DIABETES MELLITUS | Karya Tulis Ilmiah DIABETES MELLITUS

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:14 2017 / +0000 GMT

DIABETES MELLITUS
LINK DOWNLOAD [1.43 MB]
BAB XV
DIABETES MELLITUS
TUJUAN BELAJAR
TUJUAN KOGNITIF
Setelah membaca bab ini dengan seksama, maka Anda diharapkan:
1. Mengetahui patogenesis penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.
1.1. Menceritakan kembali patofisiologi penyakit diabetes melitus pada lanjut
usia.
1.2. Menyebutkan klasifikasi etiologis penyakit diabetes melitus.
2. Mengetahui penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.
2.1. Menyebutkan berbagai penyebab penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.
2.2. Menyebutkan berbagai gejala klinik penyakit diabetes melitus pada lanjut
usia.
2.3. Menyebutkan berbagai pengobatan penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.
TUJUAN AFEKTIF
Setelah membaca ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda akan dapat:

1. Mendeteksi secara dini penyakit diabetes melitus pada lanjut usia
1.1. Mengenal gejala klinik penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.
1.2. Membuat diagnosa penyakit diabetes melitus pada lanjut usia dengan tepat.
2. Memberikan penanganan terbaik terhadap penyakit diabetes melitus pada
lanjut usia
2.1. Memberikan terapi yang efektif terhadap penyakit diabetes melitus pada
lanjut usia.
2.2. Mencegah komplikasi lebih lanjut penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.
I. PENDAHULUAN
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan karena defek sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya. DM merupakan gangguan yang kronis dan berhubungan dengan kerusakan berbagai organ
tertentu seperti mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi.
Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai ketika orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar
glukosa darahnya. Terkadang gambaran klinik dari diabetes tidak jelas dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan
penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa
organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah, yang menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain
aterosklerosis, neuropati, gagal ginjal, dan retinopati. Sedikitnya setengah dari populasi penderita diabetes lanjut usia tidak

mengetahui kalau mereka menderita diabetes karena hal itu dianggap merupakan perubahan fisiologis yang berhubungan dengan
pertambahan usia. Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak tergantung insulin (NIDDM).
Prevalensi diabetes melitus makin meningkat pada lanjut usia. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara
berkembang akibat peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain peningkatan
pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif.
Di Indonesia sendiri, prevalensi DM pada lanjut usia mencapai 15,9-32,73%. Dimana saat ini diperkirakan sekitar 5 juta lebih
penduduk Indonesia yang berarti 1 dari 40 penduduk Indonesia menderita diabetes.
II. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, maka intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Jadi untuk
golongan lanjut usia diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi dari pada batas yang dipakai untuk menegakkan diagnosis

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:14 2017 / +0000 GMT

diabetes melitus pada orang dewasa yang bukan merupakan golongan lanjut usia. Intoleransi glukosa pada lanjut usia berkaitan

dengan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, berkurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, di samping
karena pada lanjut usia sudah terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin. Pada lebih 50 % lanjut usia diatas 60 tahun
yang tanpa keluhan ditemukan hasil Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal, namun intoleransi glukosa ini masih
belum dapat dikatakan diabetes melitus.
Menurut Jeffrey, peningkatan kadar gula darah pada lanjut usia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
? Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang
? Perubahan karena lanjut usia sendiri yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskular.
? Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.
? Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi.
? Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.
? Adanya faktor keturunan.
Gambar 1. Beberapa faktor penyebab diabetes melitus pada lanjut usia
Patofisiologi
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Didalam saluran pencernaan,
makanan yang terdiri dari karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan lemak menjadi asam
lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan
bakar. Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar melalui proses kimia yang
menghasilkan energi yang disebut metabolisme.
Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai
bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insulin tidak ada maka glukosa

tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah
meningkat.
Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan
genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit,
antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
Tabel 1. Karakteristik diabetes melitus tipe I dan tipe II
DM TIPE I DM TIPE II
? Mudah terjadi ketoasidosis
? Pengobatan harus dengan insulin
? Onset akut
? Biasanya kurus
? Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
? Berhubungan dengan HLA-DR3
dan DR4
? Didapatkan antibodi sel islet
? 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
? 30-50 % kembar identik terkena ? Sukar terjadi ketoasidosis
? Pengobatan tidak harus dengan

insulin
? Onset lambat
? Gemuk atau tidak gemuk
? Biasanya terjadi pada umur > 45
tahun
? Tidak berhubungan dengan HLA
? Tidak ada antibodi sel islet
? 30%nya ada riwayat diabetes pada
keluarga

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:15 2017 / +0000 GMT

? ± 100% kembar identik terkena
Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002
III. KLASIFIKASI ETIOLOGIS DIABETES MELITUS

Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut American Diabetes Association (1997) :
Diabetes melitus tipe I :
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik.
Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin.
Diabetes melitus tipe lain :
1. Defek genetik fungsi sel beta :
? Maturity onset diabetes of the young (MODY) 1,2,3
? DNA mitokondria
2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pankreas
4. Endokrinopati :
? Akromegali
? Sindrom Cushing
? Hipertiroidisme
? Feokromositoma
5. Obat atau zat kimia
6. Infeksi
? Citomegalovirus

? Rubela kongenital
7. Imunologi : Antibodi anti reseptor insulin
8. Sindrom genetik lainnya :
? Down syndrome
? Klinefelter syndrome
? Turner syndrome, Huntington syndrome, Chorea syndrome, Prader Willi
Syndrome
IV. GAMBARAN KLINIS
Keluhan umum pada pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lanjut usia pada umumnya tidak ada. Sebaliknya
yang sering mengganggu pasien ialah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lanjut
usia, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala
sampai dengan komplikasi yang lebih lanjut. Hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter ialah adanya keluhan
yang mengenai beberapa organ tubuh, antara lain :
? Gangguan penglihatan: katarak
? Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisul
? Kesemutan, rasa baal
? Kelemahan tubuh
? Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
? Infeksi saluran kemih
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital ataupun daerah lipatan kulit lain, seperti di ketiak dan di bawah

payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka lama yang tidak mau sembuh.
Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena sepatu, tertusuk peniti dan sebagainya. Rasa baal dan kesemutan
akibat sudah terjadinya neuropati juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Keluhan lain
yang mungkin menyebabkan pasien datang berobat ke dokter ialah keluhan mata kabur yang disebabkan oleh katarak ataupun
gangguan-gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa akibat hiperglikemia.
Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:
1. Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala awal.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:15 2017 / +0000 GMT

2. Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.
3. Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa sakit, mononeuropati, disfungsi otomatis dari traktus
gastrointestinal (diare), sistem kardiovaskuler (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan inkontinensia stress.
4. Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskuler (iskemi, angina, dan infark miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan
stroke), atau perdarahan darah tepi (tungkai diabetes dan gangren).

5. Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjal (proteinuria, glomerulopati, uremia)
V. DIAGNOSIS
Banyak pasien dengan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang asimptomatik dan baru diketahui adanya
peningkatan kadar gula darah pada pemeriksaan laboratorium rutin.
Para ahli masih berbeda pendapat mengenai kriteria diagnosis DM pada lanjut usia. Kemunduran, intoleransi glukosa bertambah
sesuai dengan pertambahan usia, jadi batas glukosa pada DM lanjut usia lebih tinggi dari pada orang dewasa yang menderita
penyakit DM.
Kriteria diagnostik diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa menurut WHO 1985:
a. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ? 200mg/ dl, atau
b. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ? 126 mg/dl, atau
c. Kadar glukosa plasma ? 200 mg / dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO
Menurut Kane et al (1989), diagnosis pasti DM pada lanjut usia ditegakkan kalau didapatkan kadar glukosa darah puasa lebih dari
140 mg/dl. Apabila kadar glukosa puasa kurang dari 140 mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan diabetes seperti di atas perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Apabila TTGO abnormal pada dua kali pemeriksaan dalam
waktu berbeda diagnosis DM dapat ditegakkan.
Pada lanjut usia sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa secara rutin sekali setahun, karena
pemeriksaan glukosuria tidak dapat dipercaya karena nilai ambang ginjal meninggi terhadap glukosa.
Peningkatan TTGO pada lanjut usia ini disebabkan oleh karena turunnya sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin, baik pada
tingkat reseptor (kualitas maupun kuantitas) maupun pasca reseptornya. Ini berarti bahwa sel-sel lemak dan otot pada pasien lanjut
usia menurun kepekaannya terhadap insulin.

Cara Pelaksanaan TTGO (WHO, 1994; PERKENI 2002):
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup)
b. Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
c. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan
d. Diberikan glukosa 75 gram ( orang dewasa ) atau 1,75 gram/ kgBB (anak? anak),
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
e. Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa
f. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Pemeriksaan Penyaring :
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan
gejala dan tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala yang
mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai berikut:
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih > 120% BB idaman atau IMT > 25 kg/m2
3. Hipertensi ( > 140 / 90 mmHg )
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
6. Kolesterol HDL £ 35 mg / dl dan atau trigliserida ? 250 mg / dl
Catatan:

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun,
sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
Kadar glukosa (mg/dl ) Bukan DM Belum pasti
DM DM

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 4/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:15 2017 / +0000 GMT

Sewaktu Plasma Vena < 110 110 ? 199 ? 200
Darah Kapiler < 90 90 ? 199 ? 200
Puasa Plasma Vena < 110 110 ? 125 ?126
Darah Kapiler < 90 90 ? 109 ?110 Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002 VI. KOMPLIKASI DIABETES
MELITUS 1. Komplikasi akut Ketoasidosis Diabetikum Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak bisa menggunakan glukosa sebagai
energi dan karenanya lemak tubuh dimobilisasi tempat penyimpanannya. Penghancuran lemak untuk melepas energi menghasilkan
formasi asam lemak. Asam lemak ini melewati hepar dan membentuk satu kelompok senyawa kimia bernama benda keton, benda
keton dikeluarkan lewat urin disebut ketonuria. Kadar benda keton yang meningkat dalam tubuh disebut ketosis. Ketosis bisa
meningkatkan keasaman cairan tubuh dan jaringan sehingga kadar yang sangat tinggi dan menyebabkan satu kondisi yang disebut
asidosis. Asidosis akibat dari benda keton yang meningkat disebut ketoasidosis. Gejala-Gejalanya : a. Dehidrasi: kekeringan di
mulut dan hilangnya elastisitas kulit b. Napas berbau asam. c. Mual-muntah dan rasa sakit di perut d. Napas berat e. Tarikan napas
meningkat f. Merasa sangat lemah dan mengantuk Hipoglikemia Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan
seringkali membahayakan hidup penderitannya serta ditandai dengan kadar gula darah yang melonjak turun di bawah 50-60 mg/dl
atau suatu keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Infeksi Pengidap diabetes, cenderung terkena
infeksi karena 3 alasan utama: a. Bakteri tumbuh baik jika kadar glukosa darah tinggi b. Mekanisme pertahanan tubuh rendah pada
orang yang terkena diabetes c. Komplikasi terkait diabetes yang meningkatkan resiko infeksi. Infeksi yang umumnya menyerang
pengidap diabetes termasuk infeksi kulit, infeksi saluran kencing, penyakit pada gusi, tuberkulosis, dan beberapa jenis infeksi jamur.
2. Komplikasi kronis Penyakit jantung dan pembuluh darah Aterosklerosis adalah sebuah kondisi dimana arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki bisa mempengaruhi otot-otot
kaki karena berkurangnya suplai darah yang mengakibatkan kram, rasa tidak nyaman atau lemas saat berjalan. Jika suplai darah pada
kaki sangat kurang atau terputus dalam waktu lama bisa terjadi kematian pada jaringan. Gambar 2. Aterosklerosis pada DM dan
Pengaruhnya terhadap Kaki Kerusakan pada ginjal ( Nefropati) Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil ginjal akibatnya
efisiensi ginjal untuk menyaring darah terganggu. Pasien dengan nefropati menunjukan gambaran gagal ginjal menahun seperti
lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar
kreatinin atau ureum serum yang berkisar antara 2% sampai 7,1% pasien diabetes melitus. Adanya proteinuria yang persisten tanpa
adanya kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetik. Kerusakan saraf ( Neuropati ) Gula darah
tinggi menghancurkan serat saraf dan satu lapisan lemak di sekitar saraf. Saraf yang rusak tidak bisa mengirimkan sinyal ke otak dan
dari otak dengan baik, sehingga akibatnya bisa kehilangan indra perasa, meningkatnya indra perasa atau nyeri di bagian yang
terganggu. Kerusakan saraf tepi tubuh lebih sering terjadi. Kerusakan dimulai dari jempol kaki serta berlanjut hingga telapak kaki
dan seluruh kaki yang menimbulkan mati rasa, kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa tertusuk, atau kram pada otot kaki.
Kerusakan pada mata ( Retinopati ) Retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan sebagian atau seluruh penglihatan. Pasien
dengan retinopati diabetik akan mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan. Gambar 3. Retinopati diabetikum ? Keadaan
Fisik Penderita DM Keadaan kepala penderita DM a. Rambut Penderita DM yang sudah menahun dan tidak terawat secara baik,
biasanya rambutnya lebih tipis. Bila akar rambut terserang, rambut mudah rontok. b.Telinga Karena urat saraf bagian pendengaran
DM mudah rusak, telinga sering mendenging dan bila tidak diobati dapat terjadi ketulian. c. Mata ? Bila kadar glukosa di dalam
darah mendadak tinggi, lensa mata menjadi cembung ? Penyakit DM dapat menyebabkan lensa mata menjadi keruh (tampak putih),
penderita mengeluh penglihatan menjadi kabur (katarak). ? Komplikasi menahun pada mata yang lain adalah meningkatnya tekanan
bola mata yang disebut glaukoma. ? Gangguan pada retina mata akibat DM disebut retinopati diabetik dimana terjadi penyempitan
pembuluh darah kapiler disertai eksudasi dan perdarahan pada retina. Keadaan rongga mulut penderita DM a. Lidah Lidah penderita
DM sering membesar dan terasa tebal sehingga terjadi gangguan pengecapan pada lidahnya b. Ludah Ludah penderita DM
seringkali menjadi lebih kental, sehingga mulutnya terasa kering, disebut xerostomia diabetic c. Gigi dan gusi Karena jaringan yang
mengikat gigi pada rahang yang disebut periodontium mudah rusak, gigi penderita DM mudah goyah dan mudah lepas, gusi
membengkak sehingga gigi tampak keluar ( modot). Keadaan paru dan jantung penderita DM a. Paru Penderita DM mudah terjadi
TBC paru. b. Jantung Penderita DM mudah terkena penyakit jantung koroner, penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan
pembuluh darah koroner, mudah terjadi infark miokard dimana otot jantung menjadi lemah karena kekurangan suplai oksigen.
Keadaan organ hati penderita DM Penderita DM akan mengalami penyakit lever akibat diabetesnya kelainan ini disebut ?Penyakit
Hati Diabetik?. Penderita DM lebih mudah mengidap radang hati karena virus Hepatitis B dan hepatitis C dibanding orang yang
tidak menderita penyakit DM. Keadaan alat pencernaan penderita DM a. Lambung Pada penderita DM, akhirnya urat saraf
pemelihara lambung akan rusak, lambung menggelembung sehingga proses pengosongan lambung terganggu. b. Usus Pada
Penderita DM mengeluh sukar BAB yang disebut obstipasi diabetic. Keadaan ginjal dan kandung kemih a. Ginjal Pada penderita

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 5/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:15 2017 / +0000 GMT

DM mempunyai kecenderungan tujuh belas kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi ginjal yang disebabkan oleh faktor infeksi
berulang yang timbul pada DM dan adanya penyempitan pembuluh darah kapiler yang disebut microangiopati diabetic. b. Kandung
kemih Pada penderita DM sering mengalami infeksi saluran kemih (ISK) yang berulang, selain itu urat saraf yang memelihara
kandung kemih sering rusak sehingga dinding kandung kemih menjadi lemah. Sifat kontrol urat saraf terganggu menyebabkan
penderita sering ngompol atau air kencingnya keluar sendiri tanpa disadari yang disebut incontinentia urine. Kemampuan seksual
penderita DM Jika kerusakan sarafnya sudah berat dan permanen biasanya penderita DM akan menderita impoten yang menetap.
Impoten pada penderita DM dapat dibedakan 2 jenis, impotency neurogenic dan impotency psycogenic. Keadaan urat saraf penderita
DM Karena glukosa di dalam darah penderita DM demikian tinggi, akan merusak urat saraf penderita jika prosesnya berlangsung
lama. Kelainan urat saraf akibat penyakit DM disebut neuropati diabetic. Gejala yang sering muncul: ? Kesemutan ? Rasa panas atau
rasa tertusuk ? tusuk jarum ? Rasa tebal terjadi di telapak kaki ? Kram ? Badan sakit terutama malam hari ? Bila ada kerusakan urat
saraf disebut polineuropati diabetic. Keadaan pembuluh darah pada penderita DM Jika sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang
atau besar di tungkai (makroangiopati diabetik), tungkai akan lebih mudah mengalami gangren diabetic, yaitu luka pada kaki yang
merah kehitam ? hitaman dan busuk. Bila sumbatan terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar penderita DM akan merasa
tungkainya sakit sesudah ia berjalan pada jarak tertentu karena aliran darah ke tungkai tersebut berkurang dan disebut claudicatio
intermitten. Gambar 4. Gangren diabetik pada penderita DM Masalah kaki pada penderita diabetes melitus Masalah kaki yaitu borok
di kaki dengan atau tanpa infeksi terlokalisasi atau menyerang seluruh kaki dan kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya
suplai darah, infeksi bakteri, dan kerusakan jaringan sekitarnya merupakan masalah utama pada penderita diabetes. Klasifikasi
penyakit kaki pada penderita diabetes melitus : ? Tingkat 0 : Risiko tinggi mengalami penyakit kaki, belum ada borok. ? Tingkat 1 :
Borok permukaan yang tidak terinfeksi. ? Tingkat 2 : Borok lebih dalam, sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan. ? Tingkat 3 :
Borok dalam yang melibatkan tulang dan formasi abscess. ? Tingkat 4 : Kematian jaringan tubuh terlokalisir, seperti di ibu jari kaki,
bagian depan kaki atau tumit. ? Tingkat 5 : Kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki. Gambar. Persarafan dan pembuluh darah
vena pada kaki Resiko tinggi mengalami masalah kaki karena diabetes, yaitu : ? Mengalami kerusakan saraf kaki. ? Mempunyai
penyakit pembuluh darah di kaki. ? Pernah mepunyai borok di kaki. ? Bentuk kaki berubah. ? Adanya callus. ? Buta atau penglihatan
buruk , penyakit ginjal terutama gagal ginjal kronis. ? Para lansia, terutama yang hidup sendirian. ? Orang-orang yang tidak bisa
menjangkau kaki mereka sendiri untuk membersihkannya. ? Kontrol kadar gula darah yang buruk. ? Berkurangnya indera perasa di
kaki. Untuk mendiagnosis dan menangani kerusakan saraf kaki dilakukan beberapa tes antara lain pengukuran : a. Merasakan
sentuhan ringan. b. Kepekaan pada suhu. c. Sensasi pada getaran. d. Efisiensi saraf untuk mengirim pesan ke dan dari otak. Gambar .
Gangren diabetik pada penderita DM Penatalaksanaan Petunjuk umum untuk mencegah borok kaki : ? Periksa kaki anda setiap hari
untuk mendeteksi adanya borok sedini mungkin, apakah ada kulit retak, melepuh, bengkak, luka, atau perdarahan. Gambar .
Pencegahan borok pada kaki ? Periksa sepatu anda baik bagian dalam ataupun luar sebelum memakainya untuk mendeteksi batu atau
benda sejenis lainnya yang mungkin ada. ? Pastikan kaki anda diukur setiap kali membeli alas kaki yang baru. ? Jauhkan kaki dari
udara panas, air panas, dan lain-lain. ? Pakaikan alas kaki pelindung di dalam rumah dan hindari berjalan tanpa alas kaki. ? Pakai
sepatu yang bertali dan cukup ruang untuk ibu jari kaki. ? Berikan pelembab pada daerah kaki yang kering , tetapi tidak pada
sela-sela jari. ? Bersihkan kaki setiap hari, keringkan dengan handuk termasuk sela-sela jari. ? Segera ke dokter bila kaki luka atau
berkurang rasa. SENAM KAKI DIABETES Kaki diabetes adalah salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Angka
amputasi akibat diabetes masih tinggi sedangkan biaya pengobatan juga sangat tinggi, dan sering tidak terjangkau oleh masyarakat
umum. Ada tiga alasan mengapa orang dengan diabetes lebih tinggi resikonya mengalami masalah kaki, yaitu : sirkulasi darah kaki
dari tungkai yang menurun (gangguan pembuluh darah); berkurangnya perasaan pada kedua kaki (gangguan saraf); dan
berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Senam kaki dapat membantu sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki
dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Duduk secara
benar di atas kursi dengan meletakkan kaki di lantai. Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas
lalu dibengkokkan kembali ke bawah sebanyak 10 kali. Dengan meletakkan tumit di lantai, angkat telapak kaki ke atas. Kemudian,
jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Cara ini diulangi sebanyak 10 kali. Tumit kaki diletakkan di
lantai. Bagian depan kaki diangkat ke atas dan buat putaran 360 º dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat putaran 360 º dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
Kaki diangkat ke atas dengan meluruskan lutut. Buat putaran 360 º dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
Lutut diluruskan lalu dibengkokkan kembali ke bawah sebanyak 10 kali. Ulangi langkah ini untuk kaki yang sebelahnya. Letakkan
sehelai kertas surat kabar di lantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu
menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja. V. PENATALAKSANAAN
Saat ini, pola penanganan DM baik tipe 1 maupun tipe 2 telah maju sedemikian pesat terutama dalam hal terapi farmakologis,

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 6/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:15 2017 / +0000 GMT

namun intervensi obat-obatan bagi lanjut usia mutlak perlu dilakukan dengan lebih hati-hati. Untuk itu, American Geriatric Society
(AGS) menetapkan beberapa langkah-langkah dalam upaya memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap DM pada lanjut usia.
Tabel 3. Langkah-Langkah Pokok untuk Meningkatkan Penanganan Diabetes Melitus pada Lanjut usia Menurut American Geriatric
Society (AGS) Edukasi dan penanganan individual Pencegahan dan penanganan terhadap adanya faktor resiko kardiovaskuler secara
agresif Mengendalikan stres glikemik sebagai elemen dalam mencegah dan menangani komplikasi mikrovaskular Penyaringan dan
penanganan terhadap timbulnya sindroma geriatri yang sering terjadi pada lanjut usia yang menderita DM, misalnya depresi,
gangguan kognitif, inkontinensia urine, jatuh, nyeri, dan polifarmasi Sumber : DE Elson, MD., PhD. ; SL Norris, MD., MPH.,
Diabetes in Older Adults : Overviews of AGS guidelines for the treatment of diabetes mellitus in geriatric populations, 2004 Di
samping langkah-langkah tersebut, juga terdapat nilai-nilai ?kunci? yang digunakan untuk meningkatkan tata penanganan DM pada
lanjut usia. Tabel 4. Nilai-Nilai ?Kunci? dalam Meningkatkan Penanganan DM pada Lanjut usia Menawarkan terapi individu
dengan mempertimbangkan : Harapan hidup Status fungsional Gangguan kognitif Dukungan sosial Pilihan pasien Mengunakan
terapi yang sesederhana dan semurah mungkin Mendukung upaya pendidikan diabetes bagi pasien dan pengasuh lanjut usia dengan
melibatkan tenaga kesehatan professional Mengobati hipertensi dan dislipidemia untuk menurunkan resiko gangguan kardiovaskular
Mempertimbangkan penanganan hipertensi yang seringkali membutuhan > 1
jenis obat dan pengobatannya pun harus dengan perlahan-lahan untuk
menyesuaikan dosis dengan tepat
Tujuan dalam kontrol glikemik seharusnya selalu melibatkan pemeriksaan
HbA1c dengan sasaran < 7%. Bila perlu pertimbangkan pula pemeriksaan lain tergantung pada : Harapan hidup Status fungsional
Pilihan pasien Beratnya penyakit yang diderita Dilakukan pemeriksaan terhadap mata paling sedikit tiap 2 tahun atau tiap tahun bila
terdapat retinopati atau bila adanya gangguan penglihatan lain atau bila hanya faktor resiko seperti hipertensi dan kontrol glikemik
yang buruk Penyaringan terhadap adanya depresi dan memberikan penanganan setelah diagnosa ditegakan Mengatur pengobatan
terkini dan memonitor secara teratur efek samping obat Penyaringan terhadap timbulnya gangguan kognitif dan sindroma geriatrik
lain seperti : inkontinensia urine, nyeri, dan jatuh Sumber : DE Elson, MD., PhD. ; SL Norris, MD., MPH., Diabetes in Older Adults
: Overviews of AGS guidelines for the treatment of diabetes mellitus in geriatric populations, 2004 Diperkirakan 25-50 % dari DM
lanjut usia dapat dikendalikan dengan baik hanya dengan diet saja, 3 % membutuhkan insulin dan 20-45 % dapat diobati dengan anti
diabetik oral dan diet saja. Para ahli berpendapat bahwa sebagian besar DM pada lanjut usia adalah tipe II dan dalam
penatalaksanaannya perlu diperhatikan secara khusus, baik cara hidup pasien, keadaan gizi dan kesehatannya, penyakit lain yang
menyertai serta ada atau tidaknya komplikasi DM. Pedoman penatalaksanaan diabetes pada lanjut usia adalah: ? Menilai
penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya. ? Menghilangkan gejala-gejala akibat
hiperglikemia. ? Lebih bersifat konservatif, usahakan agar glukosa darah tidak terlalu tinggi (200 -220 mg/dl) dan tidak terlampau
rendah karena bahaya terjadinya hipoglikemia ? Mengendalikan glukosa darah dan berat badan sambil menghindari resiko
hipoglikemi. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2?4 minggu). Apabila
kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO)
atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan
tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri,
setelah mendapat pelatihan khusus. Pilar Pengelolaan DM A. Edukasi Meliputi pemahaman tentang DM, penyulitnya, obat-obatan,
olahraga, perencanaan makan, komplikasi dan masalah yang akan dihadapi, hipoglikemia, perawatan kaki pada diabetes dan
lain-lain. Intinya perubahan perilaku dan perbaikan pola hidup. Keberhasilan pengelolaan diabetes membutuhkan partisipasi aktif
pasien, keluarga dan masyarakat. B. Perencanaan makanan Prinsipnya: anjuran makan seimbang seperti anjuran makan sehat pada
umumnya, tidak ada makanan yang dilarang, hanya dibatasi sesuai kebutuhan ( tidak berlebih ), menu sama dengan menu keluarga,
gula dalam bumbu tidak dilarang. Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 60- 70%, protein
10-15%, dan lemak 20-25%. C. Latihan jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur ( 3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit ). Sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Latihan jasmani yang dimaksud ialah
jalan, bersepeda santai, jogging, berenang. Prinsipnya : Continous, Rhytmical, Interval, Progresive dan Endurance D. Intervensi
farmakologis Apabila pengendalian diabetes tidak berhasil dengan pengaturan diet dan olahraga barulah diberi obat hipoglikemik.
Terapi farmakologis pada penderita DM A. Obat Hipoglikemik Oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 3 golongan : ?
Pemicu sekresi insulin: Sulfonilurea dan glinid ? Penambah sensitivitas terhadap insulin: Metformin, tiazolidindion ? Penghambat
absoppsi glukosa: Penghambat alfa glukosidase A.1. Pemicu Sekresi Insulin ? Sulfonilurea : Obat golongan ini mempunyai efek
utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 7/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:15 2017 / +0000 GMT

dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan
lebih.. Absorbsi derivat sulfonilurea melalui usus baik. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskuler tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang seperti chlorpropamid. Mekanisme kerja sulfonilurea : Cara kerja obat golongan ini masih merupakan
ajang perbedaan pendapat, tetapi pada umumnya dikatakan sebagai: ? Cara kerja utama adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas ? Meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak ? Meningkatkan efisiensi sekresi
insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak ? Penurunan produksi glukosa oleh hati.
Farmakokinetik dan dosis derivat sulfonilurea : a.Tolbutamid (Rastinon®) Mula kerja cepat dan kadar maksimal dicapai dalam 3-5
jam. Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma. Didalam hati obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan diekresi melalui
ginjal. Dosisnya 0,5-3 g dibagi dalam beberapa dosis. Isi tablet 0,5 g. Masa kerja 6-12 jam. b. Asetoheksamid Dalam tubuh cepat
sekali mengalami biotransformasi, masa paruh plasma hanya 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi
1-hidroksihekasamid yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya dari pada asetoheksamid itu sendiri. Selain itu
1-hidroksiheksamid juga memperlihatkan masa paruh lebih panjang, kira-kira 4-5 jam, sehingga efek asetoheksamid lebih lama
daripada tolbutamid. Kira-kira 10% dari metabolit asetoheksamid diekresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Dosisnya
0,25-1,25 g, dosis tunggal atau dalam beberapa dosis. Isi tablet 250 mg, 500 mg. Masa kerja 12-24 jam. c. Tolazamid Diserap lebih
lambat diusus daripada sediaan lainnya; efeknya terhadap kadar glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat
diberikan. Masa paruh kira-kira 7 jam. Dalam tubuh tolazamid diubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-hidroksi metiltolazamid dan
senyawa-senyawa lain; beberapa diantaranya memiliki sifat hipoglikemik yang cukup kuat. Tolazamid memiliki sifat khusus yaitu
menurunkan resistensi insulin dijaringan hati dan diluar hati serta pemberian jangka panjang dapat memperbaiki resistensi insulin.
Dosisnya 100-250 mg, dosis tunggal atau dalam beberapa dosis. Isi tablet 100 mg, 250 mg masa kerja 10-14 jam. d. Klorpropamid
(Diabinese®, Tesmel®) Cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme dalam hati dan metabolitnya cepat diekresi seluruhnya
melalui ginjal. Selain itu klorpropamid juga memiliki sifat retensi natrium, karena itu hati-hati pada DM dengan hipertensi pada
pemberian jangka panjang. Dalam darah obat ini terikat albumin; masa paruhnya kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat
beberapa hari setelah pengobatan dihentikan. Efek hipoglikemik maksimal dosis tunggal terjadi kira-kira 10 jam setelah obat itu
diberikan. Efek maksimal pemberian berulang, baru tercapai setelah1-2 minggu. Sedangkan ekskresinya baru lengkap setelah
beberapa minggu. Dosisnya 100-500 mg, dosis tunggal. Isi tablet 5 mg. Masa kerja 15 jam. e. Glipizid (Aldiab®, Glucotrol XL®,
Glizid®, Minidiab®) Mirip dengan sulfonilurea lainnya dengan kekuatan 100x lebih kuat dari pada tolbutamid, tetapi efek
hipogilkemia maksimal mirip dengan sulfonilurea lain. Dengan dosis tunggal pagi hari terjadi peninggian kadar insulin selama 3x
makan, tetapi insulin puasa tidak meningkat. Glipizid diabsorbsi lengkap sesudah pemberian oral dan dengan cepat dimetabolisme
dalam hati menjadi tidak aktif. Metabolit dan kira-kira 10% obat yang utuh dieskresi melalui ginjal. Reaksi kemerahan pada waktu
minum alcohol terjadi 4-15%. Satu setengah persen penderita menghentikan obat karena efek samping obat ini. Sifat khusus dari
glipizid adalah menekan produksi glukosa oleh hati. Dosisnya 5-10 mg. Isi tablet 5 mg. Masa kerja >12 jam.
f. Gliburid / Glibenklamid (Condiabet®, Daonil / Semi-Daonil®, Euglucon®, Glidanil®, Glimel®, Gluconic®, Gluconin®, Glulo®,
Glyamid®, Prodiabet®, Prodiamel®, Renabetic®, Tiabet®, Trodeb®)
Cara kerjanya sama dengan derivat sulfonilurea lainnya. Obat ini 200X lebih kuat dari pada tolbutamid tetapi efek hipoglikemia
maksimal mirip sulfonilurea lainnya. Pada pengobatan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder dengan seluruh kegagalan
kira-kira 21% selama 1,5 tahun. Gliburid efektif dengan pemberian dosis tunggal. Bila pemberian dihentikan obat akan bersih dari
serum sesudah 36 jam. Sifat khusus gliburid adalah mempunyai efek hipoglikemik yang kuat, sehingga para penderita harus selalu
diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Juga mempunyai efek antiagregasi trombosit. Dalam batas-batas tertentu
masih dapat diberikan pada penderita dengan kelainan faal hati dan ginjal. Dosisnya 5-20 mg, 1-2 kali sehari (lebih dari 10 mg,
dalam 2 dosis). Isi tablet 5 mg. Masa kerja 15 jam.
g. Gliklasid (Diamicron MR®, Glibet®, Glicab®, Glidiabet®, Glidanil®, Glucodex®, Glumeco®, Glycafor®, Gored®, Linodiab®,
Meltika®, Nufamicron®, Pedab®, Tiaglib®, Xepabet®, Zibet®, Zumadiac®)
Mempunyai sifat khusus yaitu efek hipoglikemik sedang, sehingga jarang menimbulkan hipoglikemia. Mempunyai efek antiagresi
trombosit yang poten, sehingga tepat bila digunakan pada DM type II yang sudah mempunyai penyulit angiopati diabetic. Dapat
diberikan pada gangguan faal hati dan ginjal yang ringan. Dosisnya 80-240 mg. Isi tablet 80 mg. Masa kerja 10-12 jam.
h. Glikuidon (Gliquidone®, Glunenorm®)
Mempunyai sifat khusus yaitu efek hipoglikemik sedang, sehingga jarang
menimbulkan hipoglikemia. Selain itu hampir seluruhnya diekresi melalui empedu
dan usus, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan kelainan faal hati dan atau

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 8/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:15 2017 / +0000 GMT

ginjal yang lebih berat. Dosisnya 30-120 mg. Isi tablet 30 mg.
i. Glibornuride
Mempunyai sifat khusus yaitu menekan sekresi glukosa dari hati, sehingga lebih bermanfaat untuk menekan peningkatan gula darah
puasa. Selain itu juga meningkatkan kerja insulin melalui tingkat reseptor dan postreseptor. Dosisnya 12,5-100 mg. Isi tabletnya 12,5
mg.
Efek Samping penggunaan Sulfonilurea :
Pada umumnya frekuensi efek nonterapi tidak lebih dari 5%, sedangkan reaksi alergi jarang sekali terjadi. Frekuensi efek samping
pada tolbutamid paling rendah jika dibandingkan dengan karbutamid atau sediaan lain yang kerjanya lebih panjang.
Gambaran gejala pada dasarnya serupa untuk semua derivat sulfonilurea, hanya frekuensinya berlainan. Gejala meliputi gejala
saluran cerna, kulit, hematologik, susunan saraf pusat, mata dan sebagainya.
Gejala saluran cerna antara lain berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam
lambung yang kadang-kadang terasa seperti pirosis substernal didaerah jantung.
Gejala saluran cerna ini dapat dikurangi dengan mengurangi dosis, memberinya
bersamaan makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala susunan saraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia, dan
sebagainya. Gejala hematologik diantaranya leucopenia dan agranulositosis.
Selain itu telah diketahui juga bahwa obat-obat tersebut dapat menimbulkan ikterus obstruktif. Ikterus biasanya bersifat sementara
dan lebih sering timbul pada pemakaian klopropamid (0,4%). Berkurangnya toleransi terhadap alcohol juga telah dilaporkan pada
pemakaian tolbutamid dan klorpropamid.
Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi hati
dan atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada orangtua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang atau asupan
makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda
akut (akibat tidak ada reflek simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Penurunan kecepatan ekskresi
klorpropamid dapat meningkatkan hipoglikemia.
? Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu :
a. Repraglinid (Novonorm®)
Merupakan derivat asam benzoat. Mempunyai efek antihipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Efek samping yang dapat terjadi pada obat ini adalah keluhan
gastrointestinal.
b. Nateglinid (Starlix®)
Cara kerja hampir sama dengan repaglinide, namun merupakan derivat dari fenilalanin. Diabsorbsi cepat setelah pemberian oral dan
diekskresi secara terutama melalui urin. Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan obat ini adalah keluhan infeksi saluran
pernapasan atas.
A.2. Penambah Sensitivitas pada Insulin
? Biguanid
Senyawa biguanid terbentuk dari dua molekul guanidine dengan kehilangan satu molekul amonia. Sediaan yang tersedia adalah
menformin, buformin, dan metformin.
Derivat biguanid mempunyai mekanisme kerja yang berlainan dengan derivat sulfonilurea, obat-obat tersebut kerjanya tidak melalui
perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran. Pemberian biguanid pada orang non diabetik tidak menurunkan
kadar glukosa darah; tetapi sediaan biguanid ternyata menunjukan efek potensiasi dengan insulin. Pemberian biguanid tidak
menimbulkan perubahan ILA (Insulin Like Activity) di plasma, dan secara morfologis sel pulau langerhans juga tidak mengalami
perubahan.
Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada penderita diabetes yang gemuk, ternyata
pemberian biguanid menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula; pada orang non diabetik yang gemuk tidak
timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah. Penyerapan biguanid oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan
bersamaan insulin atau sulfonilurea. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan sulfonilurea dapat ditolong dengan
biguanid.
Mekanisme Kerja Biguanid
Biguanid tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat menimbulkan efektifitas insulin yaitu :

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 9/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:15 2017 / +0000 GMT

? Menghambat absorpsi karbohidrat
? Menghambat glukoneogenesis di hati
? Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
? Meningkatkan jumlah reseptor insulin.
? Memperbaiki defek respon insulin.
Farmakokinetik dan Dosis Derivat :
a. Metformin (Benofomin®, Diabex / Diabex Forte®, Diafac®, Eraphage®, Gludepatic®, Forbetes®, Formell®, Gliformin®,
Glucophage®, Glucotika®, Glufor®, Glumin®, Metformin Dexa Medica®, Methpica®, Neodipar®, Reglus-500®, Tudiab®,
Zumamet®)
? Metformin menurunkan glukosa darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel otot yang dirangsang oleh insulin.
? Metformin menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan glukoneogenesis.
? Metformin juga dapat menurunkan kadar trigliserida, LDL kolesterol, dan total kolesterol, dan juga dapat meningkatkan LDL
kolesterol.
? Metformin berbeda dengan golongan sulfonilurea karena tidak meningkatkan sekresi insulin, jadi tidak dapat menyebabkan
hipoglikemia, tidak menaikan berat badan dan malah kadang-kadang dapat menurunkan berat badan.
? Metformin menurunkan kadar glukosa puasa sebanyak 60 mg/dl dan gliko Hb 1,8%. Jadi hampir sama efektif seperti sulfonilurea.
? Metformin juga meningkatkan jumlah reseptor insulin.
? Pada saat ini metformin masih banyak dipakai dibeberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat
jauh lebih sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada kegagalan ginjal dan penyakit hati. Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Dosisnya
500-3000 mg, 2-3 kali sehari. Isi tablet 500 mg.
b. Fenformin
Pada terapi fenformin pada umumnya tidak terjadi efek toksik yang hebat. Beberapa penderita mengalami mual, muntah diare serta
kecap logam (metallic taste); tetapi dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang. Pada beberapa penderita yang
mutlak bergantung pada insulin luar, kadang-kadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemia
(starvation ketosis). Dari berbagai derivat biguanid, data fenformin yang paling banyak terkumpul tetapi sediaan ini kini dilarang
dipasarkan di Indonesia karena bahaya asidosis laktat yang mungkin ditimbulkannya. Di Eropa fenformin digantikan metformin
yang kerjanya serupa fenformin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat. Dosisnya 50-150 mg perhari isi tablet 25
mg.
Kontraindikasi sediaan Biguanid
Sediaan biguanid tidak boleh diberikan pada penderita dengan penyakit hati berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit
jantung kongestif. Pada keadaan gawat sebaiknya tidak diberikan biguanid. Pada kehamilan seperti juga dengan sediaan anti diabetik
oral lainnya, sebaiknya tidak diberikan biguanid, sampai terbukti bahwa obat ini tidak menimbulkan bahaya yang berarti.
? Thiazolindion / Glizaton
Thiazolindion berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma suatu reseptor inti sel di sel otot dan sel lemak.
Contoh obat golongan ini adalah :
a. Pioglitazon (Actos®)
Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah pentranspor glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Obat ini dimetabolisme di hepar. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung karena dapat
memperberat edema dan juga pada gangguan faal hati. Saat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal.
b. Rosiglitazon
Cara kerja hampir sama dengan pioglitazon, diekskresi melalui urin dan feses. Mempunyai efek hipoglikemik yang cukup baik jika
dikombinasikan dengan metformin. Pada saat ini belum beredar di Indonesia.
A.3. Penghambat Alfa Glukosinase
? Acarbose (Glucobay 50/ Glucobay 100®)
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase
didalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus
dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar
insulin. Efek samping akibat maldigestivus karbohidrat berupa gejala

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 10/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:13:15 2017 / +0000 GMT

gastrointestinal seperti meteorismus, flatulence, dan diare. Flatulence merupakan
efek yang terjadi pada 50% pengguna obat ini. Alfa glukosidase inhibitor dapat
menghambat bioavailabilitas metformin jika diberikan secara bersamaan pada orang
normal.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral:
1. Dosis harus dimulai dengan dosis rendah kemudian dinaikan bertahap
2. Harus diketahui betul cara kerja, lama kerja, dan efek samping obat tersebut.
3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat
4. pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakan menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih
kepada insulin
5. Usahakan harga obat terjangkau oleh orang dengan diabetes.
Obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri :
Hipoglikemia harus dihindari pada orang dengan diabetes usia lanjut, oleh karena itu sebaiknya obat-obatan yang bekerja jangka
panjang tidak dipakai dan diberikan obat-obatan yang mempunyai masa paruh yang pendek tetapi bekerja cukup lama.
Terapi Kombinasi Sulfonilurea dan Biguanid
Pada saat-saat tertentu diperlukan terapi kombinasi / pemakaian bersama antara obat-obat golongan sulfonilurea dan biguanid.
Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk biguanid untuk bekerja
efektif. Kedua-duanya rupanya mempunyai efek terhadap sensitivitas reseptor; jadi pemakaian kedua obat tersebut saling
menunja