Teori Modernisasi Diajukan untuk memenuh

Teori Modernisasi

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Pembangunan

Disusun Oleh :
Kelompok 5

ARINI PUTRI UTAMI
CITRA AYU

11/1106500

11/1101639

MARIYA NITA

11/1101679

IDA NURSANTI

11/11O6523


YON VIRGO

11/1101682

ZAHRINA ZUHELMI

10/55082

FEBRI YANDA

09/13141

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami ucapkan kepada ALLAH SWT, dengan penuh kasih dan sayang
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis telah menyelesaikan tugas mata kuliah Geografi Pembangunan yang
membahas “Teori Modernisasi”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Padang, 03 Oktober 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................................i
Daftar isi.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.

Pengertian Modernisasi...................................................................................................3
Sejarah Lahirnya Teori Modernisasi...............................................................................4
Teori Modernisasi............................................................................................................6
Hubungan Teori Modernisasi dengan Pembangunan....................................................18

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................22
B. Saran..............................................................................................................................22
Daftar Pustaka

BAB I


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori Modernisasi muncul pada pasca perang dunia kedua, yaitu pada saat Amerika terancam
kehilangan lawan dagang sehingga terjadi kejenuhan pasar dalam negeri; dari keterlibatan Amerika
inilah negara-negara Eropa yang porak poranda seusai perang mulai bangkit dari keterpurukannya,
keterlibatan ini bukan saja banyak ‘menolong’ negara-negara Eropa, tetapi di balik itu justru banyak
memberikan keuntungan yang lebih bagi Amerika itu sendiri.
Pada perkembangannya kemudian, keberhasilan pembangunan yang diterapkan pada negaranegara di Eropa ini memberikan pemikiran lanjut untuk melakukan ekspansi pasar ke negara-negara
dunia Ketiga, dan banyak memberikan bantuan untuk pembangunannya; dalam kenyataannya,
keberhasilan yang pernah diterapkan di Eropa, ternyata banyak mengalami kegagalan di negaranegara dunia Ketiga. Penjelasan tentang kegagalan ini memberikan inspirasi terhadap sarjanasarjana sosial Amerika, yang kemudian dikelompokkan dalam satu teori besar, dan dikenal sebagai
teori Modernisasi (Budiman, dalam: Frank, 1984: ix).
Asumsi dasar dari teori modernisasi mencakup: (1) Bertolak dari dua kutub dikotomis yaitu
antara masyarakat modern (masyarakat negara-negara maju) dan masyarakat tradisional (masyarakat
negara-negara berkembang), (2) Peranan negara-negara maju sangat dominan dan dianggap positif,
yaitu dengan menularkan nilai-nilai modern disamping memberikan bantuan modal dan teknologi.
Tekanan kegagalan pembangunan bukan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal melainkan internal;
(3) Resep pembangunan yang ditawarkan bisa berlaku untuk siapa, kapan dan dimana saja
(Budiman, dalam : Frank, 1984: x).


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu Modernisasi ?
2. Bagaimana sejarah lahirmya teori Modernisasi?
3. Apa saja yang termasuk kepada teori Modernisasi?
4. Apa hubungan teori Modernisasi terhadap Pembangunan?
C. Tujuan Penulisan
Bersdasarkan kepada rumusan masalah diatas maka di dapatkan tujuan dari penulisan sebagai
berikut

1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui Modernisasi
Untuk mengetahui bagaimana sejarah lahirnya Teori Modernisasi
Untuk mengetahui teori apa saja yang termasuk kepada Teori Modernisasi
Untuk mengetahui hubungan Teori Modernisasi terhadap Pembangunan


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Modernisasi

Secara etimologis, ada beberapa tokoh yang mengajukan pendapat tentang makna
modernisasi. Everett M. Rogers dalam “Modernization Among Peasants: The 10 Impact of
Communication” menyatakan bahwa modernisasi merupakan proses dimana individu berubah dari
cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologis serta cepat
berubah.
Cyril E. Black dalam “Dinamics of Modernization” berpendapat bahwa secara historis
modernisasi adalah proses perkembangan lembaga-lembaga secara perlahan disesuaikan dengan
perubahan fungsi secara cepat dan menimbulkan peningkatan yang belum pernah dicapai
sebelumnya dalam hal pengetahuan manusia. Dengan pengetahuan tersebut, akan memungkinkan
manusia untuk menguasai lingkungannya dan melakukan revolusi ilmiah.
Daniel Lerner dalam “The Passing of Traditional Society: Modernizing the Middle East”
menyatakan bahwa modernisasi merupakan suatu trend unilateral yang sekuler dalam mengarahkan
cara-cara hidup dari tradisional menjadi partisipan. Marion Ievy dalam “Modernization and the
Structure of Societies” juga menyatakan bahwa modernisasi adalah adanya penggunaan ukuran rasio
sumberdaya kekuasaan, jika makin tinggi rasio tersebut, maka modernisasi akan semakin mungkin
terjadi.

Dari beberapa definisi tersebut, modernisasi dapat dipahami sebagai sebuah upaya tindakan
menuju perbaikan dari kondisi sebelumnya. Selain upaya, modernisasi juga berarti proses yang
memiliki tahapan dan waktu tertentu dan terukur.
Sebagaimana sebuh teori, Modernisasi memiliki asumsi dasar yang menjadi pangkal
hipotesisnya dalam menawarkan rekayasa pembangunan. Pertama, kemiskinan dipandang oleh
Modernisasi sebagai masalah internal dalam sebuah negara (Arief Budiman, 2000:18). Kemiskinan
dan problem pembangunan yang ada lebih merupakan akibat dari keterbelakangan dan kebodohan
internal yang berada dalam sebuah negara, bukan merupakan problem yang dibawa oleh faktor dari
luar negara.
Kedua, muara segala problem adalah kemiskinan, pembangunan berarti perang terhadap
kemiskinan. Jika pembangunan ingin berhasil, maka yang pertama harus dilakukan adalah
menghilangkan kemiskinan dari sebuah negara. Cara paling tepat menurut Modernisasi untuk
menghilangkan kemiskinan adalah dengan ketersediaan modal untuk melakukan investasi. Semakin

tinggi tingkat investasi di sebuah negara, maka secara otomatis, pembangunan telah berhasil,
(Mansour Fakih, 2002:44-47).
Teori Modernisasi adalah teori pembangunan yang menyatakan bahwa pembangunan dapat
dicapai melalui mengikuti proses pengembangan yang digunakan oleh negara-negara berkembang
saat ini. Teori tindakan Talcott Parsons 'mendefinisikan kualitas yang membedakan "modern" dan
"tradisional" masyarakat. Pendidikan dilihat sebagai kunci untuk menciptakan individu modern.

Teknologi memainkan peran kunci dalam teori pembangunan karena diyakini bahwa teknologi ini
dikembangkan dan diperkenalkan kepada negara-negara maju yang lebih rendah akan memacu
pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor kunci dalam Teori Modernisasi adalah keyakinan bahwa
pembangunan memerlukan bantuan dari negara-negara maju untuk membantu negara-negara
berkembang untuk belajar dari perkembangan mereka. Dengan demikian, teori ini dibangun di atas
teori bahwa ada kemungkinan untuk pengembangan yang sama dicapai antara negara maju dan
dikembangkan lebih rendah.

B. Sejarah Lahirnya Teori Modernisasi
Teori modernisasi lahir sebagai tanggapan ilmuwan sosial Barat terhadap Perang Dunia II.
Teori ini muncul sebagai upaya Amerika untuk memenangkan perang ideologi melawan sosialisme
yang pada waktu itu sedang populer. Bersamaan dengan itu, lahirnya negara-negara merdeka baru di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin bekas jajahan Eropa melatarbelakangi perkembangan teori ini.
Negara adidaya melihat hal ini sebagai peluang untuk membantu Negara Dunia Ketiga sebagai
upaya stabilitas ekonomi dan politik.
Di awal perumusannya tahun 1950-an, aliran modernisasi mencari bentuk teori dan mewarisi
pemikiran-pemikiran dari teori evolusi dan fungsionalisme. Teori evolusi dan fungsionalisme pada
waktu itu dianggap mampu menjelaskan proses peralihan masyarakat tradisional menuju masyarakat
modern di Eropa Barat, selain juga didukung oleh para pakar yang terdidik dalam alam pemikiran
struktural-fungsionalisme.


Teori evolusi menggambarkan perkembangan masyarakat sebagai

gerakan searah seperti garis lurus. Kita dapat melihatnya dalam karya-karya Spencer dan Comte.
Teori fungsionalisme dari Talcott Parsons beranggapan bahwa masyarakat tidak ubahnya seperti
organ tubuh manusia yang memiliki berbagai bagian yang saling bergantung.

Selain itu, teori modernisasi pun didukung oleh tokoh-tokoh seperti Neil Smelser dengan teori
diferensiasi strukturalnya. Smelser beranggapan dengan proses modernisasi, ketidakteraturan
struktur masyarakat yang menjalankan berbagai berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam
substruktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih khusus. Sedangkan Rostow yang menyatakan
bahwa ada lima tahapan pembangunan ekonomi. Ia merumuskannya ke dalam teori tahapan
pertumbuhan ekonomi, yaitu tahap masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas, lepas landas,
bergerak ke kedewasaan, dan berakhir dengan tahap konsumsi massal yang tinggi. Di samping itu,
ada beberapa varian teori modernisasi lain seperti Coleman dengan diferensiasi dan modernisasi
politik-nya, Harrod-Domar yang menekankan penyediaan modal untuk investasi pembangunan,
McClelland dengan teori need for Achievement (n-Ach)-nya, Weber dengan “Etika Protestan”-nya,
Hoselitz yang membahas faktor-faktor nonekonomi yang ditinggalkan Rostow yang disebut faktor
“kondisi lingkungan”, dan Inkeles yang mengemukakan ciri-ciri manusia modern.
Satu hal yang menonjol dari teori ini adalah modernisasi seolah-olah tidak memberikan celah

terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai sumber kegagalan, namun lebih menekankan
sebagai akibat dari dalam masyarakat itu sendiri. Alhasil faktor eksternal menjadi terabaikan. Teori
modernisasi memberikan solusi, bahwa untuk membantu Dunia Ketiga termasuk kemiskinan, tidak
saja diperlukan bantuan modal dari negara-negara maju, tetapi negara itu disarankan untuk
meninggalkan dan mengganti nilai-nilai tradisional dan kemudian melembagakan demokrasi politik
(Garna, 1999: 9).
Karena berpatokan dengan perkembangan di Barat, modernisasi diidentikkan dengan
westernisasi. Teori ini pun kurang mampu menjawab kegagalan penerapannya di Amerika Latin,
tidak memperhatikan kondisi obyektif masyarakat, sejarah dan tradisi lama yang masih berkembang
di Negara Dunia Ketiga. Untuk menjawabnya, muncullah teori modernisasi baru. Bila dalam teori
modernisasi klasik, tradisi dianggap sebagai penghalang pembangunan, dalam teori modernisasi
baru, tradisi dipandang sebagai faktor positif pembangunan. Namun, tetap saja baik teori
modernisasi klasik, maupun baru, melihat permasalahan pembangunan lebih banyak dari sudut
kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
C. Teori Modernisasi
Teori pembagian kerja secara Internasional yaitu didasarkan pada teori keuntungan komparatif
yang dimiliki oleh setiap negara, mengakibatkan terjadinya spesialisasi produksi pada tiap-tiap

negara sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka miliki. Oleh karena itu, secara umum, di
dunia ini terdapat dua kelompok negara: Negara yang memproduksi hasil pertanian dan negara yang

memproduksi bahan industri. Antara kedua kelompok negara ini terjadi hubungan dagang dan
keduanya menurut teori di atas saling diuntungkan.
Tetapi setelah beberapa puluh tahun kemudian, negara-negara industri menjadi semakin kaya,
sedangkan negara-negara pertanian semakin tertinggal neraca perdagangan antara kedua jenis negara
ini selalu menguntungkan negara-negara yang mengkhususkan diri pada produksi barang industri.
Terhadap kenyataan ini, secara umum terdapat dua kelompok teori. Pertama. Teori-teori yang
menjelaskan bahwa kemiskinan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor internal. Teori kelompok
pertama ini dikenal dengan nama Teori Modernisasi. Kedua, teori-teori yang lebih banyak
mempersoalkan faktor-faktor eksternal sebagai penyebab terjadinya kemiskinan di negara-negara
tertentu. Kemiskinan dilihat terutama sebagai akibat dari bekerjanya kekuatan luar yang
menyebabkan negara yang bersangkutan gagal melakukan pembangunannya. Teori-teori ini, yang
masuk ke dalam kelompok teori struktural.
Teori yang tergolong ke dalam kelompok Teori Modernisasi sebagai berikut:
1. Teori Harrod-Domar Tabungan dan Investasi
Salah satu teori ekonomi pembangunan yang sampai sekarang masih terus dipakai, meskipun
sudah dikembangkan secara lebih canggih, adalah teori dari Evsey Domar dan Roy Harrod. Kedua
ahli ekonomi ini, yang bekerja secara terpisah mencapai kesimpulan yang sama, yakni bahwa
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Kalau tabungan dan
investasi rendah, pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara tersebut juga akan rendah.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, tabungan dan invertasi ini kemudian dirumuskan dalam
rumus Harrod-Domar yang sangat terkenal di kalangan para ahli ekonomi pembangunan.
Rumus pembangunan Harrod-Domar ini didasarkan pada asumsi bahwa, masalah
pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan investasi modal. Masalah
ketebalakangan adalah masalah kekurangam modal. Kalau ada modal, dan modal ini diinvestasikan,
hasilnya adalah pembangunan ekonomi. Seperti yang dikatakan oleh Blomstrom dan Hettne.
Melihat perbedaan tang tampak antara negara-negara industri dan negara-negara yang
sedang berkembang, dibuatlah usaha-usaha untuk menggambarkan tingkat dan macam-

macam aspek dari keterbelakangan. Persoalan keterbelakangan kemudian dirumuskan
sebagai masalah kekurangan, yakni kekurangan modal.

Modifikasi-modifikasi dari teori Harrod-domar memang terus terjadi. Tetapi prinsipnya sama
yaitu kekurangan modal, tabungan dan investasi menjadi masalah utama pembangunan. Teori
Harrod-Domar memang tidak mempersoalkan masalah manusia. Bagi kedua tokoh itu yang penting
adalah menyediakan modal untuk investasi.

2. Max Weber: Etika Protestan
Berbeda dengan Teori Harrod-Domar, teori Weber memepersoalkan maslah manusia yang
dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-ilai agama. Max Weber adalah
sosiologi Jerman yang dianggap sebagai bapak sosiologi modern. Dia membahas bermacam gejala
kemasyarakatan, misalnya tentang perkembangan bangsa-bangsa di dunia, tentang kepemimpinan,
tentang birokrasi, dan sebagainya. Salah satu topik yang penting bagi masalah pembangunan yang
dibahas oleh Max Weber adalah tentang peran agama sebagai faktor yang menyebabkan munculnya
kapitalisme di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pembahasan ini diterbitkan menjadi sebuah buku
yang berjudul The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalisme.
Dalam bukunya Weber mencoba menjawab pertanyan, mengapa beberapa negara di Eropa dan
Amerikan Serikat mengalami kemajuan ekonomi yang pesat dibawah sistem kapitalisme. Setelah
melakukan analisis, Weber mencapai kesimpulan bahwa salah satu penyebab utamanya adalah apa
yang disebut Etika Protestan.
Etika protestan lahir di Eropa melalui agama protestan yang di kembangkan oleh Celvin. Di
sini muncul ajaran yang mengatakan bahwa seseorang itu sudah ditakdirkan sebelumnya untuk
masuk ke surga atau neraka. Tetapi, orang yang bersangkutan tentu saja tidak mengetahuinya.
Karena itu, mereka menjadi tidak tenang, menjadi cemas, karena ketidak jelasan nasib ini.
Salah satu cara untuk mengetahui apakah mereka akan masuk surga atan neraka adalah
keberhasilan kerjanya di dunia yang sekarang ini. Kalau seseorang berhasil dalam kerjanya di dunia,
hampir dapat dipastikan bahwa dia ditakdirkan untuk naik ke surga setelah dia mati nanti. Kalau
kerjanya selalu gagal di dunia ini, hampir dapat dipastikan bahwa dia akan kerja ke neraka.

Adanya kepercayaan ini membuat orang-orang menganut agama protestan Calvin bekerja
keras untuk meraih sukses. Mereka bekerja tanpa pamrih artinya mereka bekerja bukan untuk
mencari kekeayaan material, melainkan terutama untuk mengatasi kecemasannya. Inilah yang
disebut sebagai Etika Protestan oleh Weber, yakni cara bekerja keras dan sungguh-sungguh, lepas
dari imbalan materialnya. (memang, orang ini kemudian menjadi kayak arena keberhasilnya, tetapi
ini adalah produk sampingan yang tidak disengaja. Mereka bekerja keras sebagai pengabdian untuk
agama mereka, bukan untuk mengumpulkan harta. Tetapi weber sendiri mengakui bahwa hal ini
kemudian berubah jadi sebaliknya).
Etika atau protestan inilah yang menjadi faktor utama bagi munculnya kapitalisme di Eropa.
Calvinisme kemudian menyebarkan di Amerika Serikat, dan di sana pun berkembang kapitalisme
yang sukses. Studi Weber ini merupakan salah satu studi pertama yang meneliti hubungan antara
agama dan pertumbuhan ekonomi. Kalau agama kita perluas menjadi kebudayaan, studi Weber ini
menjadi perangsang utama bagi munculnya studi tentang aspek kebudayaan tentang pembangunan.
Dalam melakukan penelitian tentang aspek kebudayaan ini, peran agama pun menjadi sangat
penting sebagai salah satu nilai kemasyarakatan yang sangat berpengaruh terhadap warga
masyarakat tersebut.
Sementara itu, istilah Etika Protestan menjadi sebuah konsep umum yang tidak dihubungkan
lagi dengan agama Protestan itu sendiri. Etika Protestan menjadi sebuah nilai tentang kerja keras
tanpa pamrih untuk mencapai sukses. Dia bisa ada di luar agama Prostestan, dapat menjelma
menjadi nilai-nilai budaya di luar agama. Misalnya, salah seorang pengikut Weber Amerika Serikat,
Robert Bellah, melakukan penelitian pada agama Tokugawa di Jepang. Dalam bukunya yang
dikenal, Tokugawa Religion, dia menyatakan bahwa ada yang disebut sebagai etika protestan itu
juga ada pala agama Tokugawa,. Karena itulah, Jepang berhasil membangun kapitalisme dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

3. David McClelland: Dorongan Berprestasi atau n-Ach
McClelland adalah seorang ahli psikologi sosial. Dia menjadi tertarik pada masalah
pembangunan karena melihat adanya kemiskinan dan keterbelakangan pada banyak masyarakat di
dunia ini. Apa gerangan yang meyebabkannya? Dalam sebuah tulisnannya McClelland bercerita

Saya selalu sangat terkesan pada analisis yang bijak tentang hubungan antara Protestanisme dan
semangat kapitalisme yang dibuat oleh ahli sosiologi Jerman terkenal, Max Weber. Dia
mengatakan bahwa sifat-sifat yang membedakan antara seorang wiraswasta Protestan dan
pekerja biasa, terutama orang-orang protestan dari sekte yang saleh, bukanlah karena mereka
telah berhasil membentuk lembaga-lembaga kapitalisme atau memiliki keterampilan yang
prima, melainkan karena mereka mengerjakan pekerjaannya dengan semangat baru yang
sempurna. Doktrin kaum Calvinis tentang nasib yang telah ditentukan sebelumnya telah
memaksa mereka untuk memperhitungkan segala aspek kehidupan mereka secara rasional dan
untuk bekerja keras guna membuat segala sesuatu sempurna, sesuai dengan posisi mereka di
dunia ini, seperti yang sudah ditetapkan Tuhan.

Oleh karena itu, McClelland mengambil kesimpulan untuk membuat sebuah pekerjaan
berhasil, yang paling penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut.
Dari sini, McClelland tiba pada konsepnya yang terkenal yakni the need for Achievement,
kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi, konsep ini disingkat dengan sebuah simbol yang
kemudian menjadi sangat terkenal, yakni n-Ach. Seperti juga konsep Etika Protestan, keinginan,
kebutuhan, atau dorongan untuk berprestasi ini tidak sekedar untuk meraih imbalan materi yang
besar. Orang dengan n-Ach yang tinggi, yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi mengalami
kepuasan bukan kerena mendapatkan imbalan dari hasil kerjanya, tetapi karena hasil kerja tersebut
dianggapnya sangat baik. Ada kepuasan batin tersendiri kalau dia berhasil menyelesaikan
pekerjaannya dengan sempurna. Imbalan material menjadi faktor sekunder. Dengan konsep n-Ach
ini, kita liha pengaruh Max Weber terhadap McClelland.
Selanjutanya McClelland mengatakan bahwa kalau dalam sebuah masyarakat ada banyak
orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, dapat di harapkan masyarakat tersebut akan menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. McClelland kemudian melakukan sebuah penelitian sejarah.
Dokumen-dokumen kesusastraan dari jaman Yunani Kuno seperti puisi, drama, pidato penguburan,
surat yang ditulis oleh para nahkoda kapal, kisah epik, dan sebagainya, dipelajari. Karya-karya
tersebut dinilai oleh para ahli yang netral, apakah di dalamnya terdapat semangat n-Ach kalau
karangan tersebut menunjukkan optimism yang tinggi, keberanian untuk mengubah nasib, tidak
cepat menyerah itu berarti nilai n-Ach dianggap tinggi.
Dari data dan hasil penilaian ini ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi
selalu didahului oleh nilai n-Ach yang tinggi dalam karya sastra yang ada ketika itu. Kalau karya-

karya tersebut menunjukkan nilai n-Ach yang rendah, pertumbuhan ekonominya kemudian
menunjukkan angka yang menurun.
Metode penelitian yang sama digunakan lagi untuk menganalisis pembangunan ekonomi di
Spanyol pada abad ke-16. Di samping itu juga diterapkan pada dua gejala peningkat pertumbuhan
ekonomi di Inggris yang pertama pada akhir abad ke-16, yang kedua pada permulaan Revolusi
Industri sekitar tahun 1800-an. Hasilnya ternyata sama, yakni bahwa pertumbuhan ekonomi selalu
didahului oleh karya-karya sastra yang mempunyai nilai n-Ach yang tinggi.
Dari kajian sejarah ini, McClelland tambah yakin bahwa adanya n-Ach yang tinggi dalam
sebuah masyarakat akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat tersebut.
McClelland kemudian mengambil cerita anak-anak sebagai bahan untuk mengukur n-Ach sebuah
masyarakat modern. Alasannya, di semua negara selalu dapat dijumpai cerita anak yang diajarkan di
sekolah atau diveritakan oleh orangtua mereka sebelum tidur. Juga, cerita anak-anak belum
dipengaruhi oleh kepentingan politik, sehingga tampil secara lebih murni. Oleh karena itu,
dikumpulkanlah sekitar 1300 cerita anak-anak yang beredar pada tahun 1925 dari 21 negara, dan
dari yang beredar pada tahun 1950 dari 39 negara lainnya. Seperti juga sebelumnya, cerita-cerita ini
diberi nilai oleh beberapa ahli berdasarkan criteria tinggi atau rendah nilai n-Achnya.
Hasilnya memang seperti yang diharapkan. Misalnya, korelasi antara tingkat n-Ach pada
cerita anak-anak tahun 1925 dan pertumbuhan pemakaian listrik di negara tersebut antara tahun
1925 sampai tahun 1950, nilainya adalah 0,53. Secara statistik, nilai ini dianggap cukup tinggi. Jadi,
hubungan ini jelas bukan kebetulan saja. Dengan demikian, memang dianggap terdapat korelasi
antara tingkat n-Ach dengan keberhasilan pertumbuhan ekonomi. Ini dibuktikan lagi pada penelitian
sejenis di negara-negera lain. McClelland kemudian berkesimpulan bahwa n-Ach ini seperti
semacam virus yang bisa ditularkan. Jadi, n-Ach bukanlah sesuatu yang diwariskan sejak lahir. Oleh
karena itu katanya:
Kalau n-Achievement begitu penting, terumata untuk dunia bisnis, dia harus ditingkatkan
nilainya sehingga makin banyak anak muda yang memiliki “dorongan ke wiraswastaan.”
Kesulitan dari rencana yang baik ini adalah bahwa cara yang paling baik untuk menumbuhkan
n-Achievement ini adalah melalui keluarga dan sulit sekali untuk menumbuhkannya dalam
skala yang besar.

Memang, McClelland menyelenggarakan bermacam latihan manajemen di berbagai negara
untuk menumbuhkan n-Ach ini. Tetapi seperti yang dikatakannya, tempat yang paling baik untuk
memupuk n-Ach adalah di dalam keluarga melalui orang tua.

4. W.W. Rostow : Lima Tahap Pembangunan
Berbeda dengan kedua ahli sebelumnya, Rostow adalah seorang ahli ekonomi. Tetapi,
perhatiannya tidak terbatas pada masalah ekonomi dalam arti sempit. Perhatiannya meluas sampai
pada masalah sosiologi dalam proses pembangunan, meskipun titik berat analisisnya masih tetap
pada maslah ekonomi.
Dalam bukunya yang terkenal, The Stages of Economic Growth, A Non-Communist Manifesto
yang mula-mula terbit pada tahun 1960, dia menguraikan teorinya tentang proses pembangunan
dalam sebuah masyarakat. Seperti juga para ahli ekonomi umumnya pada zaman itu, bagi Rostow
pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat
yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Proses ini, dengan berbagai variasinya, pada dasarnya
berlangsung sama di mana pun dan kapan pun juga. Rostow membagi proses pembangunan ini
menjadi lima tahap, yang akan kita paparkan secara singkat dibawah ini.
a. Masyarakat Tradisional
Ilmu pengetahuan pada masyarakat ini masih belum banyak dikuasai. Oleh karena itu,
masyarakat semacam ini masih dikuasai oleh kepercayaan-kepercayaan tentang kekuasaan
manusia. Manusia dengan demikian tunduk kepada alam, belum bisa menguasai alam.
Akibatnya, produksi masih sangat terbatas. Masyarakat ini cendrung bersifat statis, dalam atri
kemajuan berjalan dengan sangat lambat. Produksi dipakai untuk konsumsi tidak ada
investasi. Pola dan tingkat kehidupan generasi kedua pada umumnya hamper sama dengan
kehidupan generasi sebelumnya.
b. Prakondisi untuk lepas landas
Masyarakat tradisional, meskipun sangat lambat, terus bergerak. Pada suatu titik, dia
mencapai posisis prakondisi untuk lepas landas. Biasanya, keadaan ini terjadi karena adanya
campur tangan dari luar, dari masyarakat yang sudah lebih maju. Perubahan ini tidak datang

karena faktor-faktor internal masyarakat tersebut, karena pada dasarnya masyarakat tradisional
tidak mampu untuk mengubah dirinya sendiri. Campur tangan dari luar, ini menggoncangkan
masyarakat tradisional itu. Di dalamnya mulai berkembang ide pembaharuan. Ide-ide yang
berkembang ini bukan sekedar pendapat yang menyatakan bahwa kemajuan ekonomi dapat
dicapai, tetapi bahwa kemajuan ekonomi merupakan suatu kondisi yang diperlukan untuk
mencapai tujuan-tujuan lain yang dianggap baik: kebesaran bangsa, keuntungan pribadi,
kemakmuran umum, atau kehidupan yang lebih baik begi anak-anak mereka nantinya.
Misalnya. Seperti yang terjadi di Jepang, dengan dibukanya masyarakat ini oleh armada
angkatan laut Amerika Serikat. Pada periode ini, usaha untuk meningkatkan tabungan
masyarakat terjadi. Tabungan ini kemudian dipakai untuk melakukan investasi pada sektorsektor produktif yang menguntungkan, termasuk misalnya pendidikan. Investasi ini dilakukan
baik oleh perorangan maupun oleh negara. Sebuah negara nasional yang sentralistis juga
terbentuk.
c. Lepas landas
Periode ini ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang berjalan wajar, tanpa
adanya hambatan yang berarti seperti ketika pada periode prakondisi untuk lepas landas. Pada
periode ini, tabungan dan investasi yang efektif meningkat dari 5% menjadi 10% dari
pendapatan nasional atau lebih. Juga industri-industri baru mulai berkembang dengan sangat
pesat. Keuntungannya sebagian besar ditanamkan kembali ke pabrik yang baru. Sektor
modern dari perekonomian dengan demikian juga berkembang.
Dalam pertanian, teknik-teknik baru juga tunbuh. Pertanian menjadi usaha komersial untuk
mencari keuntungan, dan bukan sekedar untuk konsumsi. Peningkatan dalam produktivitas
pertanian merupakan sesuatu yang penting dalam proses lepas landas, karena proses
modernisasi masyarakat membutuhkan hasil pertanian yang banyak, supaya ongkos perubahan
ini tidak terlalu mahal.
d. Bergerak ke kedewasaan
Setelah lepas landas, akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke depan, meskipun
kadang-kadang terjadi pasang surut. Antara 10% sampai 20% dari pendapatan nasional selalu

diinvestasikan kembali, supaya bisa mengatasi persoalan pertambahan penduduk. Industri
berkembang dengan pesat. Negara ini memantapkan posisinya dalam perekonomian global:
barang-barang yang tadinya diimpor sekarang diproduksikan dalam negeri; impor baru
menjadi kebutuhan, sementara ekspor barang-barang baru mengimbangi impor.
Sesudah 60 tahun sejak sebuah negara lepas landas (atau 40 tahun setelah periode lepas
landas berakhir), tingkat kedewasaan biasanya tercapai. Perkembangan industri terjadi tidak
saja meliputi teknik-teknik produksi, tetapi juga dalam aneka barang yang diproduksi.
e. Zaman Konsumsi masal yang tinggi
Karena kenaikan pendapat masyarakat, konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok
untuk hidup, tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Produksi industri juga berubah,
dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi yang tahan lama. Pada periode ini,
investasi untuk meningkatkan produksi tidak lagi menjadi tujuan yang paling utama. Sesudah
taraf kedewasaan di capai, surplus ekonomi akibat proses politik yang terjadi dialokasikan
untuk kesejahteraan sosial dan penanaman dana sosial.
Teori Rosnow tentang lima tahap pertumbuhan ekonomi ini, seperti hal teori-teori modernisasi
lainnya, didasarkan pada dikotomi masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Titik terpenting
dalam gerak kemajuan dari masyarakat yang satu dengan yang lain adalah periode lepas landas.
Rostow juga berbicara tentang keperluan akan adanya sekelompok wiraswastawan. Dia kemudian
berbicara tentang kondisi-kondisi sosial yang melahirkan para wiraswastawan ini. Rostow
menyebutkan dua kondisi sosial yaitu sebagai berikut:
1. Adanya elit baru dalam masyarakat yang merasa diingkari haknya oleh masyarakat
tradisional di mana dia hidup, untuk mendapatkan prestise dan mencapai kekuasan
melalui cara-cara konvensional yang ada
2. Masyarakat tradisional yang ada cukup fleksibel (atau lemah) untuk memperbolehkan
warganya mencari kekayaan (atau kekuasan politik) sebagai jalan untuk menaikkan
statusnya dalam masyarakat (biasanya hal ini dicapai melalui kepatuhan dan kesetiaan
terhadap yang berkuasa),
Kelompok elit baru inilah yang akan menjadi tenaga pendorong untuk melakukan pembaruan.
Elit baru ini merupakan kelompok orang yang frustrasi (dalam arti positif), karena tatanan sosialpolitik yang ada tidak memberi kemungkinan untuk mengembangkan diri. Ini misalnya terjadi pada

kelompok pedagang (cikal bakal dari kaum burjuasi di Zaman modern) di zaman feodal, atau orangorang Yahudi di Eropa, atau orang-orang Cina di Asia Tenggara. Karena tidak bisa memajukan diri
di jalur sosial-politik, mereka bergerak di bidang ekonomi dan kemudian mendapatkan tempat
terhormat, karena keberhasilnya mengumpulkan kekayaan.
Dalam membahas masalah lepas landas pun, Rostow berbicara tenyang aspek-aspek nonekonomi ini. Baginya lepas landas harus memenuhi semua dari ketiga kondisi yang saling berkaitan
ini yakni:
a) Meningkatnya investasi di sektor produktif dari (katakanlah) 5% (atau kurang) menjadi
10% (atau lebih) dari pendapatan nasional
b) Tumbuhnya satu atau lebih sektor industri manufaktur yang penting dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi
c) Adanya atau munculnya secara cepat lembaga-lembaga politik dan sosial yang bisa
memanfaatkan berbagai dorongan gerak ekspansi dari sektor ekonomi modern dan akibat
yang mungkin terjadi dengan adanya kekuatan-kekuatan ekonomi dari luar sebagai hasil
dari lepas landas, disamping itu lembaga-lembaga ini kemudian bisa membuat
pertumbuhan menjadi sebuah proses yang berkesinambungan.
Kondisi ketiga merupakan kondisi non-ekonomi yang penting. Tetapi, Rostow memang masih
mengutamakan peran ekonomi dari lembaga-lembaga tersebut. Katanya:
Kondisi ketiga menunjuk kepada kesanggupan yang cukup (dari lembaga-lembaga ini) untuk
mengumpulkan modal dari sumber-sumber dalam negeri.... prakondisi untuk lepas landas
memerlukan kesanggupan awal untuk menggerakkan tabungan dalam negeri secara produktif,
dan juga menciptakan sebuah struktur yang memungkinkan tingkat tabungan yang cukup tinggi.

Yang dimaksud oleh Rostow misalnya adalah negara yang melindungi kepentingan para
wiraswastawan untuk melakukan akumulasi modal. Atau memberikan iklim politik yang
menguntungkan bagi para industriawan, atau orang asing untuk menanamkan modalnya. Memang,
fungsi dari lembaga-lembaga non-ekonomi ini adalah untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.

5. Bert F. Hoselitz: faktor-faktor ekonomi

Hoselitz membahas faktor-faktor Non-ekonomi yang ditinggalkan oleh rostow dalam karyanya
yang terkenal, yang diberi judul “Economic Growth and development: non economic faktor in
economic development”. Faktor non economi ini disebut oleh hoselitz sebagai faktor kondisi
lingkungan, yang dianggap penting dalam proses pembangunan. Persoalan yang ditanyakan oleh
Hoselitz adalah: nyatanya rostow membuat perbedaan tingkat investasi (yakni ratio antara
pembentukan modal neto terhadap produksi nasional neto), lepas landas dan sedang memasuki tahap
revolusi industri.
Selanjutnya, hoselitz mengatakan: “kondisi lingkungan ini harus dicari terutama dalam aspekaspek non-ekonomi dari masyarakat. Dengan kata lain, lepas dari pengembangan modal seperti
pembangunan sarana sistem telekomunikasi serta transportasi dan investasi dalam fasilitas
pelabuhan, pergudangan, dan instlasi-instalasi sejenis untuk perdagangan luar negeri, banyak dari
pembaruan-pembaruan yang terjadi pada periode persiapannya didasarkan pada perubahanperubahan pengaturan kelembagaan yang terjadi dalam bidang hukum, pendidikan, keluarga dan
motivasi”.
Hoselitz menamakan perubahan kelembagaan yang akan mendukung proses lepas landas ini
sebagai “hadiah dari masa lampau,” yang sangat penting artinya. Selanjutnya hoselitz menekankan
bahwa meskipun seringkali orang menunjukkan bahwa masalah utama pembangunan adalah
kekurangan modal (teori Harrod Domar), ada masalah lain yang juga sangat penting, yakni adanya
keterampilan kerja tertentu, termasuk tenaga wiraswasta yang tangguh. Karena itu dibutuhkan
perubahan kelembagaan pada masa sebelum lepas landas, yang akan mempengaruhi pemasokkan
modal, supaya modal ini bisa menjadi produktif. Oleh karena itu, bagi Hoselitz pembangunan
membutuhkan pemasokkan dari beberapa unsur:
a. Pemasokkan modal besar dan perbankan
Pemasokkan modal dalam jumlah yang besar ini, seperti yang diuraikan oleh rostow
membutuhkan lembaga-lembaga yang bisa menggerakkan tabungan masyarakat dan
menyalurkan kegiatan yang produktif. Hoselitz menyebutkan lembaga perbankan yang efektif.
Pengalaman dari Negara-negara eropa ketika menjalankan proses lepas landas menunjukkan
pentingnya lembaga-lembaga perbankkan. Tanpa lembaga-lembaga seperti ini, modal besar
yang ada sulit dikumpulkan sehingga bisa menjadi sia-sia dan tidak menghasilkan
pembangunan. Hoselitz menunjukkan pengalaman di cina pada abad ke-19. Sebagai akibat

dari korupsi pejabat Negara, surplus ekonomi yang terjdi menjadi sia-sia, karena ditanamkan
pada pembelian tanah, atau dipakai untuk mengkonsumsikan barang-barang mewah.
b. Pemasokkan Tenaga Ahli dan Terampil
Tenaga yang dimaksud adalah tenaga kewirwastaan, administrator professional, insinyur,
ahli ilmu pengetahuan, dan tenaga manajerial yang tangguh. Disamping itu juga disebutkan
juga perkembangan teknologi dan sains harus sudah melembaga sebelum masyarakat tersebut
melakukan lepas landas. Inilah yang menjadi pengalaman di Negara-negara eropa, semua hal
ini sudah tersedia sebelum lepas landas.
Kemudian hoselitz membicarakan lebih jauh tentang tenaga wiraswasta. Supaya orangorang ini muncul, diperlukan sebuah masyarakat dengan kebudayaan tertentu. Kebudayaan
yang dimaksud adalah kebudayaan yang beranggapan bahwa mencari kebudayaan bukan
merupakan hal yang buruk. Kalau nilai-nilai budaya semacam ini tidak ada, akan sulit sekali
jiwa kewiraswastaan muncul. Misalnya, dimasyarakat yang dikuasai oleh para panglima
perang, para pendeta, atau para birokrat pemerintah, budaya dan nilai-nilai yang mendorong
orang melakukan akumulasi modal sulit tumbuh dengan subur.
Masih sehubungan dengan masalah munculnya kaum wiraswasta, Hoselitz kemudian
membahas adanya sekelompok minoritas yang disingkirkan oleh masyarakat. Kelompok
marjinal ini mengalami proses anomie atau kehilangan pegangan nilai. Mereka seringkali
mencari jalan lain untuk mengangkat harga diri dan status mereka. Biasanya caranya adalah
dengan mencari kekayaan. Mereka menjadi kelompok kaum borjuis, yang kemudian
menantang tata masyarakat yang lama.
6. Alex Inkeles dan David H. Smith: manusia modern
Alex inkeles dan David Smith pada dasarnya juga berbicara tentang pentingnya faktor
manusia sebagai komponen penting penopang pembangunan. Pembangunan bukan sekedar perkara
pemasokan modal dan teknologi saja. Tetapi di butuhkan manusia yang dapat mengembangkan
sarana material tersebut supaya menjadi produktif. Untuk ini, dibutuhkan apa yang disebut oleh
inkeles sebagai manusia modern.
Dalam buku mereka yang terkenal. Becoming modern, kedua tokoh itu mencoba memberikan
cirri-ciri dari manusia yang dimaksud, yang antara lain meliputi hal-hal seperti keterbukaan terhadap
pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan
merencanakan, percaya bahwa manusia bisa menguasai alam dan bukan sebaliknya, dan sebagainya.

Dalam hal ini inkeles dan smith tidak berbeda dengan weber dengan konsep etika protestanya, atau
Mc Clelland dengan konsep n-Achnya. Bedanya inkeles dan smith menguraikannya secara lebih
rinci dan menguji konsep-konsep ini dalam sebuah penelitian empiris yang meliputi penduduk di
enam negara berkembang.
Hal lebih penting dari teori inkeles dan Smith tentang proses pembentukan manusia modern.
Pertama-tama mereka menyatakan: “kami ang beranggapan bahwa bagaimanapun juga manusia bisa
diubah secara mendasar setelah dia menjadi dewasa, dan karena itu tak ada manusia yang tetap
menjadi manusia tradisional dalam pandangan dan kepribadiannya hanya karena ia dibesarkan
dalam sebuah masyarakat yang tradisional”.
Dari hasil penelitiannya, inkeles dan Smith menjumpai bahwa memang pendidikan adalah
yang paling efektif untuk mengubah manusia. Dampak pendidikan tiga kali lebih kuat dibandingkan
dengan usaha-usaha lainya kemudian pengalaman kerja dan pengenalan terhadap media massa
merupakan cara kedua yang efektif. penemuan ini mendukung pendapat Daniel lerner yang
menekankan pentingnya media masa mendorong proses modernisasi.
Inkeles dan smith kemudian menekankan faktor pengalaman kerja, terutama pengalaman kerja
di pabrik sebagai faktor yang berperan besar dalam mengubah manusia tradisional menjadi modern,
dengan kata lain manusia tradisional dapat diubah menjadi manusia modern , bila dia diterjunkan
kedalam lembaga-lembaga kerja yang modern, seorang yang bekerja dipabrik misalnya dipaksa
untuk bekerja menempati waktu, untuk membuat perencanaan, untuk bekerja sama dengan orang
lain, dan sebagainya. Dalam penelitiannya, inkeles dan Smith menemukan bahwa seorang manusia
tradisional yang diterjunkan ke lembaga modern bukan saja bisa melakukan adaptasi yang cepat,
tetapi dia juga menyerap nilai-nilai kerja ini kedalam kepribadiannya dan mengekspresikannya
kembali kedalam sikap, nilai dan tingkah lakunya.
Untuk menjelaskan hal ini, inkeles dan smith mengambil teori karl max. marx menyatakan
bahwa kesadaran manusia ditentukan oleh lingkungan materialnya. Hubungan manusia dengan alat
produksinya memberi bentuk dan isi pada kesadarannya. Pendapat ini tampaknya dibenarkan oleh
hasil penelitian Inkeles dan Smith, dimana manusia tradisional berubah menjadi manusia modern
karena bekerja pada lembaga-lembaga kerja yang modern, serperti misalnya dipabrik-pabrik.

Bahkan kedua peneliti ini menemukan bahwa perbedaan etnis dan perbedaan agama, yang
dianggap sebagai faktor penting dalam mengubah tingkah laku manusia oleh para ahli ilmu sosial
yang menekankan faktor kebudayaan, ternyata kurang berperan penting dalam pembentukan
manusia modern.

D. Hubungan Teori Modernisasi dengan Pembangunnan
Perkembangan dunia yang kian pesat turut mempengaruhi tingkat daya saing setiap Negara
dalam segala bidang untuk bersaing satu sama lain guna melakukan pembangunan nasional secara
cepat dan berkesinambungan (sustainable development). Kemampuan Negara untuk melakukan
pembangunan secara keseluruhan akan turut menentukan posisinya dipercaturan dunia internasional.
Setiap Negara yang berhasil melakukan pembangunan akan sangat dipertimbangakan dan memiliki
peranan penting baik secara regional maupun internasional. Misalnya Cina dan India merupakan
negara yang secara perlahan melakukan pembangunan dan terbukti mulai memiliki peranan yang
cukup penting dalam mengendalikan laju perekonomian negara-negara di Asia. Namun, kemajuan
yang sekarang ini dinikmati oleh Cina dan India belum sepenuhnya mencapai pembangunan yang
berhasil (baru memasuki pembangunan tahap awal) karena keduanya belum mampu memenuhi
beberapa indikator pembangunan lainnya.
Model/strategi pembangunan yang pasca Perang Dunia II sampai sekarang masih menjadi
sorotan dan menjadi topik perbincangan kalangan akademisi yakni model pembangunan nasional
(national building) di Negara-negara dunia ketiga. Pembangunan adalah proses perubahan yang
direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan manusia (Portes 1976). Perubahan yang
direncanakan dalam pembangunan mencakup seluruh sistem sosial masyarakat mulai dari ekonomi,
politik, infrastruktur, pertahanan, pendidikan, teknologi, kesehatan. Perubahan dalam sistem
ekonomi misalnya terjadinya peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, perubahan basis ekonomi
dari importir menjadi eksportir (produksi berbasis pada ekspor), peningkatan penerimaan devisa dari
seluruh aktivitas ekonomi,dll. Dari aspek politik, pembangunan biasanya ditandai dengan adanya
stabilitas politik dalam negeri. Sedangkan pembangunan pada aspek pertahanan diindikasikan
dengan terjaminnya keamanan nasional. Adapun beberapa indikator pembangunan yang banyak
digunakan oleh lembaga-lembaga internasional, diantaranya; Kekayaan Rata-rata (GDP dan GNP,

Perkapita), Distribusi pendapatan (pemerataan), kualitas kehidupan, kerusakan lingkungan dan
keadilan sosial dan berkesinambuangan.
Ada beberapa Negara di kawasan Amerika Utara, Asia, Afrika, Amerika Latin dan Eropa Barat
yang melakukan pembangunan nasional dengan mengadopsi teori modernisasi. Dengan karakteristik
nasional yang berbeda-beda menggunakan satu model yakni modernisasi tentunya akan
menghasilnya hasil yang berbeda pula. Negara-negara di Kawasan Amerika Utara dan Eropa Barat
telah berhasil melakukan pembangunan secara evolusi pada abad ke 18 dengan model/konsep
pembangunan yang sama (konsep modernisasi).
Pada perkembangannya kemudian, keberhasilan pembangunan yang diterapkan pada negaranegara di Eropa ini memberikan pemikiran lanjut untuk melakukan ekspansi pasar ke negara-negara
dunia Ketiga, dan banyak memberikan bantuan untuk pembangunannya; dalam kenyataannya,
keberhasilan yang pernah diterapkan di Eropa, ternyata banyak mengalami kegagalan di negaranegara dunia Ketiga. Kemudian, mereka mencoba memberikan beberapa alternatif pemecahan
masalah berdasarkan cara pandang mereka. Adapun asumsi dasar teori modernisasi seperti yang
terlihat ada table di bawah ini.
Asumsi Tentang
Pola sejarah perekonomian dunia

Sumber penyebab kemiskinan global

Peranan Negara-negara
ekonomi global

kaya

Uraian
1) Kemiskinan dunian terjadi sejak tiga abad
yang lalu;
2) Revolusi industri telah menciptakan Negaranegara kaya di dunia pertama (Eropa Barat dan
Amerika Utara);
3) Industrialisasi akan merambat ke Negaranegara dunia ketiga, melalui proses difusi;
4) Semua masyarakat di dunia pada akhirnya
akan mencapai kemakmuran
Karakteristik bangsa-bangsa di dunia ketiga
yang telah menciptakan kemiskinan seperti:
1) Tidak memiliki modal untuk industrialisasidan
investasi di sector ekonomi modern.
2) Tidak punya teknologi untuk industrialisasi
yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
3) Pola budaya tradisional yang menghambat etos
kerja,kreativitas dan inovasi
4) Angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk
yang tinggi
dalam Negara-negaar kaya dapat membantu Negaranegara miskin melalui:
1) Program
pengendalian
angka

kelahihan/keluarga berencana;
2) Transfer teknologi dan bantuan pendidikan
untuk meningkatkan produksi pangan dan
industrialisasi
3) Investasi melalui penanaman modal asing
(PMA)
4) Bantuan dana/ hutang luar negeri
Dengan melihat asumsi dasar tentang penyebab kemiskinan di dunia ketiga seperti pada tabel
diatas maka, para ahli seperti W.W.Rostow mengemukakan beberapa solusi untuk menciptakan
suatu pertumbuhan ekonomi. Salah satu solusi yang dikemukakan oleh Rostow yakni Negara-negara
berkembang memerlukan bantuan investasi dari Negara-negara kaya (melaui PMA). Di samping itu,
untuk investasi dalam negeri, Negara berkembang memerlukan bantuan dalam bentuk hutang luar
negeri, selain bantuan teknologi, peningkatan tingkat pendidikan dan penurunan angka kelahiran.
Strategi industrialisasi diarahkan kepada produksi barang-barang subtitusi impor pada tahap awal,
kemudian disusul oleh produksi berorientasi ekspor.
Adapun kebijakan, model, dan strategi pembangunan nasional menurut teori modernisasi
(ekonomi makro) itu sendiri. secara spesifik, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Kebijakan, Model dan Strategi Pembangunan Nasional Menurut Teori Modernisasi
Aspek Pembangunan
Kebijakan

Model

Strategi

Langkah-Langkah yang Ditempuh
1) Pembangunan ekonomi pada skala makro
(investasi besar untuk penyerapan angkatan
kerja)
2) Menciptakan
pertumbuhan
ekonomi
nasional melalui Penanaman Modal Asing
(PMA) dan bantuan dana/hutang luar negeri
1) Hubungan positif antara pertumbuhan
ekonomi (PDB/GNP) dengan hutang luar
negeri,PMA,Penanaman modal dalam negeri
(PMDN) dan pembangunan infrasturktur
ekonomi makro
1) Menurunkan
angka
kelahiran
dan
pertumbuhan penduduk, agar pertumbuhan
ekonomi meningkat
2) Industrialisasi melalui PMA
3) Menerima hutang luar negeri untuk
investasi dalam negeri agar tercipta trickledown effect
4) Mengembangkan industry subtitudi impor,

untuk mengurangi ketergantungan kepada
impor barang konsumsi (defensif)
5) Membangaun industri berorientasi ekspor
untk memperoleh devisa (ofensif)
6) Membangun infrastruktur ekonomi
Meskipun kebijakan, model dan strategi pembangunan nasional diatas telah di adopsi
sepenuhnya oleh Negara-negara dunia ketiga lainnya namun, pada kenyataannya tidak semua
Negara berhasil melakukan pembangunan nasionalnya. Cenderung setelah menerapkan kebijakan
tersebut seperti menerima Penanaman Modal Asing (PMA) secara besar-besaran dan menerima
bantuan luar berupa hutang luar negeri, Negara justru mengamalami “ketergantungan abadi” pada
Negara donatur. Begitu pun dengan penerapan kebijakan,model, dan strategi lainnya yang juga tidak
efektif dalam mendorong pembangunan nasional.
Kegagalan Negara-negara dunia ketiga menerapkan model, strategi dan kebijakan di atas
lebih disebabkan oleh faktor internal masing-masing Negara. Dalam artian bahwa berhasil tidaknya
pembangunan dalam suatu Negara sangat tergantung pada faktor internal. David Mc Clelland salah
satu ahli yang mengusulkan konsep need of achievement (n-ach) atau kebutuhan untuk berprestasi.
Teori ini mengatakan bahwa proses pembangunan berarti membentuk manusia yang berjiwa
wiraswasta dengan jiwa n-ach yang tinggi. Berarti bahwa pembangunan suatu Negara sangat
tergantung pada manusia/masyarakat dalam Negara itu sendiri. Teori Harrold-Domar, masih
menyoroti masalah internal yang dapat menyokong pembangunan suatu Negara. Teori ini
menyatakan bahwa pembangunan hanya dapat berlangsung dengan baik bilamana tingkat tabungan
masyarakat maupun devisa Negara cukup untuk melakukan pembangunan. Teori yang paling klasik
yakni teori Max Weber. Teori ini menekankan nilai-nilai budaya yang bisa memberikan etos kerja
yang tinggi. Max Weber berbicara masalah tentang peran agama, terutama konsepnya yang sudah
menjadi klasik, yakni etika protestanisme. Menurutnya hal inilah yang membawa masyarakat Eropa
Barat dan Amerika Serikat pada kemajuan. Ketersediaan tenaga ahli dan terampil Bert F. Hoselitz
dalam karyanya,“Economic Growth and Development: Noneconomic Factors in Economic
Development” merupakan salah satu faktor penting yang dibutuhkan dalam pembangunan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan sebagai berikut:
1. Modernisasi merupakan sebuah upaya tindakan menuju perbaikan dari kondisi sebelumnya.
Selain upaya, modernisasi juga berarti proses yang memiliki tahapan dan waktu tertentu dan
terukur.

2. Teori modernisasi lahir sebagai tanggapan ilmuwan sosial Barat terhadap Perang Dunia II. Di
awal perumusannya tahun 1950-an, aliran modernisasi mencari bentuk teori dan mewarisi
pemikiran-pemikiran dari teori evolusi dan fungsionalisme.
3. Teori Modernisasi : Teori Harrod-Domar yang menekankan penyediaan modal untuk investasi
pembangunan, McClelland dengan teori need for Achievement (n-Ach)-nya, Weber dengan
teori Etika Protestan, Hoselitz yang membahas faktor-faktor non ekonomi, Rostow dengan
teori Lima Tahap Pembangunan, dan Inkeles yang mengemukakan ciri-ciri manusia modern.
4. Ada beberapa Negara di kawasan Amerika Utara, Asia, Afrika, Amerika Latin dan Eropa Barat
yang melakukan pembangunan nasional dengan mengadopsi teori modernisasi. Dengan
karakteristik nasional yang berbeda-beda menggunakan satu model yakni modernisasi
te