TAP.COM - TINGKAT BIOKONSENTRASI LOGAM BERAT DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI IKAN ...

TESIS

TINGKAT BIOKONSENTRASI LOGAM BERAT DAN
GAMBARAN HISTOPATOLOGI IKAN MUJAIR
(OREOCHROMIS MOSSAMBICUS L) YANG HIDUP DI
PERAIRAN TUKAD BADUNG KOTA DENPASAR

MADE RAHAYU KUSUMADEWI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

TESIS

TINGKAT BIOKONSENTRASI LOGAM BERAT DAN
GAMBARAN HISTOPATOLOGI IKAN MUJAIR
(OREOCHROMIS MOSSAMBICUS L) YANG HIDUP DI
PERAIRAN TUKAD BADUNG KOTA DENPASAR


MADE RAHAYU KUSUMADEWI
NIM 1291261023

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

TINGKAT BIOKONSENTRASI LOGAM BERAT DAN
GAMBARAN HISTOPATOLOGI IKAN MUJAIR
(OREOCHROMIS MOSSAMBICUS L) YANG HIDUP DI
PERAIRAN TUKAD BADUNG KOTA DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister,
Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Udayana

MADE RAHAYU KUSUMADEWI
NIM 1291261023


PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2015

ii

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 12 JANUARI 2015

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS.
NIP. 196703031994031002


Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si
NIP. 196109141987021001

Mengetahui
Ketua Program Studi
Magister Ilmu Lingkungan
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,

Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS.
NIP. 196703031994031002

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 195902151985102001


iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 8 Januari 2015

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No.

: 4541/UN.14.4/HK/2014

Tanggal

: 31 Desember 2014

Panitia Penguji Tesis adalah :
Ketua


: Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS.

Anggota

:

1.

Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, MSi.

2.

Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS.

3.

Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS.

iv


SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

:

Made Rahayu Kusumadewi

NIM

:

1291261023

Program Studi

:

Magister Ilmu Lingkungan


Judul Tesis

:

Tingkat Biokonsentrasi Logam Berat Dan Gambaran
Histopatologi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus
L) Yang Hidup Di Perairan Tukad Badung Kota
Denpasar

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 20120
dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 8 Januari 2015
Hormat saya,

(Made Rahayu Kusumadewi)

v


UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena hanya atas Asung Kertha Wara NugrahaNya, tesis ini dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang
telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk Beasiswa Unggulan (BU)
Tahun 2012 sehingga meringankan beban penulis dalam proses penyelesaikan
studi ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. I Wayan Budiarsa
Suyasa, M.S sebagai Pembimbing I dan sekaligus sebagai Ketua Program Studi
Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Program Pascasarjana Universitas Udayana
yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan bimbingan saran dalam
menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya juga penulis sampaikan
kepada Bapak Prof. Dr. Drh. I Ketut Berata, M.Si (dosen Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana) selaku Pembimbing II yang telah memberikan
banyak dukungan, semangat, bimbingan dan saran kepada penulis selama
menyelesaikan tesis ini. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada para pegawai
Sekretariat PSMIL Universitas Udayana yang telah sangat membantu di dalam
urusan administrasi.

Kepada Bapak (I Made Suwitra, S.Pd), Ibu (Dra. Ni Wayan Karni), Adik
(Komang Ayu Kusuma Wardani), dan Suami (drh. I Putu Agus Kertawirawan,
S.KH) terima kasih atas cinta yang hangat dan doa penuh harap untuk penulis.
Untuk para sahabat dan teman-teman atas segala doa dan dukungan moral yang
telah memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal tesis ini.

Denpasar, 8 Januari 2015
Penulis

vi

ABSTRACT
Tukad Badung River is located at Denpasar City that river is polluted by heavy
metals very high. Common species of fish found in the river is Tilapia.
Contaminated waters resulting physiological and anatomical damage in fish. Fish
can be used as bio-indicators of chemical contamination in the aquatic
environment. Observational study to determine the bioconcentration of heavy
metals and organ histopathology performed by examining the levels of heavy

metal contamination include Pb, Cd and Cr+6 in tilapia with AAS method (Atomic
Absorption Spectrofotometric), and observe the histopathological changes in
organ preparations gills, liver, and muscle stained with HE staining (hematoxylin
eosin). The content of heavy metals Pb and Cr+6 is above the quality standards
specified in ISO 7378 : 2009 and FAO Fish Circular 764. The content of Pb low
of 0.8385 mg/kg and high of 20.2600 mg/kg, while the content of Cr+6 low of
1.1402 mg/kg and high of 6.2214 mg/kg. In fish with Pb bioconcentration of
0.8385 mg/kg and Cr+6 of 1.1402 mg/kg was found that histopathological changes
gill hyperplasia and fusion, the liver was found degeneration, necrosis, and
fibrosis, and in muscle atrophy found. Histopathological changes such as edema
and necrosis of the liver is found in fish with Pb bioconcentration of 4.5225
mg/kg and Cr+6 amounted to 2.5163 mg/kg . Advised the people not to eat fish
that live Mujair Tukad Badung and environmental management is needed.
Keywords : Bioconcentration, heavy metals, tilapia

vii

ABSTRAK
Tukad Badung merupakan salah satu sungai di kota Denpasar dengan potensi
cemaran logam berat yang sangat tinggi. Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

adalah jenis ikan yang umum ditemukan di sungai tersebut. perairan yang
tercemar mengakibatkan kerusakan fisiologis dan anatomi pada ikan. Ikan dapat
digunakan sebagai bioindikator cemaran bahan kimia di suatu lingkungan
perairan. Penelitian observasional untuk mengetahui biokonsentrasi logam berat
dan gambaran histopatologi organ dilakukan dengan memeriksa kadar cemaran
logam berat meliputi Pb, Cd dan Cr+6 pada daging ikan mujair dengan metode
AAS (Atomic Absorption Spectrofotometric), dan mengamati perubahan
histopatologi preparat organ insang, hati, dan otot yang diwarnai dengan
pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin). Kandungan logam berat Pb dan Cr+6 berada
di atas baku mutu yang ditetapkan dalam SNI 7378:2009 dan FAO Fish Circular
764. Kandungan Pb terendah yaitu 0,8385 mg/kg dan tertinggi yaitu 20,2600
mg/kg, sedangkan kandungan Cr+6 terendah yaitu 1,1402 mg/kg dan tertinggi
yaitu 6,2214 mg/kg. Pada ikan dengan biokonsentrasi Pb sebesar 0,8385 mg/kg
dan Cr+6 sebesar 1,1402 mg/kg ditemukan perubahan histopatologi insang yaitu
hiperplasia dan fusi, pada hati ditemukan degenerasi, nekrosis, serta fibrosis, dan
pada otot ditemukan atropi. Perubahan histopatologi berupa oedema dan nekrosis
organ hati ditemukan pada ikan dengan biokonsentrasi Pb sebesar 4,5225 mg/kg
dan Cr+6 sebesar 2,5163 mg/kg. Disarankan kepada masyarakat untuk tidak
mengkonsumsi ikan Mujair yang hidup di Tukad Badung dan perlu dilakukan
pengelolaan lingkungan.
Kata kunci : Biokonsentrasi, logam berat, ikan mujair

viii

RINGKASAN
Tukad Badung merupakan salah satu sungai di kota Denpasar dengan
potensi cemaran logam berat sangat tinggi yang umum dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk lokasi memancing yaitu Tukad Badung. Ikan Mujair merupakan
ikan konsumsi yang banyak diperoleh para pemancing ikan di Tukad Badung.
Logam berat yang masuk ke dalam perairan akan dipindahkan dari badan air
melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organismeorganisme perairan. Tingginya tingkat cemaran di perairan akan mempengaruhi
keadaan fisiologis ikan yang disertai kerusakan anatomi. Ikan merupakan salah
satu organisme yang dapat digunakan dalam uji untuk mengetahui efek beracun
dari beberapa cemaran bahan kimia dalam suatu lingkungan perairan. Analisa
histopatologi dapat digunakan untuk mengetahui gambaran kesehatan ikan
melalui perubahan struktur yang terjadi pada organ yang menjadi target utama
dari bahan pencemar seperti insang, hati, dan daging. Dilakukan penelitian
observasional dengan menguji kandungan logam berat pada sampel ikan dengan
metode AAS (Atomic Absorption Spectrofotometric) dan diamati perubahan
histopatologi organ insang, hati, dan otot yang diwarnai dengan pewarnaan HE
(Hematoksilin Eosin). Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara
deskriptif kualitatif serta disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil uji
penentuan kandungan logam berat Pb dan Cd pada masing-masing lokasi dan
tingkat umur dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku yaitu SNI 7387:2009
sedangkan untuk logam berat Cr+6 dibandingkan dengan baku mutu pada FAO
Fish Circular 764. Gambaran histopatologi yang diperoleh dibandingkan dengan
histologi normal dari organ insang, hati, dan daging.
Biokonsentrasi cemaran logam berat pada ikan Mujair (Oreochromis
mossambicus) yang hidup diperairan sungai Tukad Badung melebihi baku mutu
SNI 7378:2009 yaitu 0,3 mg/kg untuk logam timbal dan FAO Fish Circular 764
yaitu 1 mg/kg untuk logam kromium heksavalen serta tidak ditemukan kandungan
logam berat kadmium (Cd) pada ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang
hidup diperairan sungai Tukad Badung. Pada biokonsentrasi logam berat timbal
(Pb) 0,8385 mg/kg dan kromium heksavalen sebesar 1,1402 mg/kg pada ikan
Mujair (Oreochromis mossambicus) yang hidup di perairan sungai Tukad Badung
ditemukan perubahan histopatologi hiperplasia dan fusi pada insang, degenerasi,
nekrosis, dan fibrosis pada hati dan atropi pada otot. Sedangkan perubahan
histopatologi oedema dan nekrosis pada hati ditemukan pada ikan dengan
biokonsentrasi logam berat timbal sebesar 4,5225 mg/kg dan kromium heksavalen
sebesar 2,5163 mg/kg. Ikan Mujair yang hidup di perairan Tukad Badung tidak
layak untuk dikonsumsi karena memiliki kandungan logam berat melebihi baku
mutu yang berlaku sehingga perlu diambil kebijakan tentang pengelolaan
lingkungan perairan Tukad Badung dan perlu diadakan penelitian komprehensif
tentang biokonsentrasi berbagai logam berat terhadap biota yang hidup di perairan
Tukad Badung dihubungkan dengan logam berat pada sedimen sepanjang aliran di
perairan Tukad Badung.

ix

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ..........................................................................................

i

PRASYARAT GELAR ....................................................................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................

iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.................................................

v

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................

vi

ABSTRACT .....................................................................................................

vii

ABSTRAK .......................................................................................................

viii

RINGKASAN ..................................................................................................

iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................

x

DAFTAR TABEL ............................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................

1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................

3

1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................

3

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................

5

2.1 Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus).........................................

5

2.1.1 Insang......................................................................................

8

2.1.2 Hati .........................................................................................

12

2.1.3 Otot .........................................................................................

15

2.2 Cemaran Logam Berat di Tukad Badung .........................................

18

x

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN ...............

25

3.1 Kerangka Berpikir .............................................................................

25

3.2 Konsep Penelitian .............................................................................

28

BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................

29

4.1 Rancangan Penelitian .......................................................................

29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................

29

4.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................

30

4.4 Penentuan Sumber Data ..................................................................

31

4.5 Bahan Penelitian................................................................................

31

4.6 Instrumen Penelitian..........................................................................

32

4.7 Prosedur Kerja ..................................................................................

32

4.7.1 Pengambilan sampel ikan ......................................................

32

4.7.2 Penentuan konsentrasi logam berat timbal (Pb), kadmium
(Cd), dan kromium heksavalen (Cr+6) ....................................

33

4.7.3 Pembuatan preparat histopatologi organ ikan .......................

34

4.8. Analisis Data ....................................................................................

35

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................

37

5.1 Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Mujair
(Orechromis mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad
Badung Kota Den-pasar ................................................................... 37
5.2 Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Ikan Mujair
(Orechromis mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad
Badung Kota Denpasar .................................................................... 40
5.3 Kandungan Logam Berat Kromium Heksavalen (Cr+6) pada
Ikan Mujair (Orechromis mossambicus) yang Hidup di Perairan
Tukad Badung Kota Denpasar ........................................................ 40
5.4 Gambaran
Histopatologi
Ikan
Mujair
(Orechromis
mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad Badung Kota
Denpasar ............................................................................................ 43

xi

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................

50

6.1 Tingkat Biokonsentrasi Logam Berat pada Mujair (Orechromis
mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad Badung Kota
Denpasar ............................................................................................ 50
6.2 Gambaran
Histopatologi
Ikan
Mujair
(Orechromis
mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad Badung Kota
Denpasar ............................................................................................ 55

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .............................................................

64

7.1. Kesimpulan ......................................................................................

64

7.2.Saran ..................................................................................................

65

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

65

xii

DAFTAR TABEL
Halaman
5.1

5.2

5.3

5.4

5.5

5.6

5.7

5.8

5.9

5.10

5.11

5.12

5.13

5.14

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair
di Dam Mertagangga

37

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair
di Jembatan Gajah Mada

38

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair
di Alangkajeng Menak

38

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair
di Dam Buagan

39

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair
di Dam Estuari

39

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6 pada Ikan
Mujair di Dam Mertagangga

40

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6 pada Ikan
Mujair di Jembatan Gajah Mada

41

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6 pada Ikan
Mujair di Alangkajeng Menak

41

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6 pada Ikan
Mujair di Dam Buagan

42

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6 pada Ikan
Mujair di Dam Estuari

42

Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang
Ikan yang Hidup di Dam Mertagangga

43

Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Oedema, dan
Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Dam
Mertagangga

43

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair
yang Hidup di Dam Mertagangga

44

Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang
Ikan yang Hidup di Jembatan Gajah Mada

44

xiii

5.15

5.16

5.17

5.18

5.19

5.20

5.21

5.22

5.23

5.24

5.25

Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Oedema, dan
Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Jembatan
Gajah Mada

45

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair
yang Hidup di Jembatan Gajah Mada

45

Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang
Ikan yang Hidup di Alangkajeng Menak

45

Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Oedema, dan
Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Alangkajeng
Menak

46

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair
yang Hidup di Alangkajeng Menak

46

Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang
Ikan yang Hidup di Dam Buagan

47

Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Oedema, dan
Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Dam Buagan

47

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair
yang Hidup di Dam Buagan

47

Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang
Ikan yang Hidup di Dam Estuari

48

Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Oedema, dan
Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Dam Estuari

48

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair
yang Hidup di Dam Estuari

49

xiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1

Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

6

2.2

Histologi lamella primer serta sel-sel penyusun, diantaranya sel
darah merah, sel epitel, dan sel klorid

10

2.3

Histologi hati ikan normal dengan pewarnaan HE

14

2.4

Gambaran histologi Red Muscle atau otot merah normal dengan
Pewarnaan HE

17

Gambaran histologi White Muscle atau otot putih normal dengan
Pewarnaan HE

18

3.1

Bagan konsep penelitian

28

4.1

Peta lokasi penelitian

30

6.1

Histogram Kandungan Rata-rata Logam Pb Ikan Mujair yang
Hidup di Tukad Badung Kota Denpasar

50

Histogram Kandungan Rata-rata Logam Cr+6 Ikan Mujair yang
Hidup di Tukad Badung Kota Denpasar

51

Histogram Kejadian Perubahan Histopatologi Hiperplasia Sel
Klorid dan Fusi pada Lamella Sekunder Organ Insang Ikan
Mujair yang Hidup di Sungai Tukad Badung

55

Perubahan Histopatologi Hiperplasia Sel Klorid (a) dan Fusi
Lamella Sekunder (b) Terjadi pada Ikan Mujair Remaja yang
Hidup di Dam Mertagangga (HE, 100x)

56

Histogram Kejadian Perubahan Histopatologi Degenerasi,
Nekrosis, Fibrosis, Oedema, dan Radang pada Organ Hati Ikan
Mujair yang Hidup di Sungai Tukad Badung

57

Perubahan Histopatologi Degenerasi (a), Nekrosis (b), dan
Fibrosis (c) Ditemukan pada Ikan Mujair Remaja yang Hidup di
Dam Mertagangga

58

2.5

6.2

6.3

6.4

6.5

6.6

6.7

Perubahan Histopatologi Degeneras (a), Nekrosis (b), Fibrosis
(c), Oedema (d), dan Infiltrasi Sel Radang (e) Ditemukan pada

xv

6.8

6.9

Ikan Mujair Remaja yang Hidup di daerah Jembatan Gajah Mada
(HE, 50x)

59

Histogram Kejadian Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ
Otot Ikan Mujair yang Hidup di Sungai Tukad Badung

61

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair
yang Hidup di Dam Mertagangga. Sel-sel otot Penyusun Myomer
Mengalami Atrofi (a) serta Terdapat Jarak Antara Myomer dan
Myoseptum (b) (HE,100x)

62

xvi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sungai memiliki fungsi beragam diantaranya sumber air minum,
mandi, mencuci dan rekreasi atau memancing. Ikan merupakan salah satu spesies
hewan air dalam sungai yang umum diperoleh saat memancing untuk selanjutnya
dikonsumsi oleh masyarakat. Penurunan kualitas air mengakibatkan rendahnya
kualitas hidup dari ikan yang hidup di dalamnya. Tubuh ikan yang mengandung
bahan beracun akibat hidup di dalam perairan yang tercemar, tentu akan dapat
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Di kota
Denpasar terdapat sebuah sungai yang umum dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk lokasi memancing yaitu Tukad Badung.
Tukad Badung merupakan salah satu sungai di kota Denpasar yang
mengalir dari Banjar Bingin Desa Sading dan bermuara pada waduk Estuari Dam
yang berada pada perbatasan kota Denpasar dan kelurahan Kuta Kabupaten
Badung. Sumber limbah yang berpotensi mencemari Tukad Badung adalah
limbah industri (industri pengolahan dan industri pencelupan), limbah rumah
tangga, limbah bengkel, limbah limpasan jalan, limbah peternakan, limbah rumah
sakit, limbah pasar dan sebagainya. Berdasarkan atas sumber limbah tersebut
diatas, salah satu bahan pencemar yang berpotensi mencemari perairan Tukad
Badung adalah logam berat. Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk
menamai kelompok metal dan metalloid dengan densitas lebih besar dari 6 g/cm3
diantaranya timbal (Pb), kadmium (Cd), dan kromium heksavalen (Cr+6). Menurut

1

2

Bryan (1976) dalam Purnomo (2008), logam berat yang masuk ke dalam perairan
akan dipindahkan dari badan air melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi,
dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan.
Ikan merupakan salah satu organisme perairan yang umum
dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber protein. Menurut Susanto (1999), ikan
mengandung protein, lemak, karbohidrat, garam mineral, dan vitamin yang
dibutuhkan oleh manusia. Sepanjang aliran Tukad Badung terdapat berbagai jenis
ikan, diantaranya ikan Mujair (Oreochromis mossambicus). Ikan Mujair
merupakan ikan yang banyak diperoleh para pemancing ikan di Tukad Badung,
umumnya ikan mujair yang diperoleh untuk dikonsumsi. Menurut Mason (2002),
tingginya tingkat cemaran di perairan akan mempengaruhi keadaan fisiologis ikan
yang disertai kerusakan anatomi. Menurut Geonarso (1988) dalam Cahaya (2009)
ikan merupakan salah satu organisme yang dapat digunakan dalam uji untuk
mengetahui efek beracun dari beberapa cemaran bahan kimia dalam suatu
lingkungan perairan. Analisa histopatologi dapat digunakan untuk mengetahui
gambaran kesehatan ikan melalui perubahan struktur yang terjadi pada organ yang
menjadi target utama dari bahan pencemar seperti insang, hati, dan daging (Dutta,
1996).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian untuk
menentukan tingkat biokonsentrasi pencemaran logam berat dan gambaran
histopatologi ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang hidup di perairan
Tukad Badung Kota Denpasar.

3

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1.

Berapakah biokonsentrasi cemaran logam berat timbal (Pb),
kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6) pada ikan Mujair
(Oreochromis mossambicus) yang hidup di perairan sungai Tukad
Badung Kota Denpasar?

2.

Bagaimanakah gambaran histopatologi organ insang, hati dan otot
ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) di perairan sungai Tukad
Badung Kota Denpasar yang tercemar logam berat timbal (Pb),
kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6)?

1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menentukan biokonsentrasi pencemaran logam

berat timbal (Pb),

kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6) serta gambaran
histopatologi ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang hidup di
perairan Tukad Badung kota Denpasar.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.

Mengetahui biokonsentrasi cemaran logam timbal (Pb), kadmium
(Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6) pada ikan Mujair (Oreochromis
mossambicus) yang hidup di perairan Tukad Badung Kota Denpasar.

2.

Mengetahui pengaruh logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd) dan
kromium heksavalen (Cr+6) terhadap histopatologi organ insang, hati

4

dan otot ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang hidup di
perairan Tukad Badung Kota Denpasar.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat tentang kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd) dan
kromium heksavalen (Cr+6) pada ikan Mujair yang hidup di Tukad Badung kota
Denpasar. Penelitian dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan pengelolaan lingkungan di Tukad Badung kota Denpasar. Penerima
manfaat dari penelitian ini adalah masyarakat umum yang memanfaatkan ikan
Mujair yang hidup di Tukad Badung sebagai sumber protein hewani, Badan
Lingkungan Hidup Provinsi Bali, dan Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)
Ikan Mujair merupakan ikan air tawar yang umum dikonsumsi oleh

masyarakat. Ikan Mujair memiliki ukuran menengah dengan panjang maksimum
yang dapat dicapai adalah 40 cm, berbentuk pipih dengan warna hitam, keabuabuan, kecoklatan hingga kuning (Gambar 2.1). Pada sirip bagian punggung
(dorsal) terdapat 10 – 13 buah duri (Froese dan Pauly, 2007). Pada bagian kepala
terdapat sisik yang berukuran lebih besar dibandingkan sisik yang terdapat pada
sepanjang tubuh (Luna, 2012). Ikan dewasa betina memiliki panjang rata-rata 25
cm dan berat 1100 gram, sedangkan pada ikan jantan memiliki panjang 35 cm
dengan berat 800 hingga 900 gram (Froese dan Pauly, 2007). Ikan Mujair betina
memiliki warna kehitaman, sedangkan ikan Mujair jantan dan Mujair remaja
memiliki warna keperakan (Luna, 2012).
Berikut adalah klasifikasi ilmiah dari ikan Mujair :
Kerajaan : Animalia
Filum

: Chordata

Kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Perciformes

Famili

: Cichlidae

Genus

: Oreochromis

Spesies

: Oreochromis mossambicus (Peters, W. 1852)

5

6

Ikan Mujair ditemukan pada habitat mulai dari air payau, air tawar
hingga air laut (Luna, 2012). Ikan Mujair dapat bertahan pada keadaan payau
karena memiliki toleransi pada salinitas tinggi serta suhu yang berbeda (Froese
dan Pauly 2007). Ikan ini jarang ditemukan pada daerah ketinggian dan dikenal
sebagai ikan tropis (Van der Waal, 2002). Ikan ini tergolong ke dalam golongan
omnivora yaitu mengkonsumsi bahan detritus, diatom, dan invertebrata (Mook,
1983). Trewevas (1983) menambahkan ikan Mujair juga memakan alga dan
fitoplankton. Ikan remaja (juvenile) memiliki sifat karnivora dan bersifat kanibal
(Luna, 2012).

Gambar 2.1. Ikan Mujair (Orechromis mossambicus)
Sumber : (http://adearisandi.files.wordpress.com) tanggal unduh 10 Juni 2014
Ikan Mujair adalah ikan yang hidup berkelompok dan memiliki
wilayah kekuasaan atau territorial (Mook, 1983). Ikan jantan umumnya
menunjukkan ancaman terhadap wilayah kekuasaannya (Oliveira dan Almada,
1998). Ikan ini dapat beradaptasi pada berbagai habitat dan oleh karena itu
dianggap sebagai ikan yang memiliki tingkat sebaran tinggi di dunia (Froese dan
Pauly, 2007). Ikan betina memiliki tanggung jawab melindungi anak ikan dari
bahaya, dan ikan jantan menjaga tempat bersarang (Oliveira dan Almada, 1995).

7

Ikan Mujair menggunakan berbagai bentuk dalam komunikasi dengan
ikan lainnya. Ikan ini menghasilkan suara saat kawin dan interaksi agonistik.
Hanya ikan jantan yang paling dominan menghasilkan suara (Amorim et al.
2003). Ikan Mujair jantan adalah jenis ikan yang memiliki perilaku agresif
(Almada dan Oliveira, 1996). Kepadatan populasi mempengaruhi tingkat
agresifitas yang ditunjukkan (Oliveira dan Almada, 1998).
Ikan Mujair remaja mencapai kematangan seksual pada umur dua
bulan dan memiliki ukuran 15-17 cm. Ikan Mujair adalah spesies yang memiliki
pertumbuhan cepat dan mencapai ukuran maksimal dalam 5-6 bulan setelah
menetas. Ikan Mujair betina memiliki sifat poliandri dan menggunakan ruang
dalam mulutnya untuk menyimpan telur ikan yang akan menetas. Betina
membawa telur di mulutnya untuk jangka waktu sekitar 12 hari dan pada saat
tersebut makanan dan pernafasan induk ikan terbatas (Luna, 2012).
Masuknya bahan pencemar ke dalam perairan dapat mempengaruhi
kualitas perairan. Apabila bahan yang masuk ke perairan melebihi ambang batas,
maka daya dukung lingkungan akan menurun (Dahuri, 1998). Untuk mengetahui
efek toksik dari beberapa polutan kimia dalam suatu ekosistem dapat diuji dengan
menggunakan spesies yang ada di dalamnya, salah satunya yaitu menggunakan
ikan (Geonarso, 1988). Analisa histopatologi dapat digunakan sebagai penanda
biologis (biomarker) untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan melalui perubahan
struktur yang terjadi pada organ yang menjadi sasaran utama dari bahan pencemar
seperti insang, hati, dan daging (Dutta, 1996). Selain itu, penggunaan biomarker
histopatologi dapat digunakan dalam memantau lingkungan dengan mengamati

8

organ-organ yang memiliki fungsi metabolisme tubuh sehingga dapat digunakan
sebagai diagnosis awal terjadinya gangguan kesehatan pada suau organisme
(Martinez dan Marina, 2007).
2.1.1

Insang
Insang atau branchia merupakan organ pernafasan yang digunakan

oleh ikan untuk melakukan proses pernafasan yaitu pengambilan oksigen dan
pelepasan karbon dioksida. Setiap ikan memiliki insang pada bagian kanan dan
kiri dari faring (Wilson dan Laurent, 2002). Kebanyakan ikan bertulang sejati
memiliki empat pasang insang, namun ada yang sampai enam pasang (Sukiya,
2003).
Menurut Andy Omar (1987), setiap insang ikan terdiri dari filamen
insang atau hemibranchia atau gill gilament, berwarna merah, terdiri jaringan
lunak dengan bentuk menyerupai sisir dan melekat pada lengkung insang. Tiap
satu lembaran insang terdiri dari sepasang filamen, dan pada setiap filamen
mengandung banyak lapisan tipis yang disebut lamela. Filamen mengandung
pembuluh darah kapiler yang memungkinkan oksigen (O2) berdifusi masuk dan
karbondioksida (CO2) berdifusi keluar. Pada ikan bertulang sejati insang ditutupi
oleh tutup insang yang disebut operculum. Tulang lengkung insang atau archus
branchialis atau gill arch, merupakan tempat melekatnya filamen dan tapis
insang, berwarna putih, dan memiliki saluran darah yaitu arteri afferent dan arteri
efferent yang memungkinkan darah keluar masuk ke dalam insang. Dan tapis
insang atau gill rakers, berupa sepasang deretan batang tulang rawan yang pendek
dan bergerigi, melekat pada bagian depan dari lengkung insang dan memiliki

9

fungsi untuk menyaring air pernafasan. Pada ikan–ikan herbivora pemakan
plankton, tapis insang biasanya rapat dan ukurannya panjang dan berfungsi
sebagai penyaring makanan.
Secara histologi, menurut Nabib dan Pasaribu (1989) luas permukaan
epitel dari insang menyerupai luas dari permukaan kulit, bahkan pada sebagian
besar spesies ikan luas permukaan epitel insang ini jauh melebihi kulit, sehingga
insang memiliki peran penting dalam proses hemostatis. Insang ikan memiliki
lapisan epitel yang tipis berguna untuk efisiensi pertukaran gas yaitu penyerapan
oksigen dan pelepasan karbondioksida. Selain mempermudah pertukaran gas,
lebarnya sel epitel dapat mempermudah masuknya bibit penyakit dan
meningkatkan resiko iritasi. Selain itu, insang memiliki fungsi untuk mengatur
pertukaran garam dan air serta berfungsi dalam ekskresi produk-produk limbah
nitrogen, terutama amonia. Kerusakan ringan pada struktur insang ikan
mengakibatkan gangguan dalam osmoregulasi dan kesulitan bernafas.
Marrison (2007) menyatakan lengkung insang terdiri dari lamela
primer. Masing-masing lamela primer memiliki lamela sekunder yang terletak
tegak lurus terhadap lamela primer. Lengkungan insang ditutupi oleh jaringan
epidermal dan mengandung banyak sel-sel mukosa. Pada lamela primer terdapat
sel klorid. Sel-sel klorid ini paling banyak ditemukan pada basal (proksimal) dari
lamela (Gambar 2.2).
Sel ini berfungsi dalam transportasi ion dan detoksifikasi. Pertukaran
gas terjadi di seluruh permukaan lamela sekunder terutama melalui pertukaran
antara darah dan air yang berasal dari lingkungan. Permukaan lamela sekunder

10

terdiri dari sel epitel squamosa yang saling tumpang tindih, biasanya satu lapisan
didukung dan dipisahkan oleh sel pilar dengan ketebalan 9-10 µm. Sel-sel pilar
memiliki fungsi utama sebagai penyokong membran basal penyusun pembuluh
darah. Sel ini mengandung sel kontraktil mirip amuba yang berfungsi menahan
aliran darah yang memiliki tekanan tinggi dari aorta ventral. Permukaan epitel
pipih memiliki mikrovili yang berfungsi untuk membantu lendir pada kutikula
dalam mengurangi infeksi dan abrasi dan memiliki peran penting dalam mengatur
pertukaran gas, air dan ion. Ketebalan gabungan dari kutikula, epitel pernafasan

Gambar 2.2. Histologi lamela primer serta sel – sel penyusun, diantaranya sel
darah merah, sel epitel, dan sel klorid (Sumber : Fish Histology dan
Histopathology, 2007)

dan flensa sel pilar berkisar 0,5-4 µm. Ini merupakan total jarak difusi untuk
pertukaran pernafasan. Sel goblet ditemukan tersebar di antara sel-sel epitel
skuamosa lamela insang, serta dalam daerah basal dari lamela tersebut.

11

Saputra (2013) menyatakan lapisan epitel insang yang tipis dan
berhubungan langsung dengan lingkungan luar mengakibatkan insang berpeluang
besar mengalami paparan oleh bahan pencemar yang ada di perairan. Kerusakan
sekecil apapun dapat mengakibatkan terganggunya fungsi insang sebagai pengatur
osmose dan kesulitan bernafas. Pembendungan aliran darah akibat trauma fisik,
zat

pencemar,

maupun

gangguan

sistem

sirkulasi

pada

lamela

akan

mengakibatkan edema atau pembengkakan sel di sekitar pembuluh darah yang
terlihat dari perluasan jaringan antara pembuluh darah dengan lapisan epitel
lamela primer.
Pembendungan dan edema akan mengurangi efiensi difusi gas dan
dapat berakibat fatal seperti kematian. Difusi gas terganggu karena luas
permukaan serap pada lamela sekunder insang akan menyempit (Holle, et al.
2001). Edema sering terjadi akibat pemaparan polutan-polutan yang berasal dari
bahan kimia, seperti logam berat (Ploeksic, et al. 2010), metalloid, pestisida, dan
penggunaan bahan-bahan terapeutik (formalin dan H2O2) yang berlebihan (Ersa,
2008).
Edema, fusi lamela, dan hiperplasia pada insang ikan dapat diakibatkan
oleh panas dan polusi (asam, ammonia, logam berat dan petisida) yang
menyebabkan perubahan struktur sel klorid. Edema dan diikuti oleh lepasnya
epitel dari lamela sekunder yang mengakibatkan terganggunya fungsi epitel
sebagai penangkap gas terlarut (Saputra, 2013).
Menurut Robert (2001), hiperplasia terjadi disertai dengan peningkatan
jumlah sel-sel mucus di dasar lamela dan mengakibatkan fusi lamela. Ruang

12

interlamela yang merupakan saluran air dan ruang produksi mucus dapat
tersumbat akibat hiperplasia sel epitel yang berasal dari filamen primer sehingga
seluruh ruang intralamela diisi oleh sel-sel yang baru. Hiperplasia dapat
megakibatkan penebalan jaringan epitel di ujung filamen atau penebalan jaringan
yang terletak di dekat dasar lamela (basal hiperplasia).
Polutan kimia dan logam berat terutama Kadmium (Cd), Cuprum (Cu),
dan Zinc (Zn) mengakibatkan hiperplasia. Ikan yang terpapar logam berat,
deterjen, pestisida, dan nitrofeno memperlihatkan pemisahan antara sel epithelium
dan sistem yang mendasari sel tiang yang dapat mengarah pada keruntuhan dari
struktur lamela sekunder dan dapat mengakibatkan peningkatan sel-sel klorid
(Olurin et al. 2006; Suparjo, 2010). Menurut Ersa (2008) penyebab lain dari
hiperplasia insang, penebalan lamela dan fusi lamela adalah defisiensi nutrisi.
Menurut Tanjung (1982), tingkat kerusakan pada insang yang
berhubungan dengan toksisistas adalah tingkat I, terjadi edema pada lamela dan
terlepasnya sel-sel epithelium dari jaringan dibawahnya; tingkat II, terjadi
hiperplasia pada basal proksimal lamela sekunder; tingkat III, hiperplasia
menyebabkan bersatunya dua lamela sekunder; tingkat IV, hampir seluruh lamela
sekunder mengalami hiperplasia; tingkat V, hilangnya struktur lamela sekunder
dan rusaknya filamen.
2.1.2

Hati
Hati atau hepar merupakan salah satu kelenjar pencernaan ikan yang

memiliki bentuk besar dengan warna merah kecoklatan dan terletak pada bagian
depan rongga badan dan meluas mengelilingi usus. Menurut Loomis (1978), hati

13

merupakan organ vital yang berfungsi sebagai detoksifikasi dan mensekresikan
bahan kimia yang digunakan untuk proses pencernaan.
Morrison (2007) menyatakan hati ikan adalah organ yang relatif besar.
Pada ikan karnivora yang hidup di alam liar, hati berwarna coklat kemerahan
sedangkan hati ikan herbivora pada habitat alam liar memiliki hati berwarna
coklat ringan. Pada ikan budidaya, warna hati lebih ringan dari pada di alam.
Nabib dan Pasaribu (1989) menyatakan histologi hati ikan berbeda dengan
mamalia, dimana pada ikan terdapat hepatosit penyusun lobus jauh lebih sedikit
dibandingkan mamalia. Sinusoid secara tidak teratur tampak diantara sel-sel hati
dan dibatasi oleh sel-sel endotel dengan inti yang sangat jelas. Sel-sel kuffer tidak
tampak pada dinding sinusoid (Gambar 2.3). Sistem pembuluh empedunya pun
sangat berbeda dari mamalia karena saluran-saluran empedu intraseluler sering
beranastomosis membentuk pembuluh empedu yang khas. Pembuluh-pembuluh
empedu kemudian bergabung untuk membentuk kantung empedu, berisi empedu
berwarna hijau kekuningan, yang dihubungkan dengan usus melalui saluran
empedu. Ketika nutrisi yang diperoleh dari lingkungan kurang dari kebutuhan
normal, sel-sel dapat menyusut dan mengandung banyak pigmen ceroid kuning.
Hati ikan mengandung enzim metabolisme dan salah satu organ yang paling
sering rusak, tetapi telah ditunjukkan (pada mamalia) diperlukan hanya 10% dari
parenkim hati untuk menjaga fungsi hati tetap normal.
Terdapatnya zat toksik dalam tubuh ikan dapat mempengaruhi struktur
histologi hati ikan sehingga dapat mengakibatkan kelainan histologi hati yaitu
pembengkakan

sel,

nekrosis

atau

kematian

sel,

fibrosis

dan

serosis.

14

Pembengkakan sel hati ditandai dengan adanya vakuola atau ruang-ruang kosong
akibat pembengkakan hepatosit yang mengakibatkan penyempitan sinusoid.
Pembengkakan sel terjadi karena muatan elektrolit di luar dan di dalam sel berada
dalam keadaan tidak seimbang. Ketidakstabilan sel dalam memompa ion Na+
keluar dari sel menyebabkan peningkatan masuknya cairan dari ekstraseluler ke
dalam sel sehingga sel tidak mampu memompa ion natrium yang cukup. Hal ini
akan mengakibatkan sel membengkak sehingga sel akan kehilangan intergritas
membrannya. Sel akan mengeluarkan materi sel keluar dan kemudian akan terjadi
kematian sel atau nekrosis. Kematian sel yang terus berlanjut akan mengakibatkan
fokal nekrosis.

Gambar 2.3. Histologi hati ikan normal dengan pewarnaan HE (Sumber : Fish
Histology dan Histopathology, 2007)
Fokal nekrosis ditandai dengan hilangnya struktur jaringan, daerah
nekrosis dikelilingi oleh zona pendarahan atau hemoragik. Adanya nekrosis
meyebabkan respon peradangan pada jaringan yang masih hidup di sekitar daerah
nekrosis. Peradangan ditandai dengan adanya jendolan darah serta jaringan

15

berwarna merah karena banyaknya eritrosit yang keluar dari pembuluh darah.
Respon peradangan ini bertujuan untuk pemulihan serta menekan agen nekrosis.
Hal ini dikarenakan sel-sel yang mengalami nekrosis tidak mampu di absorbsi
oleh sel fagosit sehingga dapat melarutkan unsur-unsur sel sehingga dapat
mengeluarkan enzim sitolitik. Respon peradangan dilakukan dengan cara
regenerasi sel-sel hilang, pembentukan jaringan ikat serta terjadi emigrasi leukosit
ke daerah nekrosis. Tetapi, apabila hati terus terpapar zat toksik maka akan
menyebabkan sel kehilangan kemampuan dalam regenerasi sehingga akan
memicu terjadinya fibrosis (Setyowati, dkk. 2010)
Fibrosis terjadi akibat dari peradangan akut karena sel kehilangan
kemampuan dalam regenerasi yang menyebabkan terjadinya proliferasi fibroblas
sehingga serabut kolagen yang berebih (Anderson, 1995). Menurut Setyowati,
dkk. (2010), fibrosis ditandai oleh kolagen yang lebih tebal, dimana serabut
kolagen berperan dalam menyokong sinusoid dan hepatosit. Jika fibrosis meluas
ke semua bagian hati maka akan terjadi sirosis (pemadatan organ hati) yang
menyebabkan kegagalan fungsi hati sehingga dapat menyebabkan kematian. Hal
ini dikarenakan terjadinya hipertensi vena porta yang dapat menggangu aliran
darah sehingga menghambat asupan nutrien dan pertukaran oksigen. Menurut
Darmono (1995), kerusakan hati dibagi menjadi tiga yaitu ringan, yang ditandai
dengan perlemakan dan pembengkakan sel; sedang, ditandai dengan kongesti dan
hemoragi; dan berat, ditandai dengan kematian sel atau nekrosis.

16

2.1.3

Otot
Menurut Andi Omar (1987), dibandingkan dengan vertebrata lainnya,

ikan mempunyai susunan otot yang relatif jauh lebih sederhana. Berdasarkan cara
kerjanya, otot–otot yang terdapat pada tubuh ikan dibedakan atas dua golongan
yaitu voluntary muscle, yaitu otot yang bekerja karena dipengaruhi oleh rangsang,
dan involuntary muscle, yaitu otot yang bekerja tanpa dipengaruhi oleh rangsang.
Otot atau daging ikan tersusun dengan rapi dari kranial ke kaudal oleh
lapisan-lapisan otot yang berbentuk kerucut dan disebut coni musculi. Coni
musculi tersusun secara segmental dan disebut myomer atau myotome. Antara
myomer satu dengan myomer lainnya dipisahkan oleh suatu pembungkus yang
disebut myocommata atau myoseptum. Otot-otot yang terletak di bagian sebelah
kiri dan kanan tubuh dipisahkan oleh sekat yang disebut septum vertical. Oleh
sebuah septum horisontal otot-otot tubuh ikan terbagi atas dua daerah yaitu
muskulus dorsalis dan muskulus ventralis.
Menurut Marrison (2007), secara histologi otot pada tubuh ikan dapat
dibedakan menjadi otot lurik atau otot rangka, otot licin atau otot halus, dan otot
jantung. Sel otot lurik atau otot rangka memiliki inti banyak dan terletak tepat di
bawah membran sarcolemma. Beberapa myofibril longitudinal terdiri dari
beberapa myofilamen. Otot lurik memiliki dua jenis yaitu red muscle atau otot
merah (Gambar 2.4) dan white muscle atau otot putih (Gambar 2.5).
Lapisan otot merah berada tepat di bawah kulit, memiliki lipid yang
lebih tinggi

dari pada jaringan putih, dan jumlah

mitokondria per sel dan

aktivitas pernafasan yang lebih tinggi. Otot ini memiliki kandungan darah yang

17

tinggi, bersifat aerob, kontraksinya lambat, dan berserat. Sedangkan, otot putih
membentuk volume terbesar dari jaringan tubuh. Jumlah mitokondria sedikit dan
sedikit aktifitas pernafasan.

Gambar 2.4. Gambaran histologi Red Muscle atau Otot merah normal dengan
pewarnaan HE (Sumber : Fish Histology dan Histopathology, 2007)

Menurut Priosoeryanto, dkk (2010), perubahan histopatologi yang
terjadi pada otot ikan yaitu perubahan-perubahan yang melibatkan pertumbuhan
berlebihan, pertumbuhan tidak sempurna, atau pola pertumbuhan abnormal pada
jaringan otot. Perubahan secara histopatologi yang terjadi yaitu atropi, degenerasi,
dan edema. Atropi adalah suatu proses berkurangnya ukuran dari suatu bagian
tubuh atau organ karena pengurangan ukuran atau jumlah sel-sel yang ada dan
biasanya brlangsung lambat. Atropi dapat disebabkan oleh kelaparan atau

18

malnutrisi, kekurangan suplai darah yang cukup atau infeksi kronis (Plumb,
1994).
Degenerasi dapat disebabkan oleh kekurangan dari bahan esensial
misalnya oksigen, kekurangan sumber energi yang mengganggu metabolisme,
pemanasan mekanik, luka akibat listrik, akumulasi substansi yang abnormal di
dalam sel (Hoole, 2001). Perubahan awal biasanya terjadi adalah berupa migrasi
nukleus, nekrosis sarkoplasma, dan hemoragi atau edema yang terlokalisir yang
disertai infiltrasi oleh makrofag. Degenerasi dapat berupa granuler, hyalin, vakola,
dan degenerasi lemak (Priosoeryanto,dkk. 2010).

Gambar 2.5. Gambaran histologi White muscle atau otot putih dengan pewarnaan
HE (Sumber : Fish Histology dan Histopathology, 2007)

Perubahan lain yang ditemukan pada otot adalah edema. Edema
merupakan suatu akumulasi cairan yang abnormal di dalam rongga tubuh atau di
dalam ruang interstitial dari jaringan dan organ yang dapat mengakibatkan

19

kebengkakan. Edema pada otot ikan dapat dihubungkan dengan bahan kimia,
virus, bakteri, dan parasit (Takashima dan Hibiya, 1995).
2.2

Cemaran logam berat di Tukad Badung
Menurut Fardiaz (1992), pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan

dimana terjadinya perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan. Pencemaran
lingkungan dapat terjadi akibat tindakan-tindakan manusia. Pencemaran
lingkungan dapat mempengaruhi manusia secara langsung maupun tidak langsung
melalui hasil pertanian, peternakan, benda-benda, perilaku dalam apresiasi dan
rekreasi di alam bebas. Pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009) adalah
masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Berdasarkan data BLH Bali (2013), Tukad Badung merupakan sungai
lintas kabupaten/kota yaitu kota Denpasar dan kabupaten Badung. Sungai ini
bermuara di perbatasan antara kelurahan Kuta dan kelurahan Pemogan dimana
muara sungai ini telah dibendung menjadi waduk Estuary Dam. Hulu Tukad
Badung berada di Banjar Bingin, Desa Sading. Panjang aliran Tukad Badung
adalah 19 km dan luas daerah pengaliran 22,55 km2. Sumber-sumber limbah yang
berpotensi mencemari sungai ini sangat beragam seperti limbah industri (industri
pengolahan dan industri pencelupan), limbah limbah tangga, limbah bengkel,
limbah limpasan jalan, limbah peternakan dan limbah rumah sakit, limbah pasar,
dan lain sebagainya. Bahan pencemar adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi

20

alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu
ekosistem sehingga mengakibatkan gangguan peruntukkan ekosistem tersebut
(Effendi, 2003). Bahan-bahan kimia yang termasuk dalam bahan pencemar
memiliki sifat stabil dan tidak mudah mengalami degradasi sehingga bersifat
persisten di alam dalam jangka waktu yang lama.
Rao (1992) menyatakan bahwa salah satu bahan pencemar adalah
senyawa anorganik yang terdiri dari logam dan logam berat yang memiliki sifat
beracun. Menurut Clark (1986), logam dalam konteks biologis dapat dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu (1) golongan logam ringan (seperti sodium,
potasium, kalsium, dsb) yang secara normal tertransportasi sebagai mobile cations
di dalam larutan; (2)

logam transisi dimana secara esensial berada dalam

konsentrasi rendah tetapi dapat bersifat beracun dalam konsentrasi tinggi (seperti
besi, tembaga, kobal dan mangan); dan (3) logam berat atau metalloid (seperti
raksa, timbal, timah, selenium, dan arsenik) dimana secara umum tidak
dibutuhkan bagi aktivitas metabolis dan bersifat racun terhadap sel pada
konsentrasi rendah. Menurut Davis dan Cornwell (1991), bahan anorganik yang
memiliki sifat toksik adalah arsen (As), barium (Ba), kadmium (Cd), kromium
(Cr), timah hitam (Pb), merkuri (Hg), selenium (Se), dan perak (Ag). Logam
secara alamiah ada di lingkungan perairan, dan beberapa keberadaannya bersifat
esensial bagi kehidupan di perairan.

Di perairan, logam dan logam berat

merupakan konstituen alami yang berasal dari erosi bebatuan, vulkanik, dan
sebagainya. Sumber-sumber pencemaran logam di perairan antara lain: (a) dari
batuan dan tumpahan lahar gunung berapi; (b) dari limbah industri baik industri

21

bijih dan logam maupun industri lain yang limbahnya mengandung logam berat
seperti industri pencelupan; dan (c) dari sampah dan macam-macam buangan
padat.
Suatu logam dapat dipandang sebagai racun apabila logam-logam
tersebut konsentrasinya berada di atas yang diperkenankan. Kadar logam yang
terlalu rendah dalam suatu perairan dapat menyebabkan organisme hidup di
dalamnya menderita defisiensi. Akan tetapi, unsur logam dalam jumlah yang
berlebihan akan bersifat racun. Hal ini disebabkan terbentuknya senyawa
merkaptida antara logam berat dengan gugus –SH yang terdapat dalam enzim,
sehingga aktivitas enzim tidak dapat berlangsung. Toksisitas logam tergantung
pada jenis, kadar, dan bentuk fisika-kimianya. Adanya efek sinergistik dari
beberapa logam juga akan memperbesar toksisitas logam berat. Faktor lingkungan
perairan juga turut mempengaruhi toksisitas logam berat seperti pH, kesadahan,
suhu dan salinitas. Penurunan pH akan menyebabkan toksisitas logam berat
semakin besar. Kesadahan yang tinggi dapat mengurangi toksisitas logam berat,
karena logam berat dalam air yang kesadahan tinggi akan membentuk senyawa
kompleks yang mengendap ke dasar perairan.
Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk menamai
kelompok metal dan metalloid dengan densitas lebih besar dari 6 g/cm3. Jenisjenis logam tersebut meliputi : merkuri (Hg), timbal (Pb), arsen (As), kadmium
(Cd), kromium (Chromium), kuprum (Cu), dan nikel (Ni). Logam-logam tersebut
sering dihubungkan dengan adanya masalah pencemaran dan toksitas perairan
(pesisir dan laut), karena keberadaannya yang membahayakan dan sering

22