TAP.COM - KONSENTRASI LOGAM BERAT DAN BIOEKOLOGI IKAN SAPU ...

KONSENTRASI LOGAM BERAT DAN BIOEKOLOGI IKAN
SAPU-SAPU, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) DI
SUNGAI CILIWUNG

YUANG DINNI AKSARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konsentrasi Logam Berat
dan Bioekologi Ikan Sapu-sapu, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) di
Sungai Ciliwung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Yuang Dinni Aksari
G352120131

RINGKASAN
YUANG DINNI AKSARI. Konsentrasi Logam Berat dan Bioekologi Ikan
Sapu-sapu, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) di Sungai Ciliwung.
Dibimbing oleh DYAH PERWITASARI dan NURLISA ALIAS BUTET.
Ikan sapu-sapu (Loricariidae), Pterygoplichthys pardalis jumlahnya
berlimpah di Sungai Ciliwung. Ikan ini digunakan sebagai salah satu sumber
protein hewan, tetapi kondisinya yang tercemar logam berat menjadikannya
beresiko terhadap kesehatan jika dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis konsentrasi Cd, Hg, dan Pb pada insang, hati, dan otot ikan sapusapu secara spasial maupun temporal; menganalisis kerusakan jaringan organ ikan
sapu-sapu; menganalisis karakteristik pertumbuhan dan faktor kondisi ikan sapusapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung.
Pengambilan sampel dilakukan pada musim penghujan dan kemarau di
ketiga lokasi sepanjang Sungai Ciliwung, yaitu Bogor (hulu), Depok (tengah), dan
Jakarta (hilir). Seluruh sampel ikan tangkapan diukur panjang total dan beratnya
untuk analisis bioekologi ikan. Enam ekor ikan berukuran seragam dikoleksi dari
masing-masing lokasi, diambil insang, hati, dan ototnya untuk analisis konsentrasi

logam berat dan analisis kerusakan jaringan. Konsentrasi logam berat diukur
menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA), selanjutnya dianalisis
menggunakan uji ANOVA dan uji Tukey dengan program R. Untuk analisis
kerusakan jaringan, sampel organ fisiologis, yakni insang dan hati dibuat preparat
histologi menggunakan metode parafin dan pewarnaan rhodizonate,
didokumentasikan, selanjutnya dianalisis tingkat kerusakannya. Sampel air
dikoleksi untuk analisis logam berat dalam perairan dan uji kualitas air.
Bioekologi ikan yang menggambarkan kesehatan ikan diukur melalui dua
parameter, yaitu karakteristik pertumbuhan dan faktor kondisi ikan. Keduanya
dianalisis menggunakan uji t pada Ms. Excel dan Elevan I FiSAT II.
Konsentrasi total logam pada organ ikan tidak signifikan antar lokasi
maupun musim, tetapi signifikan antar organ (p = 0.0378) dan antar ketiga logam
(p = 5.12 x 10-7). Konsentrasi logam tertinggi hingga terendah ditemukan di hati,
insang, kemudian otot. Pb merupakan logam dengan konsentrasi tertinggi yang
ditemukan pada organ ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung, disusul Hg kemudian
Cd. Konsentrasi Pb pada insang, hati, dan otot berturut-turut 0.002571, 0.005467,
dan 0.001609 µg/g, dengan konsentrasi rata-rata 0.003216 µg/g. Konsentrasi Hg
pada insang, hati, dan otot berturut-turut 0.002826, 0.004333, dan 0.003960 µg/g,
dengan konsentrasi rata-rata 0.003707 µg/g. Konsentrasi Cd pada insang, hati, dan
otot berturut-turut 0.000146, 0.00828, dan 0.0075 µg/g, dengan konsentrasi ratarata 0.00035 µg/g. Konsentrasi ketiga logam pada otot ikan berada di bawah nilai

ambang batas (NAB) menurut SNI 2009 maupun FAO, sehingga ikan sapu-sapu
dari Sungai Ciliwung aman untuk dikonsumsi. Batas aman konsumsi otot ikan per
minggu per kg berat badan untuk masing-masing logam Cd, Hg, dan Pb
berdasarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan FAO berturut-turut adalah 0.077,
0.721, 6.213 kg.

Konsentrasi logam berat dalam perairan umumnya rendah, kecuali Hg.
Konsentrasi Hg tertinggi ditemukan di segmen tengah pada musim penghujan dan
di segmen hilir pada musim kemarau, yaitu 0.0039 dan 0.0021 mg/L. Konsentrasi
tersebut telah melebihi NAB menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1990, sehingga ditinjau dari besarnya konsentrasi Hg, air Sungai Ciliwung tidak
layak digunakan sebagai sumber air minum maupun untuk keperluan perikanan
maupun peternakan.
Analisis histologi menunjukkan insang dan hati ikan yang ditemukan di
Jakarta (hilir) mengalami kerusakan lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
Kerusakan insang pada musim penghujan lebih tinggi dibandingkan musim
kemarau. Hal ini berkorelasi positif dengan meningkatnya konsentrasi Hg pada
musim tersebut. Insang ikan sapu-sapu mengalami kerusakan struktur serta
plasma epitel lamella sekunder dan jaringan ikat, atropi, nekrosis, dan hipertropi.
Sedangkan hati mengalami haemorrhage, kerusakan struktur hepatosit, jaringan

ikat, dan duktus bilirubin (bile duct), atropi, nekrosis, dan hipertropi. Kerusakan
jaringan hati tidak konsisten berdasarkan musim seperti pada insang. Hal ini
berkaitan dengan waktu depurasi logam di hati membutuhkan waktu yang lama,
sehingga baik konsentrasi maupun kerusakan yang terjadi umumnya tidak
dipengaruhi oleh musim. Deposit logam terdapat pada jaringan ikat insang, serta
hepatosit dan jaringan ikat hati.
Ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung mengalami pertumbuhan bersifat
allometrik negatif (b = 0.241-2.679) dengan laju pertumbuhan 8.2 per tahun.
Pertumbuhan allometrik negatif pada ikan sapu-sapu diduga berkaitan dengan
bentuk tubuhnya yang pipih dorsoventral. Faktor kondisi ikan berkisar antara
0.631 hingga 1.278. Kondisi ikan di hilir lebih gemuk dibandingkan kondisi ikan
di hulu. Hal ini berkaitan dengan kelimpahan pakan yang tinggi di hilir karena
tidak adanya kompetitor, serta kesesuain antara topografi hilir sungai dengan
perilaku makan (feeding habits) ikan sapu-sapu. Paparan logam yang lebih tinggi
menyebabkan ikan sapu-sapu di hilir tidak mampu memaksimalkan pertumbuhan
panjang tubuhnya sehingga berukuran relatif lebih pendek dibandingkan ikan di
hulu. Terdeteksinya logam berat baik pada ikan maupun air Sungai Ciliwung
menjadikan perlu adanya kewaspadaan penggunaan sumber daya dari perairan
tersebut baik untuk konsumsi maupun untuk perikanan dan peternakan.
Kata kunci : bioekologi, kerusakan jaringan, logam berat, P. pardalis, Sungai

Ciliwung

SUMMARY
YUANG DINNI AKSARI. Heavy Metals Concentration and Bio-ecology of
Amazon Sailfin Catfish, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) in Ciliwung
River. Thesis was supervised by DYAH PERWITASARI and NURLISA ALIAS
BUTET.
Amazon sailfin catfish (Loricariidae), Pterygoplichthys pardalis abundant in
Ciliwung River. The present conditions of its area that polluted by heavy metals
resulted in health risk for consuming this fish. This study aimed to analyze the
concentration of heavy metals (Cd, Hg, and Pb) in gills, liver, and muscle;
histopathological changes in organs; growth characteristic; and conditional factor
of Amazon sailfin catfish in Ciliwung River
The fish and water were taken on rainy and dry season at three sites of
Ciliwung River; there were Bogor (upstream), Depok (middle), and Jakarta
(downstream). Length and weight of fish measured for bioecological analysis
purpose. Organ of fish (gills, hepar, and muscles) from six fishes collected at each
site, dissected as for heavy metal analysis. Concentration of heavy metals
measured by atomic absorption spectrophotometer (AAS), continued by ANOVA
test and Tukey test in R. Hepar and gills preserved by paraffin embedding and

rhodizonate staining to analyze of index histological changes and distribution of
heavy metals in tissues. Heavy metal concentration in water measured as for
various physical and chemical parameters to presenting water quality in each site.
Bio-ecology of fish presented in health measured from growth characteristic and
condition factor that analyzed by t-test in Ms. Excel and Elevan I FiSAT II.
The ANOVA test showed that no significant difference of heavy metals
concentration among sites and seasons, however the significant was found in
organs (p = 0.0378) and type of heavy metals (p = 5.12 x 10-7). Heavy metal
concentration in organs highest to lowest was in hepar, gills, and then muscles.
Type of heavy metal resulted Pb as the highest concentration measured, followed
by Hg and Cd. The Pb concentration in gills, hepar, and muscles were 0.002571,
0.005467, and 0.001609 µg/g, with average concentration 0.003216 µg/g
respectively. The Hg concentration in gills, hepar, and muscles were 0.002826,
0.004333, and 0.003960 µg/g, with average concentration 0.003707 µg/g
respectively. The Cd concentration in gills, hepar, and muscles were 0.000146,
0.00828, and 0.0075 µg/g, with average concentration 0.00035 µg/g respectively.
The average concentration of heavy metals in organs were below the baseline of
environmental standard of Indonesia, FAO for consumption, and in water heavy
metal also below the baseline of Indonesia Goverment Regulation. This result
indicates the Cilliwung River still edible as water resource and fish consumption.

Although Hg concentration in middle stream at rainy seasons 0.0039 and
downstream stream dry seasons 0.0021 mg/L exceed baseline of Indonesia
Goverment Regulation indicates inedible for water resource and consumption.
Based on WHO and FAO through the heavy metal concentration analysis we
suggest the maximum consumption of muscles fish from Cilliwung River per
week per kg body weight measured was 6.213 kg.

Reaction index of histological changes in gills and hepar from downstream
were the highest among sites. Gills index shown significantly higher in rainy
season than dry season among all sites. Unfortunately, this result indicates
positives correlation between Hg concentration and alteration index. Gills showed
structural and plasma alteration of epithelium of secondary lamella and connective
tissue, necrosis, atrophy, and hypertrophy. Alteration index in hepar not
significant between rainy and dry seasons, we suggest the heavy metal
concentration in water has no correlation with this tissue at the time because
accumulations of heavy metal need longer time. Hepar showed hemorrhage,
structural alteration of hepatocytes, connective tissue, and bile duct, atrophy,
necrosis, and hypertrophy. Metals deposited in connective tissue shown in gills,
hepar, and hepatocytes through rhodiozonate staining.
Bio-ecology of fish showed negative allometric growth characteristic (b =

0.241-2.679) with 8.2 per year of growth rate and conditional factor (Fk) ranged
between 0.631-1.278. Negative allometric growth characteristic shown in all
publicity sites of this species and we sure there is correlation between this
negative result with their morphological features and foraging habit. Conditional
factor resulted lower stream fish were corpulence but shorter among another sites
otherwise higher stream fish were leaner and longer. Corpulence fish indicate
there is enough abundance of food in lower stream than higher stream.
Hypothetically we suggest in lower stream another fish were intolerance with
hazardous environment unlike P. pardalis resulted in less competitor than higher
stream. Shorter fish in lower stream indicates the fish unable reached maximum
growth because of hazardous environment such as heavy metal. Higher stream
showed although the fish leaner but the environment seems preferable for
maximum growth makes the fish grow longer.
Keywords : bio-ecology, Ciliwung River, heavy metals, histopathology, P.
pardalis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KONSENTRASI LOGAM BERAT DAN BIOEKOLOGI IKAN
SAPU-SAPU, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) DI
SUNGAI CILIWUNG

YUANG DINNI AKSARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi:

Dr Ir Etty Riani, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah
pencemaran, dengan judul Konsentrasi Logam Berat dan Bioekologi Ikan Sapusapu, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) di Sungai Ciliwung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dyah Perwitasari dan Ibu Dr
Ir Nurlisa A Butet selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir Mennofatria Boer
yang telah banyak memberi saran, serta Dr Ir Etty Riani selaku penguji luar
komisi. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada Bu Dian, Pak Wawan, Pak
Iwan, Bu Tini, Pak Jajang, dan Kang Abe yang telah membantu analisis di
laboratorium. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan BSH
yang telah banyak memberikan semangat. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, suami, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan

kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Yuang Dinni Aksari

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

xiii

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
4

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Pengambilan Sampel Ikan
Koleksi Sampel Organ Ikan
Destruksi Sampel Organ Ikan
Pengukuran Konsentrasi Logam Berat Organ Ikan
Pembuatan Preparat Histologi
Metode Pengambilan Sampel Air
Pengukuran Karakteristik Pertumbuhan Ikan
Pengukuran Faktor Kondisi Ikan
Prosedur Analisis Data

4
4
5
5
6
6
6
7
7
7
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

8

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

17
17
17

DAFTAR PUSTAKA

17

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Parameter uji kualitas air, metode/alat, dan tempat analisis
NAB logam berat pada otot ikan sapu-sapu
Kualitas air Sungai Ciliwung
NAB logam berat pada air menurut PP RI No. 20 Tahun 1990

8
11
11
11

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Morfologi Ikan sapu-sapu
Lokasi pengambilan sampel di Sungai Ciliwung
Konsentrasi logam berat beberapa organ ikan sapu-sapu
Total indeks reaksi kerusakan jaringan ikan sapu-sapu
Histologi insang ikan sapu-sapu
Histologi hati ikan sapu-sapu

1
5
9
13
13
14

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) dikenal dengan nama ikan
sapu-sapu, merupakan salah satu spesies Loricariidae berasal dari Amerika
Selatan dan Amerika Tengah (Armbruster 2004). Ikan ini memiliki karakteristik
bentuk tubuh pipih dorso-ventral tertutup oleh kulit keras (Kottelat et al. 1993),
kepala dengan pola garis gelap terang geometris, letak mulut subterminal bertipe
penyaring-penghisap, habitat air tawar, serta mempunyai kemampuan bertahan
hidup pada lingkungan ekstrim (Armbruster dan Page 2006, Hossain et al. 2008).
Spesies dewasa mempunyai bintik-bintik hitam berukuran besar di bagian ventral
tubuh (Armbruster dan Page 2006). Ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys)
diintroduksi ke berbagai negara oleh para pecinta ikan hias (Hossain et al. 2008)
kemudian memasuki perairan setempat, salah satunya adalah Sungai Ciliwung
Indonesia (Wowor 2010). Dua genus Loricariidae diintroduksi di sekitar Jakarta,
salah satu yang teridentifikasi adalah P. pardalis (Kottelat et al. 1993).

Gambar 1 Morfologi Ikan sapu-sapu (genus: Pterygoplichthys) tampak dorsal,
lateral, dan ventral (A, B, C); mulut terlihat single buccal papille
(tanda panah) (D); dan pola gelap terang geometris pada kepala bagian
atas (E) sebagai penciri spesies P. pardalis. Sumber: Armbruster dan
Page (2006), Hossain et al. (2008).
Ikan sapu-sapu menurut Wowor (2010) dan penduduk setempat diketahui
telah mendominasi komunitas ikan di Sungai Ciliwung, khususnya segmen tengah
dan hilir (Hadiaty 2011). Tingginya populasi ikan sapu-sapu (P. pardalis) di

2

Sungai Ciliwung menjadikan ikan tersebut digunakan sebagai salah satu sumber
protein penduduk setempat (Putri 2001, Tarigan 2004, Istanti 2005, Nurjanah
2005, Trisnawati 2007, Tunjungsari 2007). Selain digunakan sebagai sumber
pangan, Sungai Ciliwung juga dimanfaatkan sebagai sumber air minum, irigasi,
mandi-cuci, sekaligus tempat buangan limbah.
Sungai Ciliwung telah menerima bahan pencemar dari berbagai kegiatan
pertanian, peternakan, industri, serta perumahan (Hendrawan 2008, Soewandita
dan Sudiana 2010). Tingginya konsentrasi bahan pencemar di Sungai Ciliwung
menyebabkan sumber daya perairan tersebut berbahaya. Salah satu bahan
pencemar berbahaya adalah logam berat.
Logam berat merupakan logam yang mempunyai massa jenis 5 g/cm atau
lebih (Fortsner dan Whitmann 1983). Logam berat sulit terdegradasi, dapat
memasuki lingkungan bahkan terabsorpsi dalam tubuh organisme. Logam berat
umumnya bersifat racun (Fortsner dan Whitmann 1983), jika terabsorpsi akan
dikeluarkan tubuh melalui mekanisme detoksifikasi. Jumlah logam berat yang
melebihi ambang batas dan tidak mampu didetoksifikasi akan terakumulasi di
berbagai organ. Logam berat dapat mempengaruhi kerja metalloenzim dan
organel subselular (Lu 2006). Logam berat dapat menimbulkan berbagai
gangguan dan penyakit pada sistem imun, pernapasan, ekskresi, koordinasi sistem
saraf pusat, reproduksi, dan pertumbuhan (Lu 2006, Ebrahimi dan Taherianfard
2011, Ahmed et al. 2012, Nirmala et al. 2012, dan Hopkins et al. 2013). Logam
berat yang bersifat toksik diantaranya arsenik (As), Berilium (Be), kadmium (Cd),
kromium (Cr), merkuri (Hg), nikel (Ni), dan timbal (Pb).
Cd dan Hg tergolong logam berat dengan toksisitas tinggi meskipun
jumlahnya sangat kecil, baik untuk biota air maupun manusia (Riani 2012).
Akumulasi Cd, Hg, Pb, dan As pada Cyprinus carpio menyebabkan gangguan
sekresi hormon reproduksi dan kerusakan patologi beberapa organ (Ebrahimi dan
Taherianfard 2011). Paparan Hg menyebabkan penurunan laju pertumbuhan dan
kelangsungan hidup, serta kerusakan hati dan ginjal Oreochromis niloticus
(Nirmala et al. 2012). Hg juga menyebabkan ketidakfertilan serta kematian
embrionik telur Chelydra serpentina (Hopkins et al. 2013). Konsumsi pelet
mengandung Cd dan Pb dosis rendah menyebabkan penurunan pertumbuhan
juvenil Ctenopharyngodon idella (Ahmed et al. 2012). Akumulasi Cd diketahui
menjadi prekursor penyakit Itai-itai di Jepang (Baba et al. 2013). Tragedi
Minamata yang juga terjadi di Jepang disebabkan penduduk mengkonsumsi ikan
tercemar Hg (Hachiya 2006).
Logam berat telah terdeteksi di Sungai Ciliwung (Lestari dan Edward 2004,
Muhajir et al. 2004, Yudo 2006, Yasuda et al. 2011, Alfisyahrin 2013, Dhika
2013, Hardi 2013). Konsentrasi Cd dan Hg pada sedimen maupun daging ikan
sapu-sapu (P. pardalis) tergolong rendah (< 0.005 dan < 0.001 mg/kg) serta
berada di bawah NAB menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk konsumsi
(Dhika 2013, Hardi 2013). Konsentrasi Pb pada sedimen dan daging ikan sapusapu ditemukan sangat tinggi (7.23-8.60 mg/kg dan 2.42-3.45 mg/kg) dan telah
melebihi NAB menurut SNI sehingga tidak layak konsumsi (Alfisyahrin 2013).
Histopatologi merupakan salah satu kajian yang banyak dilakukan untuk
mengevalusi kesehatan ikan akibat cemaran logam berat baik di laboratorium
(Martinez et al. 2004) maupun di lapangan (Kaoud dan El-Dahshan 2010, Emere
dan Dibal 2013). Kajian histopatologi dilakukan dengan cara mengamati

3

perubahan atau kerusakan jaringan organ fisiologis organisme, yaitu insang, hati,
ginjal, usus, otak serta beberapa organ lain (Gernhofer et al. 2001, Camargo dan
Martinez 2007, Santos et al. 2011). Kesesuaian antara metode pewarnaan jaringan
(staining) dengan tujuan pengamatan merupakan hal yang penting untuk
mendukung kajian ini. Beberapa metode pewarnaan untuk mendeteksi keberadaan
logam pada jaringan adalah metode rhodizonate dan metode hematoksilin
(Kiernan 1990).
Insang adalah organ pernapasan ikan. Insang merupakan organ fisiologis
pertama yang berhubungan langsung dengan perairan sehingga berpeluang
mengadsorpsi berbagai zat yang terlarut di dalamnya. Beberapa zat terlarut yang
tidak mampu dilepaskan kembali ke perairan akan terbawa aliran darah ke seluruh
tubuh. Zat terlarut yang bersifat racun, diantaranya logam berat, akan
didetoksifikasi tubuh salah satunya oleh hati. Logam berat yang jumlahnya
melebihi ambang batas akan terakumulasi dalam berbagai organ dan seringkali
menimbulkan berbagai kerusakan. Beberapa kerusakan jaringan insang akibat
akumulasi logam pada Macrobrachiurn sintangense adalah hiperplasia dan
nekrosis (Soegianto et al. 2004). Akumulasi Cu, Pb, Cd, dan Hg pada insang ikan
juga menyebabkan nekrosis, edema, hipertropi, hiperplasia, fusi sel, degenerasi
jaringan ikat, hiperaktif sel-sel mukosa, pembentukan vakuola, fusi dan
pengelupasan selaput epitel serta tersumbatnya aliran darah (Siahaan 2003, Kaoud
dan El-Dahshan 2010). Akumulasi logam berat Cu, Pb, Cd, dan Hg pada hati
menyebabkan degenerasi hepatosit dan hemolisis intravaskular, tersumbatnya
aliran vena sentral, serta perdarahan serta piknosis (Siahaan 2003, Kaoud dan ElDahshan 2010). Insang dan hati seringkali dijadikan sebagai biomarker essensial
untuk memantau kesehatan organisme (Chang et al. 1998, Camargo dan Martinez
2007, Emere dan Dibal 2013).
Analisis karakteristik pertumbuhan dan faktor kondisi ikan merupakan
beberapa aspek lain untuk memantau kesehatan ikan dalam suatu perairan. Ikan
sapu-sapu P. pardalis di Sungai Langat Malaysia diketahui memiliki pola
pertumbuhan bersifat allometrik negatif dengan faktor kondisi berkisar antara
1.125 hingga 8.802. Sementara belum ada data ilmiah yang mengungkapkan
karakteristik pertumbuhan dan faktor kondisi P. pardalis di Indonesia. Oleh
karena itu penelitian ini dilakukan guna memantau konsentrasi logam berat di
Sungai Ciliwung selama penelitian. Eksplorasi terhadap bioekologi ikan juga
perlu dilakukan guna memantau dampaknya terhadap kesehatan ikan.
Perumusan Masalah
Penelitian dilakukan untuk memantau konsentrasi logam berat Cd, Hg, dan
Pb pada insang, hati, dan otot ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung
untuk mengetahui konsentrasi logam berat pada organisme akuatik. Eksplorasi
bioekologi ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung juga perlu dilakukan
untuk memantau kesehatan ikan melalui beberapa parameter yaitu kerusakan
jaringan, karakteristik pertumbuhan ikan, dan faktor kondisi ikan. Analisis kondisi
air Sungai Ciliwung berdasarkan beberapa parameter fisika-kimia air digunakan
sebagai data pendukung.

4

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) konsentrasi Cd, Hg, dan Pb
pada insang, hati, dan otot ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung baik
secara spasial maupun temporal; (2) kerusakan jaringan insang dan hati ikan sapusapu (P. paradalis) di Sungai Ciliwung; (3) karakteristik pertumbuhan ikan sapusapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung; (4) serta faktor kondisi ikan sapu-sapu (P.
pardalis) di Sungai Ciliwung.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terbaru
mengenai konsentrasi logam berat Cd, Hg, dan Pb ikan sapu-sapu di Sungai
Ciliwung sehingga masyarakat lebih berhati-hati dan waspada dalam mengolah
pangan berbahan ikan dari perairan tersebut. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai bioekologi ikan sapu-sapu (P. pardalis) di
Sungai Ciliwung.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi pengukuran konsentrasi logam berat Cd,
Hg, dan Pb pada insang, hati, dan otot ikan sapu-sapu (P. pardalis) serta analisis
bioekologi ikan berdasarkan beberapa parameter yaitu kerusakan jaringan,
karakteristik pertumbuhan ikan, serta faktor kondisi ikan.

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2013 hingga Januari 2015.
Pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi sepanjang aliran Sungai Ciliwung
yaitu Bogor (hulu), Depok (tengah), dan Jakarta (hilir) (Gambar 1). Pengambilan
sampel dilakukan selama 4 kali, yaitu sekali pada musim penghujan (Desember
2013) dan 3 kali pada musim kemarau (Mei hingga Juni 2014).
Destruksi organ ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pengukuran konsentrasi logam berat dilakukan di Laboratorium Terpadu
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
IPB. Pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Pengambilan gambar preparat histologi dilakukan di
Laboratorium Biosistematik dan Ekologi Hewan Departemen Biologi FMIPA
IPB. Uji kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur
Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

5

Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel di Sungai Ciliwung

Metode Pengambilan Sampel Ikan
Ikan dikoleksi menggunakan jala tebar berukuran mata jaring 2 inci,
kemudian diidentifikasi berdasarkan Kottelat et al. (1993) dan Armbruster dan
Page (2006). Keseluruhan ikan sapu-sapu (P. pardalis) tertangkap diukur panjang
total dan berat ikan untuk mengetahui karakteristik pertumbuhan ikan serta faktor
kondisi ikan. Panjang ikan diukur menggunakan papan pengukur panjang dengan
ketelitian 1 mm. Berat ikan diukur menggunakan neraca digital dengan ketelitian
1 gram.
Koleksi Sampel Organ Ikan
Enam ekor ikan sapu-sapu dengan ukuran seragam dibedah pada setiap
pengambilan sampel. Insang, hati, dan otot dari 3 ekor ikan dikoleksi, kemudian
disimpan dalam wadah polystyrene bersih dan tertutup rapat untuk pengukuran
konsentrasi logam berat. Insang dan hati dari 3 ekor ikan lainnya disimpan dalam
alkohol 70% untuk pembuatan preparat histologi.

6

Destruksi Sampel Organ Ikan
Destruksi sampel organ adalah langkah untuk memecah logam-logam
berbentuk senyawa organik dalam organ ikan menjadi senyawa anorganik
sehingga dapat diukur konsentrasi logam beratnya.
Insang dan otot ikan masing-masing ± 1 gram dan ± 0.5 gram ditimbang
menggunakan neraca digital dengan ketelitian 1 mg kemudian didestruksi melalui
cara pengabuan basah (wet ashing). Sampel organ dimasukkan dalam erlenmeyer
ukuran 100 ml dan ditambahkan 5 ml HNO3 (p). Larutan didiamkan selama 1 jam
pada suhu ruang, dipanaskan di atas hot plate dengan temperatur rendah selama 46 jam, kemudian dibiarkan di ruang asam ± 12 jam dalam keadaan tertutup.
Selanjutnya larutan ditambahkan 0.4 ml H2SO4 (p), dipanaskan di atas hot plate
sampai larutan menjadi pekat ± 1 jam. Selama pemanasan ditambahkan 2-3 tetes
larutan campuran HClO4: HNO3 (2:1) sampai terjadi perubahan warna dari coklat
menjadi kuning tua selanjutnya menjadi kuning muda. Larutan sampel kemudian
dipindahkan, didinginkan dan ditambahkan 2 ml aquades dan 0.6 ml HCl (p), serta
dipanaskan kembali agar sampel larut ± 15 menit. Larutan disaring menggunakan
glass wool apabila terdapat endapan dan disimpan dalam wadah bersih dan
tertutup rapat.
.
Pengukuran Konsentrasi Logam Berat Organ Ikan
Pengukuran konsentrasi logam berat pada organ ikan menggunakan metode
atomic absorption spectrophotometry (AAS). Konsentrasi logam berat aktual
pada sampel organ dihitung menggunakan rumus:
D − E x Fp x V
Konsentrasi logam x μg/g =
W
keterangan: D adalah konsentrasi contoh hasil pembacaan AAS (μg/L), E adalah
konsentrasi blanko contoh dari hasil pembacaan AAS (μg/L), Fp adalah faktor
pengenceran, V adalah volume akhir larutan contoh yang disiapkan (L), dan W
adalah berat sampel (g) (SNI 2011).
Pembuatan Preparat Histologi
Pembuatan preparat histologi dilakukan menggunakan metode iris parafin
(Suntoro 1983) dengan pewarnaaan rhodizonate (Kiernan 1990). Metode iris
parafin diawali dengan fiksasi jaringan dalam paraformaldehid selama 7 hari dan
disimpan pada suhu ruang. Khusus untuk insang, sebelum difiksasi direndam
terlebih dahulu dalam HCl(p) untuk melunakkan jaringan tulang (dekalsifikasi)
agar memudahkan pada saat pemotongan. Jaringan dipotong pada ketebalan ± 4
mm dan didehidrasi dalam alkohol bertingkat berturut-turut (70, 80, 90, 95, 100 (I,
II, dan III))% masing-masing selama 24 jam kecuali untuk alkohol 100% (I, II,
III) masing-masing selama 1 jam. Selanjutnya jaringan dijernihkan dalam xylol I,
II, dan III masing-masing selama 1 jam pada suhu ruang. Jaringan dimasukkan
dalam parafin cair I, II, dan III pada inkubator dengan suhu ± 59º C masingmasing selama 1 jam. Penanaman jaringan dalam media parafin cair dilakukan
dengan bantuan embedding console kemudian disimpan dalam pendingin bersuhu

7

± -4º C. Langkah berikutnya, jaringan dipotong menggunakan rotary microtome
dengan ketebalan ± 4 μm.
Pewarnaan rhodizonate diawali dengan proses deparafinisasi dengan
merendam jaringan dalam larutan xylol III, II, dan I dilanjutkan rehidrasi dalam
alkohol bertingkat (100 (III, II, dan I), 95, 90, 80, dan 70)%. Preparat jaringan
kemudian diwarnai dengan cara dicelupkan dalam larutan rhodizonate (natrium
rhodizonate 10 mg, asam asetat glasial 0.05 ml, dan ditambahkan aquades hingga
5 ml) selama 30 menit. Selanjutnya preparat yang telah diwarnai didehidrasi
dalam alkohol bertingkat (70, 80, 90, 95, 100 (I, II dan III))% kemudian
dijernihkan menggunakan xylol (I, II dan III). Preparat jaringan ditutup dengan
gelas objek yang telah diberi entelan, kemudian diberi label. Preparat jaringan
diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 4x dan 10x serta
didokumentasikan dengan kamera Opti Lab.
Metode Pengambilan Sampel Air
Pengambilan sampel air dilakukan untuk menganalisis kondisi perairan
berdasarkan parameter fisika-kimia air sungai (Tabel 1). Pengambilan sampel air
ditentukan melalui metode purposive sampling (Susanto et al. 2009). Preservasi
sampel air dilakukan sesuai SNI (1991). Metode analisis masing-masing
parameter air dilakukan sesuai Clesceri et al. (1999).
Pengukuran Karakteristik Pertumbuhan Ikan
Karakteristik pertumbuhan ikan dianalisis melalui hubungan panjang berat
serta laju pertumbuhan ikan. Hubungan panjang berat dihitung menggunakan
rumus:
W = aLb
keterangan W adalah berat ikan (gram), L adalah panjang total ikan (mm), a dan b
adalah konstanta. Nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan ikan bersifat
isometrik, sedangkan nilai b ≠ 3 menunjukkan pola pertumbuhan ikan bersifat
allometrik (b < 3 menunjukkan allometrik negatif, b > 3 menunjukkan allometrik
positif). Pola pertumbuhan isometrik menggambarkan pertambahan berat ikan
sesuai dengan pertambahan panjangnya, sebaliknya pola pertambahan allometrik
menggambarkan pertambahan berat ikan tidak sesuai dengan pertambahan
panjangnya.
Laju pertumbuhan ikan ditunjukkan dari nilai koefisien pertumbuhan (K)
yang dihitung menggunakan formula von Bertalanffy, Lt = L∞[1-e-K(t-to)], Lt adalah
panjang ikan pada waktu t (mm), L∞ adalah panjang maksimum (mm), e adalah
dasar logaritma natural, K adalah koefisien pertumbuhan, t adalah waktu.
Pengukuran Faktor Kondisi Ikan
Faktor kondisi ikan dianalisis menggunakan rumus:

8

=

Wx
W

keterangan W adalah berat ikan sebenarnya, W’ adalah berat estimasi ikan (L3)
(Effendie 2002).
Tabel 1 Parameter uji kualitas air, metode/alat, dan tempat analisis
Parameter (Satuan)
Suhu (⁰C)
pH
Konduktivitas (µS/cm)
Nitrat (mg/L)
Sulfat (mg/L)
Fosfat (mg/L)
Kebutuhan oksigen biologi (mg/L)
Total bahan organik (mg/L)
Curah hujan (mm)*
Kecepatan arus (m/s)
Logam Cd (mg/L)
Logam Hg (mg/L)
Logam Pb (mg/L)

Metode/Alat analisis

Tempat analisis

Termometer
pHmeter
conductivity meter
Spektrofotometri
Spektrofotometri
Spektrofotometri
DOmeter
Titrasi
-

Lapangan
Lapangan
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Lapangan
Lapangan
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium

AAS
AAS
AAS

Keterangan: (*) Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (2015 )

Prosedur Analisis Data
Signifikansi konsentrasi ketiga logam pada ketiga organ ikan dari ketiga
lokasi selama dua musim pengambilan sampel dianalisis menggunakan uji Anova
selanjutnya diuji lanjut menggunakan uji Tukey (p = 0.05). Analisis konsentrasi
logam dibantu menggunakan program R. Kerusakan jaringan ikan dianalisis
berdasarkan modifikasi Bernet et al. (1999) dengan pembanding gambar preparat
dari atlas histologi ikan Genten et al. . Hubungan panjang berat ikan dianalisis
menggunakan regresi linier dengan bantuan Ms.Excel, selanjutnya dilakukan uji t
terhadap nilai b. Laju pertumbuhan ikan dianalisis menggunakan Elevan I pada
program FiSAT II.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Logam Berat pada Organ Ikan
Konsentrasi logam berat Cd, Hg, dan Pb pada ketiga organ ikan sapu-sapu
(P. pardalis) disajikan pada Gambar 3. Konsentrasi total logam berbeda signifikan
antara ketiga organ ikan dengan urutan tertinggi hingga terendah adalah hati,
insang, dan otot (p = 0.0378). Konsentrasi antar ketiga logam juga menunjukkan
perbedaan signifikan dengan urutan tertinggi hingga terendah adalah Pb, Hg, dan
Cd (p = 5.12 x 10-7).

9

0.025

Konsentrasi (µg/g)

0.02

0.015

0.01

0.005

0
A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C
I

H
Cd

O

I

H
Hg

O

I

H

O

Pb

Gambar 3 Konsentrasi logam berat beberapa organ ikan sapu-sapu (P. pardalis)
di Sungai Ciliwung. Keterangan: I, H, O= insang, hati, otot; A, B, C =
Bogor, Depok, Jakarta; = musim penghujan, = musim kemarau.
Pb merupakan logam berat dengan konsentrasi tertinggi yang ditemukan
pada organ ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung. Rata-rata konsentrasi Pb pada
insang, hati, dan otot berturut-turut 0.002571, 0.005467, dan 0.001609 µg/g,
dengan konsentrasi rata-rata 0.003216 µg/g. Konsentrasi Pb tidak signifikan antar
organ maupun antar musim (p > 0.05), tetapi signifikan antar lokasi (p = 0.0090).
Konsentrasi Pb tertinggi hingga terendah berturut-turut ditemukan di Jakarta,
Depok, dan Bogor. Jakarta merupakan kawasan padat penduduk dan industri
tekstil, mineral logam dan non logam, penyamakan kulit, dan pencelupan batik
(Hendrawan 2008). Berbagai industri di Jakarta menyumbang cemaran Pb lebih
banyak dibandingkan Depok dan Bogor. Pajanan Pb terdapat di daerah tambang,
pengelasan timah, khususnya industri cat dan baterai, serta industri kaca (Jarup
2003). Konsentrasi Pb yang memasuki badan perairan Sungai Ciliwung juga
dipengaruhi oleh kondisi sosial perekonomian di sekitarnya (Eneji et al. 2011).
Hg merupakan logam tertinggi kedua yang ditemukan dalam organ ikan
sapu-sapu di Sungai Ciliwung. Rata-rata konsentrasi Hg pada insang, hati, dan
otot berturut-turut 0.002826, 0.004333, dan 0.003960 µg/g, dengan konsentrasi
rata-rata 0.003707 µg/g. Konsentrasi Hg antar organ maupun antar lokasi tidak
signifikan (p > 0.05), tetapi signifikan antar musim (p = 0.0093). Konsentrasi Hg
ditemukan lebih tinggi pada musim penghujan dibandingkan musim kemarau.
Perbedaan konsentrasi antar musim dipengaruhi oleh jumlah logam yang
memasuki badan perairan (Eneji et al. 2011). Jumlah Hg dari berbagai kegiatan

10

industri lebih banyak masuk perairan Sungai Ciliwung pada musim penghujan
dibandingkan musim kemarau. Hal ini berkaitan dengan periode pembuangan
limbah masing-masing industri di sekitar sungai.
Hg dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk pembuatan termometer,
barometer, dan alat pengukur tekanan darah. Penggunaan utama Hg dalam
industri adalah sebagai elektroda dalam produksi klorin. Paparan Hg akut dapat
menimbulkan kerusakan paru-paru. Keracunan kronis ditandai dengan gejala
neurologis dan psikologis, seperti tremor, perubahan kepribadian, gelisah, cemas,
gangguan tidur, dan depresi. Hg juga dapat merusak ginjal (Jarup 2003).
Cd merupakan logam berat dengan konsentrasi terendah yang ditemukan
dalam organ ikan sapu-sapu dari Sungai Ciliwung. Rata-rata konsentrasi Cd pada
insang, hati, dan otot berturut-turut 0.000146, 0.00828, dan 0.0075 µg/g, dengan
konsentrasi rata-rata pada ketiga organ 0.00035 µg/g. Cd secara alami terdapat
bersama bijih Zn, Cu, dan Pb. Senyawa Cd digunakan sebagai stabilisator dalam
produk PVC, pigmen warna, aloi, baterai, dan anti korosi. Cd juga merupakan
limbah dari pupuk fosfat. Sumber dari alam dan antropogenik termasuk emisi
industri dan penggunaan pupuk fosfat menyebabkan kontaminasi dan peningkatan
kadar Cd pada lingkungan (Jarup 2003).
Konsentrasi Cd antar lokasi maupun antar musim tidak signifikan (p > 0.05),
tetapi signifikan antar organ (p = 0.0056) dengan urutan tertinggi hingga terendah
adalah hati, insang, dan otot. Pola tersebut sama dengan pola konsentrasi total
ketiga logam pada organ ikan. Perbedaan konsentrasi Cd maupun total logam
antar organ dipengaruhi oleh karakter fisiologi organ (Eneji et al. 2011).
Tingginya konsentrasi logam di hati disebabkan adsorpsi terhadap logam yang
tinggi. Hal ini berkaitan dengan fungsi hati sebagai organ detoksifikasi tubuh.
Periode depurasi yang lama menjadi salah satu penyebab konsentrasi logam di
hati lebih tinggi dibandingkan organ lain (Jezierska dan Witeska 2006)
Konsentrasi ketiga logam pada otot ikan masih berada di bawah NAB
menurut SNI 2009 maupun FAO, sehingga menurut peraturan tersebut ikan sapusapu dari Sungai Ciliwung aman untuk dikonsumsi. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) dan FAO menetapkan batas aman pemasukan masing-masing logam per
minggu (Provisional Tolerable Weekly Intake), sehingga berdasarkan peraturan
tersebut didapatkan perkiraan maksimal berat basah otot ikan yang dapat
dikonsumsi per minggunya (Tabel 2).
Konsentrasi logam berat dalam perairan umumnya hanya terdeteksi pada
segmen tengah dan hilir Sungai Ciliwung, kecuali Hg (Tabel 3). Hg terdeteksi di
semua lokasi dengan konsentrasi bervariasi. Konsentrasi Hg di segmen tengah
pada musim penghujan dan di hilir pada musim kemarau tergolong tinggi, yaitu
0.0039 dan 0.0021 mg/L. Konsentrasi tersebut telah melebihi NAB menurut PP RI
No. 20 Tahun 1990 (Tabel 4), sehingga menurut peraturan tersebut air Sungai
Ciliwung khususnya pada segmen tengah di musim penghujan dan di segmen hilir
pada musim kemarau tidak layak digunakan sebagai sumber air minum maupun
untuk keperluan perikanan dan peternakan. Meskipun demikian, konsentrasi
logam berat di perairan umumnya kecil. Hal ini sesuai dengan Gaur et al. (2005),
Varol dan Sen (2012), dan Hou et al. (2013) yang menyatakan logam berat
cenderung mengendap karena terhidrolisis dan terserap ke dalam sedimen.

11

Tabel 2 NAB logam berat pada otot ikan sapu-sapu
Logam
berat

Nilai ambang batas (mg/kg)
SNI 2009
FAO

Batas aman
konsumsi logam
berat* (mg/kg)

Cd

0.1

1

400
500

Hg
Pb

0.5
0.3

1
2

200
700

Berat maksimum
konsumsi otot ikan
Sapu-sapu di
Ciliwung** (kg)
0.077
0.096
0.721
6.213

Keterangan: (*) menurut FAO dan WHO per 70 kg berat badan per minggu (mg/kg), (**) per kg
berat badan per minggu.

Tabel 3 Kualitas air Sungai Ciliwung
Parameter (Satuan)
Suhu (⁰C)
pH
Konduktivitas (µS/cm)
Nitrat (mg/L)
Sulfat (mg/L)
Fosfat (mg/L)
Kebutuhan Oksigen
Biologis (mg/L)
Total Bahan Organik
(mg/L)
Curah hujan (mm)
Kecepatan arus (m/s)*
Logam Cd (mg/L)
Logam Hg (mg/L)
Logam Pb (mg/L)

A
26.00
7.48
124.50
0.80
0.14
0.09

Penghujan
B
25.00
7.00
123.50
0.81
0.13
0.11

C
27.00
6.80
181.00
0.85
0.12
0.11

3.50

2.60

5.00
405.0
0.546
t.t *
5.4 x 10

A
25.67
7.25
146.50
0.89
0.10
0.27

Kemarau
B
27.83
7.25
157.00
0.86
0.07
0.21

C
27.83
6.17
191.33
0.90
0.09
0.39

3.85

2.10

1.32

0.73

6.94

8.80

22.75

16.64

20.01

394.0
0.993

512.0
0.345

225.5
-

299.5
-

145.5
-

t.t*
-5

3.9 x 10

0,001350
-3

1.4 x 10

-5

t.t*
1.43 x 10

t.t*
-4

1.75 x 10

t.t*
-3

2.11 x 10-3

t.t*
0.016750
0.007350
t.t*
t.t*
t.t *
Keterangan: A, B, C= mengacu pada Gambar 2; t.t** adalah tidak terdeteksi. (*) data diambil
hanya pada musim penghujan.

Tabel 4 NAB logam berat pada air menurut PP RI No. 20 Tahun 1990
Logam berat
Cd
Hg
Pb

Nilai ambang batas menurut PP RI No.20 Tahun 1990
Gol.A
Gol.B
Gol.C
0.005
0.018
0.017
0.001
0.001
0.002
0.05
0.1
0.03

Keterangan: (*) adalah NAB logam berat dalam air untuk masing-masing golongan: Gol.A untuk
keperluan air minum tanpa pengolahan; Gol.B untuk air minum dengan pengolahan; Gol.C untuk
keperluan perikanan dan peternakan.

Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa perbedaan dari hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Dhika (2013), Hardi (2013), dan Alfisyahrin

12

(2013). Perbedaan ini dipengaruhi oleh jumlah logam yang memasuki perairan
(Eneji et al. 2011). Pb yang memasuki Sungai Ciliwung dalam kurun waktu satu
tahun diduga berjumlah lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Sebaliknya, Cd dan
Hg yang memasuki perairan Sungai Ciliwung diduga jumlahnya lebih banyak.
Tingginya konsentrasi Cd dan Hg di Sungai Ciliwung diduga disebabkan adanya
penambangan di daerah Bogor yang membuang limbahnya di Sungai Ciliwung
(Yasuda et al. 2011). Perbedaan konsentrasi logam dalam tubuh organisme juga
dipengaruhi oleh kedudukannya dalam rantai makanan, kebiasaan makan (feeding
habits), umur dan ukuran organime, serta kondisi lingkungan (Jezierska dan
Witeska 2006, Akan et al. 2012, Khosnood et al. 2012).
Analisis beberapa parameter fisika kimia menunjukkan kualitas air sungai
yang menggambarkan kondisi lingkungan Sungai Ciliwung. Suhu air semakin ke
hilir semakin tinggi. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan laju metabolisme
organisme meningkat. Hal ini mempengaruhi absorpsi logam ke dalam tubuh
organisme. Semakin ke hilir, pH air semakin rendah. Perairan dengan pH rendah
meningkatkan daya larut logam sehingga absorpsi dan pengikatan logam oleh
organ semakin tinggi (Jezierska dan Witeska 2006, Eneji et al. 2011). Beberapa
hal tersebut menjadi penyebab tingginya konsentrasi logam di Jakarta (hilir)
dibandingkan di Bogor (hulu). Meningkatnya fosfat, nitrat, total bahan organik,
dan konduktivitas mengindikasikan bahwa semakin ke hilir Sungai Ciliwung telah
menerima beban cemaran semakin besar, baik dari kegiatan pertanian, industri,
maupun domestik.
Kerusakan dan Sebaran Logam Berat pada Jaringan Ikan
Tingkat kerusakan jaringan insang dan hati ikan sapu-sapu (P. pardalis) di
Sungai Ciliwung disajikan pada Gambar 3. Sama halnya dengan konsentrasi
logam, kerusakan jaringan insang dan hati ikan di hilir sungai umumnya lebih
tinggi dibandingkan dengan kerusakan jaringan ikan di bagian tengah maupun
hulu sungai. Hilir sungai (downstream) menurut Camargo dan Martinez (2007)
merupakan bagian sungai dengan akumulasi cemaran paling tinggi dibanding
lokasi lain.
Kerusakan jaringan insang pada musim penghujan lebih banyak daripada
musim kemarau di semua lokasi. Jika dilihat dari konsentrasi logam berat pada
organ ikan, hanya Hg yang berbeda nyata berdasarkan musim (p = 0.093) dan
konsentrasinya pada musim penghujan lebih tinggi dari pada musim kemarau
terutama di daerah hulu dan tengah. Konsentrasi Hg berkorelasi positif dengan
kerusakan jaringan ikan dan menjadi faktor utama penyebab kerusakan tersebut,
walaupun ada banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi. Adapun di daerah
hilir, walaupun kerusakan terjadi paling banyak tetapi berdasarkan musim tidak
terlihat perubahan yang signifikan. Hal tersebut karena meningkatnya debit air
pada musim penghujan tidak mempengaruhi logam berat sedimen daerah hilir
yang lebih stabil dibandingkan dengan logam berat pada sedimen di daerah hulu
maupun tengah (Riani 2012).

13

40
Indeks Perubahan Histologi

35
30
25
20
15
10
5
0
A

B
Penghujan

C

A

B

C

Kemarau

Gambar 4 Total indeks reaksi kerusakan jaringan ikan sapu-sapu di Sungai
Ciliwung. Keterangan:
= insang, = hati. A, B, C = mengacu pada
Gambar 2

Gambar 5 Histologi insang ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung: insang normal
dari bagian hulu (A); beberapa kerusakan jaringan insang pada ikan
bagian hilir (B, C) diantaranya kse = kerusakan struktur epitel, ksi =
kerusakan struktur jaringan ikat, hi = hipertropi, dan ne = nekrosis;
sebaran logam berat pada jaringan dengan pewarnaan rhodizonate
(tanda panah) (D).

14

Gambar 6 Histologi hati ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung: hati normal dari
bagian hulu (A); beberapa kerusakan jaringan hati pada ikan bagian
hilir (B, C) diantaranya ne = nekrosis, at = atropi, ksh = kerusakan
struktur hepatosit, ksb = kerusakan struktur bile duct, ha =
haemorraghe, kp = kerusakan pembuluh darah; sebaran logam berat
pada jaringan hati dengan pewarnaan rhodizonate (tanda panah) (D).
Kerusakan jaringan hati tidak konsisten berdasarkan musim seperti pada
insang. Insang adalah organ pernapasan ikan yang terkena paparan logam berat
secara langsung, sehingga jika ada kenaikan konsentrasi logam pada suatu
perairan umumnya akan langsung berpengaruh terhadap konsentrasi logam pada
insang (Camargo dan Martinez 2007, Poleksic et al. 2009, Santos et al. 2011).
Logam berat yang tidak mampu dilepaskan kembali oleh insang, akan memasuki
aliran darah hingga masuk ke hati. Hati melakukan detoksifikasi logam melalui
berbagai cara, diantaranya dengan sintesis metalloteionein protein, pembentukan
sitokrom P-450, dan sebagainya (Riani 2012). Proses detoksifikasi logam di hati
membutuhkan waktu yang lama (Jezierska dan Witeska 2006), sehingga baik
konsentrasi maupun kerusakan jaringan yang terjadi di hati lebih tinggi
dibandingkan dengan organ lain.
Akumulasi logam berat dapat mempengaruhi struktur dan fungsi organ vital
(Poleksic et al. 2009). Pengamatan histologi menunjukkan insang ikan sapu-sapu
dari Sungai Ciliwung mengalami beberapa kerusakan diantaranya kerusakan
struktur serta plasma epitel lamella sekunder dan jaringan ikat, atropi, nekrosis,
dan hipertropi. Kerusakan jaringan yang terjadi pada hati ikan sapu-sapu adalah
haemorrhage, kerusakan struktur hepatosit, jaringan ikat (pembuluh darah), serta
bile duct, atropi, nekrosis, dan hipertropi. Beberapa kerusakan pada pembuluh

15

darah umumnya terjadi akibat ikan menerima stressor yang lebih parah (Camargo
dan Martinez 2007). Logam berat terdeposit pada jaringan ikat insang dan hati,
serta hepatosit.
Karakteristik Pertumbuhan Ikan
Karakteristik pertumbuhan ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung
bersifat allometrik negatif, ditunjukkan dari nilai b berkisar antara 0.241 hingga
2.619 (Tabel 5). Pertumbuhan allometrik negatif menggambarkan pertambahan
berat ikan tidak sesuai dengan pertambahan panjangnya, yaitu pertambahan
panjang lebih cepat daripada pertambahan berat ikan. Hal ini diungkapkan juga
oleh beberapa penelitian sebelumnya terhadap jenis ikan yang sama di wilayah
lain. Samat et al. (2008) menyatakan pertumbuhan P. pardalis di Sungai Langat
Semenajung Malaysia bersifat allometrik negatif (b = 2.265-2.879). Pertumbuhan
allometrik negatif juga terjadi pada P. disjunctivus yang hidup di Reservoir
Mateos El Infiernillo Mexico (b = 2.3-2.7) (Rueda-Jasso et al. 2013).
Pertumbuhan allometrik negatif ini berkaitan dengan bentuk tubuh ikan sapu-sapu
(Pterygoplichthys) yang pipih dorso ventral.
Tabel 5 Hubungan panjang berat ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung
Lokasi
A
B
C

Musim
Penghujan
Kemarau
Penghujan
Kemarau
Penghujan
Kemarau

W= aLb
W = 90.18L0.241
W = 8E-05L2.619
W = 40.10L0.366
W = 0.259L1.187
W = 44.86L0.348
W = 0.000L2.226

Pola pertumbuhan
Allometrik negatif
Allometrik negatif
Allometrik negatif
Allometrik negatif
Allometrik negatif
Allometrik negatif

Keterangan: A, B, C= mengacu pada Gambar 2, L= panjang total ikan (mm), W= berat ikan (g), a
dan b= konstanta.

Ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung memiliki laju pertumbuhan
(K) 8.2 per tahun. Laju pertumbuhan tersebut hampir sama dengan spesies lain
dalam satu jenis. Ikan sapu-sapu P. disjunctivus di Danau Volusia Blue Amerika
Serikat memiliki laju pertumbuhan 10 per tahun dan diduga maksimal berumur
5.25 tahun (Gibbs et al. 2013). Spesies ini akan tumbuh maksimal selama 5 tahun
kemudian mengalami kematian secara alami. Hasil berbeda dinyatakan
Sumanasinghe dan Amarasinghe (2013) yang menyatakan laju pertumbuhan P.
pardalis di Reservoir Pologolla Sri Lanka yaitu 0.3 per tahun dengan panjang
maksimal 413 mm.
Perbedaan karakter pertumbuhan ikan antar wilayah dipengaruhi oleh
kelimpahan suplai pakan dan ketersediaan cukup ruang (Samat et al. 2008).
Suwarni (2009) dan Sulistiyarto (2012) menambahkan kondisi lingkungan dan
tingkat kematangan gonad juga mempengaruhi karakteristik pertumbuhan ikan.
Faktor Kondisi Ikan
Faktor kondisi merupakan salah satu aspek untuk mengetahui kesehatan
ikan dilihat dari kemontokan ikan yang menggambarkan kepadatan organ-organ

16

fisiologis. Faktor kondisi ikan sapu-sapu (P. pardalis) di ketiga lokasi Sungai
Ciliwung berkisar antara 0.631 hingga 1.278 (Tabel 6).
Tabel 6 Faktor kondisi ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung
L

W
Fk
RataRataKisaran
Kisaran
rata
rata
Penghujan
4
151-456
343.0
8.2-652.4
386.5 0.63126 ± 0.27801
A
Kemarau
35
165-470
326.4
66-740
505.8 0.93257 ± 0.33176
Penghujan
11
202-336
277.4
86.2-276.5 202.2 0.94019 ± 0.17353
B
Kemarau
83
200-380
290.1
64-362
223.5 0.97557 ± 0.40767
Penghujan
4
198-266
259.1
75.1-167.2 194.7 0.93090 ± 0.03535
C
Kemarau
46
75-335
167.6
8-333
65.8
1.27821 ± 0.74836
Keterangan: A, B, C= mengacu pada Gambar 2; N= jumlah individu ikan (ekor); L= panjang total
ikan (mm); W= berat ikan (g); Fk= faktor kondisi.
Lokasi

Musim

N

Berdasarkan nilai faktor kondisi (Fk), diketahui ikan sapu-sapu (P. pardalis)
di hilir Sungai Ciliwung jauh lebih baik dibandingkan dengan ikan di hulu. Ikan di
hilir cenderung pendek tetapi gemuk. Sebaliknya, ikan sapu-sapu (P. pardalis) di
hulu cenderung panjang tetapi kurus. Perbedaan kondisi ini dipengaruhi oleh
banyak faktor, diantaranya perubahan dan ketersediaan pakan, perubahan tingkah
laku, kematangan gonad, dan kondisi lingkungan (Effendie 2002, Sulistiyarto
2012).
Kondisi ikan sapu-sapu di hilir lebih gemuk dibandingkan ikan sapu-sapu di
hulu. Semakin ke hilir ketersediaan pakan ikan tersebut semakin berlimpah karena
tidak adanya banyak kompetitor seperti di hulu. Dili