Penerapan Arsitektur Perilaku Dalam Perancangan Zona Gerbang Masuk Kampus UNIMED

13

BAB II
DESKRIPSI TEMA

2.1 Pengertian Tema
Pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar belakang manusia seperti
pandangan hidup, kepercayaan yang dianut, nilai-nilai dan norma-norma yang
dipegang akan menentukan perilaku seseorang yang antara lain tercermin dalam cara
hidup dan peran yang dipilihnya di masyarakat. Lebih lanjut, menurut Rapoport
konteks kultural dan sosial ini akan menentukan sistem aktivitas atau kegiatan
manusia (Haryadi, 2010).
Arsitektur perilaku merupakan gabungan dari dua kata yaitu arsitektur dan
perilaku, kedua kata ini memiliki makna yang berbeda, namun ketika digabungkan
menghasilkan arti yang baru. Arsitektur perilaku merupakan lingkungan binaan yang
dibuat oleh manusia, dan menjadi tempat manusia melakukan kegiatannya dengan
melihat dan mempertimbangkan semua aktivitas manusia secara fisik berupa interaksi
manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya yang terwujud
dalam gerakan atau sikap, tidak saja dari gerakan badan atau ucapan, tetapi juga dari
hasil interaksi antara desakan dan keinginan yang ada di dalam diri individu atau
kelompok dengan situasi atau kondisi sekitarnya.

Perancangan arsitektur dengan pendekatan arsitektur perilaku memfokuskan pada
perilaku manusia. Perilaku manusia ini berasal dari dorongan yang ada di dalam diri

13
Universitas Sumatera Utara

14

manusia dan tentunya tidak terlepas dari pembahasan psikologi manusia yang
berhubungan antara tingkah laku manusia dengan lingkungannya.
Dalam tesisnya yang berjudul “The Street as a Human Resource in the Urban
Lower-Class

Environment”

(suatu

pengamatan

mengenai


hubungan

antara

lingkungan fisik dan kepuasan pemenuhan kebutuhan dasar manusia), David Myhrum
yang merupakan arsitek lansekap mengemukakan bahwa tidaklah mungkin
menentukan kebutuhan dasar mana yang telah terpenuhi, tanpa melakukan analisis
intensif dan personal dari orang yang bersangkutan. Karena pembentukan perilaku
seseorang adalah suatu proses yang multideterminan. Ada pengaruh budaya dan ada
faktor pengaruh lingkungan yang saling terkait satu sama lain (Laurens, 2005).

2.1.1 Kerangka studi perilaku
Pada dasarnya, kerangka pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar
belakang manusia seperti pandangan hidup, kepercayaan yang dianut, nilai-nilai dan
norma-norma yang dipegang akan menentukan perilaku seseorang yang antara lain
tercermin dalam cara hidup dan peran yang dipilihnya di masyarakat. Lebih lanjut,
Rapoport menjelaskan konteks kultural dan sosial ini akan menentukan sistem
aktivitas atau kegiatan manusia (Haryadi, 2010), sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 2.1.


Universitas Sumatera Utara

15

PANDANGAN
HIDUP

BUDAYA

Latar belakang
pandangan
hidup, nilainilai dan
kebiasaan
hidup tertentu
(defenisi
terbatas)

Keinginan
atau pilihan,

ideal

NILAI YANG
DIANUT

CARA
HIDUP

Pilihan atau
prioritas
berbagai
elemen yang
dianggap
penting

Pilihan
peran,
perilaku serta
alokasi
sumber

kehidupan

SISTEM
AKTIVITAS

Organisasi
kegiatan

SISTEM
SETING

Organisasi
wadah
kegiatan
manusia
(Tata Ruang)

Gambar 2.1 Hubungan antara budaya, perilaku, sistem aktivitas dan sistem seting
(Rapoport dalam Haryadi, 2010)
Terlihat dari gambar tersebut bahwa kerangka pendekatan ruang dari aspek

perilaku menekankan pada keputusan setiap individu manusia atau sekelompok
manusia untuk merumuskan pandangan-pandangannya terhadap dunia, merumuskan
nilai-nilai kehidupan yang diyakini bersama, menjabarkannya dalam kebiasaan hidup
sehari-hari yang tertuang dalam sistem kegiatan dan wadah ruangnya (sistem seting).
Pendekatan ini menegaskan bahwa aspek psikologi manusia dan kultur suatu
masyarakat akan menentukan bentuk aktivitas dan wadahnya (Haryadi, 2010).
Perilaku manusia jika ditinjau dari aspek psikologi dan kultur akan
mengantarkan pada kemajemukan masyarakat yang ada pada suatu wilayah.
Masyarakat majemuk disuatu wilayah/kota dapat dikelompokkan secara horizontal
(Pelly, 2005) berdasarkan:
a)

Etnik dan rasa tau asal usul keturunan.

b) Bahasa daerah.
c)

Adat istiadat atau perilaku.

Universitas Sumatera Utara


16

d) Agama.
e)

Pakaian, makanan, dan budaya material lainnya.

Hal ini sejalan dengan kondisi Indonesia yang memiliki beragam etnik, bahasa
dan adat Istiadat. Salah satu kota di Indonesia yang mempunyai masyarakat yang
beragam adalah kota Medan. Kota Medan dihuni oleh berbagai kelompok etnik. Etnik
yang mendiami kota Medan adalah melayu, batak (toba, simalungun, pakpak-dairi),
jawa, tionghoa, mandailing-angkola, minangkabau, karo, aceh, dan lainnya. Dari
keberagaman etnik tersebut akan muncul bahasa dan agama yang beragam dari tiaptiap etnik yang ada. Hal ini membuktikan bahwa medan merupakan kota dengan
masyarakat majemuk. Perilaku yang timbul akibat keberagaman ini akan berpengaruh
pada sistem aktivitas atau kegiatan manusia di dalamnya.

2.1.2

Kajian arsitektur perilaku

Dalam menciptakan suatu lingkungan binaan yang berlandaskan Arsitektur

Perilaku, maka perlu dilakukan pendekatan terhadap perilaku manusia. Perilaku
manusia ini berasal dari dorongan yang ada di dalam diri manusia. Dorongan ini
merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Perilaku itu sendiri merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar), oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya
stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut merespons. Menurut

Universitas Sumatera Utara

17

Roger (Notoatmodjo, 2007) sebelum seseorang menghadapi perilaku baru dalam diri
mereka terjadi proses yang berurutan yaitu:
1. Awarness (kesadaran).
2. Interest (tertarik).
3. Evaluation (penilaian).
4. Rasa menimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
5. Trial (mencoba).

6. Adopsi (mengadapsi).

Lalu lebih jauh lagi perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo,
2007) jika dilihat dari bentuk respon stimulus yang diperoleh oleh seseorang yaitu:
1. Perilaku tertutup, respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka, respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam atau
praktik yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain.

2.2

Kampus sebagai Analogi sebuah Kota dalam Kajian Arsitektur
Lingkungan dan Perilaku
Sebagai suatu sistem sosial, kawasan perguruan tinggi (kampus) dapat

diibaratkan sebagai "kota” atau dalam istilah kemasyarakatan zaman yunani disebut

Universitas Sumatera Utara


18

dengan "polis" (RIPK UGM, 2005). Sistem sosial di dalam suatu kampus terjadi
karena adanya interaksi dari para civitas akademika dan mahasiswa serta masyarakat
umum yang datang dari berbagai kelompok etnik. Etnik tersebut beragam, mulai dari
melayu, batak (toba, simalungun, pakpak-dairi), jawa, tionghoa, mandailing-angkola,
minangkabau, karo, aceh, dan masih banyak etnik lainnya. Dari keberagaman etnik
tersebut akan muncul perilaku, bahasa serta agama yang beragam dari tiap-tiap etnik
yang ada. Hal ini membuktikan bahwa kampus dapat disebut sebagai “kota” dengan
masyarakat majemuk.
Perilaku individu atau kelompok orang didalam suatu komunitas merupakan
urutan-urutan tindakan yang distimulir serta dipengaruhi antara lain oleh bentuk atau
wujud dari ruang kota (Lynch, 1981). Ruang kota yang cocok bagi upaya peningkatan
sumber daya manusia adalah ruang kota yang mampu berfungsi sebagai katalisator
bagi berlangsungnya interaksi sosial.

2.3 Ruang Terbuka Publik
Semua aktifitas manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
terpenuhi melalui ruang. Di dalam ruang, manusia dapat berlindung dari bahaya dan

dapat mersakan perasaan aman dan tenteram. Di dalam ruang, manusia dapat
berinteraksi dengan sesamanya sehingga merasakan pengakuan dan penghargaan dari
orang lain, sekaligus memenuhi kebutuhannya akan keanggotaan dalam komunitas.
Ruang terbuka pada umumnya merupakan ruang yang terdapat di luar massa
bangunan ataupun di tengah-tengah bangunan secara terbuka, yang dapat

Universitas Sumatera Utara

19

dimanfaatkan oleh orang banyak dan memberi kesempatan para pengguna untuk
melakukan berbagai macam kegiatan (multifungsi), seperti bersantai, berolahraga,
berkumpul, mengadakan perlombaan, berekreasi, upacara, dan sebagainya.
Menurut penggunaannya, ruang terbagi atas dua jenis, yaitu ruang privat dan
ruang publik. Ruang privat adalah ruang yang dapat mewadahi kebutuhan-kebutuhan
pribadi. Sementara ruang publik adalah ruang yang dapat mewadahi kebutuhan
publik.
Ruang merupakan wadah atau seting yang dapat mempengaruhi pelaku atau
pengguna. Ruang sebagai salah satu komponen arsitektur menjadi sangat penting
dalam hubungan arsitektur lingkungan dan perilaku karena fungsinya sebagai wadah
kegiatan manusia. Kegiatan manusia membutuhkan setting atau wadah kegiatan yang
berupa ruang.
Konsepsi mengenai ruang dalam buku “Arsitektur Lingkungan dan Perilaku”
dijelaskan bahwa ruang dikembangkan melalui beberapa pendekatan yang berbeda
dan selalu mengalami perkembangan (Haryadi, 2010). Dimana terdapat tiga
pendekatan yaitu: 1) Pendekatan ekologis; 2) Pendekatan ekonomi dan fungsional;
dan 3) Pendekatan sosial-politik.
Pendekatan ekologis menekankan pada tinjauan ruang-ruang sebagai satu
kesatuan ekosistem, dan melihat komponen-komponen ruang saling terkait dan
berpengaruh secara mekanistis. Oleh karena hubungan yang mekanistis, sistem ruang
dapat dimodelkan secara matematis, terutama pengaruh satu komponen terhadap
komponen lainnya. Pendekatan ini sangat efektif untuk mengkaji dampak suatu

Universitas Sumatera Utara

20

kegiatan pembangunan secara ekologis, tetapi cenderung mengesampingkan dimensidimensi sosial, ekonomi dan politis dari ruang.
Pendekatan fungsional dan ekonomi menekankan pada ruang sebagai wadah
fungsional berbagai kegiatan. Pendekatan ini melihat faktor jarak atau lokasi menjadi
penting. Pendekatan sosial-politis, menekankan pada aspek “penguasaan” ruang.
Pendekatan ini melihat ruang tidak saja sebagai sarana produksi akan tetapi juga
sebagai sarana untuk mengakumulasi power.
Ruang terbuka membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat dan mampu
menjadi lebih dari sekedar tempat untuk rekreasi. Ruang terbuka publik adalah lahan
tidak terbangun di dalam kota dengan penggunaan tertentu. Pertama, ruang terbuka
kota didefinisikan sebagai bagian dari lahan kota yang tidak ditempati oleh bangunan
dan hanya dapat dirasakan keberadaanya jika sebagian atau seluruh lahannya
dikelilingi pagar. Selanjutnya Rapuano mendefinisikan ruang terbuka sebagai lahan
dengan penggunaan spesifik yang fungsi atau kualitas terlihat dari komposisinya
(Afifatunnisa, 2012).
Pembentukan suatu ruang terbuka (Zahnd, 2012) terdiri dari:
1. Pola
Kebanyakan ruang terbuka pada kawasan dibentuk oleh sistem sirkulasi
(jalan dan gang). Keseluruhan pola ruang tersebut (namun ada juga beberapa
daerah lain) diarahkan secara dinamis dengan sekuens sirkulasi yang
hierarkis. Ruang terbuka yang bersifat statis atau sentral jarang ditemui dan

Universitas Sumatera Utara

21

kebanyakan ruang tersebut berada di daerah privat. Halaman wilayah yang
dapat dipakai publik jarang ditemui.

2. Bentuk
Ruang terbuka hampir selalu dibentuk oleh bangunan-bangunan dalam
lingkungannya. Sambungan ruang luar dengan yang lain didefinisikan
dengan baik, sehingga ada sekuens peruangan yang jelas. Kualitas tersebut
mendukung perkuatan identitas di daerahnya. Berbagai daerah ruang jalan
juga diperluas oleh ruang yang berada di depan bangunan. Ruang tersebut
hanya difungsikan secara privat atau semi-privat apabila dibatasi oleh pagar
atau tembok kecil. Halaman kecil biasanya berada di daerah privat di
belakang bangunan. Halaman di depan rumah jarang ditemukan. Di daerah
zona perdagangan lebih baik dibentuk arcade sebagai ruang yang berada di
antara ruang luar dan ruang dalam. Halaman besar jarang ditemukan dan
biasanya hanya terletak di depan gedung publik (masjid, sekolah, hotel,
kantor, dan lain-lain).

3. Ukuran
Hampir semua ruang terbuka, baik yang dipakai publik maupun privat
berukuran sempit. Ruang terbuka yang luas hanya berada di lingkungan
institusi umum yang berkaitan dengan tingkat kota.

Universitas Sumatera Utara

22

2.4 Zona Gerbang Masuk sebagai Ruang Terbuka Publik
Lingkungan memiliki estetika yang dipengaruhi oleh kesukaan (preferensi)
terhadap lingkungan yang berbeda-beda, dan bahwa preferensi itu ditentukan oleh
beberapa hal, yaitu:
a. Keteraturan. Semakin teratur, semakin disukai oleh manusia.
b. Tekstur, yaitu kasar lembutnya suatu pemandangan.
c. Keakraban dengan lingkungan, makin dikenal suatu lingkungan makin disukai
manusia.
d. Keluasan ruang pandang.
e. Kemajemukan rangsang.

Rapoport mengungkapkan bahwa persoalan hubungan antara manusia dan
lingkungan berpokok pada tiga pertanyaan (Haryadi, 2010) yaitu: (1) bagaimana
manusia membentuk lingkungannya?; (2) Karakteristik manusia yang manakah yang
relevan dengan pembentukan suatu lingkungan tertentu?; (3) bagaimana dan sejauh
mana lingkungan fisik mengatur manusia?
Langkah awal dalam proses penataan kawasan zona gerbang masuk kampus
sebagai ruang terbuka publik adalah dengan menentukan elemen-elemen fisik
perancangan. Elemen fisik ini akan dijadikan sebagai aspek yang dieksplorasi dalam
pembuatan kriteria dan perencanaan untuk menjawab permasalahan pada kawasan.
Sejalan dengan hal yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa sebagai suatu
sistem sosial, kawasan perguruan tinggi (kampus) dapat diibaratkan sebagai "kota”.

Universitas Sumatera Utara

23

Maka elemen fisik yang akan dipakai dapat mengacu pada elemen fisik perancangan
kota. Elemen fisik perancangan ruang kota terdiri dari delapan elemen perancangan
(Shirvani, 1985) yaitu: 1) tata guna lahan; 2) bentuk dan massa bangunan; 3) sirkulasi
dan ruang parkir; 4) ruang terbuka; 5) jalan-jalan pedestrian; 6) tanda-tanda; 7)
kegiatan pendukung; dan 8) preservasi dan konservasi. Diantara 8 elemen tersebut, 5
diantaranya merupakan merupakan elemen fisik yang dapat berperan sebagai elemen
perancangan zona gerbang masuk kampus yaitu:
1) tata guna lahan.
2) bentuk dan massa bangunan.
3) sirkulasi dan ruang parkir.
4) jalan-jalan pedestrian.
5) kegiatan pendukung.

Dari kelima elemen fisik dari Shirvani tersebut akan lebih dispesifikkan lagi
untuk menentukan elemen yang akan dirancang pada zona gerbang masuk. Elemen
pertama yang akan direncanakan pada zona gerbang masuk kampus tentu saja pintu
gerbang, karena zona gerbang masuk harus selalu memiliki pintu gerbang di
dalamnya. Elemen selanjutnya dalam perencanaan zona gerbang masuk adalah
bangunan pendukung. Bangunan pendukung disini berfungsi sebagai pendukung
lingkungan sekitarnya. Elemen selanjutnya sesuai dengan elemen dari shirvani yakni
jalur pedestrian dan jalur kenderaan. Elemen terakhir yakni elemen street furniture
sebagai sarana pendukung kegiatan dalam zona gerbang masuk kampus.

Universitas Sumatera Utara

24

Maka dari hasil penetapan elemen fisik dari Shirvani yang dapat berperan
sebagai elemen perancangan zona gerbang masuk kampus, ditetapkan lima elemenelemen dalam setting fisik yang akan dirancang pada zona gerbang masuk, yaitu:
1. Pintu Gerbang.
2. Bangunan Pendukung.
3. Jalur Pedestrian.
4. Jalur Kendaraan.
5. Street furniture.

2.4.1 Pintu gerbang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian pintu adalah tempat untuk
masuk dan keluar. Ini berarti bahwa pintu adalah suatu benda penghubung untuk
melakukan aktivitas memasuki sesuatu atau keluar dari sesuatu tempat (Depdiknas,
2005).
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pengertian pintu adalah tempat
untuk masuk dan keluar dari suatu tempat atau bangunan maka fungsi dan
keberadaannya sangat diperlukan sebagai media penghubung (antara). Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa fungsi pintu pada dasarnya adalah sebagai penghubung
antar-ruang yang saling terpisahkan secara permanen.
Selain fungsi di atas, pintu juga berfungsi sebagai penjaga privasi serta
keamanan sebuah bangunan. Pintu kamar misalnya, berguna untuk menjaga privasi
dan keamanan penghuni kamar tersebut.

Universitas Sumatera Utara

25

Persyaratan sebuah pintu meliputi ukuran pintu yang memadai sesuai fungsi,
kekokohan, penggunaan bahan material yang cocok untuk pintu pada masing-masing
ruang, dan desain yang indah, sesuai, dan selaras dengan desain bangunan atau ruang
tempat pintu tersebut dipergunakan.
Pintu gerbang adalah bagian dari macam-macam pintu menurut fungsinya yang
berada pada posisi paling depan dari sebuah bangunan. Fungsi utama dari sebuah
pintu gerbang adalah media keluar-masuk kendaraan atau manusia yang berada pada
posisi terdepan sebuah bangunan dan langsung menghubungkan antar-ruang luar
(jalan raya) dengan halaman depan (carport atau teras) sebuah bangunan (Choirul,
2006).
Bentuk dan desain pintu gerbang relatif sangat bervariasi mengikuti gaya dan
nuansa yang terkandung di dalamnya. Bentuk pintu gerbang biasanya terdiri dari dua
atau lebih daun pintu, baik lipat maupun dorong.
Bahan material utama yang digunakan pada pintu gerbang adalah besi dengan
pembagian beberapa daun pintu dan sering kali dipadupadankan pula dengan material
lain seperti kayu sehingga dapat memberikan sentuhan yang berbeda pada tampilan
pintu secara total. Dimensi pintu gerbang pada umumnya mengadopsi ukuran standar
mobil, yakni lebar 300-500 cm (atau kelipatannya untuk menampung lebih banyak
mobil), dan tinggi berkisar 150-250 cm. Namun, secara umum ukuran pintu gerbang
disesuaikan sesuai dengan keinginan dan kondisi keamanan lingkungan.
Dilihat dari berbagai segi, pintu gerbang dapat dibagi menjadi tiga kelompok
(Choirul, 2006) yaitu:

Universitas Sumatera Utara

26

1. Jenis pintu gerbang menurut arah gerak.
a. pintu gerbang lipat,
b. pintu gerbang sorong,
2. Jenis pintu gerbang menurut finishing dan bahan material.
a. pintu gerbang besi tempa,
b. pintu gerbang cat duco polos,
c. pintu gerbang stainless steel,
d. pintu gerbang campuran.
3. Jenis pintu gerbang menurut motif
a. pintu gerbang motif alam,
b. pintu gerbang motif geometris,
c. pintu gerbang motif campuran alam dan geometris.

2.4.2 Bangunan pendukung
Bangunan pendukung adalah bangunan yang diperuntukkan untuk mendukung
lingkungan sekitarnya. Perancangan suatu bangunan pendukung pada suatu
lingkungan harus didasarkan pada fungsi utama lingkungan tersebut. Dalam suatu
perancangan bangunan dalam arsitektur pada dasarnya menyangkut pengorganisasian
dari ruang, waktu, arti, serta komunikasi. Keempat hal ini aplikasinya ke dalam
arsitektur perilaku adalah:

Universitas Sumatera Utara

27

1.

Pengorganisasian ruang merupakan susunan ruang yang ditujukan untuk
mendapatkan kualitas lingkungan yang baik, dimana proses interaksi antara
ruang dan penggunanya dapat dilakukan secara optimal.

2.

Waktu, dalam pengorganisasian tempo atau waktu akan menyangkut aspek
optimalisasi penggunaan ruang serta berkaitan dengan kemungkinan
crowding. Waktu juga mempengaruhi kecenderungan pelaku untuk
mengunjungi suatu tempat. Waktu bergantung jarak, makin besar jarak
makin besar waktu yang diperlukan sampai ke tujuan. Sedangkana jarak
akan dirasakan semakin kecil bila ada sequence yang menarik,
pemandangan indah dan jalan yang nyaman (teduh) ke tempat yang dituju.

3.

Makna atau kesan, manusia bereaksi terhadap lingkungan melalui makna
lingkungan tersebut baginya. Makna biasanya diwujudkan dalam skala,
warna, tekstur, detail, tanda-tanda, dekoratif.

4.

Warna.
Penerapan warna dalam kasus desain adalah untuk memberikan pengaruh
psikologis terhadap manusia. Pada ruang, pengaruh warna tidak hanya
menimbulkan suasana panas dan dingin tetapi juga mempengaruhi kualitas
ruang tersebut, seperti warna terang akan menjadikan ruang seolah-olah
lebih luas dan sebaliknya.

5.

Skala.
a. Dalam arsitektur menunjukkan perbandingan antara elemen bangunan
atau ruang dengan suatu elemen tertentu.

Universitas Sumatera Utara

28

b. Untuk menciptakan suasana yang akrab maka skala yang digunakan
adalah skala intim dan skala perkotaan.
c. Skala intim dapat memberikan suasana akrab dan dekat dengan sesama
manusia maupun lingkungannya. Sedangkan skala perkotaan membuat
manusia merasa memiliki atau kerasan pada lingkungan tersebut.
d. Jika D = jarak, dan H = tinggi, maka
Skala intim (1 < D/H < 2)
Skala perkotaan (D/H = 1-2)
6.

Tekstur.
a. Tekstur adalah titik kasar atau halus, titik-titik halus atau kasar yang
tidak teratur pada suatu permukaan. Titik-titik ini dapat berbeda dalam
ukuran, warna, bentuk, atau sifat dan karakternya.
b. Fungsi tekstur dapat memberi kesan pada persepsi manusia melalui
penglihatan visual dapat menghilangkan kesan monoton.

7.

Bentuk.
Bentuk adalah jalan untuk mengatur dan mengartikulasikan material di
dalam ruangan, sama halnya dengan tata bahasa menyusun kata-kata ke
dalam suatu bahasa.
Bentuk juga adalah konsep disain, sedangkan material membentuk ekspresi
dari bentukan tersebut. Pemikiran bentuk di balik disain adalah pemodelan
mental yang menjelaskan pemikiran-pemikiran lain untuk memahami
penyusunannya. Dari penampilannya bentuk dapat dibagi dalam

Universitas Sumatera Utara

29

a. Bentuk yang teratur yaitu bentuk geometris, kotak, kubus, kerucut,
piramida dan sebagainya.
b. Bentuk yang lengkung, umumnya bentuk-bentuk alam.
c. Bentuk yang tidak teratur.

8. Tata Ruang
Ruang sebagai salah satu komponen arsitektur merupakan elemen yang
penting dalam pembahasan arsitektur perilaku. Dalam hal ini perilaku
dioperasionalisasikan sebagai kegiatan manusia yang membutuhkan
seting atau wadah kegiatan berupa ruang.
Ruang dirancang untuk memenuhi suatu fungsi dan tujuan tertentu.
Selain itu, ruang juga dirancang untuk memenuhi fungsi yang lebih
fleksibel. Masing-masing perancangan fisik ruang tersebut mempunyai
variabel independen yang berpengaruh terhadap perilaku pemakainya.
Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia baik secara
psikologis maupun emosional, dan menyangkut dimensi yang
berhubungan dengan tubuh manusia, secara dimensional menyangkut
kebutuhan ruang untuk kegiatan manusia.

2.4.3 Jalur pedestrian
Pedestrian berasal dari kata pedos bahasa Yunani yang berarti kaki, sehingga
jalur pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki,

Universitas Sumatera Utara

30

sedangkan jalan yaitu media di atas bumi yang memudahkan manusia dalam tujuan
berjalan, jadi jalur pedestrian dalam hal ini adalah pergerakan atau perpindahan orang
atau manusia dari satu titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan
moda jalan kaki.
Fungsi jalur pedestrian yang disesuaikan dengan perkembangan kota adalah
sebagai fasilitas pejalan kaki, sebagai unsur keindahan kota, sebagai media interaksi
sosial, sebagai sarana konservasi kota dan sebagai tempat bersantai serta bermain.
Kenyamanan dari pejalan kaki dalam berjalan adalah adanya fasilitas-fasilitas yang
mendukung kegiatan berjalan dan dapat donikmatinya kegiatan berjalan tersebut
tanpa adanya gangguan dari aktivitas lain yang menggunakan jalur tersebut.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam desain pedestrian, yakni:
1.

Keberadaan bangunan atau gedung untuk menentukan pola sirkulasi,
dengan mengikuti sepanjang jalur diantara bangunan.

2.

Menyesuaikan dengan topografi dan bentuk alam.

3.

Hirarki jalan dibagi berdasarkan kepadatan pejalan kaki.

4.

Pertimbangan lain seperti tekstur, warna, dan bahan perkerasan perlu
disesuaikan untuk keselarasan dengan elemen site lainnya.

Selain harus memperhatikan faktor-faktor dalam desain pedestrian harus juga
mengetahui elemen yang terdapat pada suatu pedestrian. Menurut Rubenstein tahun
1992 (Wiharnanto, 2006) elemen pedestrian antara lain:

Universitas Sumatera Utara

31

1.

Paving, adalah trotoer atau hamparan yang rata. Dalam hal ini, sangat perlu
untuk memperhatikan skala pola, warna, tekstur dan daya serap air larian.
Material paving meliputi beton, batu bata, dan aspal. Pemilihan ukuran,
pola, warna dan tekstur yang tepat akan mendukung suksesnya sebuah
desain suatu jalur pedestrian di kawasan perdagangan maupun plasa.

2.

Lampu, yang akan digunakan sebagai penerangan di waktu malam hari.
Ada beberapa tipe lampu yang merupakan elemen pendukung perancangan
kota, yaitu:
a. Lampu tingkat rendah, yaitu ketinggian dibawah pandangan mata dan
berpola terbatas dengan daya kerja rendah.
b. Lampu mall dan jalur pedestrian yaitu ketinggian 1-1,5 m, serba guna
berpola pencahayaan dan berkemampuan daya kerja cukup.
c. Lampu dengan maksud khusus, yaitu mempunyai ketinggian rata-rata 23 m, yang digunakan untuk daerah rekreasi, komersial perumahan dan
industri.
d. Lampu parkir dan jalan raya, yaitu mempunyai ketinggian 3-5 m,
digunakan untuk daerah rekreasi, industry dan komersial jalan raya.
e. Lampu dengan tiang tinggi, yaitu mempunyai ketinggian antara 6-10 m,
di gunakan untuk penerangan bagi daerah yang luas, parker, rekreasi
dan jalan layang.

3.

Sign, merupakan rambu-rambu yang sifatnya untuk memberikan suatu
identitas , informasi maupun larangan.

Universitas Sumatera Utara

32

4.

Sculpture, rambu-rambu yang sifatnya untuk memberikan suatu identitas,
informasi maupun larangan, atau menarik perhatian mata (vocal point),
biasanya terletak di tengah maupun di depan plasa.

5.

Bollards, adalah pembatas antara jalur pedestrian dengan jalur kendaraan.
Biasanya digunakan bersamaan dengan peletakkan lampu.

6.

Bangku, untuk memberi ruang istirahat bila lelah berjalan, dan memberi
waktu bagi pejalan kaki untuk menikmati suasana lingkungan sekitarnya.
Bangku dapat terbuat dari logam, kayu, beton, atau batu.

7.

Tanaman peneduh, untuk pelindung dan penyejuk pedestrian. Kriteria
tanaman yang diperlukan untuk jalur pedestrian adalah:
a. Memiliki ketahanan terhadap pengaruh udara maupun cuaca.
b. Bermasa daun padat
c. Jenis dan bentuk pohon berupa angsana, akasia besar, bougenville dan
lainnya.

8.

Telepon, biasanya disediakan bagi pejalan kaki jika ingin berkomunikasi
dan sedapat mungkin didesain untuk menarik perhatian pejalan kaki.

9.

Kios, shelter, dan kanopi, keberadaannya dapat untuk menghidupkan
suasana pada jalur pedestrian sehingga tidak monoton. Khususnya kios
untuk aktifitas jual beli, bila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pejalan kaki.
Shelter dibangun dengan tujuan melindungi terhadap cuaca, angin dan sinar
matahari. Kanopi digunakan untuk mempercantik wajah bangunan dan
dapat memberikan perlindungan terhadap cuaca.

Universitas Sumatera Utara

33

10. Jam dan tempat sampah. Jam sebagai petunjuk waktu, bila diletakkan di
ruang kota harus memperhatikan penempatannya. Karena jam dapat
sebagai fokus atau landmark, sedangkan tempat sampah diletakkan di jalur
pedestrian agar jalur tersebut tetap bersih. Sehingga kenyamanan pejalan
kaki tetap terjaga.

Standar pedestrian berdasarkan lokasi dan berdasarkan kuantitas pejalan kaki
menurut Keputusan Menteri Perhubungan No KM 65 Tahun 1993 Tentang Fasilitas
Pendukung Kegiatan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lampiran 1) dapat dilihat
dalam Tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.1 Lebar Trotoar Berdasarkan Lokasi (Keputusan Menteri Perhubungan No
KM 65 Tahun 1993)
No
Lokasi Trotoar
Lebar Trotoar Minimal
1 Jalan di dearah perkotaan atau kaki lima
4 meter
2 Di wilayah perkantoran
3 meter
Di wilayah Industri
3 meter
Pada jalan primer
2 meter
Pada jalan akses
4 Di wilayah permukiman
Pada jalan primer
2,75 meter
Pada jalan akses
2 meter
Tabel 2.2 Lebar Trotoar Berdasarkan Jumlah Pemakai (Keputusan Menteri
Perhubungan No KM 65 Tahun 1993)
No
Jumlah Pejalan Kaki
Lebar Trotoar (m)
1
6 Orang
2,3 - 5,0
2
3 Orang
1,5 - 2,3
3
2 Orang
0,9 - 1,5
4
1 Orang
0,6 - 0,9

Universitas Sumatera Utara

34

Sedangkan menurut dalam SK Dirjen 43 Tahun 1997 Tentang Perekayasaan
Fasilitas Pejalan Kaki Di Wilayah Kota (Lampiran 2), penetapan lebar trotoar dapat
didasarkan pada penggunaan lahan disekitarnya seperti terlihat dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Lebar Trotoar yang dibutuhkan Sesuai dengan Penggunaan Lahan
Sekitarnya (Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No 43 Tahun 1997)
Penggunaan Lahan
Sekitarnya
Permukiman
Perkantoran
Industri
Sekolah
Terminal/Stop Bis/ TPKPU
Pertokoan/Perbelanjaan
Jembatan, terowongan

Lebar Minimum (m)
1,5
2
2
2
2
2
1

Lebar yang
dianjurkan (m)
2,75
3
3
3
3
4
1

Menurut SK Dirjen 43 Tahun 1997 dalam perencanaan trotoar, ketinggian
maksimum trotoar adalah 25 cm, namun lebih dianjurkan menggunakan ketinggian
15 cm.
Rubenstein (Wiharnanto, 2006) menyebutkan kualitas desain pedestrian dan
estetika urban space dapat dinilai melalui kriteria-kriteria berikut ini yaitu:
1. Figure Ground
Merupakan kekontrasan antara sebuah obyek dengan dasarnya. Sebuah
elemen terlihat sebagai figur apabila dia menonjol tanpa mengganggu
dasar/lantainya. Contohnya tumbuh-tumbuhan terhadap langit sebagai dasar,

Universitas Sumatera Utara

35

lampu terhadap gedung-gedung. Beberapa kekontrasan membuat obyek
menjadi jelas dan beridentitas.
2. Continuity
Continuity terjadi melalui bagian-bagian sama yang saling berentetan.
Bagian-bagian tersebut dapat saling terhubung dengan menjaga skala yang
umum, bentuk, tekstur atau warna dari ruang kawasan. Misalnya dengan
memberi warna khusus pada paving sehingga menimbulkan kontinuitas pada
pedestrian.
3. Sequence
Merupakan kontinuitas dalam ruang atau obyek yang menunjukkan
rangkaian perubahan secara visual, berupa pergerakan, suasana maupun
arah. Suatu ruang yang berangkai dapat menciptakan suasana khusus.
Misalnya kumpulan pohon yang menciptakan ruang tertutup (enclosure)
yang kemudian diikuti ruang terbuka di belakangnya.
4. Repetition
Repetition atau pengulangan di sini meliputi bentuk, watna atau tekstur dan
hanya salah satu bagian saja yang dapat diulang. Contohnya jenis lampu
jalan tertentu yang dapat dipilih dan diulang ke seluruh bagian jalur
pedestrian.

Universitas Sumatera Utara

36

5. Rhythm
Rhythm atau irama merupakan suatu rangkaian pengulangan elemen yang
disela pada jarak tertentu. Irama ini dapat diterapkan pada pola paving
dengan membuat perubahan desain atau bahan pada jarak terentu
6. Size/ scale
Size atau ukuran suatu obyek atau ruang adalah relatif dan bergantung pada
jarak obyek dari pengamat. Skala merupakan ukuran relatif dan didasarkan
pada tinggi rata-rata pengamat, yaitu 1,75 meter. Skala suatu ruang
bergantung pada pengamat itu sendiri. Mata manusia memiliki sudut
pandang 27⁰ sehingga untuk melihat bangunan harus berada pada jarak + 2
kali ketinggian bangunan.
7. Shape
Menciptakan suatu kualitas bentuk ruang tersendiri pada suatu obyek atau
ruang. Menunjukkan bagaimana bentuk ruang apakah berupa garis lurus,
melengkung atau menyudut.
8. Proportion
Merupakan perbandingan antara tinggi, lebar dan panjang. Perbandingan
diperlukan untuk mendapatkan obyek yang besarnya berbeda dengan
dimensi yang tetap sama.
9. Hierarchy

Universitas Sumatera Utara

37

Merupakan sistem yang digunakan untuk mengelompokkan warna atau
ukuran.

Dapat diterapkan misalnya untuk menonjolkan area di sekitar

sclupture dengan mengubah ukuran atau warna pavingnya.
10. Dominance
Menunjukkan pentingnya suatu bagian dibanding bagian lainnya karena
memiliki ukuran yang lebih besar atau berada pada posisi yang menonjol.
Pada suatu kawasan pedestrian akan terdapat ruang yang mendomnasi, di
mana di dalamnya terdapat aktivitas khusus ataupun elemen utama
kawasan yang menjadi vocal point.
11. Texture dan Pattern
Tekstur dapat dilihat dari tipe material yang digunakan maupun permukaan
suatu elemen. Pattern penting dalam desain untuk menambah kekontrasan
dan daya tarik.
12. Transparancy
Transparansi memberikan penekanan secara visual. Penerapannya misalnya
pada elemen paving melalui transparansi warna (overlap dan perubahan)
sehingga membuat pola paving lebih menarik.
13. Direction
Direction atau arah merupakan elemen yang dapat mengarahkan ke suatu
obyek atau area dalam suatu kawasan.
14. Similarity

Universitas Sumatera Utara

38

Similarity atau kesamaan dapat terjadi pada kelompok-kelompok bentuk
elmen jalur pedestrian. Karakteristik ini didukung dengan adanya
pengulangan, warna, bentuk, ukuran dan tekstur.
15. Volume dan Enclosure
Elemen-elemen pembentuk ruang meliputi bidang dasar, bidang atas dan
bidang vertikal merupakan hal yang harus diperhatikan untk mendapatkan
definisi ruang yang jelas. Bidang dasar berhubungan dengan semua benda
yang ada pada permukaan horisontal. Bidang vertikal memiliki fungsi
penting dalam hal pembentukan ruang dan bidang atas penting dalam
memberikan definisi ketinggian suatu ruang.
16. Motion
Merupakan proses perubahan waktu atau posisi yang dapat memperkuat
arah atau jarak dan memberikan rasa bentuk dalam pergerakan. Pada saat
orang berjalan di jalur pedestrian, pusat perhatian atau sudut pandang
terhadap suatu obyek berubah. Hal ini mengakibatkan adanya variasi
pemandangan, sinar matahari dan pola banyangan tergantung pada waktu,
hari maupun musimnya.
17. Time
Kesinambungan periode waktu atau rangkaian kejadian pada waktu
lampau, sekarang maupun masa depan adalah penting. Melestarikan
bangunan kuno dan menambahkan bangunan baru pada suatu kawasan
akan membuat kesinambungan dengan sejarah lampau.

Universitas Sumatera Utara

39

18. Sensor
Rasa suatu tempat berupa kesan visual dan daya tarik dari suara, bau,
sentuhan akan menambah dimensi pada desain ruang kota. Jalur
pedestrian harus mampu menciptakan suasasa yang menarik orang,
diantaranya melalui keberadaan sclupture, penataan lanscape dan
aktivitas atau aktraksi yang menarik.

2.4.4 Jalur kenderaan
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 Tentang
Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan (Lampiran 3), jalan
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.
Persyaratan teknis jalan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan (Lampiran 4) dalam Pasal 12 meliputi
kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang,
bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya,
dan tidak terputus dan harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan, dan
lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

40

Dalam perencanaan zona gerbang masuk, jalur kenderaan yang akan
direncanakan dapat disamakan dengan konsep jalan lingkungan sekunder dalam PP
No 34 Tahun 2006. Persyaratan teknis jalan untuk jalan lingkungan sekunder didesain
berdasarkan:
a. Kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.
b. Diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih.
c. Jika jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan
bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan
paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

Dalam PP No 34 Tahun 2006 disebutkan juga, bahwa kelas jalan
dikelompokkan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan yaitu jalan bebas
hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil. Spesifikasi penyediaan prasarana
jalan yang dimaksud meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang,
jumlah dan lebar lajur, ketersediaan median, serta pagar.
Dalam kaitannya mengenai perencanaan zona gerbang masuk, jalur kenderaan
yang akan direncanakan dapat disamakan dengan jalan sedang yang merupakan jalan
umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak
dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling
sedikit 7 (tujuh) meter.

Universitas Sumatera Utara

41

Menurut Francis (Khaeriah, 2003), jalur sirkulasi (jalan) sebagai ruang publik
sebaiknya mewadahi kehidupan untuk semua pengguna, sehingga jalur sirkulasi yang
baik harus memiliki beberapa aspek sebagai ruang publik yaitu:
1.

Kegunaan dan kebersamaan pengguna, hal ini menunjukkan bahwa jalan
yang baik digunakan oleh beragam orang dan bermacam-macam aktiitas.

2.

Aksesbilitas, yaitu ruang terbuka yang dapat dimasuki oleh semua orang
termasuk penyandang cacat.

3.

Partisipasi dan modifikasi, dengan pengertian ini maka penduduk dapat
melakukan perubahan terhadap penataan jalan dengan sistem partisipasi
dalam perencanaan dan perancangan.

4.

Kontrol,

yang

merupakan

perasaan

nyata

dalam

merawat

dan

menggunakan jalan yang berada dilingkungannya.
5.

Manajemen lalu lintas, yaitu sistem pengaturan lalu lintas yang lebih
manusiawi antara kendaraan bermotor dengan pejalan kaki.

6.

Keamanan dan pengamanan, terhadap penumpang kenderaan bermotor dan
pejalan. Hal ini berlaku juga sebagai kondisi keamanan lingkungan yang
terjadi baik siang maupun malam hari.

7.

Hubungan antara muka tanah dan jalan, dengan pengertian bahwa jalan
sebagai ruang publik terkait dengan ruang privat, semi publik dan dunia
publik disekitarnya.

8.

Kenyamanan, menyangkut keteduhan dari sinar matahari, mengurangi
pengaruh suhu yang ekstrim, dan fasilitas publik yang memadai.

Universitas Sumatera Utara

42

9.

Kualitas ekologi, jalan haruslah merupakan jalur sirkulasi yang mempunyai
pohon/tanaman yang dapat mengurangi polusi, dan mengurangi kebisingan.

10. Nilai ekonomi yang baik, yaitu berfungsi sebagai tempat bisnis dan
investasi.
11. Kompetensi sebagai tempat untuk belajar diluar.
12. Kecintaan, yang merupakan rasa yang membangkitkan ingatan akan
kerinduan untuk selalu kembali mengunjunginnya.
13. Konflik, yang merupakan tanda adanya partisipasi semua pihak sehingga
terjadi proses negosiasi antar penggunanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu rancangan jalan (Hakim, 2006) antara
lain:
1. Skala, merupakan perbandingan antara dua atau lebih objek dengan ukuran
yang nyata. Skala yang diterapkan harus dilihat dari manusia sebagai
pengguna.
2. Proporsi, merupakan hubungan antara suatu objek tunggal atau susunan
komposisi yang menyangkut perbandingan antara tinggi dan lebarnya atau
ukuran salah satu bagian dari bagian keseluruhan.
3. Jarak, jarak mempengaruhi persepsi terhadap detail, warna, tekstur dan
skala. Objek dengan jarak dekat akan terlihat secara jelas keseluruhan
detailnya, warna, tekstur dan skala.

Universitas Sumatera Utara

43

4. Cahaya, cahaya gelap dan terang dihasilkan karena adanya sumber energi
cahaya yang mengarah ke mata manusia.
5. Iklim, iklim merupakan suatu hal yang menjadi pertimbangan, seperti
Indonesia mempunyai iklim tropis yang panas sehingga membutuhkan
daerah bayangan atau teduh yang banyak dan begitu pula perlindungan pada
musim hujan.
6. Gerakan, gerakan mempengaruhi persepsi akan detail. Ketika sedang
bergerak, tekstur sulit untuk dibedakan, peninjau hanya bersandar pada
warna dan bentuk untuk membantu mengidentifikasi suatu objek.

Untuk mengontrol laju kenderaan, pada jalur kendaraan harus dibuat polisi tidur
pada titik tertentu. Desain polisi tidur disesuaikan dengan Keputusan Menteri (KM)
Perhubungan Nomor 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai
Jalan (Lampiran 5). Setiap polisi tidur juga akan diberi warna yang kontras dengan
jalan agar memudahkan pengguna kendaraan untuk mengidentifikasi.

2.4.5 Street furniture
Street furniture adalah elemen-elemen ruang pada ruang publik yang dapat
memberikan kenyamanan bagi pengguna, seperti: tempat duduk, pohon peneduh dan
tempat parkir (Shirvani, 1985). Elemen-elemen ini menjadi penting untuk
menghidupkan dan meningkatkan kualitas ruang publik.

Universitas Sumatera Utara

44

Street furniture, menjadi istilah yang digunakan oleh para kalangan praktisi
untuk memberikan sebutan bagi perabot jalan atau aksesoris jalan, dimana
perletakkannya selalu berada di sepanjang jalan raya atau jalan lingkungan yang
fungsinya sebagai fasilitas pendukung aktifitas masyarakat di jalan.
Tujuan adanya tanda-tanda (elemen perabot jalan) di ruang jalan dapat
dikategorikan menjadi:
1. Orientasi, adalah tanda-tanda yang diletakkan di suatu lingkungan bisa
berupa peta, petunjuk tempat dibeberapa lokasi penting.
2. Informasi, adalah semua informasi dalam bentuk tulisan yang ditujukan
untuk pengguna jalan.
3. Direksional, adalah tanda-tanda yang mengarahkan seperti rambu pengarah
lalu lintas.
4. Identifikasi, adalah tanda-tanda yang menginformasikan sebuah tempat
tertentu.
5. Ornamental, adalah tanda-tanda yang menambah keindahan pada lingkungan
tertentu seperti banner, umbul-umbul, pagar.

Kemudian perabot jalan ini mempunyai kaidah-kaidah fungsi utama maupun
seni dari cara perletakkannya, fungsi tersebut yakni:
1. Fungsi utama perabot jalan adalah sebagai petunjuk dan sebagai pelayanan
terhadap masyarakat pengguna, sehingga diharapkan dengan adanya street
furniture, masyarakat dapat nyaman didalam melaksanakan aktifitasnya.

Universitas Sumatera Utara

45

2. Fungsi seni, yaitu perletakkan perabot jalan di sepanjang jalan raya
mengikuti kaidah-kaidah seni, baik cara perletakkan elemen-eleman itu
sendiri maupun desain yang diharapkan mempunyai nilai seni tinggi,
sekaligus mempunyai kualitas bahan yang baik.

2.5 Pemetaan Perilaku (Behavioral Map)
Behavioral map bermanfaat untuk memberikan gambaran singkat distribusi
perilaku dari keadaan ruang yang ada.
Terdapat dua karakter dari behavior map, yaitu:
1. Menganalisis tingkah laku dan kemudian menjadikannya kategori-kategori
yang relevan.
2. Melakukan pengamatan empiris dari kategori-kategori perilaku tersebut.

Beberapa kategori perilaku dapat dikelompokkan untuk menyusun behavioral
map. Sebelum melakukan studi empiris, dikembangkan terlebih dahulu jenis-jenis
perilaku manakah yang relevan terhadap masalah yang akan diuji. Salah satu
keputusan untuk menentukan jenis perilaku mana yang relevan adalah dengan
mengkategorikan perilaku yang terjadi secara kelempok atau individu. Meskipun
kebanyakan behavior map memberi tekanan kepada individu, bukan tidak mungkin
jika dikembangkan pula aktivitas dalam kelompok.
Setelah dilakukan analisis terhadap bermacam-macam perilaku yang akan
dipelajari, maka kategori perilaku aktual yang sudah dikembangkan tersebut dapat
diaplikasikan pada beberapa setting. Terdapat tiga tahap pada proses ini yaitu:

Universitas Sumatera Utara

46

a. Pengumpulan perilaku-perilaku yang diamati.
b. Menggeneralisasikan perilaku-perilaku yang telah dikumpulkan menjadi
kategori-kategori untuk observasi (Kategori Observasi).
c. Dari kategori observasi kemudian dikembangkan menjadi Kategori Analitis.

Behavioral mapping digambarkan sebagai cara untuk mengungkap pola-pola
ruang yang tercipta akibat hubungan timbal balik antara manusia dengan ruang,
diwujudkan dalam bentuk sketsa dan diagram mengenai suatu area dimana manusia
melakukan kegiatannya (Haryadi, 2010). Tujuannya adalah untuk menggambarkan
perilaku dalam peta, mengidentifikasikan jenis frekuensi perilaku, serta menunjukkan
kaitan perilaku dengan wujud perancangan yang spesifik. Teknik yang akan dipakai
dalam melakukan pemetaan perilaku yakni Place-Centered Mapping. Teknik ini
digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok manusia
memanfaatkan, menggunakan dan mengakomodasikan perilakunya dalam suatu
waktu pada tempat tertentu. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada teknik ini
adalah:
1. Membuat sketsa tempat atau seting yang meliputi seluruh unsur fisik yang
diperkirakan mempengaruhi perilaku pengguna ruang.
2. Membuat daftar perilaku yang akan diamati serta menentukan simbol/tanda
sketsa setiap perilaku.

Universitas Sumatera Utara

47

3. Kemudian dalam kurun waktu tertentu, peneliti mencatat berbagai perilaku
yang terjadi di tempat tersebut dengan menggunakan simbol-simbol di peta
dasar yang telah disiapkan.

2.6

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku pada Zona Gerbang Masuk

2.6.1 Aksesibilitas
Aksesibilitas didefinisikan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan
mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau
susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Setiap lokasi
geografis yang berbeda memiliki tingkat aksesibilitas yang berbeda hal ini
disebabkan perbedaan kegiatan dari masing-masing tata guna lahan.
Terdapat tiga jenis bentuk akses, yaitu akses visual, simbolik dan fisik (Carr,
1992). Defenisi dari ketiga bentuk akses tersebut adalah sebagai berikut:
1. Akses Visual, jika orang dapat melihat seuah ruang sebelum memasukinya,
maka mereka dapat menilai apakah mereka akan dapat merasa aman,
disambut dan nyaman disana.
2. Akses Simbolik, simbol bisa digambar atau tidak. Misalnya individu dan
kelompok merasa terancam, atau nyaman atau disambut akan mempengaruhi
masuknya orang tersebut ke area publik.
3. Akses Fisik, berkaitan dengan apakah ruang tersebut secara fisik terbuka
untuk publik. Keterbatasan fisik adalah ketidakmampuan untuk mencapai

Universitas Sumatera Utara

48

atau berada di suatu lingkungan tanpa memandang apakah hal itu dapat
dilakukan atau tidak.

Dari penjelasan Carr sebelumnya, dapat diketahui bahwa saat kita memasuki
suatu bangunan atau suatu ruang kita dapat menilai apakah kita pantas berada di sana
atau disambut melalui bentuk akses masuknya.
Terdapat tiga indikator pengukuran aksesibilitas yaitu jarak, waktu dan biaya.
Sedangkan kriteria pengukuran untuk aksesibilitas yang ideal terdiri dari:
a. Aspek keamanan,
b. Aspek kemudahan,
c. Aspek kenyamanan, dan
d. Aspek estetika (Pratiwi, 2014).

Jadi dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas adalah bentuk penilaian mudah
atau susahnya suatu lokasi untuk dicapai pengguna jaringan transportasi dengan
mempertimbangan aspek keamanan, kemudahan dan kenyamanan.

2.6.2 Landmark
Landmark atau suatu tanda yang menyolok yang terdiri dari bangunan atau
perkerasan dalam satu kawasan. Landmark merupakan salah satu elemen yang
dipergunakan untuk mengungkapkan citra kota. Terdapat tiga unsur penting yang
harus dimiliki landmark (Yuliantoro, 2004) yaitu:

Universitas Sumatera Utara

49

a. Tanda Fisik, landmark merupakan obyek fisik yang dapat ditangkap dengan
indera penglihatan secara mudah.
b. Informasi, Landmark merupakan gambaran dengan cepat dan pasti tentang
suatu tempat kepada pengamat sehingga membentuk image fisik dan non
fisik lokasi landmark dan sekitarnya.
c. Jarak, landmark harus dapat dikenali dari suatu jarak, dimana pengamat
berada di luar lingkup obyek.

Selain memiliki tiga unsur penting (Yuliantoro, 2004) suatu obyek dapat
dikatakan sebagai landmark jika memiliki kriteria:
1. Mempunyai karakter fisik lain dari obyek fisik disekitarnya, mempunyai
unsur unik dan mudah diingat.
2. Mudah diindentifikasikan, hal ini berkaitan dengan tuntutan bahwa
landmark harus mudah dikenali pengamat.
3. Mempunyai bentuk yang jelas dalam luasan atau bentang yang relatif besar.
Hal ini dapat dicapai dengan membentuk kontras antara obyek landmark
dengan latar belakangnya.
4. Mempunyai nilai lebih dalam suatu lingkup atau luasan tempat berupa nilai
historis atau nilai estetis:
a. Nilai historis menyangkut proses terbentuknya obyek tersebut dan
kaitannya dengan lingkup tempat dimana landmark berada.

Universitas Sumatera Utara

50

b. Nilai estetis dapat pula nilai historis menyangkut kurun waktu
terbentuknya bangunan, karena nilai estetik tiap kurun waktu dapat
berlainan.

Jika dinilai dari aspek bentuk, landmark dapat dikelompokkan menjadi 2
bagian, yaitu:
a.

Distant Landmark, merupakan obyek landmark yang kelebihannya dapat
dilihat dari banyak arah atau posisi dengan suatu jarak yang relatif jauh.

b.

Local Landmark, meruapakan obyek fisik yang penampilan fisiknya
terlihat istimewa apabila dilihat dari arah, jarak atau jangkauan tertentu.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa landmark merupakan elemen eksternal
dan merupakan bentuk visual yang menonjol dan merupakan elemen penting karena
membantu orang mengenali suatu daerah dengan kriteria fisik yang diidentifikasi,
memiliki unsur unik dan mudah diingat, memiliki bentuk yang jelas, serta memiliki
nilai historis atau estetis.

2.7 Studi Banding Tematik
2.7.1 Kidzania Jakarta
KIDZANIA adalah sebuah fasilitas indoor, yang berlokasi di Pacific Place
Shopping Mall lantai 6 Jakarta. KIDZANIA adalah sebuah pusat rekreasi berkonsep
EDUTAINMENT yang unik bagi anak-anak usia 2-16 tahun serta orang tuanya.
KIDZANIA dibangun khusus menyerupai replika sebuah kota yang sesungguhnya,

Universitas Sumatera Utara

51

namun dalam ukuran anak-anak, lengkap dengan jalan raya, bangunan, ritel juga
berbagai kendaran yang berjalan di sekeliling kota (Gambar 2.2).
Di kota ini, anak-anak memainkan peran orang dewasa sambil mempelajari
berbagai profesi. Misalnya, menjadi seorang dokter, pilot, pekerja konstruksi, detektif
swasta, arkeolog, pembalap F1 dan lebih dari 100 jenis PROFESI dan PEKERJAAN
orang dewasa lainnya (Kidzania, 2007) seperti terlihat pad Gambar 2.3.
Di KIDZANIA terdapat bangunan-bangunan yang umumnya terdapat di sebuah
kota, seperti Rumah Sakit, Supermarket, Salon, Teater, Kawasan Industri, dan banyak
lagi seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.2 Kidzania Jakarta
(Kidzania, 2007)

Universitas Sumatera Utara

52

Di KIDZANIA anak-anak memiliki hak-hak untuk mewujudkan keinginan
mereka, yaitu hak untuk:
a. to be (Melakukan sesuatu).
b. to know (Melakukan sesuatu).
c. to create (Menciptakan sesuatu).
d. to share (Memberi).
e. to care (Peduli).
f. to play (Bermain).

Gambar 2.3 Kegiatan Anak-anak Memainkan Peran Orang Dewasa
(Kidzania, 2007)

Universitas Sumatera Utara

53

Gambar 2.4 Suasana di Dalam Kota Kidzania
(Kidzania, 2007)

2.7.2 National Center for Child Health and Development, Jepang
National Center for Child Health and Development adalah suatu bangunan
yang berfungsi sebagai rumah sakit ibu dan anak yang terletak di Setagaya-ku,
Tokyo. National Center for Child Health and Development dibuka pada Maret tahun
2002. National Center for Child Health and Development merupakan satu dari lima
pusat kesehatan milik pemerintah Jepang. Dan merupakan satu-satunya pusat
kesehatan yang hanya menangani pediatrics dan maternal health.
National Center for Child Hea