Gejala Groupthink Dalam Komunikasi Kelompok (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Gejala Groupthink di Organisasi Gamadiksi USU)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/Paradigma Kajian
Paradigma merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian
kualitatif. Memilih paradigma penelitian merupakan sesuatu yang wajib untuk
dilakukan oleh peneliti agar penelitiannya dapat menempuh alur berpikir yang
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.Paradigma diibaratkan sebuah jendela
tempat

orang

bertolak

menjelajahi

dunia

dengan

wawasannya.


Paradigma(paradigm) merupakan salah satu dari banyak hal yang memengaruhi
dan membentuk ilmu pengetahuan dan teori. Istilah paradigma diperkenalkan dan
dipopulerkan oleh Thomas Kuhn dalam bukunya yang klasik, The Structure of
Scientific Revolutions. Dalam bidang keilmuan, paradigma sering juga disebut
dengan perspektif (perspective), mahzab pemikiran (school of thought) atau teori,
model, pendekatan, strategi intelektual, kerangka konseptual, kerangka pemikiran,
serta pandangan dunia (worldview) (Mulyana, 2001 :9).
Pada hakikatnya, penelitian merupakan wahana untuk menemukan
kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran. Usaha untuk
mengejar kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun praktisi melalui
model-model yang disebut dengan paradigma. Seperti yang dijelaskan Tucker
(dalam Mulyana, 2001: 16) bahwa paradigma sebagai suatu pandangan dunia
dalam memandang segala sesuatu mempengaruhi pandangan individu mengenai
fenomena. Jadi, paradigma dapat dikatakan sebagai keseluruhan susunan model
dan kepercayaan serta asumsi-asumsi yang dipegang dan dipakai oleh peneliti
dalam memandang fokus penelitiannya.
Paradigma adalah satu set asumsi, konsep, nilai-nilai dan praktek dan cara
pandang


realitas

atau

pola

pikir

komunitas

ilmu

pengetahuan

atas

peristiwa/realitas/ilmu pengetahuan yang dikaji, diteliti, dipelajari, dipersoalkan,
dipahamai, dan untuk dicarikan pemecahan persoalannya. Paradigma penelitian
merupakan perspektif penelitian yang digunakan oleh peneliti tentang bagaimana
peneliti: (a) melihat realita (world views), (b) bagaimana mempelajari fenomena,


Universitas Sumatera Utara

(c)

cara-cara

yang

digunakan

dalam

menginterpretasikan

temuan.

(Pujileksono,2016:26)
Ada beberapa alasan, mengapa peneliti perlu memilih paradigm sebelum
melakukan penelitian, yaitu:

1. Paradigm penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan
mendasari dan member pedoman seluruh proses penelitian.
2. Paradigm penelitian menentukan rumusan masalah, tujuan penelitian dan
tipe penjelasan yang digunakan.
3. Pemilihan paradigm memiliki implikasi terhadap pemilhan metode, teknik
penentuan subjek penelitian/sampling, teknik pengumpulan data, teknik uji
kabsahan data dan analisis data.
Paradigma dalam penelitian digunakan karena menyadari bahwa suatu
pemahaman selalu dibangun oleh keterkaitan antara apa yang diamati dan apa
yang menjadi konsep pengamatan. Penggunaan paradigma dapat mengimbangi
keberubahan fakta sosial yang terus menerus berubah dan mewajibkan peneliti
untuk toleran pada perbedaan cara pandang, serta bijak dalam menggunakan
berbagai metode (Ardianto & Q-Anees, 2007: 77-78). Dengan demikian, peranan
paradigma dalam penelitian menjadi sangat penting dalam mempengaruhi teori,
analisis maupun tindak perilaku seseorang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.
Konstruktivis menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan
komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Pengetahuan manusia adalah
hasil konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dan interaksinya dengan dunia
objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap

kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian dunia muncul
dalam pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna. Keberagaman
pola konseptual/kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural dan
personal yang digali secara terus-menerus. Konstruktivis mengaskan bahwa
pengetahuan

tidak

lepas

dari

subjek

yang

sedang

belajar


mengerti.

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita adalah hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Konsep penting
konstruktivis adalah bahwa pengetahuan adalah bukan proses tertentu atau

Universitas Sumatera Utara

deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Pada proses komunikasi, pesan
tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain.
Penerima pesanlah yang harus mengartikan dengan penyesuaian terhadap
pengalaman (Ardianto & Q-Aness,2007:151-154).
Paradigma konstruktivis, memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Paradigma penelitian yang melihat suatu realita dibentuk oleh berbagai
macam latar belakang sebagai bentuk konstruksi realita tersebut. Realita
yang dijadikan sebagai obejek penelitian merupakan suatu tindakan sosial
oleh aktor sosial.
2. Latar belakang yang mengkonstruksi realita tersebut dilihat dalam bentuk
konstruksi mental berdasarkan pengalaman sosial yang dialami oleh aktor
sosial sehingga sifatnya lokal dan spesifik.

3. Penelitiannya mempertanyakan mengapa.
4. Realita berada di luar peneliti namun dapat memahami melalui interaksi
dengan realita sebagai objek penelitian.
5. Jarak antara peneliti dan objek penelitian tidak terlalu dekat, peneliti tidak
terlibat namun berinteraksi dengan objek penelitian.
6. Paradigma

penelitian

konstruktivis

sifatnya

kualitatif,

peneliti

memasukkan nilai-nilai pendapat ke dalam penelitiannya. Penelitian
dengan paradigma konstruktivis sifatnya objektif.
7. Tujuan paradigma konstruktivis adalah memahami apa yang menjadi

konstruksi suatu realita. Oleh karena itu, peneliti harus dapat mengetahui
faktor faktor apa saja yang mendorong suatu realita dapat terjadi dan
menjelaskan

bagaimana

faktor-faktor

itu

merekonstruksi

relita.

(Pujileksono,2016:28-29).

Robyn Penmann merangkum kaitan konstruktivis dengan komunikasi yaitu :
a. Tindakan komunikatif sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah
subjek yang memiliki pilihan bebas, walaupun lingkungan sosial
membatasi apa yang dapat dan telah dilakuakan. Jadi tindakan komunikatif

dianggap sebgai tindakan sukarela, berdasarkan pilihan subjeknya.

Universitas Sumatera Utara

b. Pengetahuan adalah sebuah produk sosial. Pengetahuan bukan sesuatu
yang objektif melainkan diturunkan dari interaksi dalam keleompok sosial.
Penegetahuan itu dapt ditemukan dalam bahasa, dan melalui bahasa itulah
konstruksi realitas tercipta.
c. Penegetahuan bersifat konstektual, maksudnya pengetahuan merupakan
produk yang dipengaruhi ruang waktu dan akan dapat berubah sesuai
dengan pergeseran waktu.
d. Teori-teori menciptakan dunia. Teori bukanlah alat, melainkan suatu cara
pandang yang ikut mempengaruhi pada cara pandang kita terhadap realitas
atau dalam batas tertentu teori menciptakan dunia.
e. Pengetahuan bersifat sarat nilai (Ardianto& Q-Aness,2007:151-154).

2.2 kajian Pustaka
2.2.1 Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga orang
bahkan lebih. Kelompok memiliki hubungan yang intensif diantara mereka satu

sama lainnya, terutama kelompok primer, intensitas hubungan diantara mereka
merupakan persyaratan utama yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok
tersebut. kelompok memiliki tujuan dan aturan-aturan yang dibuat sendiri dan
merupakan kontribusi arus informasi diantara mereka sehingga mampu
menciptakan atribut kelompok sebagai bentuk karakteristik yang khas dan melekat
pada kelompok itu. kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur
sirkulasi tatap muka yang intensif diantara anggota kelompok serta tatap muka itu
pula akan mengatur sirkulasi komunikasi makna diantara mereka., sehingga
mampu melahirkan sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan diantara mereka.
Terminologi tatap muka ( face to face ) mengandung makna bahwa setiap
anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga
harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari setiap
anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan perkumpulan individu
yang bersifat crowd atau kerumunan orang yang sedang melihat aksi-aksi
panggung atau kerumunan orang yang sedang menonton sepak bola di televisi
( Burhan Bungin, 2006:270-271).

Universitas Sumatera Utara

Kelompok juga memiliki tujuan-tujuan yang diperjuangkan bersama, sehingga

kehadiran setiap orang dalam kelompok diikuti dengan tujuan-tujuan pribadinya.
Dengan demikian, kelompok memiliki dua tujuan utama, yaitu tujuan masingmasing pribadi dalam kelompok dan kelompok itu sendiri. Setiap tujuan individu
harus sejalan dengan tujuan kelompok, sedangkan tujuan kelompok harus
memberi kepastian kepada tercapainya tujuan-tujuan individu. Sebuah kelompok
akan bertahan lama apabila dapat member kepastian bahwa tujuan individu dapat
dicapai melalui kelompok, sebaiknya individu setiap saat dapat meninggalkan
kelompok apabila ia menganggap kelompok tidak member kontribusi bagi tujuan
pribadinya. Kelompok juga memberi identitas terhadap individu, melalui identitas
ini setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan satu sama lain.
Melalui identitas ini individu melakukan pertukaran fungsi dengan individu lain
dalam kelompok. pergaulan ini akhirnya menciptakan aturan-aturan yang harus
ditaati oleh setiap individu dalam kelompok sebagai sebuah kepastian hak dan
kewajiban mereka dalam kelompok. Aturan-aturan inilah bentuk lain dari karakter
dari sebuah kelompok yang dapat dibedakan dengan kelompok lain dalam
masyarakat.
Ada empat elemen kelompok yang dikemukakan oleh Adler dan Rodman
Sendjaja,2002(dalam Burhan Bungin,2006:272), yaitu interaksi, waktu, ukuran,
dan tujuan. (1) Interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang
penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara
kelompok dengan istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan
orang yang secara serentak terikat dalam aktivitas yang sama namun tanpa
komunikasi satu sama lain. Misalnya mahasiswa yang hanya secara pasif
mendengarkan suatu perkuliahan, secara teknis belum dapat di sebut sebagai
kelompok. mereka dapat dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mualai
mempertukarkan pesan dengan dosen atau rekan mahasiswa yag lain.
(2) Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak
dapat digolongkan sebagai kelompok. kelompok mempersyaratkan interaksi
dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki
karakteristik atau cirri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.
(3) Ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok tidak ada ukuran

Universitas Sumatera Utara

yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. (4) Elemen terakhir
adalah tujuan yang mengandung penegertian bahwa keanggotaan dalam suatu
kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok tersebut
dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.
Menurut pengertiannya, kelompok dibentuk oleh sekumpulan orang, namun
tidak semua kumpulan atau himpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang
berkumpul di terminal bus, yang antri di depan loket bioskop, yang berbelanja di
pasar semuanya disebut agregat bukan kelompok. Supaya agregat menjadi
kelompok diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama
yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan organisasi (tidak
selalu formal) dan melibatkan interaksi di anggota-anggotanya. Jadi, dengan
perkataan lain, menurut Baron & Byrne (1979) kelompok mempunyai dua tanda
psikologi. Pertama, anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok
atau mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) yang tidak dimiliki oleh
orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling
bergantung sehingga hasil setiap orang terkait cara tertentu dengan hasil yang lain
(Dalam Rakhmat, 2007:141-142).
Dalam sebuah kelompok, terdapat beberapa klasifikasi kelompok, diantaranya
adalah kelompok primer dan sekunder, kelompok keanggotaan dan kelompok
rujukan, kelompok deskriptif dan kelompok perspektif. Klasifikasi kelompok ini
dibedakan berdasarkan tujuan, ukuran dan pola komunikasi dari kelompok
tersebut. Akan tetapi pada umumnya individu akan bergabung ke dalam sebuah
kelompok berdasarkan kesamaan yang ada dalam dirinya dan kelompok tersebut.
Para ahli psikologi juga ahli sosiologi telah mengembangkan berbagai cara untuk
mengklasifikasikan kelompok. Namun dalam kesempatan ini, hanya tiga
klassifikasi kelompok antara lain sebagai berikut:

2.2.2 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya
1) Kelompok Primer dan Sekunder
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Rakhmat, 2007: 142)
mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan

Universitas Sumatera Utara

kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal dan tidak menyentuh hati
kita.Kelompok seperti ini disebut sebagai kelompok primer. Kelompok dapat
dibedakan berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
a) Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.
Dalam artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi,
menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam
suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang
menentukan rintangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder
komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
b) Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan sifat
sekunder bersifat nonpersonal.
c) Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan
daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder menganggap isi tidak
penting.
d) Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok
sekunder bersifat instrumental.
e) Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan sekunder
bersifat formal. (Rakhmat, 2007: 142-145)

2) Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan
Theodore Newcomb pada tahun 1930-an melahirkan istilah kelompok
keanggotaan (anggotaship group) dan kelompok rujukan (reference group).
Kelompok

keanggotaan

adalah

kelompok

yang

anggota-anggota

secara

administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu.Sedangkan kelompok
rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standar) untuk
membentuk diri sendiri atau menentukan sikap. Menurut teori, kelompok rujukan
mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif dan fungsi perspektif.
Rakhmat dalam bukunya Metode Penelitian Komunikasi menjelaskan contohnya
sebagai berikut:
”Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan
menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif). Islam juga

Universitas Sumatera Utara

memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap menunjukkan apa
yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan
kepada saya cara memandang dunia ini,

cara mendefinisikan situasi,

mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek,
peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan
satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana
Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, disamping menjadi
kelompok keanggotaan saya. Adapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat
dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi” (2007: 145-146).

3) Kelompok Deskriptif dan Kelompok Perskriptif
Jhon F. Cragan dan David W. Wright (1980:45) dari Illinois State University,
membagi kelompok pada dua katagori : deskriptif dan preskriptif. Katagori
deskriptif

menunjukan

klasifikasi

pembentukannya secara alamiah.

kelompok

dengan

melihat

proses

Katagori preskriptif mengklasifikasikan

kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota
kelompok untuk mencapai tujuannya. Untuk katagori deskriptif, kita dapat
“mengelompokkan” kelompok berdasarkan tujuannya. Barlund Haimann (1960)
menjejerkan kelompok-kelompok itu dari tujuan yang bersifat interpersonal
sampai sampai tujuan yang berkenaan dengan tugas kelompok.mereka
menyusunnya dalam rentangan kontiniuum seperti berikut:
a. Kelompok sepintas ( casual group ) dibentuk hanya semata-mata untuk
membina hubungan manusiawi yang hangat.
b. Kelompok katartis dimaksud untuk melepaskan tekanan batin atau
frustasi anggota-anggotanya. Kelompok belajar tentu dibentuk untuk
menambah informasi.
c. Kelompok pembuat kebijakan dan kelompok aksi kedua-duanya
dibentuk untuk menyelesaikan tugas berupa perumusan kebijakan atau
tindakan.
Dengan melihat tujuan, ukuran dan pola komunikasi, para ahli komunikasi
kelompok meringkasnya menjadi tiga kelompok saja: kelompok tugas, kelompok

Universitas Sumatera Utara

pertemuan, dan kelompok penyadar. Cragan dan Wright (1980:48) menjelaskan
ketinganya, yakni:
1. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi
jantung atau merancang kampanye politik.
2. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri
mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha
belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa
adalah contoh kelompok pertemuan.
3. Kelompok penyandar mempunyai tugas utama menciptakan identitas
sosial politik yang baru, contohnya kelompok revolusioner radikal ( di
Amerika Serikat) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan
cukup banyak.
Definisi kelompok deskriptif menjelaskan bagaimana menentukan klasifikasi
kelompok berdasarkan tujuan, ukuran dan pola komunikasinya, sementara itu
kelompok perspektif lebih mengacu pada langkah yang akan ditempuh anggota
kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Definisi kelompok perspektif lebih
mengarah ke dalam klasifikasi kelompok berdasarkan bentuk diskusi, penentuan
tempat duduk, dan siapa yang akan berbicara dalam proses komunikasi kelompok.
Kelompok preskriptif mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh
anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok.

2.2.3 Komunikasi Kelompok
Komunikasi merupakan dasar semua interaksi manusia dan untuk semua
fungsi kelompok. Setiap kelompok harus menerima dan menggunakan informasi
dan proses terjadi melalui komunikasi. Eksistensi kelompok tergantung pada
komunikasi, pada pertukaran informasi dan meneruskan (transmitting) arti
komunikassi. Banyaknya defenisi atau pengertian mengenai komunikasi
menyekesulitan komunikasi dalam kelompok, misalnya Dance (1970) dengan
konten analysis dari Sembilan puluh lima defenisi mengenai komunikasi yang ia
dapati dalam beberapa bidang akademik yang berbeda. Dalam komunikasi, dua
orang melihat satu dengan yang lain merupakan suatu proses yang kontiniu dan

Universitas Sumatera Utara

mempunyai efek persepsi satu dengan yang lain serta mempunyai ekspetasi apa
yang akan diperbuat (Bimo Walgito:2008:77).
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lain dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut Deddy
Mulyana, 2005. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi,
kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah rapat untuk
mengambil suatu keputusan.
Komunikasi dalam kelompok merupakan bagian dari kegiatan keseharian
kita. Sejak kita lahir, kita sudah mulai bergabung dengan kelompok primer yang
dekat yaitu keluarga.

Kemudian dengan seiring perkembangan usia dan

kemampuan intelektual kita masuk dan terlibat dalam pekerjaan dan kelompok
sekunder lainnya yang sesuai dengan minat dan ketertarikan kita. Ringkasnya,
kelompok merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita karena
melalui kelompok., memungkinkan kita dapat berbagi informasi, pengalaman dan
pengetahuan kita dengan anggota kelompok lainnya.
Komunikasi dalam kelompok yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung
diantara suatu kelompok. Memasuki tingkatan ini, setiap individu yang terlibat
masing-masing komunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam
kelompok.Pesan atau informasi yang disampaikan juga berkaitan dengan seluruh
anggota kelompok, bukan bersifat pribadi. Misalnya diskusi antara guru dan
murid tentang pokok bahasan dan sebagainya. Komunikasi kelompok juga bisa
diartikan sebagai sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengenal satu
sama yang lainnya dan memandang mereka menjadi salah satu bagian dari
kelompok tersebut. contoh, tetangga, keluarga, teman-teman dekat, kelompok
diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite untuk mengambil suatu
keputusan,

komunikasi

ini

dengan

sendirinya

melibatkan

komunikasi

interpersonal (antar pribadi).
Komunikasi kelompok dilakukan oleh lebih dari dua orang, tetapi dalam
jumlah terbatas dan materi komunikasi tersebut juga kalangan terbatas, khusus

Universitas Sumatera Utara

bagi bagi anggota kelompok tersebut. Adapun karakteristik dari komunikasi
kelompok antar lain (Marhaeni Fajar,2009:66):
1.

Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogeny.

2.

Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan
tindakan pada saat itu juga.

3.

Arus balik di dalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung,
karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat
kumunikasi sedang berlangsung.

4.

Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat rasional (terjadi pada
komunikasi kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi pada
komunikasi kelompok besar).

5.

Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan
meskipun hubungan yang terjadi tidak erat seperti pada komunikasi
interpersonal.

6.

Komunikasi kelompok akan menimbulkan konsenkuensi bersama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.

Kelompok juga memberikan identitas terhadap individu, melalui identitas
ini setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan satu sama lain.
Melalui identitas ini individu melakukan pertukaran fungsi dengan individu lain
dalam kelompok. Pergaulan ini akhirnya menciptakan aturan-aturan yang harus
ditaati oleh setiap individu dalam setiap kelompok sebagai sebuah kepastian hak
dan kewajiban mereka dalam kelompok. Aturan-aturan inilah bentuk lain dari
karakter sebuah kelompok yang dapat dibedakan dengan kelompok lain dalam
masyarakat.

2.2.4 Bentuk-Bentuk Komunikasi Kelompok
a. Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi kelompok kecil (small/micro group communication) adalah
komunikasi yang :
-

Ditunjukan kepada kognisi komunikan

-

Prosesnya berlangsung secara biologis

Universitas Sumatera Utara

Dalam komunikasi kelompok kecil komunikator menunjukkan pesannya
kepada benak atau pikiran komunikan, misalnya kuliah, ceramah, diskusi, seminar,
rapat dan lain-lain. Dalam situasi kumunikasi seperti itu logika berperan penting.
Komunikan akan menilai logis tidaknya uraian komunikator. Ciri yang kedua dari
komunikasi kelompok kecil adalah bahwa prosesnya berlangsung secara dialogis,
tidak linier, melainkan sirkular. Umpan balik terjadi secara verbal. Komunikan
dapat menanggapi uraian komunikator, bisa bertanya jika tidak mengerti, dapat
menyanggah bila tidak setuju dan sebagainya.
b. Komunikasi Kelompok Besar
Sebagai kebalikan dari kelompok kecil, komunikasi kelompok besar
( large/macro group communication) adalah komunikasi yang :
-

Ditujukan kepada afeksi komunikan

-

Prosesnya berlangsung secara linear

Pesan yang disampaikan oleh komunikator dalam situasi komunikasi kepada
perasaannya. Contoh untuk komunikasi kelompok besar adalah rapat raksasa
disebuah lapangan. Jika komunikasi kelompok kecil umumnya bersifat homogeny
(antara lain sekelompok orang yang sama jenis kelaminya, sama pendidikannya,
sama status sosialnya), maka komunikan pada komunikasi kelompok besar
umumnya bersifat heterogen, mereka terdiri dari individu-individu yang berbeda
ragam dalam jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, agama dan
lain sebagainya.

2.2.5 Fungsi Komunikasi Kelompok
Kita mendapati bermacam-macam kelompok dimasyarakat. Artinya, ada
faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya kelompok. Alasan atau motivasi
seseorang massuk dalam kelompok dapat bervriasi antara lain:
a. Seseorang masuk dalam kelompok pada umumnya ingin mencapai tujuan
yang secara individu tidak dapat atau sulit dicapai.
b. Kelompok dapt memberikan, baik kebutuhan fisiplogis (walaupun tidak
langsung) maupun kebutuhan psikologis.
c. Kelompok

dapat

mendorong

pengembangan

konsep

diri

dan

mengembangkan harga diri seseorang.

Universitas Sumatera Utara

d. Kelompok dapat pula memberikan pengetahuan dan informasi
e. Kelompok dapat memberikan keuntungan ekonomis.
Oleh karena itu, dalam masyarakat kita dapat menjumpai adaya berbagai
macam kelompok yang berbeda satu sama lain. Dengan tujuan yang berbeda,
mereka masuk dalam kelompok yang berbeda atau dengan minat yang berbeda,
mereka masuk dalam kelompok yang berbeda pula (Walgito,2008:13-15).
Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya
fungsi-fungsi yang akan dilaksanakan. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi
hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan dan fungsi terapi. Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk pembuatan
kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri. Fungsi
pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu
kelompok mampu memelihara dan menetapkan hubungan sosial diantara para
anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan
kesempatan kepada para anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal,
santai dan menghibur.
Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok secara formal maupun
informal bekerja untuk mencapai dan mempertemukan pengetahuan. Melalui
fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari para anggota kelompok,
kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun
demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang
diharapkan atau tidak, bergantung padatiga faktor yaitu, jumlah informassi baru
yang kontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok serta frekuensi interaksi
ini diantara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika
setiap anggota kelompok membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya.
Tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan masing-masing anggota, mustahil
fungsi edukasi ini akan tercapai.
Dalam fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya mempersuasikan
anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu.Seseorang yang
terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk
tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif
tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok,

Universitas Sumatera Utara

maka justru orang yang berusaha memersuasi tersebut akan menciptakan suatu
konflik, dengan demikian malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.
Fungsi kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk
memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan masalah
( problem solving ) berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak
diketahui sebelumnya, sedangkan pembuatan keputusan (decision making )
berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi pemecahan
masalah menghasilakan materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.
Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki
perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki
tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai
perubahan persoalannya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan
anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya
adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai
consensus.
Seseorang anggota dapat memberikan kontribusi pada kelompoknya dengan
menghentikan ketegangan, berurusan dengan konflik, berpegang pada jadwal atau
bertindak sebagai penyimpan catatan. Seorang pemimpin adalah seseorang yang
mempengaruhi kelompok, tetapi tindakan kepemimpinannya membantu para
anggota dalam mencapai tujuan mereka yang sangat diperlukan bagi kesejahteraan
kelompok. Setiap anggota dapat dan harus mempengaruhi anggota-anggota
lainnya dan keputusan kelompok. Suatu faktor yang kritis dari partisipasi
kelompok adalah bahwa setiap anggota harus bersikap terbuka dan mampu
mengesampingkan ambisi pribadi, “menyembunyikan agenda”, menghindarkan
perilaku lain yang dapat merusak kelompok dan hasil tujuannya.
Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya
fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup
fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan, serta fungsi terapi Sendjaja 2002 (dalam Burhan Bungin, 2002:274).
Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok, dan
para anggota kelompok itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

1. Hubungan Sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu
memelihara dan menetapkan hubungan sosial diantara para anggotanya,
seperti bagiamana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan
kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal, santai, dan
menghibur.
2. Pendidikan, dalam arti bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun
informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan.
Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari para anggota
kelompok, kelompok itu sendiri, bahkan kebutuhan masyarakat dapat
terpenuhi. Namun demikian, fungsi pendidikan tergantung pada tiga faktor,
yaitu jumlah informasi baru yang di kontribusikan, jumlah partisipan
dalam kelompok, serta frekuensi interaksi diantara para anggota kelompok.
fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompok
membawa

pengetahuan

yang

berguna

bagi

kelompoknya

tanpa

pengetahuan baru yang disumbangkan masing-masing anggota, mustahil
fungsi edukasi ini akan tercapai.
3. Fungsi problem solving,

kelompok juga dicerminkan dengan kegiata-

kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusankeputusan. Pemecahan masalah ( problem solving) berkaitan dengan
penemuan alternative atau solusi yang tidak di ketahui sebelumnya,
sedangkan pembuatan keputusan ( decision making ) berhubungan dengan
pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahan masalah
menghasilkan materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.
4. Fungsi terapi, kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok
lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan objek dari
kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai peubahan
personalnya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan
anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha
utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok
mencapai consensus.
Contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok konsultasi perkawinan,
kelompok penderita narkotika, kelompok perokok berat, dan sebagainya. Tindak

Universitas Sumatera Utara

komunikasi

dalam

kelompok-kelompok

terapi

di

kenal

dengan

nama

pengungkapan diri ( self disclosure). Artinya, dalam suasana yang mendukung,
setiap anggota dianjurkan untuk berbicara terbuka tentang apa yang menjadi
permasalahannya. Jika muncul konflik antar anggota dalam diskusi yang
dilakukan, orang yang menjadi pemimpin atau yang memberi terapi yang akan
mengaturnya.

2.2.6 Pengaruh Kelompok Pada Perilaku Komunikasi
Kebersamaan yang tercipta di dalam sebuah kelompok dapat mempengaruhi
perilaku komunikasi anggotanya. Perubahan perilaku komunikasi ini umumnya
terjadi ketika proses pengumpulan suara ataupun proses pengambilan keputusan
dalam kelompok. Hal-hal yang mendasar dalam pengaruh kelompok dalam
perilaku komunikasi anggotanya antara lain adalah konformitas, fasilitasi sosial
dan polarisasi. Ketiga hal ini berpengaruh dalam proses diskusi dan pengambilan
keputusan.
1. Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma)
kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang nyata atau dibayangkan. Bila
sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada
kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama.
Jadi, jika salah satu anggota merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, yang
bersangkutan cenderung akan mengatur rekan-rekannya untuk menyebar dalam
kelompok.
2. Fasilitasi Sosial

Fasilitasi berasal dari kata Prancis facile, yang artinya mudah. Kata ini
menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton
kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah.
Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain dianggap
menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada
berbagai situasi sosial, bukan hanya di depan orang yang menggairahkan kita.
Energi yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan dikeluarkannya respon
yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon

Universitas Sumatera Utara

yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi, dan sebaliknya
bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi.
3. Polarisasi
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum
diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan
tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu.
Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang
tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras ( Rakhmat,
2007:149-158).

2.2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok
Menurut Rakhmat (2007: 160-174) keefektifan kelompok juga memiliki
pengaruh dalam komunikasi kelompok. Anggota-anggota kelompok bekerja sama
untuk mencapai dua tujuan: melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral
anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok – disebut
prestasi

(performance)

tujuan

kedua

diketahui

dari

tingkat

kepuasan

(satisfacation). Jadi, bila kelompok dimasukkan untuk saling berbagi informasi
(misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa
banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota
dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan, yaitu
melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya.
Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini faktor-faktor keefektifan kelompok dapat
dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu: a. Ukuran kelompok; b. Jaringan
Komunikasi; c. Kohesi kelompok; d. Kepemimpinan.
Ukuran kelompok akan berpengaruh kepada keefektifan dan penyelasaian
masalah di dalam kelompok, semakin banyak anggota yang dibutuhkan maka
semakin besar pekerjaan yang harus diselesaikan. Proses pengambilan keputusan
merupakan proses yang harus melibatkan semua anggota kelompok agar
menghasilkan gagasan yang kreatif. Keefektifan kelompok dapat terlihat dari
jaringan

komunikasi

yang

dimiliki

kelompok.

Kelompok

yang

dapat

memanfaatkan jaringan komunikasinya dengan baik dapat menyelesaikan masalah

Universitas Sumatera Utara

dengan cara tercepat dan terorganisir. Jaringan komunikasi yang harus dibangun
di dalam kelompok adalah komunikasi antara ketua dan anggota serta komunikasi
antara anggota dengan anggota.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota
kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan
kelompok. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota
kelompok, semakin tinggi kohesifitas kelompok maka semakin tinggi pula tingkat
kepuasan anggota kelompok tersebut. Anggota dari kelompok yang memiliki
kohesifitas tinggi merasa terikat pada kelompok dan memudahkan terjadinya
komformitas di dalam kelompok. Kepemimpinan merupakan faktor yang paling
menentukan keefektifan kelompok. Kepemimpinan adalah komunikasi yang
secara positif membawa kelompok kearah tujuan kelompok. Pemimpin kelompok
berpengaruh besar dalam proses pengambilan keputusan dan membentuk
keefektifan kelompok. Pimpinan kelompok dapat menentukan arah dan gaya
kepemimpinannya untuk mencapai tujuan kelompok.

2.2.8 Groupthink
Seorang pakar yang banyak meneliti mengenai pikiran kelompok ini adalah
I.L Janis. Pada tahun 1971 ia mendefenisikan pikiran kelompok sebagai cara
berfikir seseorang pada saat ia mencari kesepakatan dengan anggota kelompok
yang lain. Pada saat itu, cara berpikir tertentu sangat dominan dalam kelompok
yang terpadu (kohesif) sehingga mengalahkan dan mengabaikan penilaianpenilaian lain yang lebih realistis.
Kohesivitas kelompok ialah bagaimana para anggota kelompok saling
menyukai dan saling mencintai satu dengan yang lainnya. Tingkatan kohesi akan
menunjukkan seberapa baik kekompakan dalam kelompok bersangkutan. Kohesi
merupakan rasa tertarik diantara para anggota. Dengan demikian, kita dapat
menyimpulkan bahwa kesamaan sikap, nilai-nilai, sifat-sifat pribadi, dan sifatsifat demografis akan mempengaruhi tingginya kohesi yang ada dalam kelompok
bersangkutan (Bimo Walgito : 2008:46).
Terkadang sebuah kelompok yang tampak rasional dan cerdas membuat
keputusan yang menimbulkan bencana. Irving Janis (1982) mengemukakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

fenomena ini mungkin berasal dari proses yang disebutnya groupthink (pemikiran
kelompok). Groupthink muncul dari kelompok yang merasa sangat optimis dan
tak terkalahkan. Anggota-anggotanya melindungi diri mereka dari informasi luar
yang mungkin melemahkan keputusan mereka.Terakhir, kelompok itu percaya
bahwa keputusannya adalah bulat, meski ada pendapat yang sangat bertentangan.
Karena ketidaksepakatan di dalam dan di luar kelompok dicegah, maka
keputusannya

terkadang

ngawur

(Taylor,

S.E.,

Lettia,

A.P.,

David,

O.S. .2009:390).
Janis (1982) mengidentifikasi beberapa kemungkinan penyebab atau
atesenden dari groupthink.Dia mengatakan bahwa groupthink sering terjadi dalam
kelompok yang sangat kohesif yang mampu mencegah masuknya opini dari luar
dan memiliki pemimpin yang kuat dan dinamis. Pemimpin ini mengajukan solusi
problem dan menyusun argumen yang kuat untuk solusi itu. Para anggota tidak
akan membantah atau memberikan pandangan alternatif. Anggota merasa takut di
tolak dan tidak ingin melemahkan semangat kelompok dengan memberi pendapat
yang berbeda. Menurut Janis, anggota yang skeptis mungkin akan patuh pada
kelompok dan bahkan berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa keraguan
dirinya adalah salah dan tidak perlu dikemukakan. Janis mengemukakan beberapa
saran untuk mengatasi groupthink dan memperkuat efektivitas pembuatan
keputusan kelompok:
1.

Pemimpin

harus

mendorong

setiap

anggota

kelompok

untuk

mengemukakan keberatannya dan meragukan usulan keputusan. Agar
efektif, pemimpin harus siap menerima kritik.
2.

Pemimpin harus tak berpihak sejak awal diskusi, dan menyatakan
preferensi

dan

harapannya

hanya

setelah

anggota

kelompok

mengajukan gagasan-gagasannya.
3.

Kelompok harus menjadi sub-sub komite untuk mendiskusikan isu
secara independen dan kemudian berkumpul untuk memecahkan
perbedaan.

4.

Sesekali pakar dari luar harus diundang untuk berpatisipasi dalam
diskusi kelompok dan harus didorong untuk menentang pandangan
anggota kelompok.

Universitas Sumatera Utara

5.

Pada setiap rapat, setidaknya ada satu orang yang diberi tugas sebagai
tukang penyanggah ide-ide kelompok.

Saran-saran ini di desain untuk memaksa kelompok mempertimbangkan
banyak

alternatif,

untuk

menghindari

ilusi

consensus,

dan

untuk

mempertimbangkan semua informasi relevan yang tersedia (Taylor, S.E., Lettia,
A.P., David, O.S. .2009:392).
Groupthink adalah sebuah konsep yang dikembangkan pada 1970-an oleh
psikologi sosial Irving Janis. Groupthink terjadi apabila anggota dari suatu tim
pengambil keputusan tidak mendapat informassi yang sistematis tentang suatu isu
dan tidak mengevaluasi semua opsi secara kritis. Pertimbangan yang digunakan
kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka
untuk menilai rencana tindakan yang ada. Kesepakatan antar anggota kelompok
atau kesepakatan kelompok dalam keinginan mereka akan kekompakan dan
kesepakatan serta mencapai sebuah tujuan atau keputusan lebih besar motivasinya
dibandingkan menilai akan kebenaran keputusan tersebut terhadap moral dan etis
kelompok yang berlaku.

2.2.8 Asumsi-Asumsi dalam Groupthink
Groupthink merupakan teori yang diasumsikan dengan komunikasi
kelompok kecil. Dalam hal ini Irving Janis (1972) memfokuskan penelitiannya
pada Problem-Solving Group dan Task-Orientet Group, yang mempunyai tujuan
utamanya yaitu untuk mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi
kebijakan akan solusi-solusi yang ada. Berikut merupakan tiga asumsi penting
dalam teori groupthink (West &Turner , 2008:276):
1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan
kohesivitas tinggi.
2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang
terpadu.
3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kali
bersifat kompleks.
Asumsi pertama dari groupthink berhubungan dengan karakteristik
kehidupan kelompok yaitu kohesivitas. Kohesivitas merupakan rasa kebersamaan

Universitas Sumatera Utara

dari suatu kelompok. Ernest Boornmann dalam (West & Turner, 2008:276)
mengamati bahwa anggota kelompok sering kali memiliki perasaan yang sama
atau investasi emosional dan sebagai akibatnya mereka cenderung untuk
mempertahankan identitas kelompok.
Pada asumsi kedua, berkaitan dengan proses pemecahan masalah dalam
kelompok kecil. Hal ini biasanya merupakan kegiatan yang menyatu. Dennis
Gouran dalam (West & Turner, 2008:277) mengamati bahwa kelompok-kelompok
rentan terhadap batas afiliatif yang berarti bahwa anggota kelompok lebih
memilih untuk menahan masukan mereka daripada mengalami resiko ditolak.
Asumsi ketiga menggaris bawahi sifat dasar dari kebanyakan kelompok
dalam pengambilan keputusan dan kelompok yang berorientasi pada tugas-tigas
dimana orang biasanya tergabung bersifat kompleks. Asumsi ini melihat pada
kompleksitas dari kelompok kecil dan kemudian pada keputusan yang muncul
dari kelompok. Secara teori, kesemuanya itu disebabkan kurangnya pemikiran
kritis dalam kelompok yang kohesif dan kepercayaan diri yang berlebih dari
kelompok. Hal ini di tandai dengan beberapa gejala yaitu yang pertama adalah
ilusi (illusion of invulnerability) dimana menciptakan sebuah udara optimis yang
tidak semestinya. Yang kedua adalah kelompok menciptakan usaha kolektif untuk
merasionalisasikan serangkaian tindakan yang telah ditetapkan. Ketiga adalah
kelompok menjaga sebuah kepercayaan yang tidak terpatahkan dalam moralitas
yang inherent, melihat dirinya sendiri yang termotivasi dan bekerja untuk hasil
yang terbaik. Gejala yang keempat adalah pemimpin yang berhasil dari luar
kelompok di-stereotype-kan sebagai jahat, lemah, dan bodoh. Kelima adalah
tekanan langsung mendesak anggota untuk tidak mengungkapkan pendapat yang
berlawanan.
Perselisihan akan cepat padam yang akan membawa pada gejala keenam
yaitu sensor diri (self concorship) dari pertentangan, dimana anggota enggan
menyampaikan pendapat yang berlawanan dan menekan mereka untuk mengambil
posisi yang sama. Gejala yang ketujuh adalah adanya ilusi kesepakatan (ilusi
unanimity) bersama dalam kelompok. Jika keputusan telah diambil maka muncul
pemikiran waspada (mind guards) untuk melindungi kelompok dan pemimpin
dari opini yang berlawanan dan informasi yang tidak diinginkan. Janis

Universitas Sumatera Utara

mengusulkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kritis
groupthink, yakni:
1.

Mendorong semua anggota kelompok untuk mengevaluasi secara kritis
dalam setiap kegiatan pengambilan keputusan

2.

Pemimpin kelompok tidak menyatakan pendapatnya dimuka umum
pada awal kegiatan sebelum pengambilan keputusan

3.

Menyusun pembuatan kebijakan kelompok yang independent dan bebas
dari pengaruh dominasi segelintir individu

4.

Membagi dalam kelompok kecil

5.

Berdiskusi dengan kelompok lain untuk mengimpulkan pendapat atau
mendapatkan alternatif pemecahan masalah

6.

Mengundang pihak lain (akademisi, peneliti atau konsultan) untuk
mendapatkan ide-ide baru

7.

Menghargai individu yang memiliki ide berbeda dengan anggota
kelompok pada umumnya

8.

Lebih peka terhadap lingkungan kelompok secara internal dan eksternal

9.

Selalu mengevaluasi dan mengkaji kembali kebijakan yang akan dibuat,
sebelum diambil keputusan akhir.

2.2.10 Gejala-Gejala Groupthink
Janis menyatakan bahwa pemikiran kelompok ditandai oleh sejumlah gejala
yang dapat dibagi kedalam tiga katagori yaitu:
1.

Kepercayaan Berlebihan Terhadap Kelompok
Kepercayaan berlebihan terhadap kelompok (overestimation of the group)

mencakup perilaku yang mempercayai kelompok melebihi apa yang seharusnya.
Dalam hal ini, terdapat dua gejala, yaitu ilusi tanpa kelemahan dan percaya pada
moralitas kelompok.
a. Ilusi tanpa kelemahan
Ilusi tanpa kelemahan ( Iillusion of invulnerability) merupakan
gejala awal yang menghasilkan atau menciptakan rasa optimis
sebelum saatnya (prematur), mereka percaya bahwa mereka cukup
istimewa untuk mampu mengatassi setiap hambatan. Dengan kata

Universitas Sumatera Utara

lain, terdapat perassaan yang kuat dalam diri mereka bahwa “kami
tahu apa yang kami lakukan, jadi jangan mengganggu”( we know
what we are doing, so don’t rock the boat).
b. Percaya pada moralitas kelompok
Kelompok mempertahankan kepercayaan mutlak atas moralitas
yang tertanam dalam diri mereka, mereka memandang diri mereka
sebagai orang-orang dengan motivasi bagus dan bekerja untuk
mendapatkan hasil terbaik. Karena kelompok memandang diri
mereka baik maka mereka juga percaya bahwa keputusan yang akan
mereka buat juga akan baik. Hal ini menjadikan kelompok bersikap
lunak terhadap konsekwensi etik dan moral (Morissan,2009:151).
2.

Pikiran Sempit
Menurut Janis suatu kelompok memiliki pikiran sempit (close-mindedness)

jika mereka mengabaikan faktor luar (eksternal) agar tidak mempengaruhi
kelompok. Dengan demikian, pikiran sempit adalah keinginan kelompok untuk
menolak berbagai perbedaan diantara manusia dan mereka tidak ingin dipengaruhi
orang lain. Dalam kaitan dengan pikiran sempit kelompok ini,

Janis

mengemukakan dua katagori pikiran sempit yang disebutnya stereotip orang luar
(out-groups stereotypes) dan rasionalitas kolektif (collective rationalization).
a. Stereotip Orang Luar
Anggota kelompok memandang orang luar sebagai pesaing
yang jahat, lemah dan bodoh yang dapat dijelaskan sebagai berikut,
“these stereotypes underscore tha fact that any adversaries are
either two week or too stupid to counter offensive tactics”
( stereotip ini menggaris bawahi kenyataan bahwa setiap musuh
adalah terlalu lemah dan terlalu bodoh untuk menahan taktik
serangan). Pernyataan ini menjelaskan bahwa anggota kelompok
menilai orang lain sebagai lawan atau pesaing namun, mereka di
pandang enteng karena dinilai terlalu bodoh untuk mampu bersaing
dengan kelompok tersebut.

Universitas Sumatera Utara

b. Rasionalitas Kolektif
Rasionalitas Kolektif mengacu pada situasi dimana anggota
kelompok mengabaikan peringatan yang seharusnya mendorong
mereka untuk mempertimbangkan kembali ide, gagasan dan
tindakan mereka sebelum mereka mengambil keputusan final.
Kelompok menciptakan upaya bersama untuk merasionalkan arah
tindakan yang telah diputuskan. Kelompok membuat cerita yang
memberi kesan bahwa keputusan yang diambil adalah sangat tepat
dan benar, dan mereka juga berupaya meyakinkan diri mereka
telah melakukan hal yang benar (Morissan,2009:152).
3.

Tekanan Untuk Menjadi Sama
Anggota kelompok sering kali mengalami tekanan untuk menjadi sama

( pressures toward uniformity). Yang kerap menjadi beban berat bagi kelompok.
Janis percaya bahwa anggota kelompok yang bekerja bersama-sama dan menjadi
dekat dan akrab kemungkinan akan mengarahkan diri mereka untuk membentuk
pikiran kelompok. Menurutnya, tekanan untuk mejadi sama terjadi ketika “group
members go to get along” (anggota kelompok bekerja bersama untuk menjadi
akrab). Menurutnya terdapat empat gejala pikiran kelompok terkait dengan
tekanan untuk menjadi sama yaitu:
a. Sensor Diri
Munculnya sensor diri (self-censorship) terdapat perbedaan
pendapat, dalam hal ini anggota kelompok merasa segan untuk
mengemukakan pendapat atau pandangan yang berbeda dan secara
diam-diam mereka menekan keraguan mereka sendiri atau
melakukan sensor terhadap diri mereka sendiri. Dengan demikian,
anggota kelompok berupaya meminimalisasi keraguan mereka
sendiri dan menahan diri untuk tidak mengemukakan argument
tandingan.
b. Ilusi Konsensus
Anggota kelompok seolah-olah memiliki ilusi consensus
(illusion of unanimity) di dalam kelompok jika mereka memilih
sikap diam untuk menunjukkan persetujuan. Anggota kelompok

Universitas Sumatera Utara

yang merasa memiliki pandangan berbeda terhadap suatu gagasan,
namun memilih diam untuk menunjukkan solidaritasnya kepada
anggota lainnya. Sikap diam anggota kelompok diartikan sebagai
telah tercapainya kesamaan pendapat atau consensus oleh seluruh
anggota kelompok.
c. Pengawai Pikiran
Pikiran kelompok menyebabkan munculnya para pengawai
pikiran (mindguard), yaitu orang-orang yang berupaya melindungi
kelompok dan pemimpinya dari pandangan atau pendapat yang
berlawanan dan informasi yang tidak diinginkan.pengawai pikiran
akan menekan informasi negative yang datang dengan cara
memberikan nasihat kepada anggota untuk tidak mempersulit
keadaan.
d. Tekanan Terhadap Perbedaan
Tekanan yang diberikan kepada anggota yang menyatakan
pendapat atau pandangan yang berbeda dengan pendapat atau
pandangan mayoritas anggota (Morissan,2009:152).

2.2.11 Pengambilan Keputusan Kelompok
Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus
dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaanpertanyaan mengenai “apa yang harus dilakukan?” dan seterusnya mengenai
unsur-unsur

perencanaan.

Dapat

juga

dikatakan

bahwa

keputusan

itu

sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu
diantara beber