Peranan Kepemimpinan Klinik (Clinical Leadership) Dalam Implementasi Patient Safety Di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Rumah sakit mempunyai dampak yang besar dalam meningkatkan kesehatan.
Sesuai dengan tujuannya rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia (Aditama, 2010). Setiap saat rumah sakit dituntut
untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Pasar bebas Asia Pasifik pada tahun
2020, akan lebih mempengaruhi berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan
kesehatan terutama pelayanan di bidang perumahsakitan. Pengembangan rumah sakit
kelas dunia prinsip dasarnya berorientasi pada pasien (Patient Centeredness)
(Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, 2012).
Akreditasi rumah sakit memasukkan keselamatan pasien dalam penilaian. Hal
ini merupakan bagian dari standar akreditasi rumah sakit pada Tahun 2012 yang
terdiri dari empat kelompok, yaitu standar pelayanan berfokus pada pasien, standar
manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien di rumah sakit, serta sasaran
Milenium Development Goals (Sutoto, 2012).
Industri rumah sakit termasuk dalam kategori High Reliability Organizations
(HRO), memungkinkan menjalankan pelayanan sebaik mungkin, walaupun memiliki
kompleksitas proses dalam organisasi. Rumah sakit yang menyadari kedudukan

sebagai HRO mengedepankan peningkatan mutu pelayanan melalui pengembangan

1

2

program keselamatan (Yulia, 2012). Keselamatan pasien sangat penting dalam
pelayanan di rumah sakit. Dalam hal ini langkah awal memperbaiki pelayanan yang
berkualitas adalah keselamatan, sedangkan kunci dari pelayanan bermutu dan aman
adalah membangun budaya keselamatan pasien (Hughes, 2005).
Sebagaimana yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
isu tentang keselamatan pasien mendapatkan perhatian pemerintah. Rumah sakit
wajib melaksanakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan
efektif, dengan mengutamakan kepentingan pasien. Rumah sakit wajib memenuhi hak
pasien memperoleh keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah
sakit. Acuan bagi rumah sakit untuk pelaksanaan pogram keselamatan pasien di
rumah sakit sesuai standar yang ditetapkan, tertuang dalam Permenkes RI Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011.
Pasien tidak mengharapkan terjadinya cedera dalam pelayanan di rumah sakit.

Cedera atau kerugian akibat tindakan medis, merupakan adverse events atau
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Angka kejadian cedera di beberapa negara
sangat berbeda. Di negara maju, satu dari sepuluh pasien menderita cedera ketika
menerima pelayanan kesehatan. WHO melaporkan dari berbagai negara bahwa
KTD pasien rawat inap sebesar 3-16%. Di New Zealand KTD dilaporkan
berkisar 12,9% dari angka rawat inap, di Inggris KTD dilaporkan berkisar
10,8%, di Kanada dilaporkan berkisar 7,5% (Baker, 2004). Joint Commission

3

International (JCI) juga melaporkan KTD berkisar 10% dan di United Kingdom,
dan 16,6% di Australia (JCI, 2013).
Laporan Institute of Medicine di Amerika Serikat tentang “To Err is Human”,
mengemukakan di rumah sakit di Utah dan Colorado ditemukan KTD (Adverse
Event) sebesar 2,9%, dimana 6,6% diantaranya meninggal. Sedangkan di New York
KTD adalah sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat
KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun
berkisar 44.000 – 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan
angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara: Amerika, Inggris, Denmark,
dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6% (Departemen Kesehatan

RI, 2008). Prevalensi terkait pelayanan kesehatan di negara berkembang bervariasi
5,7%-19,1% dan dua puluh kali lebih tinggi dibandingkan di negara maju (Direktorat
Bina Upaya Kesehatan Rujukan, 2012).
Menurut Lumenta (2008) dalam Yulia (2012) bahwa laporan insiden
keselamatan pasien di Indonesia berdasarkan Propinsi ditemukan dari 145 insiden
yang dilaporkan sebanyak 55 kasus (37,9%) terjadi di wilayah DKI Jakarta.
Sedangkan berdasarkan jenisnya dari 145 insiden yang dilaporkan tersebut
didapatkan KNC sebanyak 69 kasus (47,6%), KTD sebanyak 67 kasus (46,2%), dan
lain-lain sebanyak 9 kasus (6,2%). Walaupun data ini ada secara umum di Indonesia,
catatan kejadian yang berhubungan dengan keselamatan pasien di rumah sakit belum
dikembangkan secara menyeluruh oleh semua rumah sakit sehingga perhitungan
kejadian yang berhubungan dengan keselamatan pasien masih sangat terbatas.

4

Rumah sakit harus mengetahui penyebab dari KTD. KTD atau adverse event
yang mengakibatkan cedera pada pasien bisa dikarenakan oleh kesalahan medis atau
bukan kesalahan medis yang tidak dapat dicegah. Kesalahan medis termasuk dalam
kategori kedelapan sebagai penyebab kematian utama di Amerika dan lebih tinggi
dibandingkan masalah kecelakaan, yaitu sebesar 43,4%. Salah satu yang ditakutkan

oleh pasien di rumah sakit yaitu terjadinya malpraktek. Hasil yang didapatkan
sebanyak 4.544.711 orang (16,6%) penduduk yang mengalami kejadian merugikan,
337.000 orang cacat permanen, dan 121.000 orang mengalami kematian (Sunaryo,
2009).
Ada beberapa hal yang menyebabkan kesalahan dari pelayanan di rumah
sakit. Survei Internasional dari 5 negara (survei pasien dewasa yang sakit dirawat)
menunjukkan 19% percaya bahwa suatu kesalahan telah dibuat, 11% percaya terjadi
kesalahan obat atau dosis, dan 13% percaya bahwa masalah kesehatan yang serius
diderita disebabkan oleh kesalahan medik (Utarini, 2011).
Dalam penelitian ini ingin dikaji peran kepemimpinan klinik dalam
implementasi patient safety. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu atau standar
kelima dari 7 standar keselamatan pasien adalah peran kepemimpinan dalam
meningkatkan

keselamatan

pasien.

Kepemimpinan


di

rumah

sakit

sangat

mempengaruhi keselamatan pasien. Karena kepemimpinan (leadership) dapat
dikatakan sebagai cara dari seorang pemimpin (leader) dalam mengarahkan,
mendorong dan mengatur seluruh unsur-unsur di dalam kelompok atau organisasi

5

untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan sehingga menghasilkan
kinerja pegawai yang maksimal.
Kepemimpinan klinik biasanya berkaitan dengan klinisi yang secara langsung
terlibat dalam proses pelayanan kepada pasien. Istilah clinical leadership biasanya
juga digunakan untuk seorang klinisi yang selain masih aktif terlibat dalam pelayanan
pasien juga berperan serta dalam proses manajerial termasuk di antaranya manajemen

sumber daya manusia. Dalam kenyataanya, kepemimpinan klinik tidak hanya
menuntut kemampuan untuk mengkombinasikan antara kemampuan klinis dengan
kemampuan manajerial, tetapi juga harus mampu menetapkan ukuran-ukuran dan
indikator-indikator yang secara visual dapat dipergunakan untuk menilai kinerja
pelayanan secara komprehensif. Agar kepemimpinan klinik dapat berjalan secara
efektif, maka harus diwujudkan dalam bentuk komitmen yang tinggi terutama dari
pemimpin klinik (Dwiprahasto, 2004).
Namun dalam prakteknya kepemimpinan klinik di Indonesia dinilai masih
kurang.

Terutama

dalam

hal

mengimplemantasikan

Permenkes


Nomor

1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit atau lebih
sering dikenal sebagai program patient safety. Pada umumnya para pemimpin klinik
di rumah sakit masih sangat kurang dalam membudayakan dan mensosialisasikan
keselamatan pasien di unit kerjanya.
Hasil penelitian yang dilakukan Lestari (2014) menunjukkan bahwa
kepemimpinan

partisipatif

dan

komitmen

organisasi

secara

bersama-sama


berpengaruh positif, sangat kuat dan signifikan terhadap efektifitas implementasi

6

renstra. Komitmen dari pimpinan untuk meningkatkan keselamatan pasien antara lain
melalui program tujuh langkah menuju keselamatan rumah sakit dan penerapan
standar keselamatan pasien rumah sakit. Langkah awal dalam mencapai keselamatan
pasien tersebut adalah melalui penerapan budaya keselamatan pasien yang disertai
kepemimpinan yang baik.
Salah satu rumah sakit swasta di Kota Medan yang telah menerapkan
Permenkes No.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien di rumah
sakit semenjak tahun 2009 adalah Rumah Sakit Umum (RSU) Sari Mutiara Medan.
Rumah sakit ini tergolong kelas B dengan nilai BOR periode 2010-2014 berturutturut 73,5%, 62,68%, 49,17%, 57,66% dan 63,12% (angka ideal BOR menurut
Depkes 60-85%). Dapat dilihat bahwa nilai BOR tahun 2010-2012 cenderung
menurun dan cenderung menaik pada tahun 2013-2014.
RSU Sari Mutiara Medan terdiri atas delapan instalasi yaitu Instalasi Gawat
Darurat, Instalasi Bedah, Instalasi Rawat Intensif (ICU), Instalasi Radiologi, Instalasi
Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Rawat Jalan, dan Instalasi Rawat Inap.
Jumlah tempat tidur di RSU Sari Mutiara Medan sebanyak 289 tempat tidur yang

tersebar di delapan instalasi tersebut di atas. 10 (sepuluh) besar penyakit pasien rawat
inap RSU Sari Mutiara Medan berturut-turut DM, DHF, GE, Hipertensi, T.Capitis,
TBparu, Dispepsia, Gastritis, Bronchitis, dan ISPA. Sedangkan 10 (sepuluh) besar
penyakit pasien rawat jalan RSU Sari Mutiara Medan berturut-turut GE, ISPA,
TBparu, TBparu primer, DM, Gastritis, V.Laseratum, Hipertensi, V. Excoriasi, dan
DHF.

7

Hasil wawancara dengan TKPRS RSU Sari Mutiara Medan, diperoleh
informasi bahwa sampai saat ini pelaksanaan keselamatan pasien masih mengalami
kendala. Beberapa penyebabnya antara lain kurangnya komitmen dari pimpinan di
setiap bagian klinik/instalasi rumah sakit untuk membudayakan keselamatan pasien.
Gambaran kurangnya komitmen pemimpin klinik ini dapat dilihat dari fakta bahwa
1) bila ada KTD yang terjadi pada pasien di rumah sakit, pemimpin klinik cenderung
menyalahkan petugas medis, dan 2) pemimpin klinik kurang mendorong dan
menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien. Fakta lain bahwa pemimpin
klinik kurang menjalin kerjasama dan koordinasi dengan bagian lain yang turut
bertanggungjawab dalam pelaksanaan patient safety ini seperti dengan teman-teman

sejawat, Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) dan komite medik.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan fenomena hasil survey awal di
lokasi penelitian, maka dilakukan penelitian ini dengan menetapkan judul: “Peranan
Kepemimpinan Klinik (Clinical Leadership) dalam Implementasi Patient Safety di
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.”

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana peranan kepemimpinan klinik (clinical leadership)
dalam implementasi patient safety di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.

8

1.3 TujuanPenelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis peranan
kepemimpinan klinik (clinical leadership) dalam implementasi patient safety di
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan dalam:
1. Mendorong dan menjamin implementasi program Keselamatan Pasien di instalasi
masing-masing.
2. Menjamin


berlangsungnya

program

proaktif

untuk

identifikasi

risiko

Keselamatan Pasien dan program menekan atau mengurangi KTD.
3. Mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu.
4. Mengalokasikan sumber daya yang adekuat.
5. Mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya.

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang membutuhkan antara lain:
1.

Bagi RSU Sari Mutiara Medan
Memberi

masukan

bagi

manajemen

rumah

sakit

tentang

pentingnya

kepemimpinan klinik dalam implementasi Keselamatan Pasien guna menekan
atau menurunkan KTD pada pasien.

9

2.

Bagi Pasien
Dapat memberikan wawasan kepada pasien tentang hak memperoleh
keselamatan selama berada di rumah sakit.

3.

Bagi Peneliti Lanjutan
Sebagai bahan referensi bagi penelitian yang berhubungan dengan Keselamatan
Pasien di rumah sakit.