Macam macam Teori Belajar 18 Macam macam

Macam-macam Teori Belajar
Posted by' Haryanto, S.Pd onNovember 3, 2010

18
Macam-macam Teori Belajar

Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang
menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh,
meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia
(Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan
tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk
menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses
kompleks inheren pembelajaran. (Wikipedia)

Macam-macam Teori Belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori
belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme. Teori belajar
behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui
perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar
sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.


1. Teori belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang
yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik
memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian

menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti
ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan

(organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau
penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi
dari lingkungan.
3. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme
adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan
membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi.
Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.

Read more: TEORI BELAJAR >> Teori Belajar Menurut Para Ahli

http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar/ jam 8.14


Dalam kegiatan belajar dan mengajar di sekolah terjadi sebuah proses yaitu
interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa jika terjadi kegiatan belajar
kelompok. Dalam interaksi tersebut akan terjadi sebuah proses pembelajaran,
pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan
kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh,
meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai,
dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar
berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar.
Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan
belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren
pembelajaran. (Wikipedia)
Bertolak dari perubahan yang ditimbulkan oleh perbuatan belajar, para ahli teori
belajar berusaha merumuskan pengertian belajar. Di bawah ini dikutip beberapa

batasan belajar, agar dapat menjadi bahan pemikiran dan renungan mengenai
pengertian belajar yang berlangsung di kelas.
Belajar proses perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu
yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di
mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan

respon pembawaan, pemaksaan, atau kondisi sementara (seperti lelah, mabuk,
perangsang dan sebagainya).
Menurut Morgan (Gino, 1988: 5) menyatakan bahwa belajar adalah merupakan
salah satu yang relatif tetap dari tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan
manusia melalui pengalaman dan latihan untuk memperoleh kemampuan baru dan
merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap, sebagai akibat dari latihan.
Menurut Hilgard (Suryabrata, 2001:232) menyatakan belajar merupakan proses
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan
perubahan, yang keadaannya berbeda dari perbuatan yang ditimbulkan oleh
lainnya.
Selanjutnya menurut Gerow (1989:168) mengemukakan bahwa “Learning is
demonstrated by a relatively permanent change in behavior that occurs as the
result of practice or experience”.
Belajar adalah ditunjukkan oleh perubahan yang relatif tetap dalam perilaku yang
terjadi karena adanya latihan dan pengalaman-pengalaman.Kemudian menurut
Bower (1987: 150) “Learning is a cognitive process”. Belajar adalah suatu proses
kognitif.
Dalam pengertian ini, tidak berarti semua perubahan berarti belajar, tetapi dapat
dimasukan dalam pengertian belajar yaitu, perubahan yang mengandung suatu

usaha secara sadar, untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat diidentifikasi
beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar yaitu :
Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan
itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan
mengarah kepada tingkah laku yang buruk. Perubahan itu tidak harus segera
nampak setelah proses belajar tetapi dapat nampak di kesempatan yang akan
datang.
Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman.

Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu pada pokoknya adalah
didapatkannya kecakapan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama.
Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai
aspek kepribadian baik fisik maupun phisikis.
Teori manapun pada prinsifnya, belajar meliputi segala perubahan baik berpikir,
pengetahuan, informasi, kebiasaan, sikap apresiasi maupun pengertian. Ini berarti
kegiatan belajar ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman. Perubahan akibat proses belajar adalah karena adanya usaha dari
individu dan perubahan tersebut berlangsung lama. Belajar merupakan kegiatan
yang aktif, karena kegiatan belajar dilakukan dengan sengaja, sadar dan bertujuan.

Agar kegiatan belajar mencapai hasil yang optimal, maka diusahakan faktor
penunjang seperti kondisi peserta didik yang baik, fasilitas dan lingkungan yang
mendukung serta proses belajar mengajar yang tepat.

Macam-macam Teori Belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu:
teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar
konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif
diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan
pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai
sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru
atau konsep.

1. Teori belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu
dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.

2. Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap
teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki
perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui
upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne.
Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel
menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama
terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk
konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi
dari lingkungan.
3. Teori Belajar Konstruktivisme

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat
diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah,
mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka
terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan
mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara
langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
- See more at: http://visiuniversal.blogspot.com/2014/03/pengertian-belajar-danmacam-macam.html#sthash.oyxOv88j.dpuf
http://visiuniversal.blogspot.com/2014/03/pengertian-belajar-dan-macammacam.html. jam 8.18

TEORI-TEORI BELAJAR
Dan PEMBELAJARAN


A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak
terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan
pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara
aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang
bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu
belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia
nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991 : 5 (Hamzah Uno, 2006:4). Sedangkan
Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya
memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang
saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan
kebenarannya. Dari dua pendapat diatasTeori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian
yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan
diuji kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
B. Teori-Teori Klasik
1. Behavioristik

Teori Behavioristik merupakan teori dengan pandangan tetang belajar adalah perubahan
dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Atau dengan kata
lain belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. (Hamzah Uno, 7: 2006).
Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini adalah Thorndike, Watson, Hull, Edwin Guthrie
dan Skinner. Teori belajar Skinner akan dijelaskan pada bagian yang khusus yaitu teori belajar
proses.

a. Thorndike
Menurut Thorndike (Hamzah Uno, 7:2006) belajar adalah proses interaksi antara stimulu dan
respon. Menurut Thorndike perubahan tingkah laku bisa berwujud sesuatu yang dapat diamati atau
yang tidak dapat diamati

b. Watson
Menurut Watson (Hamzah Uno,7:2006) belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon . Stimulus dan respon tersebut berbentuk tingkah laku yang bisa diamati. dengan kata lain
Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan
menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui karena faktor-faktor tersebut tidak bisa
menjelaskan apakah proses belajar telah terjadi atau belum.
c. Clark Hull

Hull berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan
hidup. Oleh karena itu kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi
sentral. Menurut Hull kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan, stimulus hampir selalu dikaitan
dengan kebutuhan biologis.
d. Edwin Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus dan
respon tertentu. Stimulus dan respon merupakan faktor kritis dalam belajar. Oleh karena itu
diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan lebih langgeng. Suatu respon akan lebih
kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai
stimulus.
Guthrie mengemukakan bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar.
Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan
seseorang. Contoh seorang anak perempuan yang setiap kali pulang sekolah selalu
mencampakkan baju dan topinya dilantai. Ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali oleh
anaknya. Lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil mengantungkan baju dan topinya
di tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respon menggantung topi dan
baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah.

2. Pengkondisian klasik
Teori-teori klasik dipelapori oleh seorang ahli sosiologi Rusia bernama Ivan Pavlopada awal
tahun 1900 an. Untuk menghasilkan teori ini Ivan Pavlov melakukan suatu eksperimen secara
sistimatis dan saintifik, dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu
organisme.
Pavlov melakukan suatu eksperimen terhadap anjing. Dia meletakkan secara rutin bubur daging
di depan mulut anjing . Anjing mengeluarkan air liur . air liur yang dikeluarkan oleh anjing
merupakan suatu stimulus yang diasosiasikan dengan makanan. Pavlov juga menggunakan lonceng
sebelum makanan diberikan.
Berdasarkan hasil eksperimen pavlo diperoleh suatu kesimpulan bahwa asosiasi terhadap
penglihatan dan suara dengan makanan ini merupakan tipe pembelajaran yang penting, yang
kemudian dikenal dengan Teori Pengkondisian Klasik.

Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk
mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus. (Santrock, 2010). Dalam pengkondisian klasik
stimulus netral (seperti melihat seseorang) diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna (seperti
makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk menghasilkan respon yang sama.
Dalam teori pengkondisian klasik ada 2 tipe stimulus dan 2 tipe respon,yang harus dipahami
yaitu Unconditioned Stimulus (US), Unconditoned respon (ER), Conditioned Stimulus (CS),
dan Conditioned Respon (CR).
Unconditioned Stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan
respon tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Dalam eksperimen Pavlov makanan adalah
US. Unconditioned Respon adalah respon yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan
oleh US, dalam eksperimen Pavlov air liur anjing yang merespon makanan adalah UR.
Conditioned Stimulus adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan
conditioned respon setelah diasosiasi dengan US. Dalam espemenPavlov beberapa penglihatan
dan suara yang terjadi sebelum anjing menyantap makanan. Conditioned Respon adalah respon
yang dipelajari yang muncul setelah terjadi pasangan US – CS. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
skema exsperimen Palvov berikut :
Sebelum Pengkondisian
US (makanan) >>>>>>>>>>>> UR (Keluar air liur)
CS (lonceng) >>>>> tak ada CR (air liur tidak keluar)
Selama Pengkondisian
CS(lonceng) + US (makanan)>>>>> UR (keluar air liur)
Setelah Pengkondisian
CS (lonceng) >>>>>>> CR (keluar air liur)
(M. Asrori, 2008)
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan dengan beberapa
cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran (M. Asrori, 8:2008
dan Santrock, 270 : 2010) , yaitu :
a. Generalization (generalisasi)
Generalization adalah pengaruh dari stimulus yang baru untuk menghasilkan respon yang
sama. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid untuk ujian kimia dia
juga akan menjadi gugup karena kedua pelajaran tersebut saling berkaitan. Jadi murid
menggeneralisasikan satu ujian mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.
b. Discrimination (diskriminasi)
Descrimination dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespon stimulus
tertentu tetapi tidak merespon stimulus lainnya. Dalam kasus murid yang mengikuti ujian di kelas,
dia begitu gugup saat menempuh ujian pelajaran bahasa Indonesia atau sejarah karena kedua mata
pelajaran tersebut jauh berbeda dengan mata pelajaran kimia dan biologi
c. Extinction (pelenyapan)
Suatu stimulus yang dikondisikan tidak diikuti dengan stimulus tidak dikondisikan, lama kelamaan
organisme tidak akan merespon. Ini berarti bahwa respon secara bertahap terhapus. Murid yang
gugup mengikuti ujian akan mulai menempuh tes dengan lebih baik,dan kecemasannya mereda.

Teori pengembangan klasik ini sangat membantu untuk mamahami beberapa aspek pembelajaran
dengan lebih baik dan juga membantu memahami kecemasan dan ketakutan pada murid dalam
proses belajar dan pembelajaran .
3. Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian
komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan.
Akhmad Sudrajat (Tersedia pada : http://belajarpsikologi.com/teori-belajar-gestalt/, 16 Maret
2011) menguraikan beberapa Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku.
Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu
kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait
akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan
suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan
pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan
logis dengan proses kehidupannya.
c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan
hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan
yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan
yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan
dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan
situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.

Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu
ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan
pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam
situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Jadi menekankan pentingnya penangkapan
prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsipprinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta

didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
C. Teori – Teori Belajar Proses
1. Teori Skinner
Teori Skinner disebut juga dengan teori pengkondisian operan. Pelopor teori ini adalah B.F.
Skinner. Inti dari teori ini adalah dimana konsekunsi prilaku akan menyebabkan perubahan dalam
probabilitas prilaku itu akan terjadi (Santrock, 272:2010).

Konsekuensi



imbalan

atau

hukuman

bersifat

sementara

pada

prilaku

organisme. Contoh seorang siswa akan mengemas bukunya secara rapi jika dia tahu bahwa dia
akan diberikan hadiah oleh gurunya.
Menurut Skinner, pengkondisian Operan terdiri dari 2 konsep utama, yaitu :penguatan
(reinforcement), yang terbagi kedalam penguatan positif dan penguatan negative, dan hukuman
(punishment). (M. Asrori, 9 : 2008)
Penguatan positiv (positeve reinforcement) adalah apa saja stimulus yang dapat
meningkatkan sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan
hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi. Penguatan bisa
berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian).
Penguatan negativ (negative reinforcement) apa saja stimulus yang menyakitkan atau yang
menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat
mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan
terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya.
Hukuman (punishment) adalah apa saja stimulus yang menyebabkan sesuatu respon atau
tingkah
laku
menjadi
berkurang
atau
bahkan
langsung
dihapuskan
atau
ditinggalkan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama
teman-temannya saat jam istirahat.
Ada sejumlah teknik-teknik dalam pengkondisian operan yang dapat digunakan untuk
pembentukan tingkah laku dalam pembelajaran (M.Asrori, 10:2008), yaitu :
a. Pembentukan respon (Shaping Behaviour)
Teknik pembentukan respon ini dilakukan dengan cara menguatkan organisme pada saat setiap
kali ia bertindak kearah yang diinginkan sehingga ia menguasai atau belajar merespon sampai suatu
saat tidak lagi menguatkan respon tersebut. Prosedur pembentukan respon bisa digunakan untuk
melatih tingkah laku siswa dalam proses pembelajaran agar secara bertahap mampu merespon
stimulus dengan baik . Contoh : apabila seorang guru memberikan ceramah, reaksi siswa sebagai
pendengar dapat mempengaruhi bagaimana guru itu bertindak. Jika sekelompok siswa
mengangguk – angguk kepala mereka, ini dapat menguatkan guru tersebut untuk berceramah lebih
semangat lagi.
b. Generalisasi,Diskriminasi dan Penghapusan
Generalisasi adalah penguatan yang hampir sama dengan penguatan sebelumnya akan dapat
menghasilkan respon yang sama. Contoh : Seorang siswa akan mengerjakan PR dengan tepat
waktu karena pada minggu lalu mendapat pujian di depan kelas oleh gurunya ketia menyelesaikan
PR tepat waktu.
Diskriminasi adalah respon organisme terhadap sesuatu penguatan, tetapi tidak terhadap
penguatan yang lain. Contoh : seorang siswa mengerjakan PR dengan tepat waktu Karena
mendapat ujian dari gurunya pada mata pelajaran IPA, tetapi tidak begitu halnya ketika mendapat
pujian dari guru IPS. Respon ini bias berbeda karena cara memberikan pujiannya sudah berbeda
Penghapusan adalah suatu respon terhapus secara bertahap apabila penguatan atau ganjaran
tidak diberikan lagi. Contoh : seorang siswa yang mampu mengerjakan PR dengan tepat waktu tadi

bisa secara bertahap menjadi tidak tepat waktu karena gurunya tidak pernah lagi memberikan pujian
sama sekali.
c. Jadwal Penguatan (Schedule of reinforcement)
Skinner menyatakan bahwa cara atau waktu pemberian penguatan dapat mempengaruhi
respon. Penguatan disini dibagi menjadi 2 yaitu penguatan berkelanjutan (Continous
Inforcement) dan penguatan berkala (Variabel Reinforcement).
Penguatan berkelanjutan adalah penguatan yang diberikan pada setiap saat setiap kali
organisme menghasilkan respon. Contoh : setiap kali siswa mampu mengerjakan soal dengan
betul, guru selalu memberikan pujian kepadanya
Penguatan berkala adalah penguatan yang diberikan dalam jangka waktu tertentu. Penguatan
berkala terbagi dua , yaitu : berdasarkan nisbah (rasio) yang disebut penguatan nisbah dan
berdasarkan interval waktu atau disebut juga denganpenguatan waktu.
Penguatan nisbah dibagi menjadi dua, yaitu : Nisbah tetap adalah apabila penguatan
diberikan setelah beberapa respon terjadi. Misalnya ada 10 kali siswa memberikan respon baru
diberikan 1 kali penguatan. Dan nisbah berubah adalah apabila penguatan diberikan setelah
beberapa kali respon muncul, tetapi kadarnya tidak tetap. Misalnya penguatan diberikan kepada
siswa kadang kala setelah 10 kali respon kadang kala setelah 5 respon
Penguatan waktu juga dibagi dua, yaitu : waktu tetap adalah apabila penguatan diberikan
pada akhir waktu yang ditetapkan. Misalnya memberikan pengutan kepada setiap respon yang
muncul setelah 1 menit. Waktu berubahadalah apabila penguatan diberikan pada akhir waktu yang
ditetapkan, tetapi waktu yang ditetapkan itu berbeda berdasarkan respon yang muncul.
d. Penguatan Positif
Penguatan posistif dilakukan dengan memberikan penguatan sesegera mungkin setelah suatu
tingkah laku muncul. Misalnya seorang siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru maka pada
sait itu juga guru segera memberikan pujian.
e. Penguatan Intermiten
Penguatan intermiten dilakukan dengan memberikan penguatan untuk memelihara perubahan
tingkah laku atau respon positif yang telah dicapai seseorang. Dengan penguatan seperti ini dapat
menumbuhkan kepercayaan diri individu . Misalnya : seorang siswa yang tadinya malu untuk
membaca puisi di depan kelas, kemudian secara bertahap dia sudah tidak malu lagi dan mampu
membaca puisi di depan kelas. Maka guru memberikan pujian di depan teman-temannya agar
keberanian membaca puisi di depan kelas tersebut dapat terpelihara.
f. Penghapusan
Penghapusan dilakukan dengan cara tidak melakukan penguatan sama sekali atau tidak
mengirakan respon yang akan muncul pada seseorang. Misalnya siswa yang berbicara lucu
dengan maksud memancing teman-temannya bergurau agar suasana kelas menjadi gaduh, tidak
diberikan sapaan oleh guru bahkan guru tidak menghiraukannya. Denga demikian, siswa yang
bersangkutan akan merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak berkenan di hati gurunya sehingga
dia tidak akan melakukannya lagi.
g. Percontohan (modeling)

Percontohan adalah prilaku atau respon individu yang dilakukan dengan mencontoh tingkah
laku orang lain. Contohnya : seorang siswa berusaha berbicara dengan suara keras, tidak tergesgesa, sistematis, dan mudah dipahami karena dia meniru guru IPA yang selalu menunjukkan prilaku
seperti itu pada saat mengajar. Oleh karena itu seorang guru harus mampu menunjukkan tutur kata,
sikap, kemampuan, kecerdasan dan tingkah laku yang dapat dicontoh oleh siswa.
h. Token Ekonomi
Adalah memberikan gambaran terhadap sesuatu yang memiliki nilai ekonomi ketika seseorang
telah mampu menunjukkan respon atau tingkah laku yang positif sesuai dengan yang
diharapkan. Misalnya guru member hadiah buku novel yang bagus kepada seorang siswa

2. Teori Gagne
Robert Gagne lahir tahun 1916 di North Andover, Beliau mendapatkan gelar A.B. pada Yale
tahun 1937 dan pada tahun 1940 mendapat gelar Ph.D. Ada beberapa hal yang
melandasi pandangan Gagne tentang belajar. menurutnya belajar bukan merupakan proses
tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku,
dimana tingkah laku itu merupakan proses komulatif dari belajar. Artinya banyak keterampilan yang
dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit.
Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk
mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil
dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan
proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar
bersifat kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar, orang memiliki
keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut berasal dari (1) stimulasi
yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan siswa. Dengan
demikian,belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan,
melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru. Juga dikemukakan bahwa belajar
merupakan faktor yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan, perkembangan tingkah laku
merupakan hasil dari aspek kumulatif belajar. Berdasarkan pandangan iniGagne mendefinisikan
pengertian belajar secara formal bahwa belajar adalahperubahan dalam disposisi atau
kapabilitas manusia yang berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan
oleh proses pertumbuhan. Perubahan itu berbentuk perubahan tingkah laku. Hal itu dapat diketahui
dengan jalan membandingkan tingkah laku sebelum belajar dan tingkah laku yang diperoleh setelah
belajar. Perubahan tingkah laku dapat berbentuk perubahan kapabilitas jenis kerja atau perubahan
sikap, minat atau nilai. Perubahan itu harus dapat bertahan selama periode waktu dan dapat
dibedakan dengan perubahan karena pertumbuhan, missalnya perubahan tinggi badan atau



perkembangan otot dan lain-lain.
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu:
Fase pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini peserta didik memperhatikan stimulus
tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan

sendiri dengan berbagai cara. Ini berarti bahwa belajar adalah suatu proses yang unik pada tiap



siswa, dan sebagai akibatnya setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara
yang unik yang dia terima pada situasi belajar.
Fase perolehan (acqusition phase). Pada fase ini peserta didik memperoleh pengetahuan baru
dengan menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumya. Dengan kata





lain pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
Fase penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi,
ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui
pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
Fase pemanggilan (retrieval phase). Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau
memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu
hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya
ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan
baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah
dipanggil.



Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu :
Fase motivasi



sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar.
Fase generalisasi



adalah fase transer informasi pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa
dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut.
Fase penampilan
adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah



mempelajari sesuatu.
Fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan
(reinforcement).

D. Teori – Teori Kognitif
1. Pemrosesan informasi
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan
pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000:
175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat
dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu
yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui beberapa indera.
Pemerosesan informasi menyatakan bahwa murid mengolah informasi, memonitiringnya, dan
menyusun strategi berkenaaan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses
memori dan berfikir (thinking). (Santrock, 310:2010). Anak secara bertahap mengembangkan
kapasitas untuk mengembangkan untuk memproses informasi, dan secara bertahap pula mereka
biasa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks.
Pemerosesan informasi pada awalnya menggunakan

sistem

komputer

sebagai

analog. Penggunaan sistem komputer sebagai analog cara manusia memproses, menyimpan dan

mengingat kembali informasi sesungguhnya kurang tepat karena terlalu menyederhanakan
manusia. Cara manusia memproses informasi sesungguhnya lebih kompleks dibandingkan dengan
komputer. (M.Asrori, 13:2008)
Roobert Siegler (1998) mendeskripsikan tiga karateristik utama dari pendekatan pemrosesan
informasi , yaitu : Proses pikiran, mekanisme pengubahan dan modifikasi diri. (Santrock, 310 :2010).
Pemikiran menurut pendapat Siegler (2002), berfikir adalah pemerosesan informasi. Ketika
anak merasakan, malakukan, mempresentasikan dan menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya,
mereka sedang melakukan proses berfikir. Pikiranadalah sesuatu yang sangat fleksibel, yang
menyebabkan individu bias beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam
lingkungan, tugas dan tujuan. (Santrock, 311 : 2010).
Mekanisme pengubahan menurut Siegler (2002) dalam pemerosesan informasi focus
utamnya adalah pada peran mekanisme pengubah dalam perkembangan. Ada empat mekanisme
yang
bekerjasama
menciptakan
perubahan
dalam
keterampilan
kognitif
anak,
yaitu : Ecoding (penyandian), Otomatisasi, konstruksi strategis dan generalisasi.
Ecoding adalah proses memasukkan informasi kedalam memori. Aspek utama

dari

pemecahan problem adalah menyandikan informasi dan relevan dan mengabaikan informasi yang
tidak relevan.
Otomatisitas adalah kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit atau tanpa
usaha. Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman, pemerosesan informasi menjadi makin
otomatis, dan anak bisa mendeteksi hubungan – hubungan baru antara ide dan kejadian. (Kail, 2002
dalam Santrock, 311 : 2010).
Konstruksi Strategi yaitu penemuan prosedur baru untuk memproses informasi. Anak perlu
menyandikan informasi kunci untuk suatu problem dan mengoordinasikan informasi tersebut dengan
pengetahun sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah.
Agar dapat manfaat penuh dari strategi baru diperlukan generalisasi. Anak perlu melakukan
generalisasi, atau mengaplikasikan strategi pada problem lain.
Modifikasi diri. Anak memainkan peran aktif dalam perkembangan mereka. Mereka
menggunakan pengetahuan dan strategi yang telah mereka pelajari untuk menyesuaikan respon
pada situasi pembelajaran yang baru. Anak membangun respon baru dan lebih canggih
berdasarkan pengetahuan dan strategi sebelumnya.
2. Metakognisi
Metakognisi adalah suatu kemampuan individu berdiri di luar kepalanya dan berusaha
merenungkan cara dia berfikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukan. (M.Asrori,
20:2008). Pengetahuan metakognisi melibatkan usaha monitoring dan refleksi pada pikiran
seseorang pada saat sekarang. Aktivitas metakognisi terjadi pada saat murid secara sadar
menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan
memikirkan sesuatu tujuan. (Santrock, 340:2010).
Orang yang pertama memperkenalkan istilah metakognisi adalah John Flavell. Ia membagi
metakognisi keempat variable yang penting, yaitu :
a. Variabel Individu

Variabel individu mengandung makna bahwa manusia itu adalah organism kognitif atau



pemikir. Segala tindak – tanduk kita adalah akibat dari cara kita berfikir. Variabel individu dibagi
menjadi tiga, yaitu :
Variabel Intra Individu
Variabel intra individu adalah apa saja yang terjadi di dalam diri seseorang. Misalnya : seseorang



yang mengetahui dirinya lebih pandai dalam mata pelajaran matematika dibandingkan dengan mata
pelajaran sejarah.
Variabel antra individu
Variabel

antra

individu adalah

kemampuan

individu

membandingkan

dan

membedakan

kemampuan kognitif dirinya dengan orang lain. Misalnya : seorang siswa mengetahui bahwa dirinya
pandai pada mata pelajaran IPA dibandingkan dengan teman yang duduk dengan dia di kelasnya.

b. Variabel Universal
Variabel universal adalah pengetahun yang diperoleh dari unsur-unsur yang ada didalam sistem
budaya sendiri. Misalnya : mengetahui bahwa sebagai manusia kita lupa. Sebenarnya kita paham
terhadap apa yang kita lupakan, tetapi lama kelamaan kita sadar bahwa kita tidak paham
c. Variabel Tugas
Variabel tugas adalah kesanggupan individu untuk mengetahui kesan-kesan, pentingnya dan
hambatan sesuatu tugas kognitif. Contoh : seandainya informasi yang disampaikan oleh guru adalah
sesuatu yang sulit dan siswa tahu bahwa guru tersebut tidak akan mengulangi, maka para siswa
tentu akan memberikan perhatian yang lebih serius dan mendengarkan serta memproses informasi
itu dengan lebih teliti.
d. Variabel Strategi
Variabel strategi adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu atau mengatasi
kesulitan yang timbul.
3. Sibernetik
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. (Hamzah Uno, 17 :
2006). Dalam teori sibernetik yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses, karena









informasi ini yang akan menentukan proses.
Kelebihan Teori Sibernetik
Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai.
Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu
Balikan informativ memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah
dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Kelemahan teori sibernetik adalah teori ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem
informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar
mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di
kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidak-lah semudah yang dikira, dalam prosesnya
teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang dapat menunjang, seperti : lingkungan
siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat kecerdasan siswa. Semua unsure ini dapat
dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu model teori belajar yang dianggap cocok, tidak
perlu terpaku dengan kurikulum yang ada asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan
pendidikan.
Makalah ini sudah cukup banyak membahas tetang teori-teori pembelajaran. Teori – teori
pembelajaran tersebut menjelaskan apa itu belajar dan bagaimana mana belajar itu terjadi. Teori
Behavioristik merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antar stimulus dan respon. Teori Pengkondisian
Klasik menyatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha dari organisme untuk mengaitkan atau
mengasosiasikan stimulus yang pada akhirnya menghasilkan sustu respon. Teori Gestalt lebih
menekankan belajar adalah kecenderungan mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya
sebagai kesatuan yang utuh. Inti dari Teori Skinneradalah dimana konsekunsi prilaku akan
menyebabkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan terjadi . Teori Gane menyatakan
bahwa belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh
pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Teori Pemerosesan Informasi menjelaskan
bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup
lama. Metakognisi adalah suatu kemampuan individu diluar kepalanya dan berusaha merenungkan
cara dia berfikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukan. Sedangkan Sibernetik
mengatakan bahwa belajar adalah pengolahan informasi .
Jadi masing-masing teori menjelaskan belajar dan pembelajaran dalam pengertian yang berbedabeda.
B. Saran

Perkembengan dunia pendidikan terus berlangsung sejalan dengan tuntutan hidup manusia untuk
menjawab perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin maju dan
kompleks. Dunia pendidikan juga dituntut untuk peka terhadap perubahan dan perkembangan
sekecil apa pun dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam konteks ini peran guru tidaklah
kecil. Guru sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan terdepan dituntut untuk terus
mengembangkan pengetahuan, kemampuan serta keterampilannya. Oleh karena itu disaran kepada
semua yang berhubungan dengan dunia pendidikan dan khususnya guru dapat membaca dan
memahami Teori-teori pembelajaran
http://biologi-lestari.blogspot.com/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html. jam 8.22

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori belajar yang bersumber dari
aliran aliran psikologi. Di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A)teori
belajar behaviorisme, (B) teori belajar kognitif Piaget, (C) teori belajar
pemrosesan informasi, dan (D) teori belajar Gestalt.
A. Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorismetidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa
belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek


yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction
unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.



Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang
apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :



Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika
dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi



sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung
merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :



Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan



stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah
perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning
terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh
reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus
lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar
yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut
Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks
otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini,
bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan
(imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang
pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan
berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori
belajar
behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan,
Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang
(the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak
serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan
dorongan.
B. Teori Belajar Kognitif Piaget
Piaget merupakan salah seorang

tokoh

yang

disebut-sebut

sebagai

pelopor aliran

konstruktivisme [lihat: Teori Belajar Konstruktivisme]. Salah satu sumbangan pemikirannya
yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu
yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif
individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete
operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi
pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa
asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the
environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan
akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of
assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu
oleh pertanyaan tilikan dari guru.Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta
didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1.

Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

2.

Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.

3.

Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.

4.

Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5.

Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.
C. Teori Belajar Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelaja