Biokonsentrasi Logam Fe Oleh Cacing Akua

ISBN 978-602-9092-64-6

BIOKONSENTRASI LOGAM Fe OLEH CACING AKUATIK dan
KONSENTRASI Nitrogen dan Fosfor DALAM PROSES REDUKSI
LUMPUR LIMBAH
1. Atiek Moesriati, Alfan Purnomo, Ro’du Dhuha Afrianisa, Rifda Rahman, Wenny
Vebriane
2. Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS
Sukolilo, Surabaya, 60111
e-mail: atiekmoes@yahoo.com

ABSTRAK
Predator alamiah cacing akuatik golongan Oligochaeta dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
penanganan lumpur hasil proses pengolahan limbah cair dengan proses aerobic dan anoksis. Predator ini
dapat mengakumulasi logam berat dalam lumpur, dan meminimisasi jumlah lumpur biologis tersebut. Tetapi,
pelepasan nutrien pada effluen merupakan salah satu kerugian dalam reduksi lumpur menggunakan cacing
akuatik. Penelitian ini selain bertujuan untuk mengetahui akumulasi logam Fe pada cacing akuatik juga
mengkaji perubahan konsentrasi nitrogen dan fosfor dalam proses reduksi lumpur. Penelitian dilakukan dalam
skala laboratorium, digunakan sistem batch. Jenis lumpur yang digunakan adalah lumpur efluen bak
pengendap kedua dari suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah . Jenis cacing akuatik golongan Oligochaeta
tersebut adalah Tubifex sp. dan Lumbriculus sp. Rasio worm/sludge (w/s) yang digunakan adalah 0,4; 0,6; dan

0,8. Parameter yang dianalisis adalah Fe, total nitrogen (TN), Total Fosfor (TP), DO, pH, dan suhu. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini, jumlah logam Fe yang terkandung dalam tubuh cacing Tubifex sp. dan
Lumbriculus sp. akibat proses reduksi lumpur masing-masing sebesar 6.198 mg/kg dan 2.036 mg/kg.
Worm/sludge dan jenis cacing berpengaruh terhadap akumulasi logam Fe pada cacing akuatik. Sedangkan
penambahan cacing akuatik dapat menurunkan TN dan TP dalam lumpur. Rata-rata penyisihan TN dan TP
tertinggi dalam lumpur untuk Tubifex sp. sebesar 26% dan 11% lebih tinggi daripada reaktor tanpa cacing
pada w/s 0,6 sedangkan Lumbriculus sp. sebesar 13% dan 9% pada w/s 0,4. Penambahan cacing akuatik juga
meningkatkan konsentrasi TN dan TP pada air dengan laju pelepasan 0,011 mg-TN/mg-Tubifex hari; 0,005 mgTP/mg-Tubifex hari; 0,007 mg-TN/mg-Lumbriculus hari; 0,0014 mg-TP/mg-Lumbriculus hari.
Kata kunci: Cacing akuatik, Biokonsentrasi, logam Fe, total fosfor, total nitrogen

ABSTRACT
Oligochaetaclass of aquaticwormscan be usedas an alternativetreatmentof sludgewastewater from
treatment process.This studyaims to determinethe accumulation ofFemetal inaquaticwormsand to examinesthe
concentrations changes of nitrogenand phosphorus insludgereduction process. The study was conducted in a
laboratory
scale
with
batch
system
is

used.
The
types
ofOligochaeta
class
aquaticwormsisTubifexsp.andLumbriculussp with ratio ofthe worm/sludge(w/s) used is0.4; 0.6; and0.8.The
results show thatthe amount ofFecontainedin the body ofthe wormTubifexsp. andLumbriculussp. due
tosludgereduction processis 6,198mg/kgand2,036mg/kg. The Averageallowance forTotal Nitrogen(TN) and
Total
PhosphorusTP)
highest
inmudforTubifexsp.
is
26%
and11%
higher
than
thereactorwithoutwormsonw/s0.6whileLumbriculussp. is 13% and 9% in the w/s0.4. The addition of aquatic
worms also increases the concentration of TN and TP.
Keywords: aquaticworms, Bioconcentration, Fe, totalphosphorus, totalnitrogen


1.

PENDAHULUAN

Proses pengolahan limbah di suatu instalasi
pengolahan air limbah umumnya menghasilkan
buangan yang berupa lumpur. Pada proses
pengolahan secara aerobik mengakibatkan jumlah

lumpur yang cukup besar (Ellisen, 2006). Lumpur
hasil pengolahan limbah umumnya mengandung
bakteri, bahan organik dan anorganik, fosfor dan
senyawa nitrogen serta beberapa jenis polutan
seperti logam berat, polutan organik dan patogen
(Elissen et al., 2010;Wei etal., 2009). Lumpur
tersebut harus diolah secara tepat sebelum dibuang
Proceeding Seminar Nasional Teknik Lingkungan ULM 2014
“Teknologi Praktis dalam Upaya Konservasi Air dan Energi”|99


ISBN 978-602-9092-64-6
karena berpotensi menimbulkan acaman bagi
lingkungan dan kesehatan manusia. Menurut Sanin
et al. (2011), air limbah industri mengandung logam
berat diantaranya adalah Fe. Fe (besi) merupakan
logam jika terdapat dalam jumlah besar di
lingkungan dapat menyebabkan toksik. Lumpur
yang terkena atau mengandung logam berat perlu
pengolahan tambahan untuk mereduksinya (Elissen
et al., 2006). Disisi lain pengolahan lumpur dapat
meningkatkan biaya operasional. Sebagai contoh,
biaya pengolahan lumpur dan pembuangan dapat
meningkat hingga 60% dari total biaya operasional
instalasi pengolahan air limbah (Wei et al.,
2008).Bahkan cacing akuatik tersebut juga dapat
mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya hingga
kadar maksimum yang dapat diterima (Elissen et al.,
2010).Menurut Zhang (2012), beberapa cacing
akuatik ditemukan dalam pengolahan air limbah
yang bertujuan untuk mengurangi lumpur, seperti

Tubificidae, Lumbriculidae dan Aeolosomatidae.
Tubificidae (misal Tubifex tubifex) memiliki tingkat
konsumsi tinggi, rentang hidup yang panjang dan
kapasitas yang unggul untuk mentolerir polutan dan
senyawa beracun dalam ekosistem akuatik.
Cacing akuatik golongan Oligochaeta
merupakan predator alamiah yang diidentifikasi
memiliki kemampuan dalam mereduksi lumpur
(Buys et al.,2008). Selain Tubifex sp., Lumbriculus
sp. merupakan cacing akuatik dengan golongan
oligochaeta yang mampu merduksi lumpur dan
mengakumulasi logam. Lumbriculus sp. merupakan
organisme yang toleran terhadap pencemar. Pada
umumnya
digunakan
untuk
mengukur
biokonsentrasi kontaminan pada sedimen (Karlsson,
2013).
Pada proses reduksi lumpur dengan

menggunakan cacing akuatik, salah satu hal yang
perlu diperhatikan adalah pelepasan senyawa
nitrogen (N) dan fosfor (P) ke efluen (Wei et al.,
2009). Hasil penelitian Hen
drickx et al.
(2010a), menunjukkan bahwa dalam reduksi lumpur
dengan cacing akuatik terjadi proses
pelepasan ammonia dan fosfat sebesar 12,2 g
NH4-N/kg TSS yang dikonsumsi cacing dan 5,4 g
PO4-P/kg TSS yang dikonsumsi. Pembentukan feses
sebagai hasil metabolism cacing, cacing yang mati
dan proses degradasi lumpur diperkirakan menjadi
penyebab pelepasan nutrien tersebut (Lou etal.,
2011). Pelepasan senyawa N dan P dalam proses
reduksi lumpur tersebut akan meningkatkan beban
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan
menurunkan efisiensi penyisihan nutrien (Hendrickx
et al., 2009).
Berdasarkan uraian tersebut, kemampuan
cacing akuatik dalam mereduksi lumpur telah

diketahui meskipun perlu diperhatikan pula
mengenai pelepasan N dan P selama proses
berlangsung. Pada penelitian ini selain ingin
diketahui bioakumulasi logam Fe pada cacing, akan
dianalisis lebih lanjut

mengenai perubahan konsentrasi N dan P
akibat aktifitas cacing akuatik dalam mereduksi
lumpur
limbah.
Dengan
demikian
dapat
dibandingkan besarnya N dan P yang dikonsumsi
dan dilepaskan akibat aktifitas cacing akuatik selama
proses reduksi lumpur limbah.
2.

METODE PENELITIAN


Penelitian dilakukan pada skala laboratorium
di Jurusan Teknik Lingkungan ITS, menggunakan
reaktor cacing akuatik yang ditambahkan lumpur.
Pengujian dilakukan terhadap pengaruh penambahan
cacing akuatik terhadap lumpur secara batch proses.
Variasi rasio yang digunakan adalah 0,4; 0,6;
dan 0,8. Cacing akan mereduksi lumpur biologis
yaitu lumpur dari pengolahan biologisdari suatu
IPAL di kota Surabaya, sehingga cacing akan
memanfaatkan lumpur tersebut sebagai substrat.
Berdasarkan hasil analisa laboratorium dan
rencana penggunaan berat cacing maka dapat
dilakukan perhitungan jumlah lumpur yang harus
diberikan sesuai dengan masing-masing variabel.
Perhitungan volume lumpur yang dibutuhkan
sesuai rasio w/s. Densitas lumpur sekunder sebesar 1
gr/cm3. Direncanakan berat cacing sesuai dengan
rasio w/s. berat cacing akuatik pada tiap variabel
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Hasil perhitungan berat Tubifex sp. dan

Lumbriculus sp dalam tiap variable
Jenis cacing
Tubifex sp.

rasio w/s
berat cacing (gr)
0,4
+ 10
0,6
+ 15
0,8
+ 20
Lumbriculus sp.
0,4
+5
0,6
+ 7,5
0,8
+ 10
Sumber: Hasil perhitungan, 2014.

Perhitungan volume lumpur dengan w/s 0,4
dan berat basah cacing 10 gr, didapatkan sebagai
berikut.
Berat kering cacing
= Berat basah cacing – (Berat basah cacing x
kadar air cacing)
= 10gr – (10 gr x 75%)
= 2,5 gr berat kering
Berat kering lumpur dengan rasio w/s 0,4
= 2,5 gr / 0,4
= 6,25 gr
Berat basah lumpur
= Berat kering lumpur⁄ (1-kadar air)
= 6,25 gr / (1-92,4%) = 82,2 gr
Volume lumpur
= 82,2 gr / 1 gr/cm3
= 82,2 mL
Langkah
perhitungan
pada

cacing
Lumbriculus sp. sama dengan langkah perhitungan
Proceeding Seminar Nasional Teknik Lingkungan ULM 2014
“Teknologi Praktis dalam Upaya Konservasi Air dan Energi”|100

ISBN 978-602-9092-64-6
Tubifex sp. Berikut hasil perhitungan volume lumpur
yang dibutuhkan tiap variable dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi hasil perhitungan volume
lumpur tiap variable
Jenis cacing

rasio w/s

berat
cacing
(gr)
Tubifex sp.
0,4
+ 10
0,6
+ 15
0,8
+ 20
Lumbriculus sp.
0,4
+5
0,6
+ 7,5
0,8
+ 10
Sumber: Hasil perhitungan, 2014.

Volume
lumpur
(mL)
+ 82,2
+ 82,2
+ 82,2
+ 23,6
+ 23,6
+ 23,6

Hasil penelitian pendahuluan menunjukan
bahwa secara fisik lumpur yang diberikan tiap hari
masih sisa baik untuk cacing Tubifex maupun
Lumbriculus. Hal ini menunjukan penggunaan rasio
0,4; 0,6; dan 0,8 dapat mencukupi kebutuhan cacing
selama waktu penelitian.
Alat dan Bahan
1. Reaktor Uji
Direncanakan
volume
lumpur
yang
digunakan sesuai dengan hasil perhitungan, dimensi
yang didapat yaitu 15 cm x 15 cm x 10 cm untuk
kompartemen lumpur dan 8000 ml dengan dimensi
20 cm x 20 cm x 20 cm untuk kompartemen air.
Total reaktor yang diperlukan dalam penelitian ini
sesuai dimensi rencana adalah 21 reaktor (tertera
pada Tabel 3). Rangkaian reaktor untuk penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1. Jenis cacing yang
berbeda akan di running secara bergantian.
Sedangkan untuk TN dan TP digunakan reaktor
control.
Tabel 3. Rincian jumlah penggunaan reaktor
Variabel
Jenis
rasio
cacing
w/s
Tubifex sp.
(A)

Lumbriculus
sp. (B)

0,4
(X)
0,6
(Y)
0,8
(Z)
0,4
(X)
0,6
(Y)
0,8
(Z)

1
AX
1
AY
2
AZ
1
BX
1
BY
1
BZ
1

Waktu Pengamatan (hari)
2
3
4
5
6
7
AX
1
AY
2
AZ
1
BX
1
BY
1
BZ
1

AX
1
AY
2
AZ
1
BX
1
BY
1
BZ
1

Sumber: Hasil perhitungan, 2014

AX
1
AY
2
AZ
1
BX
1
BY
1
BZ
1

AX
1
AY
2
AZ
1
BX
1
BY
1
BZ
1

AX
1
AY
2
AZ
1
BX
1
BY
1
BZ
1

AX
1
AY
2
AZ
1
BX
1
BY
1
BZ
1

Gambar 1. Reaktor
2. Aerator
Aerator berfungsi untuk memberikan suplai oksigen
terlarut di dalam kompartemen air. Besarnya oksigen
terlarut diatur agar berada pada kondisi yang sesuai
untuk mendukung kehidupan cacing yaitu pada
rentang 2,75-5 mg/L.
Pengambilan
Sampel
untuk
Analisis
Laboratorium
Pelakasanaan penelitian dilakukan 2 tahap,
yang petama pada tanggal 22 April 2014 hingga 29
April 2014. Sedangkan untuk running kedua
dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2014 hingga 16
Mei 2014. Sampel diambil setiap hari satu kali
selama 7 hari berturut-turut di komparten lumpur,
dankompartemen air. Analisis logam Fe dilakukan
karena adanya logam Fe yang terkandung dalam
lumpur. Menurut APHA (2005), dalam menganalisis
kadar Fe metode yang digunakan adalah metode
fenantrolin. Menurut Alaert dan Santika (1987),
mekanisme analisis besi adalah terlarutnya semua
besi menjadi Fe2+ dari proses didihan dalam asam
dan hidroksilamin serta pembuangannya dengan
fenantrolin. Molekul fenantrolin bergabung satu
dengan Fe2+ membentuk ion kompleks berwarna
orange-merah. Warna kompleks yang terbentuk akan
diukur
nilai
absorbansi
menggunakan
spektrofotometer.
Analisis parameter utama TN dan TP
dilakukan padasampel dari kompartemen lumpur
dan air. Parametertambahan yaitu pH, DO dan suhu
diukur pada kompartemen air saja.
Metode Analisis Laboratorium
Metode-metode yang digunakan untuk
analisislaboratorium setiap parameter antara lain:
1. pH meter untuk analisis parameter pH.
Analisis
pH
dilakukan
pada
sampel
menggunakan metode 4500 H+ Electrometric
Method dengan menggunakan alat basic pHmeter (APHA, 2005).
2. Termometer untuk analisis temperatur.
3. Analisis Dissolved Oxygen (DO).
Analisis DO menggunakan alat Oxygen
MeterLutron DO-5510.
4. Analisis Fe
5. Peralatan laboratorium untuk analisis TN

dan TP.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lingkungan Pada Reaktor Cacing.
Reduksi lumpur menggunakan cacing
berhubungan erat dengan kondisi lingkungan yang
Proceeding Seminar Nasional Teknik Lingkungan ULM 2014
“Teknologi Praktis dalam Upaya Konservasi Air dan Energi”|101

ISBN 978-602-9092-64-6
mendukung aktivitas cacing akuatik dalam
pengaplikasiannya (Lou et al., 2013). Tingginya
efisensi reduksi lumpur dapat dicapai dengan
pertumbuhan,reproduksi dan kemampuan bertahan
hidup yang baik bagi cacing dalam reaktor.
Menurut Hendrickx et al. (2009), kondisi
lingkungan seperti temperatur, pH, oksigen terlarut,
toksisitas ammonia berpengaruh pada konsumsi
lumpur oleh cacing.
Kondisi lingkungan yang diukur pada reaktor
cacing dalam penelitian ini meliputi parameter pH,
temperatur dan oksigen terlarut. Hal tersebut penting
dilakukan untuk mengetahui apakah
kondisi
lingkungan yang ada sudah cukup stabil untuk
menunjang kehidupan cacing akuatik.
Hasil Analisis Parameter pH
Nilai pH pada hari ke 0 menunjukan nilai
rata-rata 8,12 saat hari terakhir nilai pH turun
menjadi 7,75 yaitu pada hari ke tujuh. Kondisi
tersebut sama pada reactor cacing Tubifex sp.
maupun pada Lumbriculus sp.pada saat penelitian
berlangsung, pembentukan CO2 dari proses hasil
metabolisme cacing mempengaruhi nilai pH.
Sedangkan untuk pertumbuhan cacing yakni antara
6-8. Pada pH netral atau nilai pH mendekati alkali
merupakan kondisi yang paling menguntungkan
untuk Tubificidae dan Lumbriculidae (Lou et
al.,2013).
Hasil Analisis Parameter Suhu
Peningkatan
laju
metabolisme
akan
mengakibatkan peningkatan kebutuhan terhadap
oksigen, sementara suhu yang meningkat akan
mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air
berkurang. Hal ini mengakibatkan organisme
akuatik kesulitan untuk melakukan respirasi
(Effendi, 2003).
Hasil pemeriksaannya menunjukkan bahwa
suhu pada reaktor cacing cenderung stabil selama
penelitian berlangsung. Perubahan suhu yang terjadi
pada
reaktor
dipengaruhi
oleh
suhu
ruangan/lingkungan. Pada variasi cacing Tubifex sp.
suhu berkisar antara 28-31oC. Suhu tersebut masih
berada pada rentang yang mendukung kehidupan
cacing karena suhu optimum untuk pertumbuhan
cacing Tubifex sp. adalah pada 25-30oC (Shafrudin
et al., 2005). Pada variasi Lumbriculus sp. suhu pada
reaktor uji berkisar antara 28,5-30,5oC. Suhu
tersebut lebih tinggi daripada suhu optimum untuk
pertumbuhan cacing Lumbriculussp. yaitu 20-25oC,
namun pada kondisi tersebut cacing masih mampu
bertahan hidup.
Hasil Analisis Parameter DO
Parameter lain yang menentukan kondisi
lingkungan adalah oksigen terlarut (DO). DO adalah
salah satu parameter penting untuk mengetahui
kualitas perairan. Menurut Salmin (2005), DO
berperan dalam proses oksidasi bahan organik dan
anorganik serta dibutuhkan oleh semua organisme

untuk proses respirasi dan metabolisme. Kondisi
lingkungan pada reaktor cacing ditinjau dari
parameter DO menunjukkan bahwa oksigen terlarut
dalam reaktor cenderung stabil. Kondisi DO masih
dalam rentang optimum yang dibutuhkan oleh
cacing serta sesuai habitatnya yaitu antara 2,5-7
mg/L (Efendi, 2013).
Analisis Fe
Menurut Clark (1986) dan Diniah (1995)
dalam Yudhanegara (2005), besi merupakan logam
transisional, dimana logam trasnsisional dapat
dikonsumsi dalam kadar rendah, namun berbahaya
dalam kadar tinggi. Analisis kandungan Fe
dilakukan terhadap lumpur, cacing dan air dalam
reaktor.
Berdasarkan analisis kandungan Fe (running
pertama) pada lumpur hasil pengolahan limbah yaitu
sebesar 1,71% atau 17.100 mg/kg, sedangkan untuk
running ke dua kandungan Fe pada lumpur sebesar
1,89% atau 18.902,8 mg/kg. Data kandungan Fe
pada lumpur dengan reaktor cacing Tubifex sp.dan
Lumbriculus sp. dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsentrasi Fe pada lumpur reaktor

Sumber: Hasil analisis, 2014
Pengaruh penambahan cacing akuatik sebagai
reaktor biologis dalam mengolah lumpur limbah,
dapat dilihat dari nilai Fe pada lumpur Cacing
Tubifex sp. maupun Lumbriculus sp.Pada tabel
tersebut dapat dilihat pada rasio 0,4 kecenderungan
hingga hari ke tujuh konsentrasi Fe pada lumpur
turun menjadi 11.400 mg/kg. Rata-rata penurunan
Fe yang terjadi yaitu sebesar 16,96%. Pada rasio 0,6
penurunan kandungan Fe menjadi 11.000 mg/L
dengan rata-rata penurunan tiap hari yaitu sebesar
14,94%. Rasio 0,8 pada hari ke tujuh konsentrasi Fe
menjadi 11.000 mg/kg dengan rata-rata persentase
penurunan perhari sebesar 22,47%. Sedangkan pada
Dapat dilihat pula besarnya kandungan Fe pada
lumpur pada reaktor cacing Lumbriculus sp. Kadar
awal besi pada lumpur sebesar 18.902,8 mg/kg.
Pengaruh penambahan cacing akuatik sebagai
reaktor biologis dalam mengolah lumpur dengan
mereduksi logam Fe pada lumpur limbah.
Pada rasio 0,4 terjadi penurunan konsentrasi
Fe hingga hari ke 6 yaitu sebesar 13.629,1 mg/kg,
namun pada hari ke 7 peningkatan konsentrasi
hingga konsentrasi sebesar 22.051 mg/kg.
Peningkatan yang terjadi pada hari ketujuh dapat
Proceeding Seminar Nasional Teknik Lingkungan ULM 2014
“Teknologi Praktis dalam Upaya Konservasi Air dan Energi”|102

ISBN 978-602-9092-64-6
disebabkan feses dari cacing tidak jatuh di
kompartemen air sehingga terjadi peningkatan Fe
pada lumpur. Rata-rata penurunan konsentrasi Fe
sebesar 13,89%. Pada rasio 0,6 dan 0,8 lumpur turun
di konsentrasi 12.832,1 mg/kg dan 11.769,4 mg/kg,
dimana masing-masing penurunan konsentrasi
perhari adalah 15,44% dan 21,87%. Fluktuasi dalam
penyerapan logam disebabkan oleh kemampuan
cacing dalam mengkonsumsi logam tiap harinya.
Kelarutan Fe pada lumpur dipengaruhi oleh pH
dimana dengan pH < 7 akan melarutkan Fe
sedangkan nilai pH pada lumpur hasil pengolahan
limbah sebesar 7. Sehingga terjadi pengendapan
terhadap logam Fe.
Fe merupakan unsur mikronutrien pada
cacing. Fe dibutuhkan dalam pembentukan sel darah
merah, selain itu Fe akan berikatan dengan sel darah
dan dimanfaatkan dalam metabolisme energi
(Campbell et al., 2004). Peningkatan jumlah Fe
terlalu banyak akan merusak sel jaringan tubuh.
Tabel 5. menunjukkan kemampuan cacing Tubifex
sp. dan Lumbriculus sp. dalam mengakumulasi
logam Fe.
Tabel 5. Konsentrasi Fe dalam cacing

Sumber: Hasil analisis, 2014
Pada rasio 0,4 Cacing Tubifex dapat
mengakumulasi Fe sebesar 5.465 mg/kg. Rata-rata
peningkatan logam Fe dalam tubuh sebesar 369,28%
atau sebesar 295.427,87 mg/kg. Pada rasio 0,6
Tubifex sp. dapat mengakumulasi hingga 5.220
mg/kg. Peningkatan akumulasi rata-rata sebesar
365,75% atau sebesar 292.602 mg/kg. Pada rasio 0,8
logam yang dapat diakumulasi oleh cacing sebesar
6.198 mg/kg. Rata-rata peningkatan Fe dalam tubuh
cacing adalah 337,58% atau sebesar 270.066 mg/kg.
Peningkatan logam Fe pada cacing cukup besar..
Pada rasio 0,4cacing dapat mengakumulasi logam fe
dalam tubuhnya hingga 1570,8 mg/kg hal tersebut
bisa dilihat pada hari ke lima peningkatan
konsentrasi rata-rata sebesar 74,31% atau sebesar
55.032,64 mg/kg. Pada hari keenam dan ke tujuh
logam yang dapat diakumulasi oleh Lumbriculus sp.
tidak sebanyak pada hari ke 5 dan mulai ada fase
stasioner, dimana cacing tidak dapat mengakumulasi
lebih banyak lagi. Fase yang sama terjadi pada rasio
0,6 pada hari ke lima cacing telah mengakumulasi
logam Fe sebesar 1.869,7 mg/kg.

Menurut Ellisen (2007), lumpur dalam
bentuk flok akan di konsumsi oleh cacing.
Selanjutnya terakumulasi dalam tubuh atau di
keluarkan melalui feses. Pada tubuh cacing logam
Fe yanag tidak dibutuhkan akan keluar sebagai
feses. Tidak hanya lewat sistem makanan, logam Fe
dapat masuk dan terakumulasi pada cacing akibat
penyerapan di seluruh permukaan tubuh cacing.
Selain penyerapan, terdapat pula ekskresi pada
cacing yang juga terjadi di seluruh permukaan kulit.
Baik flok maupun feses lumpur dapat menjadi
larutan pada fase lumpur dalam air.
Pada reaktor cacing Tubifex sp. kandungan Fe
rasio 0,4 mengalami peningkatan dari 0,08 mg/L
hingga pada hari ke tujuh kandungan air menjadi
4,69 mg/L. Pada rasio 0,6 juga terjadi peningkatan
Kandungan Fe dari 0,08 mg/L menjadi 6,79. Rasio
0,8 memiliki kandungan Fe hari ke-nol sebesar 0,09
mg/L dan meningkat hingga hari ketujuh menjadi
8,96 mg/L. Peningkatan konsentrasi Fe pada air
terjadi karena proses ekskresi yang dilakukan oleh
cacing untuk melepaskan produk metabolisme.
Terlihat air pada reactor makin keruh dan terlihat
makin meningkat kotoran dari cacing
Peningkatan konsentrasi yang terjadi tiap
kompartemen lumpur akibat proses metabolisme
dalam tubuh cacing yang berupa feses. Peningkatan
konsentrasi Fe tertinggi terjadi pada rasio w/s 0,8
karena pada rasio tersebut lebih banyak cacing yang
dimasukkan sehingga konsentrasi hasil metabolisme
yang jatuh ke kompartemen air lebih besar.
Pelepasan
hasil
metabolisme
yang
jatuh
kekompartemen air oleh kedua cacing adalah 0,0019
mg Fe/mg Tubifex sp. hari dan 0,0014 mg Fe/mg
Lumbriculus sp. hari.
Jika dihitung berdasarkan mass balance,
maka dapat ditunjukkan besar logam Fe yang
tereduksi dari lumpur dan yang terakumulasi dalam
tubuh cacing serta logam yang terlepas dari tubuh
cacing. Selisih Fe pada air didapat dari peningkatan
kosentrasi perhari dikurangi dengan konsentrasi
awal. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hasil
pengurangan selisih lumpur dengan selisih
akumulasi logam Fe serta pelepasannya secara
keseluruhan terdapat sisa logam Fe. Hal tersebut di
duga pengambilan sampel pada air tidak homogen,
sehingga terjadi sisa konsentrasi Fe tersebut..
Hasil Analisis Parameter Total Nitrogen
Pengambilan sampel untuk analisis TN
dilakukan pada kompartemen lumpur dan
kompartemen air. Analisis Total Nitrogen (TN)
perlu dilakukan karena terkait dengan kebutuhan
nutrien untuk cacing dan pelepasan produk
metabolisme. TN merupakan konsentrasi total dari
ammonia, nitrit, nitrat dan nitrogen organik.
Nitrogen diperlukan oleh semua organisme untuk
sintesa protein, asam amino, asam nukleat dan
senyawa organik lain yang mengandung N.
Pengambilan sampel untuk analisis TN dilakukan
pada kompartemen lumpur dan kompartemen air.
Proceeding Seminar Nasional Teknik Lingkungan ULM 2014
“Teknologi Praktis dalam Upaya Konservasi Air dan Energi”|103

ISBN 978-602-9092-64-6
Analisis TN dilakukan dengan mendestruksi seluruh
N yaitu N-organik, nitrit, nitrat dan amonia dalam
sampel dan dirubah menjadi bentuk Namonium.
Setelah itu N-amonium yang terdapat dalam sampel
dapat dianalisis dengan menggunakan metode
Nessler.
Tabel 6. Hasil Analisis TN di Kompartemen
Lumpur

Sumber: Hasil Analisis, 2014
Pada
kompartemen
lumpur
terjadi
kecenderungan penurunan konsentrasi TN baik pada
variasi cacing Tubifex sp. maupun Lumbriculus sp.
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. Penurunan
terjadi baik di reaktor kontrol maupun di reaktor uji.
Penurunan di reaktor kontrol diperkirakan karena
adanya aktivitas mikroorganisme dalam lumpur.
Adanya stratifikasi lapisan lumpur, pemberian aerasi
dan aktivitas mikroorganisme menyebabkan
terjadinya nitrifikasi dan denitrifikasi.
Penurunan konsentrasi TN pada lumpur di
reaktor uji merupakan hasil simbiosis antara cacing
akuatik
dengan
mikroorganisme
yang
mengakibatkan adanya reduksi lumpur dan
penyisihan nutrien (Lou et al., 2011). Mekanisme
penyisihan nitrogen dalam lumpur oleh cacing
terjadi karena dicernanya padatan lumpur yang
mengandung nitrogen organik melalui mulut cacing,
yang kemudian digunakan oleh cacing sebagai
nutrisi untuk pembentukan biomassa baru
(Hendrickx et al., 2010a) dan sisanya akan dibuang
melalui feses.
Dari hasil analisis pada variasi Tubifex sp.
nampak penurunan konsentrasi N total secara
signifikan terjadi pada hari ke 1-2, yang
menunjukkan cacing langsung mengkonsumsi N
dalam lumpur sejak awal penelitian. Pada hari ke 3
konsentrasi lumpur meningkat diperkirakan karena
feses yang merupakan hasil metabolisme cacing
tidak jatuh di kompartemen air, sehingga tertinggal
di kompartemen lumpur.Pada hari ke 4 terjadi
penurunan kembali karena cacing akuatik dapat
memakan lumpur aktif maupun fesesnya sendiri
(Elissen, 2007).Pada hari berikutnya penurunan
lumpur relatif stabil dimungkinkan karena nutrien

yang mampu dmanfaatkan oleh cacing sudah mulai
habis.
Pada variasi Lumbriculus sp., cacing mulai
mengambil N. Dalam lumpur sejak hari ke 1
sehingga nampak penurunan konsentrasi N dalam
lumpur yang signifikan. Pada hari selanjutnya terjadi
peningkatan konsentrasi N dalam lumpur akibat
pembuangan hasil metabolisme cacing yang terjadi
di kompartemen lumpur.Hal ini disebabkan pada
running ke-2, hampir seluruh tubuh cacing
Lumbriculus sp. berada di kompartemen lumpur
sehingga hasil metabolisme cacing tidak seluruhnya
jatuh di kompartemen air.Berbeda dengan running
ke-1, dimana ekor cacing Tubifex sp. berada di
kompartemen air sehingga feses yang dihasilkan
jatuh ke kompartemen air.
Efisensi
cacing
Tubifex
sp.
dalam
menyisihkan nitrogen dalam lumpur lebih baik
daripada Lumbriculus sp..Prosentase penyisihan
untuk masing-masing reaktor dapat dilihat pada
Tabel 7. Penurunan konsentrasi TN yang paling
besar untuk variasi Tubifex sp. terjadi pada rasio w/s
0,6 dengan prosentase penyisihan 26% lebih tinggi
dibandingkan reaktor kontrol tanpa cacing.
Sedangkan untuk variasi Lumbriculus sp. penurunan
yang paling besar terjadi pada rasio w/s 0,4 dengan
prosentase penyisihan TN 13% lebih tinggi
dibandingkan dengan reactor kontrol tanpa cacing.
Sedangkan pada kompartemen air terjadi
peningkatan konsentrasi TN peningkatan nitrogen di
kompartemen air disebabkan oleh ekskresi yang
dilakukan oleh cacing untuk melepaskan produk
metabolisme melalui feses maupun permukaan kulit.
Amonium merupakan salah satu produk hasil
metabolisme cacing akuatik dan hasil mineralisasi
nitrogen pada lumpur (Hendrickx et al,2009).
Tabel 7. Efisiensi Penyisihan TN dalam Lumpur

Sumber: Hasil analisis, 2014

Hasil Analisis Parameter Total Fosfor
Analisis Total Fosfor (TP) ini perlu
dilakukan, karena pada dasarnya cacing juga
membutuhkan fosfor sebagai makanannya.Fosfor
merupakan salah satu sumber nutrien yang
dibutuhkan oleh cacing.Fosfor merupakan bahan
Proceeding Seminar Nasional Teknik Lingkungan ULM 2014
“Teknologi Praktis dalam Upaya Konservasi Air dan Energi”|104

ISBN 978-602-9092-64-6
makanan utama yang digunakan oleh organisme
untuk pertumbuhan dan sumber energi.Selain itu,
fosfor merupakan bagian dari sel DNA dan berperan
penting dalam metabolisme seperti fostosintesis dan
respirasi (Sanin et al., 2011).
Tabel 8. Hasil Analisis TP di Kompartemen
Lumpur

Sumber: Hasil Analisis, 2014
Pada
kompartemen
lumpur
terjadi
kecenderungan penurunan konsentrasi TP baik pada
variasi cacing Tubifex sp. maupun Lumbriculus sp.
yang dapat dilihat pada Tabel 8. Penurunan TP pada
reaktor kontrol terjadi karena fosfor merupakan
nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam
lumpur untuk pembentukan energi, protein dan
metabolisme
bagi
organisme.(Effendi,
2003).Sedangkan penurunan pada reactor uji terjadi
karena konsumsi bahan organik yang berikatan
dengan unsur P dalam lumpur oleh cacing.Menurut
Hendrickx et al. (2010a), fosfor dalam lumpur
dimanfaatkan oleh cacing sebagai sumber nutrisi
untuk pembentukkan biomassa baru.
Pada reaktor uji penurunan konsentrasi TP
yang paling besar untuk variasi Tubifex sp. terjadi
pada rasio w/s 0,6 dengan prosentase penyisihan
11% lebih tinggi dibandingkan reaktor kontrol tanpa
cacing. Sedangkan untuk variasi Lumbriculus sp.
penurunan TP yang paling besar terjadi pada rasio
w/s 0,4 dengan prosentase penyisihan TP 9% lebih
tinggi dibandingkan dengan reaktor kontrol tanpa
cacing. Prosentase penyisihan untuk masing-masing
reaktor dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Efisiensi Penyisihan TP dalam Lumpur

Kesetimbangan Massa dalam Reaktor
Kesetimbangan massa dalam reaktor cacing
perlu dihitung agar diketahui perpindahan atau
jalannya pencemar dalam proses reduksi lumpur
oleh cacing.
Dengan adanya perhitungan
kesetimbangan massa dapat diketahui besarnya
pencemar yang dimasukkan dalam reaktor, yang
terakumulasi atau tersimpan dalam cacing dan yang
keluar dari sistem tersebut.
Kesetimbangan massa dalam reactor dapat
diketahui dengan menghitung massa TN pada
lumpur dan pada air. Berikut contoh perhitungan
massa N pada reactor kontrol variasi Tubifex sp.:
M (mg) = C (mg/L) x V (L)
M TN di lumpur hari ke 0 = 20132 mg/L x 0,082 L
= 1651 mg
M TN di lumpur hari ke 1 = 18158 mg/L x 0,082 L
= 1489 mg
M TN yang berkurang = 1651 mg - 1489 mg = 162
mg
M TN di air hari ke 0 = 5,8 mg/L x 3,9 L = 23 mg
M TN di air hari ke 1 = 18,2 mg/L x 3,9 L = 71 mg
M TN yang bertambah = 71 mg – 23 mg = 48 mg
Setelah diketahui massa TN yang bertambah
dalam air dan yang berkurang dalam lumpur dapat
dicari selisih antara pengurangan TN di lumpur
dengan penambahan TN di air seperti pada Tabel 10
dan 11. Selisih yang diperoleh merupakan besarnya
nitrogen yang hilang pada sistem selama proses
reduksi lumpur.
Tabel 10. Perbandingan TN yang berkurang di
Lumpur dan yang Bertambah di Air
Variasi Tubifex sp

Sumber: Hasil Analisis, 2014
Tabel 11. Perbandingan TN yang berkurang di
Lumpur dan yang Bertambah di Air
Variasi Lumbriculus sp

Sumber: Hasil Analisis, 2014
Proceeding Seminar Nasional Teknik Lingkungan ULM 2014
“Teknologi Praktis dalam Upaya Konservasi Air dan Energi”|105

ISBN 978-602-9092-64-6
kecil bila dibandingkan dengan uji.Hal ini
dikarenakan pada reaktor kontrol hanya terjadi
akibat aktivitas mikroorganisme dalam lumpur
sehingga adanya selisih atau penurunan P terjadi
karena pemanfaatan P sebagai sumber nutrisi bagi
mikroorganisme.Sedangkan pada reaktor uji selisih
antara pengurangan dan penambahan P lebih besar
karena adanya penambahan cacing akuatik yang
mengkonsumsi komponen P dalam lumpur.
Sumber: Hasil analisis, 2014
Kesetimbangan Massa TP dalam Reaktor
Perlu dilakukan perhitungan kesetimbangan
massa TP pada lumpur dan pada air dalam reaktor.
Perhitungan massa TP dilakukan dengan cara yang
sama seperti pada perhitungan massa TN
sebelumnya. Setelah dihitung massa TP yang
bertambah dan yang berkurang, data dicari selisih
antara pengurangan TP di lumpur dengan
penambahan TP di air seperti yang dapat dilihat
pada Tabel 12 dan Tabel 13.
Tabel 12. Perbandingan TP yang berkurang di
Lumpur dan yang Bertambah di Air
Variasi Tubifex sp.

4.

KESIMPULAN

Konsentrasiterbesar
logam
Fe
yang
terkandung dalam tubuh cacing Tubifex sp. dan
Lumbriculus sp. akibat proses reduksi lumpur
masing-masing sebesar 6.198 mg/kg dan 2.036
mg/kg. Rata-rata akumulasi terbesar masing-masing
berturut-turut pada rasio w/s 0,4 dan rasio 0,8
Penambahan cacing akuatik Tubifex sp.
dalam reduksi lumpur dapat menurunkan konsentrasi
total N dan total P dalam lumpur dengan prosentase
penyisihan lebih tinggi yaitu 26% dan 11% serta
melepaskan N dan P yang lebih besar pula
dibandingkan dengan cacing Lumbriculus sp. yaitu
0,011 mg-TN/mg-Tubifex hari dan 0,005 mg-TP/mgTubifex hari.
Rasio w/s cukup memberikan pengaruh
terhadap perubahan konsentrasi N dan P dalam
reduksi lumpur. Pada penelitian ini rasio w/s
sebesar 0,6 adalah yang paling baik untuk
penyisihan N dan P oleh cacing Tubifex sp. dan 0,4
oleh cacing Lumbriculus sp. Semakin besar rasio w/s
, menunjukkan hasil efisiensi penyisihan N dan P
dalam lumpur lebih rendah yang mengakibatkan
tingginya pelepasan N dan P di air.

Sumber: Hasil Analisis, 2014

DAFTAR PUSTAKA
Tabel 13. Perbandingan TP yang berkurang di
Lumpur dan yang Bertambah di Air
Variasi Lumbriculus sp
.

Sumber: Hasil Analisis,2014
Tabel 12 dan 13 menunjukkan adanya selisih
antara penambahan TP dengan pengurangan TP baik
di reaktor uji maupun reaktor kontrol.Adanya selisih
tersebut menunjukkan bahwa TN yang dikonsumsi
oleh cacing lebih besar dibandingkan dengan TN
yang
dilepaskan
cacing
sebagai
hasil
metabolisme.Selisih pada reaktor kontrol paling

Ellisen, H.J.H., Hendrickx, T. L. G., Temmink, H.,
and Buisman, C. J. N. 2006.A new reactor
concept for sludge reduction using aquatic
worms. Vol. 40, pp. 3713-3718.
Elissen, H.J.H., Mulder, W.J., Hendrickx, T.L.G.,
Elbersen, H.W., Beelen, B., Temmink, H.,
Buisman, C.J.N., 2010. Aquatic worms
grown on biosolids: biomass composition and
potential applications. Bioresour. Technol.
Vol. 101 (2), pp. 804–811.
Wei, Y., Zhu, H., Wang, Y., Li, J., Zhang, P., Hu, J.,
Liu, J. 2009. Nutrients release and
phosphorus distribution during oligochaetes
predation on activated sludge. Biochemical
Engineering Journal. Vol. 43, pp. 239-245.
Sanin, F.D., William, W., Clarkson, P., Vesilind, A.
2011. Sludgeengineering: the treatment and
disposal of wastewater sludges. Pennsylvania
: DEStech Publication, Inc.

Wei, Y., Zhu, H., Wang, Y., Li, J., Zhang P.,
Hu J., and Liua J. 2008. Nutrients release
Proceeding Seminar Nasional Teknik Lingkungan ULM 2014
“Teknologi Praktis dalam Upaya Konservasi Air dan Energi”|106

ISBN 978-602-9092-64-6
and phosphorus distribution during
oligochaetes predation on activated
sludge. Biochemical enginering journal.
Vol. 43, pp. 239-245.

departemen konservasi sumber daya hutan
IPB. Bogor.

Zhang, X., Tian, Y., Wang, Q., Chen, L., Wang, X.
2012.Heavy metal distribution and speciation
during sludge reduction using aquatic worms.
Bioresource Technology 126, 41-47.
Buys, B., Klapwijk, A., Elissen, H., Rulkens, W.H.
2008. Development of a test method to assess
the sludge reduction potential of aquatic
organisms in activated sludge. Bioresource
Technology. Vol. 99, pp. 8360-8366.
Karlsson, M.V. 2013.Upatake of pharmaceuyicals
and personal care products from sediments
into aquatic organism [tesis].Doctor of
Philosophi, University of York.
Hendrickx, T.L.G., Temmink, H., Elissen, H.J.H.,
Buisman, C.J.N. 2010a. Mass balances and
processing of worm faeces. Journal of
Hazardous Materials. Vol. 177, pp 633-638.
Lou, J., Sun, P., Guo, M., Wu, G., Song, Y. 2011.
Simultaneous sludge reduction and nutrient
removal (SSRNR) with interaction between
Tubificidae and microorganisms: A fullscale
study. Bioresource Technology. Vol 102, pp.
11132-11136.

Hendrickx, T.L.G., Temmink, H., Elissen,
H.J.H., Buisman, C.J.N. 2009. The effect
of operating conditions on aquatic
APHA, AWWA, dan WEF. 2005. Standard methods
for the the examination of water and
wastewater 21st ed. Washington D.C.:
American Public Health Assosiation

Alaerts, G. dan Santika, S.S. 1987.Metode
Penelitian Air.Usaha Nasional. Surabaya,
Indonesia.
Lou, J., Cao, Y., Sun, P. Zheng, P. 2013. The effects
of operational conditions on the respiration
rate of Tubificidae. Plos One.Vol 8, No. 12.
Salmin. 2005. Oksigen terlarut dan kebutuhan
oksigen biologi sebagai indikator untuk
menentukan kualitas perairan. oseana. Vol.
XXX, No. 3, pp. 21-26.
Wetzel, R.G. 2001.Limnology Lake and River
Ecosystem Third Edition.Sydney : Academic
Press.
Effendi. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan
sumber daya dan lingkungan perairan.
Yogyakarta : Kanisius.
Shafrudin, D., Efiyanti, W., Widanarni. 2005.
Pemanfaatan ulang limbah organik dari
substrak Tubifex sp. di alam. Jurnal
Akuakultur Indonesia. Vol 4, No. 2, pp. 97102.
Yudhanegara, R. A. 2005. Penyerapan unsure logam
berat Pb dan Hg oleh eceng gondok
[Eichhornia crassipes (Mart.) Solms] dan
Kiapu (Pistia stratiotes Linn).Skripsi
Proceeding Seminar Nasional Teknik Lingkungan ULM 2014
“Teknologi Praktis dalam Upaya Konservasi Air dan Energi”|107

ISBN 978-602-9092-64-6

Proceeding Seminar Nasional Teknik Lingkungan ULM 2014
“Teknologi Praktis dalam Upaya Konservasi Air dan Energi”|108