga g2 ( x) z   xz / 1  h2  x  .
Adanya kematian alami pada populasi mangsa dengan laju m mengakibatkan populasi mangsa
akan berkurang sebesar mx . Populasi mangsa dan kedua pemangsa dapat menyerap racun dari
lingkungan karena adanya laju kontak antar keduanya. Kemudian, adanya racun tersebut mengakibatkan
penurunan populasi mangsa dengan laju 1 . Akibatnya populasi mangsa akan berkurang sebesar 1 xs .
Dengan demikian, laju perubahan jumlah mangsa terhadap waktu dapat dinyatakan sebagai
dx
xy
 xz
 x
(1)
 rx 1   


 1 xs  mx
dt
 k  1  h1 x 1  h2  x
Kemudian, apabila tidak ada mangsa maka terjadi penurunan populasi pemangsa pertama dengan
tingkat kematian alami sebesar u tetapi apabila terdapat mangsa maka terjadi interaksi antara mangsa dan
pemangsa pertama, pertumbuhan pemangsa mengikuti model logistik yaitu dengan adanya keterbatasan
daya dukung lingkungan sebesar ky dengan k y  a1 x sebanding dengan tidak tersedianya sejumlah
mangsa dan tingkat pertumbuhan respon numerik R1 sehingga pemangsa akan bertambah dengan laju
R1 y 1  y / k y  dengan R1   xe1 / 1  h1 x  dengan

e1 menyatakan pengubahan konsumsi mangsa ke

dalam kelahiran pemangsa pertama.
Selain itu, Terjadi interaksi antara pemangsa yang satu dengan lainnya. Tingkat kompetisi dari
pemangsa pertama pada pemangsa kedua sebesar c1 . Akibatnya, populasi pemangsa pertama akan
berkurang sebesar c1 yz . Adanya racun tersebut mengakibatkan penurunan populasi pemangsa pertama
dengan laju  2 . Akibatnya populasi pemangsa pertama akan berkurang sebesar  2 ys .
demikian, laju perubahan jumlah pemangsa pertama terhadap waktu dapat dinyatakan sebagai



dy
y
 uy  R1 y 1 
 ky
dt



  c1 yz  2 ys


Dengan

(2)

Selanjutnya, apabila tidak ada mangsa maka terjadi penurunan populasi pemangsa kedua dengan
tingkat kematian alami sebesar w tetapi apabila terdapat mangsa maka terjadi interaksi antara mangsa dan
pemangsa kedua, pertumbuhan pemangsa mengikuti model logistik yaitu dengan adanya keterbatasan
daya dukung lingkungan sebesar kz dengan k z  a2 x sebanding dengan tidak tersedianya sejumlah
mangsa dan tingkat pertumbuhan respon numerik R2 sehingga pemangsa akan bertambah dengan laju


R2 z 1  z / k z  dengan R2   xe2 / 1  h2  x  dan e2 menyatakan peungubahan konsumsi mangsa ke
dalam kelahiran pemangsa kedua.

282

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015

Selain itu, Terjadi interaksi antara pemangsa yang satu dengan lainnya. Tingkat kompetisi dari
pemangsa kedua pada pemangsa pertama sebesar c2 . Akibatnya, populasi pemangsa kedua akan
berkurang sebesar c2 yz . Adanya racun tersebut mengakibatkan penurunan populasi pemangsa kedua
dengan laju 3 . Akibatnya populasi pemangsa kedua akan berkurang sebesar 3 zs . Dengan demikian,
laju perubahan jumlah pemangsa kedua terhadap waktu dapat dinyatakan sebagai


dz
z 
  wz  R2 z 1    c2 yz  3 zs
dt
 kz 


(3)

Kenaikan atau pemasukan konsentrasi racun pada lingkungan bernilai konstan, yaitu dengan
laju sebesar q. Penurunan konsentrasi racun pada lingkungan yang diserap oleh populasi mangsa dan
kedua pemangsa sebesar  , dan konsentrasi racun yang hilang secara alami sebesar  . Akibatnya laju
perubahan konsentrasi racun pada lingkungan adalah
dv
(4)
 q  (   )v
dt

Konsentrasi racun yang diserap lingkungan mengakibatkan konsentrasi racun yang diserap
mangsa dan kedua pemangsa meningkat. Kemudian adanya penambahan racun dari proses memakan
makanan oleh organisme bernilai konstan, yaitu dengan laju sebesar b. Laju hilangnya konsentrasi racun
secara alami yaitu sebesar  . Akibatnya laju perubahan konsentrasi racun pada mangsa dan kedua
pemangsa adalah

ds
 b   v  s

dt

(5)

Berdasarkan (1), (2), (3), (4), dan (5) diperoleh model mangsa pemangsa dengan dua pemangsa dan satu
mangsa di lingkungan beracun yang berupa sistem persamaan diferensial non linier.
dx
 xy
 xz
 x
 rx 1   

 1 xs  mx
dt
 k  1  h1 x 1  h2  x

dy
y
 uy  R1 y 1 


dt
 ky


  c1 yz   2 ys


dz
z 
  wz  R2 z 1    c2 yz  3 zs
dt
 kz 
dv
 q  (   )v
dt
ds
 b   v  s
dt
dengan syarat awal x(0)  x0 , y(0)  y0 , z (0)  z0 , v(0)  v0 , dan s(0)  s0 .


(6)

Jika R1   xe1 / 1  h1 x  , R2   xe2 / 1  h2  x  , k y  a1 x, dan k z  a2 x disubstitusikan
ke (6), maka (6) menjadi:
xy
 xz
dx
 x
 rx 1   

 1 xs  mx



dt
k
h
x
h2  x
1
1


1

 xe1 y
 xe1 y 2
dy
 uy 

 c1 yz   2 ys
dt
1  h1 x 1  h1 x  a1 x
 xe2 z
 xe2 z 2
dz
  wz 

 c2 yz  3 zs
dt
1  h2  x 1  h2  x  a2 x

(7)

dv
 q  (   )v
dt
ds
 b   v  s
dt
Sistem (7) dapat ditulis dalam bentuk tak berdimensi untuk mereduksi banyaknya parameter. Hal ini
mengakibatkan analisis matematikanya tidak rumit. Selanjutnya didefinisikan:

283

ISBN 978-602-73403-0-5

t  rt , x 
e2 

ka 
ka 
e
x
y
z
,y
,z
,   1 ,   2 , e1  1 ,
k
a1k
a2 k
r
r
a1

e2
rh
rh
a kc
a kc
u
w
, u  , w  , h1  1 , h2  2 , c1  2 1 , c2  1 2 ,
a2
r
r
a1
a2
r
r

(8)

n
n 1
n
s
m


,  2  2 , 3  3 , s  , m  ,   ,   ,
r
r
r
n
r
r
r
v
q
b

v ,q ,b ,  ,
n
nr
nr
r
Kemudian persamaan-persamaan pada (8) disubstitusikan ke (7). Kemudian dengan menghapus bar pada
semua parameter dan menyederhanakannya maka (7) menjadi

1 

dx
 xy
 xz
 x 1  x  

 1 xs  mx  xL  x, y, z 
1  h1 x 1  h2  x
dt

e  xy
e  y2
dy
 uy  1
 1
 c1 yz   2 ys  yM 1  x, y , z 
1  h1 x 1  h1 x
dt
e  xz
e  z2
dz
  wz  2
 2
 c2 yz  3 zs  zM 2  x, y , z 
1  h2  x 1  h2  x
dt

(9)

dv
 q  (   )v
dt
ds
 b   v  s
dt
dengan fungsi L, M i ; i  1, 2 adalah fungsi kontinu smooth pada
5
5
: x  0, y  0, z  0, v  0, s  0 .
   x, y, z, v, s  
Teorema 1. Solusi dari (9) yang berada di

5


untuk

t  0 adalah terbatas.

Bukti: Persamaan pertama dari (9) adalah
dx
 xy
 xz
 x 1  x  

 1 xs  mx
dt
1  h1 x 1  h2  x

(10)

karena  xy / 1  h1 x  ,  xz / 1  h2  x  , 1xs, mx  0 , maka (10) menjadi dx  x 1  x  .
dt

Selanjutnya, jika dx  x 1  x  , maka memiliki solusi x  1 .
dt
1  bet
Akibatnya x  1, t  0 .
Selain itu, solusi y, z, v, dan s juga terbatas. Karena keterbatasannya mengikuti keterbatasan x.
B. Titik Ekuilibrium Model dan Kestabilannya
Jika dv  0 , maka
dt

v

q
(   )

(11)

Jika ds  0 , maka
dt

s

bv


Kemudian, (11) disubstitusikan ke (12), yaitu
 q 
b 

 (   ) 
s


284

(12)

(13)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015

Jika

dx
 0 , maka
dt

x0

atau
1 x 

(14)

y
z

 1s  m  0
1  h1 x 1  h2  x

(15)

Kemudian, jika dy  0 , maka
dt
y0

atau
u 

(16)

e1 x
e y
 1
 c1 z  2 s  0
1  h1 x 1  h1 x

(17)

Kemudian, jika dz  0 , maka
dt
z0

atau
w 

(18)

e2  x
e z
 2
 c2 y  3 s  0
1  h2  x 1  h2  x

(19)

Berdasarkan uraian di atas, dari (11), (13), (14), (16) dan (18) diperoleh titik ekuilibrium yaitu
TE1   0, 0, 0, v, s  . Kemudian dari (11), (13), (15), (16), dan (18) diperoleh titik ekuilibrium
TE2  1  m  1s,0,0, v, s  . Selanjutnya, dari (11), (13), (15), (17) dan (18) diperoleh titik ekuilibrium
 1  x  1s  m 1  h1 x 

TE3   x ,
, 0, v, s 




dengan





 e1  e1   e1 1  m   u   2  e11  s  h1  e1  e1   e1 1  m   u   2  e11  s  h1   F
x
2e1h1



2

dan F  4e1h1 e1 1  m   u   2  e11  s



Selanjutnya, dari (11), (13), (15), (16) dan (19) diperoleh titik ekuilibrium

1  xˆ  1s  m 1  h2  xˆ  , v, s 
TE4   xˆ, 0,




dengan
xˆ 



 e

 e2  e2    e2 1  m   w   3  1e2  s  h2  

2

 e2    e2 1  m   w   3  1e2  s  h2 



2

G

2e2 h2 

dan G  4e2 h2  (e2 1  m   w   3  1e2  s)
Selanjutnya, dari (11), (13), (15), (17) dan (19) diperoleh titik ekuilibrium TE5   x, y, z, v, s  , dengan

e2  
 e2 1  s    e2 
x
1  h2  x 

 e2

 c2 



1
h
x
1



 e 1  m   w   
2

y

3

dan


e 
 e1 1  s    e1  1
x

h1 x 
1

 e1

 c1 


h
x
1

2



 e 1  m   u   
1

z

2

Kestabilan titik-titik ekuilibrium diselidiki dari hasil linierisasi di sekitar titik ekuilibriumnya dan
disajikan pada teorama berikut.
Teorema 2. 1. Jika 1s  m  1, maka titik TE1   0,0,0, v, s  bersifat stabil asimtotik lokal.
2.

Jika

e1 1  m  1s    u  2 s  1  h1 1  m  1s  ,

dan 1s  m  1, dipenuhi
lokal.

e2  1  m  1s    w  3 s  1  h2  1  m  1s 

maka titik ekuilibrium TE2  1  m  1s,0,0, v, s  bersifat stabil asimtotik

285

ISBN 978-602-73403-0-5

3.

  h11  h22   0,  h11h22  h12 h21   0 , dan h33  0, dipenuhi maka titik ekuilibrium

Jika

 1  x  1s  m 1  h1 x 

TE3   x ,
, 0, v, s  bersifat stabil asimtotik lokal.



4.
Jika
f22