Analisis Tokoh Utama Novel Angsa-Angsa Liar Karya Jung Chang Chapter III V

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian merupakan salah satu langkah penting untuk menetapkan
penelitian dalam kegiatan keilmuan di bidangnya. Metode penelitian merupakan
cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan
jawaban atas masalah yang diajukan. Penelitian ini penulis menggunakan metode
penelitian deskriptif dengan analisis dokumen yang bertujuan untuk membuat
deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi.
Dengan metode deskriptif dapat mengungkapkan fakta-fakta yang tampak atau
data dengan cara memberi deskripsi. Fakta dan data merupakan sumber informasi
yang menjadi basis analisis.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan intrinsik teori
struktural yang dalam karya sastra harus mementingkan intrinsik dan anti
ekstrinsik yang dikemukakan oleh Rene Wallek dan Warren.
Sumber data juga merupakan tempat ditemukan data-data yang akan ditulis.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian Novel

女人的故

鸿


中国

Angsa-Angsa Liar karya Jung Chang.

3.2 Teknik pengumpulan data
Dalam mengumpulkan data-data penelitian, teknik yang digunakan adalah
studi kepustakaan (Library Research) menggunakan buku Metodelogi Penelitian
Sastra (2001:25) yaitu dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan
karya sastra, kritik sastra, dan buku- buku panduan dalam karya sastra tambahan

Universitas Sumatera Utara

literature lainnya.
Selain memanfaatkan literature yang berupa buku, juga memanfaatkan
teknologi internet, mengumpulkan data dan berbagai website yang berhubungan
dengan materi penelitian ini.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1. Membaca Novel berulang-ulang untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik
yang terdapat pada Novel


鸿

中国女人的故

Angsa-Angsa

Liar.
2. Melakukan teknik catat yang mencatat hal-hal yang berkaitan dengan
unsur analisis intrinsik dalam novel

鸿

中国女人的故

Angsa-Angsa Liar karya Jung Chang.
3. Mencatat semua perkataan dan perbuatan yang menggambarkan unusrunsur intrinsik yang mendukung analisis.
3.3 Data dan Sumber Data
Dalam sebuah penelitian tentu terdapat data dan sumber data. Yang
menjadi data dalam penelitian ini adalah novel itu sendiri yang berisikan kutipan

dan percakapan atau ucapan yang tertera dalam setiap dialog maupun ilustrasi
yang mampu menggambarkan unsur-unsur pembangunan sastra novel tersebut.
Novel Angsa-Angsa Liar (1992) karya Jung Chang ini terdiri dari 28 bab, tang
merupakan terbitan PT Gramedia dan diterjemhkan dengan izin resmi dari buku
aslinya. Adapun secara rinci data tersebut adalah:

鸿

1. Judul Novel

:

2. Karya

: Jung Chang

中国女人的故

Angsa-Angsa Liar


Universitas Sumatera Utara

3. Penerbit

: PT Gramedia Pustaka

4. Tahun

: 2005

5. Tebal Buku

: 596 halaman

6. Kulit

: Hitam

3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data sangat penting dalam menganalisis unsur intrinsik pada

novel. Pada penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Langkah yang
dilakukan dalam menganalisis data dalam penelitian novel

人的故

鸿

中国女

Angsa-Angsa Liar (1992) adalah:

1.Membaca seluruh isi novel

鸿

中国女人的故

Angsa-Angsa

Liar secara cermat untuk mendapatkan pemahaman yang baik.

2.Menganalisis perilaku tokoh utama yang terdapat dalam novel

国女人的故

鸿



Angsa-Angsa Liar.

3.Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik novel yang diteliti.
4.Menyimpulkan hasil analisis data untuk mengetahui tokoh utama berdasarkan
pendekatan struktural didalam novel

鸿

中国女人的故

Angsa-


Angsa Liar.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Biografi Jung Chang dalam Novel

鸿

中国女人的故

Angsa-Angsa Liar
Jung Chang lahir pada tanggal 25 Maret 1952 di Yibin, Provinsi Sichuan
China. Pada saat ia lahir, Ibunya De-Hong mengalami komplikasi rumit, sehingga
dokter ahli bedah didatangkan dari rumah sakit lain. Proses kelahiran Jung chang
sangat rumit. Tubuh Jung Chang terlalu gemuk sehingga sangat sulit untuk
dikeluarkan. Berat badannya lebih dari 10 pon. Ini membawa kabar baik bagi
keluarga bahwa anak Kedua telah lahir.

Berita kelahiran Jung Chang sampai ke telinga Dr.Xia, dan dia
mengatakan bahwa satu angsa liar lain telah lahir. Maka Dr.Xia memberi nama
yaitu Er-Hong, artinya “Angsa Liar Kedua”. Inilah nama Penulis Novel ini pada
mulanya.
Setelah keluar dari Rumah sakit, Er-Hong dirawat oleh Ibu susu digaji
oleh kedua orang tuanya. Pengasuh Er-Hong adalah seorang wanita yang sangat
baik hati dan Dia mengasuh dan merawat Er-Hong seperti anaknya sendiri. Pada
saat Er-Hong lahir, Ia memiliki bahu lurus dan lebar yang dianggap tidak baik
bagi anak perempuan. Sehingga bahunya diikat erat-erat agar tumbuh melandai
sesuai yang dikehendaki.
Pada usia 3 tahun Er-Hong beserta kakak-adiknya dikirim ke panti asuhan
yang berbeda-beda karena keadaan yang tidak memungkinkan bagi ayah dan ibu
mereka untuk merawat mereka.

Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 1958 Er-Hong berusia 6 tahun, ia mulai masuk sekolah.
Sekolah tersebut sebenarnya menerima anak yang sudah berumur 7 tahun, namun
karena kepandaiannya dalam mendeklamasikan puisi-puisi klasik dan tulisan
kanjinya sangat rapi, maka ia diterima di sekolah tersebut. Sekolah tersebut makin

lama makin indoktrinisasi politik yang diisi dengan ajaran Mao. Salah satu ajaran
Mao adalah tidak boleh mengganti warna China, yang berarti tidak boleh
mengubah Komunis menjadi kapitalis. Guru polotik mengingatkan bahwa jika
tidak hati-hati, negeri China bisa saja secara perlahan berubah warna, mula-mula
dari merah ke merah kusam, kemudian menjadi abu-abu, kemudian jadi hitam.
Warna merah kusam dalam dialek Sichuan diucapkan sama persis dengan nama
Er-hong, sehingga inilah yang menyebabkan Er-hong mengganti namanya.
Berdasarkan saran Ayahnya yang menguasai karya klasik, maka Ayahnya
member nama Jung (yung) yang artinya perang dan Zhang (Chang) yang berarti
Prosa dan termasyur di usia muda.
Pada tahun 1966 diusianya yang Ke 14, Jung chang bergabung dengan
Pengawal Merah dan berjanji akan mendukung Kaisar Mao untuk membangun
China lebih baik. Berkisar tidak lebih dari setahun, Jung Chang mengundurkan
diri Pengawal merah karena menganggap banyak sekali kekacauan terjadi sejak
berdirinya kelompok ini. Pada tahun 1969, Jung Chang Dibuang Keluar Chengdu
ke Distrik Miyi, di wilayah Xichang, leremg pegunungan Himalaya. Disana Ia
menjadi petani. Ketika itu, Jung Chang mendengar neneknya sakit, dan bergegas
mengunjungi nenenk untuk member perawatan. Namun berbagai usaha gagal,
karena Jung Chang tidak memiliki pendidikan kesehatan, dan Pemerintahan pada
saat itu menolak untuk


merawat neneknya. Sehingga neneknya meninggal.

Universitas Sumatera Utara

Kejadian inilah yang menyadarkan Jung Chang pentingnya peran dokter. Ia
mempelajari sendiri buku petunjuk dokter berkaki telanjang. Jung Chang juga
banyak belajar dari para dokter muda yang diutus ke kota tersebut.
Di Musim panas 1973 bulan Oktober, Jung Chang mendaftar Universitas.
Namun, Ujian masuk Universitas dinyatakan gagal. Ayah memiliki banyak teman
di bagian Penerimaan Mahasiswa Sichuan. Ayah bisa menghubungi mereka untuk
menerima Jung Chang ke Universitas. Tetapi Ayah menolak. Berkat Ibu yang
banyak akal Jung Chang resmi diterima di Departemen Bahasa Asing Universitas
Sichuan di Chengdu jurusan sastra Inggris. Di bulan Januari 1977, Jung Chang
diterima sebagai asisten dosen karena kebutuhan. Pada tanggal 18 Maret,
Universitas Sichuan mengadakan ujian seleksi beasiswa sekolah keluar negeri.
Jung Chang mendapat nilai tertinggi. Jung Chang melewati beberapa wawancara
dan pada bulan Mei secara tidak langsung dinyatakan lulus. Pada tanggal 12
September 1978, Jung Chang berangkat beserta 13 dosen lainnya ke Inggris. Dan
memutuskan untuk tinggal di Inggris.

4.2 Analisis Unsur Intrinsik berdasarkan Pendekatan Struktural
Bab ini berisi analisis tentang unsur intrinsik yang membangun cerita
berdasarkan pendekatan intrinsik yaitu: tema, plot, setting, penokohan dan sudut
pandang yang terdapat dalam Novel Angsa-Angsa Liar (1992) karya Jung Chang.
Adapun cara menganalisis novel ini melalui pendekatan strukturalisme.
Pendekatan ini dipandang lebih objektif karena hanya berdasarkan sastra itu
sendiri. Tanpa campur tangan unsur lain, karya sastra tersebut akan dilihat
sebagaimana cipta estesis (Suwardi,2011:51).
Struktur berasal dari kata structura (bahasa latin) yang berarti bentuk atau

Universitas Sumatera Utara

bangunan. Strukturalisme berarti paham mengenai unsure-unsur yaitu struktur itu
sendiri dengan mekanisme antar hubungannya. Hubungan unsure yang satu
dengan yang lainnya, dan hubungan antar unsure yang satu dengan yang lainnya,
dan hubungan antar unsure totalitasnya. Strukturalisme sering digunakan oleh
peneliti

untuk

menganalisis

seluruh

karya

sastra,

dimana

kita

harus

memperhatikan unsure-unsur yang terkandung dalam karya sastra tersebut.
Pendekatan strukturalisme murni hanya berada di seputar sastra itu sendiri.
Prinsipnya

jelas:

analisis

structural

bertujuan

untuk

membongkar

dan

memaparkan secermat, seteliti, dan mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua
aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teuww,
1984:135).
Oleh karena itu, penulis menganalisis novel Angsa-Angsa Liar dengan
menggunakan beberapa unsur intrinsik, yaitu: tema,alur, penokohan, setting atau
latar, dan sudut pandang. Penjelasannya akan saya sajikan per bagian agar jelas
dan dapat dipahami.
4.2.1 Plot
Struktur plot terdiri atas pengenalan, timbulnya konflik memuncak, klimaks dan
pemecahan masalah. Plot yang terdapat pada roman ini diawali dengan
pengenalan masalah yaitu: Yu-fang (nenek) menjadi selir dari Jenderal Xue tetapi
tidak berdasarkan cinta. Terbukti dari kutipan ini:
“Nenekku baru tahu tentang rencana itu ketika ibunya mengatakannya beberapa
hari sebelum dia diambil. Nenek menunduk dan menangis. Dia tidak suka
dijadikan selir, tetapi ayahnya telah membuat keputusan dan seorang anak tidak
boleh menentang orangtuanya. Mempertanyakan keputusan orang tua dianggap
‘sikap tidak menghormati orangtua’ – dan sikap tidak menghormati orangtua sama
saja dengan berbuat durhaka”.

Universitas Sumatera Utara

Dari pernikahan mereka lahirlah De-Hong (Ibu). Istri sah dari Jenderal Xue
berniat untuk mengambil De-Hong dan melarang Yu-Fang untuk merawatnya.
Sehingga Yu-fang membawa lari De-Hong. Setelah berhasil membawa kabur DeHong, Yu-Fang bertemu dengan Dr.Xia dan saling jatuh cinta. Dr.Xia adalah
seorang Duda dengan 3 orang Putra dan seorang putri. Dr.Xia ingin menjadikan
Yu-Fang sebagai istri sah, dan Yu-Fang juga menyetujuinya. Walaupun
pernikahan mereka mendapat tentangan dari anak-anak Dr.Xia, mereka tidak
peduli. Mereka memutuskan untuk pindah ke Jinzhou dan berpisah dengan
keluarga Dr.Xia. Pada saat itu, Jepang mulai menjajah kota tersebut. Jepang
terbukti sangat menguasai kota itu dari kutipan berikut:
“Di sekolah, tidak hanya gurunya yang orang Jepang, tetapi metode pengajaran
dan hukumannya pun mengikuti cara Jepang Kalau berpapasan dengan anak
Jepang di jalan, seorang anak pribumi harus membungkuk member hormat dan
member jalan, meskipun anak Jepang itu lebih muda darinya”. (53)
Jepang mundur dan memohon perdamaian. Di saat itu Kuomintang berkuasa.
Jumlah serdadu di Jinzhou meningkat. Kuomintang dipimpin oleh Chiang Kaishek relative lebih disiplin. Namun, sejak berdirinya Komunis, anggota lebih sulit
didapatkan bagi Kuomintang. Ini tergambar dari kutipan berikut:

“Pada saat itu, Kuomintang berangsur-angsur kehilangan kendali atas daerahdaerah pedesaan dan semakin sulit merekrut anggota baru. Semakin banyak
pemuda yang menolak dijadikan ‘abu bom’(pao-hui). Perang saudara semakin
brutal dan berdarah-darah, korban terus berjatuhan.” (84:2)
Di masa itu, Komunis menguasai sebagian besar wilayah di sekitar Jinzhou.
Keadaan tambah memburuk karena ulah pedagang yang rakus dan pejabat yang
korup. Kuomintang mengeluarkan uang legal, namun tidak mampu
mengendalikan inflasi. Situasi ekonomi terus memburuk sepanjang musim dingin.

Universitas Sumatera Utara

Jinzhou adalah tempat dimana kedua partai ini saling merebut kekuasaan.
Kuomintang memiliki 200.000 tentara dan mempersiapkan pertempuran melawan
Komunis. Kuomintang mulai membangun system pertahanan baru di sekeliling
Jinzhou. Namun proyek tersebut tidak pernah selesai karena kekurangan bahan
bangunan. Partai Komunis juga mempersiapkan serta berjaga-jaga terhadap
Kuomintang. Tergambar dari kutipan ini:
“ Bagi Komunis, informasi tentang sistem pertahanan dan penempatan pasukan
Kuomintang sungguh penting. Komunis menghimpun pasukan dalam jumlah
sangat besar – kira-kira seperempat juta orang – untuk menghadapi pertempuran
yang menentukan. Panglima tertinggi seluruh pasukan Komunis, Zhu De,
mengirim telegram kepada panglima setempat, Lin Biao: “Rebut Jinzhou… maka
seluruh China akan dapat kita genggam.” Kelompok Yu-wu diperintahkan
mengumpulkan informasi mutakhir sebelum penyerbuan dilaksanakan. Yu-wu
perlu tenaga lebih banyak, maka ketika Ibu menemuinya minta diberi tugas, dia
dan atasannya merasa senang.” (101:3)
De-Hong muak dengan Kuomintang yang menciptakan kekacauan di beberapa
bagian wilayah China. Dia mulai memikirkan untuk bergabung dengan Komunis
yang ia percaya dapat mengubah China lebih baik. Akhirnya kedua partai ini
berperang dan seluruh kota diguncang ledakan dahsyat yang susul-menyusul.
Pada tanggal 8 Oktober 1948, Komunis menyiagakan hampir seperempat juta
tentara yang siap menyerang. Banyak posisi artileri Kuomintang dihancurkan, dan
benteng pertahanan yang belum selesai dibangun rusak dibakar oleh Komunis.
Lebih dari 100.000 serdadu Kuomintang tunggang langgang mundur ke tengah
kota. Situasi semakin menjelaskan bahwa Komunis telah menguasai kota. Ibu
resmi bergabung ke dalam partai Komunis. Namun, De-Hong mulai meragukan
praktek Komunis yang muali kelihatan. Kebijakan yang ditetapkan malah
membuat China juga menjadi kacau balau. Komunis yang dipimpin oleh Mao
yang mendewakan dirinya dan menuruti segala kehendaknya.

Rakus akan

Universitas Sumatera Utara

kekuasaan danmenciptakan sensasi. Menghukum orang yang tidak bersalah yang
mengusik hidupnya atau mengganggu keputusannya. Mao mengajarkan doktrin
kepada semua masyarakat sehingga menciptakan masalah. Terlihat dari kutipan
ini:
“Jika Mao ingin seluruh rakyat bertindak, dia harus mencabut kekuasaan dari
tangan partai dan menumbuhkan kesetiaan dan kepatuhan mutlak hanya kepada
dirinya. Untuk mencapai itu, dia menciptakan teror; teror yang sangat mengerikan
dan membuat orang tidak bisa berpikir jernih; teror yang membuat semua rasa
ngeri lainnya tak ada artinya. Dia melihat para pemuda dan pemudi berusia
belasan dan awal dua puluhan sebagai alatnya yang ideal. Mereka dibesarkan
dalam suasana pemujaan fanatic terhadap dirinya dan doktrin militant tentang
‘perjuangan kelas.’ Mereka punya kualitas seperti umumnya anak muda:
pemberontak, tak punya rasa takut, siap berjuang demi ‘apa yang mereka yakini,’
serta haus akan petualangan dan tindakan yang nyata.” (316:2)
Mao mengahsut banyak orang untuk memiliki sikap memberontak. Beberapa anak
muda yang sangat paham politik bahwa tokoh pujaan mereka yaitu Mao harus
dibela. Maka bmreka menciptakan “Pengawal Merah Ketua Mao’ dan mereka
mengambil nama itu sebagai arti Pemberontakan yang sah. Mao ingin Pengawal
merah menjadi pasukan pengejut untuk menyerang para antek kapitalis. Selain itu
terbentuknya Revolusi Kebudayaan yang adalah gerakan pembersihan berdarah
untuk meningkatkan kekuasaan Mao. Para pejabat yang mulai menentang
kebijakan-kebijakan Mao langsung dihukum,dipecat, bahkan dibiarkan mati.
Sikap yang tidak manusiawi selalu mendominasi negeri ini yang menyiksa orangorang yang tidak bersalah. Penyiksaan-penyiksaan adalah metode Mao. Metode
yang meliputi tekanan mental, siksaan fisik yang brutal, penolakan perawatan
kesehatan bahkan penggunaan obat-obatan untuk membunuh. Ini membuat Jung
Chang sebagai anggota Pengawal Merah muak terhadap kekuasaan Mao.
Tergambar dari kutipan ini:
“Aku tiba-tiba muak pada Mao, bukan karena hak-hak istimewanya tetapi karena

Universitas Sumatera Utara

kemunafikannya. Dia menikmati hidup mewah dan berbagai kenyamanan
sementara kepada rakyat dia selalu menganjurkan bahwa kenyamanan tidak baik
bagi mereka.” (564:1)
Namun, di tengah kekacauan yang terjadi karena kebijakan Mao, terdengar kabar
buruk yaitu bahwa Ketua Mao meninggal. Menurut Jung Chang pencapaian Mao
terbesar sepanjang hidupnya adalah kebodohan. Perlahan-lahan semangat rakyat
telah berubah. Sebulan setelah kematian Mao, Nyonya Mao ditangkap. Sehingga
banyak orang tidak lagi meneruskan kebijakan Mao.

4.2.2 Tema
Novel Angsa-Angsa Liar (1992), autobiografi Jung Chang adalah novel yang
bertemakan sejarah perjalanan kehidupan 3 generasi wanita China yang memiliki
kisah yang mendebarkan di 3 zaman dengan 3 pemerintahan yang berbeda. Tokoh
Yu-Fang (nenek) adalah seorang selir seorang panglima perang yang amat
berkuasa. Dia tinggal dirumah megah, dilayani sejumlah pelayan, dihadiahi aneka
perhiasan mewah, namun hidup merana karena selalu diawasi dan dilarang keluar
rumah. Namun dengan berani dia menentang suaminya dan mendobrak adat yang
telah tertanam kuat selama lebih dari 2000 tahun. Ini terbukti dari tindakannya
yang berani yang membawa hasil sebagai berikut:
“ Nenek tidak pernah melihat makam jenderal Xue: dia tidak mempedulikan
perintah itu dan tidak hadir pada waktu upacara pemakaman. Berikutnya ang
terjadi adalah, manajer rumah gadai tidak datang lagi untuk menyerahkan uang
bulanan. Kira-kira satu minggu kemudian,orangtuanya menerima surat dari istri
Jenderal Xue. Kata-kat terakhir kakekku adalah: dia mengembalikan kebebasan
kepada Nenek. Keputusan itu tepat pada waktunya dan sungguh sangat melegakan.
Nenek hamper tidak percaya dengan keberuntungannya.”
Yu-fang memiliki anak dari pernikahannya dengan Jenderal Xue. Setelah bebas,
Yu-fang kembali menikah dengan Dr.Xia dan membesarkan anak yang bernama

Universitas Sumatera Utara

De-Hong bersama-sama. Seraya tumbuh dewasa, De-Hong menghabiskan masa
remaja ditengah pergolakan perang saudara dan perebutan kekuasaan antara
Kuomintang dan Komunis. Dia memilih menjadi anggota partai Komunis China
karena yakin akan cita-cita luhur mereka dank arena jatuh cinta pada seorang
komandan gerilya Komunis yang ditakuti. Dan ini terbukti dari kata-kata berikut:
“Sejak kedatangan tentara Komunis, Ibu tidak sabar ingin segera bergabung dan
bekerja untuk revolusi. Ibu merasa dirinya adalah bagian dari Komunis. Setelah
beberapa hari menunggu dengan tidak sabar, dia dihubungi seorang utusan Partai
yang memberitahu bahwa Ibu harus menghadap orang yang bertanggung jawab
atas gerakan kaum muda di Jinzhou, yaitu Kamerad Wang Yu.” (103:3)
Setelah menikah, mereka memiliki anak. Jung Chang (penulis novel) adalah anak
kedua. Ketika Jung Chang lahir, ayahnya menjadi Gubernur dan Ibunya menjadi
pejabat tinggi partai dengan segala kemudahandan hak-hak istimewa. Tahun demi
tahun berlalu, angin perubahan politik mulai bertiup dan tidak mereda dan
akhirnya menjadi badai yang memporakporandakan semua sendi kehidupan
rakyat China. Ayah terkenal sangat jujur namun ditahan, disiksa menjadi gila dan
dibuang ke kamp kerja paksa. Ibu dibuang ke kamp lain. Jung Chang dan
kakaknya harus mengalami re-edukasi sebagai petani di sebuah pedesaan terpencil
pegunungan Himalaya. Ketiga adik-adiknya tercerai-berai dan menjadi anggota
geng jalanan. Mereka diperintahkan untuk mengingkari orang tua namun mereka
bertahan agar tetap hormat dan sayang kepada orang tua.

4.2.3

Penokohan

Berikut ini dipaparkan mengenai analisis karakter yang dimiliki oleh
tokoh-tokoh utama pada novel ini.

Universitas Sumatera Utara

4.2.3.1 Tokoh Yu-fang
Berdasarkan cerita dalam novel, tokoh Yu-fang adalah tokoh yang protagonist
yang memiliki karakter sebagai berikut:
a. Hormat pada orang tua
Yu-fang memiliki rasa hormat yang dalam terhadap kedua orangtuanya. Meskipun
Ayahnya berniat untuk menjodohkannya kepada seorang Jenderal, sesuatu hal
yang tidak disukai oleh Yu-fang karena akan menjadi selir, namun ia tetap
melaksanakannya demi menghormati orang tuanya. Hal ini tergambar jelas pada
kutipan berikut ini:
“Nenekku baru tahu tentang rencana itu ketika ibunya mengatakannya beberapa
hari sebelum ia diambil. Nenek menunduk dan menangis. Dia tidak suka dijadikan
selir, tetapi ayahnya telah membuat keputusan dan seorang anak tidak boleh
menentang orangtuanya. Mempertanyakan keputusan orangtua dianggap ‘sikap
tidak menghormati orangtua’- dan sikap tidak menghormati orangtua sama saja
dengan berbuat durhaka. Di lain pihak, kalau dia menolak untuk mematuhi
ayahnya, penolakannya tidak akan dianggap sungguh-sungguh; sikapnya akan
dipahami sebagai pernyataan bahwa dia ingin tetap tinggal bersama orangtuanya.
Satu-satunya jalan untuk mengatakan tidak dan mendapat tanggapan serius adalah
dengan bunuh diri. Nenek menggigit bibir, tidak mengatakan apa-apa karena tak
ada yang bisa dikatakan. Bahkan mengatakan ‘ya’ bisa dianggap bukan sikap
wanita anggun atau dianggap sudah tidak sabar ingin segera meninggalkan
orangtuanya.” (12:3)
b. Setia
Walaupun tidak suka dijadikan selir oleh Jenderal Xue dan pernikahannya tidak
bahagia,

namun Yu-fang belajar untuk mulai mencintai suaminya. Sewaktu

Jenderal Xue mengatakan bahwa ia akan pergi, Nenek terus menantikan
kepulangannya dengan sabar. Ini tergambar dari kutipan dibawah ini:
“Enam tahun berlalu. Semula Nenek menerima beberapa pucuk surat, kemudian
tak ada kabar berita sama sekali. Tidak mampu menyalurkan energy dan hasrat
seksualnya, bahkan tidak mampu berjalan dengan langkah-langkah panjang
karena kedua kakinya diikat, Nenek menjadi malas dan mengurangi kegiatannya
mengatur rumah. Mula-mula dia berharap mendapat kabar dari suaminya. Dia
terus-menerus mengenangkan hidup perkawinannya yang singkat bersama sang

Universitas Sumatera Utara

Jenderal. Bahkan sikap pasrahnya- secara fisik maupun kejiwaan – sangat
dipengaruhi oleh nostalgia itu. Nenek sangat merindukan suaminya, meskipun
tahu dirinya hanya salah satu dari sekian banyak selir sang Jenderal yang mungkin
tersebar di seluruh China dank arena itu dia tidak pernah membayangkan akan
hidup bersama suaminya sampai akhir hayatnya. Bagaimanapun, dia tetap
merindukan suaminya, karena pria itu memberinya kesempatan untuk mengenyam
kehidupan seperti itu.” (18;2)
Kutipan lain yang mendukung karakter Yu-fang adalah ketika ia menikah kembali
dengan Dr.Xia.Suaminya membawa Yu-fang pergi dan memulai hidup yang baru
dengan keadaan yang jauh dari berlimpahnya kenyamanan. Namun Yu-fang tetap
setia kepada suaminya. Ini tergambar dari kutipan sebagai berikut:
“ Nenek belum pernah mengalami kemiskinan seperti itu, tetapi itu adalah masa
paling bahagia dalam hidupnya. Dr.Xia mencintainya daan putrinya selalu
bersamanya. Dia tidak lagi dipaksa menjalani ritus-ritus adat Manchu. Gubuk
kumuh itu selalu penuh tawa.” (44:4)
c. Berani
Yu-fang menyadari bahwa statusnya sebagai selir, masa depannya dan masa
depan anaknya tidak jelas, mungkin bahkan di ambang kehancuran. Sewaktu
Jenderal Xue meninggal, istri sah dari Jenderal akan berkuasa atas hidup dan
matinya. Maka, Yu-fang dengan berani melarikan diri dari tempat itu. Hal ini
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Nenek tak punya waktu untuk memeluk ibuku meski hanya sebentar – kecuali itu,
dia tidak ingin ibuku terbangun lalu menangis dan membuat para penjagawaspada.
Dia dan adiknya naik ke punggung kuda, sementara ibuki diikatkan ke punggung
salah seorang tukang kuda. Mereka kabur menembus malam.” (25:5)
d. Baik Hati
Setelah bebas dari Jenderal Xue, Yu-fang kembali menikah dengan Dr.xia. Ini
menjadi masalah baru bagi Yu-fang, karena keluarga Dr.Xia tidak menyetujui
pernikahan mereka. Dr. Xia sudah berusia 65 tahun dan memiliki tiga putra dan
seorang putri serta memiliki cucu. Mendengar ayahnya ingin menikah, putra

Universitas Sumatera Utara

sulung Dr. Xia menunjukkan aksi protes dengan bunuh diri. Setelah pindah ke
rumah Dr.Xia dan menjadi istri sah, Yu-fang selalu mendapatkan perlakuan yang
dingin dari semua anggota keluarga. Namun,Yu-fang membalasnya dengan
kebaikan. Ini tergambar dari kutipan berikut ini:
“ Nenek selalu bersikap ramah kepada keluarga suaminya, meskipun mereka
membalasnya dengan keangkuhan di balik sikap hormat yang harus mereka
tunjukkan. Bahkan menantu Dr.Xia yang dulu kawan sekolahnya selalu
menghindarinya. Kesadaran bahwa dia dianggap penyebab kematian kematian si
putra sulung menjadi beban batin yang berat bagi nenek.” (38:3)
4.2.3.2 Tokoh De-Hong
Tokoh De-Hong (Ibu) dalam cerita novel angsa-angsa liar juga merupakan tokoh
a. Cerdas
Sejak mulai masuk ke sekolah, De-Hong dikenal sebagai anak yang cerdas dan
suka belajar. Ini tergambar dari kutipan berikut ini:
“Lepas dari fakta bahwa dia bintang pelajar, yang membuatnya dipilihuntuk
menyerahkan karangan bunga kepada Permaisuri adalah karena setiap kali
mengisi formulir apapun Ibu selalu menulis “bangsa Manchu” – seperti Dr.Xia –
sebagai kebangsaannya, dan Manchukuo dianggap sebagai Negara merdeka milik
bangsa Manchu.” (52:1)
b. Percaya Diri
Sewaktu berusia 7 tahun, De-Hong mulai masuk sekolah. Pada saat itu,
pendidikan dikontrol ketat oleh Jepang. Sebagian besar guru pengajarnya adalah
orang jepang.pada tanggal 11 September 1939, ketika De-Hong duduk di kelas 2
sekolah dasar, Kaisar Manchukuo, Pu Yi, dan permaisurinya melakukan
kunjungan resmi ke Jinzhou. De-Hong terpilih sebagai pengantar bunga kepada
permaisuri karena dianggap percaya diri. Hal ini terbukti dari kutipan di bawah ini:
“Banyak orang berkumpul di dekat mimbar yang dihias meriah, semua membawa
bendera kertas kuning, warna Manchukuo. Ibu membawa karangan bunga besar.
Dia berdiri penuh percaya diri disamping drum-band dan tamu-tamu penting yang

Universitas Sumatera Utara

mengenakan jas. Seorang anak laki-laki yang sebaya dengannya berdiri kaku di
sebelahnya bunga besar yang akan diserahkan kepada kaisar Pu-Yi. Ketika Kaisar
dan Permaisuri tiba, drumb-band menyambut mereka dengan lagu kebangsaan
Manchukuo. Semua berdiri tegak member hormat. Ibu melangkah maju, menekuk
lutut member hormat dan dengan terampil menjaga karangan bunga itu tetap
tegak.” (51:3)
c. Pandai Menjaga Rahasia
Banyak terdengar kabar tentang apa yang diperbuat oleh Jepang terhadap rakyat
China. Orang China dipekerjakan sampai mati, desa-desa dibakar, dan banyak
tragedi tragis yang terjadi. Sepupu jauh Nenek (Yu-fang) yaitu Han-chen pada
saat itu selamat, dan mereka menyembunyikan di suatu kamar sempit di sudut
rumah yang paling dalam. Banyak polisi China sebenarnya anti Jepang. Namun
mereka menjalankan perintah Jepang untuk mengadakan pemeriksaan dan
mengadukan sesuatu yang merupakan pelanggaran hokum. De-Hong sangat
terampil menyembunyikan apa yang ia ketahui. Ini terbukti dari kutipan ini:
“ Waktu itu ibuku umur sebelas tahun. Meskipun orangtuanya tidak menceritakan
apa yang terjadi, dia tahu, dia tidak boleh bercerita pada siapapun tentang Hanchen yang disembunyikan di rumah mereka. Sejak kanak-kanak Ibu sudah belajar
menyimpan rahasia”. (60:1)
d. Baik Hati
Tersiar berita bahwa Amerika telah menjatuhkan dua bom atom di Jepang. Pada
tanggal 13 Agustus terdengar kabar bahwa Jepang memohon perdamaian. Penyiar
radio mengumumkan bahwa Kaisar Jepang, Pu Yi turun takhta, artinya kalah.
Murid- murid China yang dulu diperlakukan sangat kejam oleh Jepang, bebas
membalas dendam. Mereka memukuli guru-guru Jepang dengan sangat kejam.
Satu-satunya Guru Jepang yang sangat baik adalah Nyonya Tanaka, dan De-Hong
ingin menyelamatkan dia walaupun dia orang Jepang. Dan ini tergambar dari
kutipan ini:
“Ibu mengkhawatirkan Nona Tanaka, satu-satunya guru yang tidak pernah
menampar murid dan satu-satunya orang Jepang yang menunjukkan rasa sedih

Universitas Sumatera Utara

ketika teman sekolah Ibu dihukum mati. Dia minta izin kepada orangtuanya untuk
menyembunyikan guru itu dirumah.” (68:3)
e. Berani
Memasuki usia 15 tahun, tibalah bagi De-Hong untuk memikirkan mencari
pasangan. De-Hong sangat cerdas dan menawan sehingga banyak pria yang
datang untuk melamarnya. Namun, tak seorang pun dapat memikat hatinya.
Kemudian, ada seorang Perwira, kepala staf seorang Jenderal ingin melamarnya
dan mengancam jika menolak maka ia akan mengirim tandu untuk menjemput
paksa De-Hong. Tetapi De-Hong dengan berani membantah. Ini terlihat dari
kutipan berikut ini:
“Ibu mencuri dengar dari balik pintu ketika perwira itu mengajukan lamaran
kepada orangtuanya. Ibu menerobos masuk lalu terang-terangan berkata kepada
pria itu bahwa dia akan bunuh diri didalam tandu.” (73:4)

f. Keras Kepala
De-Hong berkenalan dengan Liu muda yang merupakan anak dari tuan Liu yang
adalah pemilik took paling kaya di Jinzhou. Setelah berkencan, De-Hong
mendapati bahwa Liu muda adalah pribadi yang sombong dan suka berjudi.
Akhirnya, De-Hong memutuskan hubungan dengannya. Pada saat yang sama
Tuan Liu tua meninggal mendadak. Disaat seperti itu, orangtua De-Hong
menasihatinya untuk tidak memutuskan Liu muda di situasi seperti ini. De-Hong
juga dirayu oleh keluarga Tuan Liu untuk tetap menikah dengan Liu muda.
Namun, De-Hong tetap pada keputusannya. Ini terlihat dari kutipan ini:
“Keluarga Liu sangat marah pada Ibu, demikian pula Dr.Xia dan Nenek. Berharihari mereka mengemukakan alasan, membujuk, merayu, membentak, bahkan
menangis, tapi tak berhasil. Akhirnya, untuk pertama kali sejak memukul Ibuku –
waktu dia masih kanak-kanak – karena duduk di kang, Dr.Xia murka dan
berteriak marah pada Ibu, “Kelakuanmu sungguh mempermalukan nama keluarga

Universitas Sumatera Utara

Xia. Aku tidak sudi punya anak perempuan seperti kamu!” Ibu berdiri dan
membalas dengan tajam, “Baiklah kalau begitu! Engkau takkan punya anak
perempuan seperti aku! Aku pergi!” Dia bergegas keluar dari ruangan, mengemasi
barang-barangnya, lalu kabur dari rumah.” (78:3)
4.2.3.3 Tokoh Jung Chang
Karakter Jung Chang dalam cerita Angsa-Angsa Liar adalah sebagai berikut:
a. Cerdas
Sewaktu Jung Chang berumur 6 tahun, orangtuanya memasukkannya ke sekolah
dasar. Menurut peraturan, setiap sekolah hanya boleh menerima anak yang berusia
7 tahun karena jumlah sekolah yang kurang. Namun, ketika diwawancara oleh
oihak sekolah, Jung Chang lulus test. Ini terbukti dari kutipan berikut ini:
“Kepandaianku mendeklamasikan puisi-puisi klasik dan tulisan kanjiku yang rapi
meyakinkan pimpinan sekolah bahwa aku sudah cukup pandai. Setelah dinyatakan
lulus tes masuk oleh kepala sekolah dan rekan-rekannya, aku diterima sebagai
murid khusus. Orangtuaku sangat bangga akan diriku. Banyak anak teman-teman
sejawat mereka yang ditolak oleh sekolah itu”.
Dan kepintaran Jung Chang juga terlihat dari kutipan ini:
“ Ada dua kertas ujian. Aku mendapat nilai 100 untuk matematika dan – tidak
seperti biasa – 100 plus untuk bahasa China”.
a. Memiliki Jati Diri
Karena pintar di dalam kelas, beberapa teman sekelasnya tidak menyukainya.
Namun, bagi Jung Chang tidak merasa itu sebuah masalah. Ini terlihat dari
kutipan berikut ini:
“Setiap minggu ada ulangan dan hasilnya ditempelkan di papan. Aku selalu juara
kelas dan itu membuat teman-teman yang urutannya dibawahku menjadi kurang
senang. Mereka kadang mengutarakan ketidaksenangan itu dengan menyebutku
‘seribu keping emas yang tidak berharga’ (qian-jin xiao-jie), memasukkan kodok
ke laci mejaku, dan mengikatkan ujung kepang rambutku ke sandaran kursi.
Mereka bilang aku tak punya ‘semangat kebersamaan’ dan suka meremehkan
teman-temanku. Aku tidak terlalu peduli; aku suka menjadi diriku sendiri.”

Universitas Sumatera Utara

b. Belajar Bersyukur
Sebagai anak dari Pejabat, Jung Chang memiliki kehidupan yang lebih beruntung.
Bisa mendapatkan berbagai fasilitas, seperti rumah, makanan, pakaian, dan
sekolah di tempas yang berkelas, Jung Chang bisa menjadi sombong seperti
teman-temannya yang memiliki fasilitas yang sama. Tetapi Jung Chang mau
mendengarkan nasihat untuk belajar mensyukuri. Ini tergambar dari kata-kata
dibawah ini:
“Sering kali jika orang dewasa menghendaki kamu menerima sesuatu, mereka
berkata bahwa orang-orang di dunia Barat menginginkan itu tetapi tidak bisa
memperolehnya dan karena itu kami harus mensyukuri keberuntungan kami.
Otomatis, caraku berpikir pun sperti itu. Ketika aku melihat kawan sekelasku
mengenakan jas hujan merah jambu yang tembus pandang dan belum pernah
kulihat, aku berpikir alangkah bagusnya kalau aku bisa menukar payungku yang
terbuat dari kertas berlapis lilin dengan jas hujan seperti itu. Tetapi, aku langsung
menghukum diriku sendiri karena punya pikiran ‘borjuis’ seperti itu, lalu aku
menulis di buku harianku: “Bayangkan anak-anak didunia kapitalis, berpikir
payung pun tak bisa”.
c. Bijaksana
Dibanding dengan saudara-saudaranya, Jung Chang dikenal sebagai anak yang
lebih baik dan bijaksana. Ini tergambar dari kutipan dibawah ini:
“Karakterku sangat berbeda. Orang bilang aku lebih bijaksana dan lebih perasa
(dong-shi) walaupun usiaku masih sangat muda. Orangtuaku tidak pernah
memukulku atau mengeluarkan kata-kata kasar kepadaku. Bahkan kritik mereka –
yang sesunguhnya amat jarang – disampaikan dengan kata-kata yang sangat halus,
seakan-akan aku sudah dewasa dan hatiku mudah terluka. Mereka sangat
menyayangiku, terutama Ayah, yang selalu mengajakku berjalan-jalan sesudah
makan malam dan sering membawaku mengunjungi teman-temannya”.
d. Rendah Hati
Mengajarkan hal-hal baik adalah penting ditanamkan untuk anak sejak dini. Dan
itulah yang dilakukan Orangtua Jung-Chang. Mereka mengajarkan walaupun
mereka hidup serba ada, namun tidak boleh mengganggap diri lebih hebat dari
yang lain. Sehingga inilah yang tertanam dalam diri Jung-Chang. Ini tergambar

Universitas Sumatera Utara

dari kutipan dibawah ini:
“Ayah sering sekali mengulang-ulang nasihatnya hingga aku tumbuhdengan
perasaan malu karena hak-hak istimewa yang melekat pada diriku. Kadangkadang anak-anak laki-laki dari kompleks kami berdiri di balkon mereka dan
menirukan lagu yang diyanyikan anak-anak penjaja obat nyamuk. Aku merasa
malu ketika mereka berbuat begitu. Jika bepergian bersama Ayah naik mobilnya,
aku selalu malu jika klakson dibunyikan ketika mobil menembus kerumunan
orang banyak. Kalau orang-orang itu memandangi mobil kami, aku memerosotkan
badanku, menghindari tatapan mereka”.
e. Suka Mengkritik Diri
Pemerintahan Mao banyak menekankan peraturan-peraturan yang tidak masuk
akal. Sebagai contoh, Mao pernah beberapa kali menganjurkan agar bunga dan
rumput dibuang dan diganti dengan kubis dan kapas. Orang sangat menyanyangi
tanaman mereka yang indah, namun peraturan harus tetap dijalankan. Jung-Chang
menekan dirinya dan berusaha menerima peraturannya, ini terlihat dari kutipan
dibawah ini:
“Aku sangat sedih melihat tanaman-tanaman yang indah dimusnahkan. Tetapi aku
tidak dendam pada Mao. Sebaliknya, aku benci diriku sendiri karena merasa
kasihan pada tanaman. Ketika itu aku sudah biasa kritik-diri dan otomatis selalu
menyalahkan diri sendiri karena perasaan yang menentang intruksi Mao.
Sesungguhnya, perasaan seperti itu dengan orang lain. Aku terpaksa menekan
perasaan itu dan memaksa diriku untuk berpikir benar. Selama itu, aku hidup
engan terus-menerus menyalahkan diri sendiri”.
f. Hormat pada orang yang lebih tua
Ketika lingkungan dipenuhi banyak anak muda yang menunjukkan hidup serba
bebas dan memiliki etika moral yang rendah, Jung Chang tampil beda. Dibesarkan
oleh orangtua yang menanamkan pentingya bersikap hormat pada orang yang
lebih tua. Bertentangan dengan peraturan Pengawal Merah, yang mengharuskan
setiap orang yang masuk sebagai anggota, harus memiliki sikap yang garang. Jung
Chang lebih dominan terhadap ajaran orangtuanya yang telah mendidiknya sejak

Universitas Sumatera Utara

dini dan sudah mendarah daging. Ini terlihat dari kutipan berikut ini:
“Aku dibesarkan dengan ajaran selalu bersikap hormat dan sopan kepada orang
yang lebih tua dariku, tetapi sekarang, menjadi seorang revolusioner berarti
bersikap agresif dan militan. Sikap lemah lembut dianggap ‘sikap borjuis.’ Aku
berulang kali dikritik karena sikapku, dan itu pula yang menjadi satu-satunya
alasan mengapa aku tidak diterima menjadi anggota Pengawal Merah.”
g. Berperasaan
Kebrutalan semakin meluas. Setiap orang harus bergabung dalam aksi-aksi
revolusioner. Jung-Chang dipanggil oleh Pengawal Merah untuk mengikuti
pertemuan pengecaman. Terlihat pemandangan yang mengerikan dimana para
guru di sekolahnya ditendang dan dipaksa berlutut. Mereka dituduh melakukan
tindak kejahatan yang tidak masuk akal. Sejumlah murid yang memiliki dendam
terhadap guru yang pernah memarahi mereka. Jung-Chang adalah murid
kesayangan

karena kecerdasannya didalam kelas. Ketika guru-guru dipukuli,

Jung-Chang tidak mau ikut dalam aksi tersebut. Ini tergambar dari kutipan
dibawah ini:
“Ketika pemukulan dimulai, aku bersembunyi di belakang murid-murid yang
mengelilingi guru itu dikantor yang sempit. Beberapa teman sekelasku
mendorongku maju ke depan dan menyuruhku ikut memukuli guruku. Aku tidak
menghiraukan mereka.”

4.2.3.4 Karakter Mao
Ketua Pengawal Merah yaitu Mao memiliki karakter sebagai berikut:
a. Sombong
Mao sebagai ketua Pengawal Merah memiliki impian yang luar biasa yaitu ingin
mengubah China menjadi kekuatan modern kelas satu di mata dunia. Mao
mengusulkan untuk meningkatkan ekonomi dan tidak memedulikan kenyataan
seberapa sulit itu diwujudkan. Salah satu cara yang Mao pikirkan yaitu

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan produksi baja dua kali lipat dalam waktu satu tahun. Bukannya
mengembangkan industri baja secara benar dengan mempekerjakan tenaga-tenaga
ahli, Mao memutuskan mengerahkan seluruh rakyat untuk berpatisipasi.
Keinginannya tidak sesuai dengan tindakannya dan menyebabkan kesombongan
di dalam dirinya. Ini terlihat dari kutipan dibawah ini:
“Mao berkata kepada Duta Besar Finlandia, “Walaupun Amerika Serikat punya
lebih banyak bom atom yang kekuatannya lebih dahsyat dan mereka
menjatuhkannya di China hingga meninggalkan lubang raksasa di bumi, atau
meledakkan bumi ini hingga hancur berkeping-keping hingga menimbulkan
dampak besar dalam system tata surya, semua itu tidak ada artinya di tataran alam
semesta.”
b. Tidak Dapat Menerima Kritik
Sebagai orang pertama di tiongkok, Kaisar Mao banyak membuat peraturan.
Tetapi beberapa peraturan yang Ia ciptakan memicu perpecahan serius di jajaran
pimpinan dan masyarakat. Suara-suara yang menyerukan ketidakpuasan semakin
keras, membuat Partai merasa perlu mengadakan konferensi khusus. Konferensi
itu dilangsungkan di akhir bulan juni 1959 di Lushan, sebuah resor pegunungan di
kawasan China Tengah. Dalam konferensi itu Menteri Pertahanan, Marsekal Peng
Dehuai, menulis surat kepada Mao untuk mengkritik apa yang terjadi dalam
lompatan besar ke depan dan merekomendasikan pendekatan realistis di bidang
ekonomi. Menteri Pertahanan adalah orang yang dekat dengan Mao dan isi surat
tersebut disampaikan dengan cara yang lunak. Namun Mao tidak terima kritik. Ini
tergambar dari kutipan ini:
“Meskipun Peng kameradnya yang paling tua dan termasuk orang yang paling
dekat dengannya, Mao tetap tidak bisa menerima kritik sehalus apa pun, terutama
jika dia merasa harus membela diri karena sadar dirinya bersalah. Menggunakan
kata-kata pembelan diri sebagai senjata, Mao menyebut surat itu sebagai ‘bom
yang dirancang untuk menghancurkan Lushan’. Mao yang keras kepala menguluulu konferensi itu sampai satu bulan lebih dan menyerang Marsekal Peng dengan
kata-kata pedas. Peng dan beberapa orang yang terbuka berani mendukungnya

Universitas Sumatera Utara

dicap sebagai ‘orang kanan yang oportunis’. Peng dipecat dari jabatannya sebagai
Menteri Pertahanan, dihukum tahanan rumah, kemudian dikirim ke Sichuan untuk
dipensiun dini sebagai pejabat rendah.”
c. Tidak Boleh Ditentang
Kritik yang dikeluarkan oleh Menteri Pertahanan mengakibatkan beberapa pihak
keheranan. Beberapa yang mengetahui isi kritik dalam surat dari Menteri
Pertahanan, mendukung isi dari surat tersebut. Namun, bagi siapapun yang
mendukung akan dianggap melawan Mao dan bisa berakibat fatal. Apapun yang
telah dikeluarkan oleh Mao tidak dapat digantikan. Karakter Mao ini tergambar
dari paragraf ini:
“Pembersihan ‘orang kanan yang oportunis’ sekali lagi mengguncang Partai
karena banyak pejabat tinggi yang sependapat dengan Peng. Pelajaran yang dapat
ditarik adalah: kekuasaan Mao tidak boleh ditentang walaupun jelas-jelas dia
bersalah. Para pejabat itu bisa melihat bahwa setinggi apapun kedudukannya
(Peng adalah Menteri Pertahanan), atau seistimewa apapun kedudukannya (Peng
adalah orang kepercayaan Mao), kalau berani menentang Mao bisa dipecat dan
dipermalukan. Mereka juga tahu bahwa orang tidak bisa mengemukakan pikiran
dan mengajukan pengunduran diri – secara diam-diam pun tidak bisa – karena
mengundurkan diri dianggap sebagai protes dan protes dinyatakan dilarang. Tak
ada pilihan lain. Mulut anggota Partai dan mulut rakyat terkunci rapat.” (249:3)
d. Mendewakan Diri
Banyak penderitaan

yang terjadi selama kekuasaan Mao berlangsung.

Mengganggap bahwa diri berhasil mengendalikan beberapa kasus, kini Mao
menabur benih untuk mendewakan dirinya. Selama dua ribu tahun, China
mempunyai sosok kaisar yang menjadi penguasa negeri sekaligus pemimpin
spiritual. Perasaan religius yang oleh orang-orang di bagian dunia lain ditunjukkan
kepada Tuhan, di China ditujukan kepada Kaisar. Ratusan juta masyarkat ini
mulai terpengaruh dengan tradisi ini. Ini tergambar dari kutipan dibawah ini:
“Mao membuat dirinya semakin setara dengan dewa karena dia menyelubungi
dirinya dengan misteri. Dia selalu tampil menjaga jarak, jauh dan tak tersentuh

Universitas Sumatera Utara

oleh manusia. Dia selalu menghindari radio dan tak pernah tampil di televise.
Hanya sedikit orang, selain staf istananya, yang pernah bertemu muka dengan dia.
Bahkan rekan-rekan sejawatnya di jajaran pejabat tinggi hanya bisa bertemu
dengannya dalam pertemuan-pertemuan formal.”
e. Pendendam
Sekalipun telah menyebabkan banyak kehancuran, Mao masih tetap pemimpin
tertinngi di China yang dipuja-puja rakyat. Tetapi karena kaum pragmatis yang
menjalankan pemerintahan, maka ada sedikit kelonggaran di bidang sastra dan
seni. Namun Mao merasa diserang dan ia menggangtungkan harapannya pada
istrinya, Jiang-Qing, mantan aktris tahun 1930-an. Mao menyimpulkan bahwa
tema sejarah menyindir pemerintahan Mao. Tahun 1964, Mao menyusun daftar
yang berisi tiga puluh Sembilan orang yang terlibat di bidang sastra dan seni.
Mereka dicurigai sebagai ‘pejabat borjuis reaksioner’. Beberapa pejabat yang
melihat aksi Mao yang berlebihan yaitu sikap pendewaan terhadap dirinya
prihatin. Mereka sadar mereka tidak dapat menentang Mao. Namun Mao mulai
mencurigai beberapa pejabat yang menentang dan mencari bukti kebenaran
tentang para pejabat yang tidak menyetujui keputusannya. Komite Partai di
Peking, di mana Wu Han adalah wakil walikota, dan Departemen Urusan
Masyarakat Tingkat Pusat, menentang Mao. Lalu, Mao tidak terima. Ini tergambar
dari kutipan dibawah ini:
“Mao merasa terancam. Dia merasa dirinya seperti stalin yang dihujat oleh
Khruschev ketika masih hidup. Dia merencanakan serangan preemptif dan
menumpas orang yang dianggapnya sebagai ‘Khruschev China’, yaitu Liu Shaoqi
dan Deng, temannya, serta semua pengikut mereka di dalam partai.” (305:3)
4.2.4

Latar (Setting)

Dalam novel Angsa-Angsa Liar ada beberapa settinh yang menjadi tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam novel tersebut, yaitu: kota

Universitas Sumatera Utara

kelahiran Jung-Chang (Nenek) yaitu Yixian, di barat daya Manchuria. Kemudian
setting berada di kota Lulong, Jinzhou, Yibin, Sichuan, Chengdu, dan Peking.
Berikut adalah pemaparan mengenai tempat terjadinya peristiwa dalam novel
Angsa-Angsa Liar:
“Seperti banyak di kota China, Yixian dibangun seperti benteng, Kota itu
dikekelilingi tembok setinggi tiga puluh kaki dan setebal dua belas kaki yang
dibangun pada zaman Dinasti tang (618-907M).”
Yu-Fang menikah dengan Jenderal Xue dan tinggal di Istana megah. Status
sebagai selir, memiliki lebih sedikit hak di dalam istana. Walaupun tidak
kekurangan uang, hidup terasa sepi. Jenderal Xue pergi tanap pemberitahuan
selama 6 tahun. Sebenarnya Sang Jenderal tidak pergi Jauh. Dia hanya menikmati
hidup tenag sebagai pensiunan pembesar di Lulong. Dia mengajak Yu-Fang untuk
tinggal bersamanya di Lulong. Ini tergambar dari kutipan dibawah ini:
“Kujungan Jenderal Xue tidak berlangsung lama. Sama seperti sebelumnya,
beberapa hari kemudian dia berkata bahwa dia akan pergi. Malam sebelum
kepergiannya,dia meminta Nenek untuk hidup bersamanya di Lulong.” (19:2)
Jenderal Xue wafat, dan Yu-Fang kembali menikah dengan Dr. Xia. Namun,
pernikahan mereka mendapat tentangan keras dari anak-anak Dr.Xia. Sehingga
mereka memutuskan untu pindah ke Jinzhou. Ini tergambar dari kutipan dibawah
ini:
“Tak lama setelah peristiwa itu, Dr.Xia mulai sering bepergian.sekali bepergian
sampai beberapa hari. Dia pergi ke ibu kota provinsi,Jinzhou, kira-kira dua puluh
lima mil kea rah selatan, untuk mencari pekerjaan. Suasana dalam keluarga tidak
tertahankan lagi dan kecelakaan yang menimpa Ibu, bisa berakibat fatal,
membuatnya mengambil keputusan untuk pindah.” (42:1)
Yu-Fang memiliki anak dari pernikahannya dengan Jenderal Xue. Anak ini
dibesarkan bersama oleh Yu-Fang dan Dr.Xia. De-Hong bertumbuh dewasa dan
masuk ke dalam Partai Pemerintahan. Akhirnya bertemu dengan Wang Yu,

Universitas Sumatera Utara

seorang pemuda anggota Pemerintahan. Mereka memutuskan untuk menikah.
Tetapi, De-Hong merasa bahwa kesetiaan Wang Yu hanya ditujukan untuk
membela Partai. Namun Ia menyadari bahwa sulit bagi suaminya untuk
membelanya secara terbuka. De-Hong lama-kelamaan tidak tahan untuk menetap
di Jinzhou. Pada tahun 1949, ia meminta kepada suaminya untuk pindah
meninggalkan Jinzhou menuju Yibin. Ini tergambar dari kutipan dibawah ini:
“Ibu menilai Jinzhou kota yang tidak menyenangkan. Dia berkata pada Ayah
bahwa dia ingin meninggalkan kota itu secepat mungkin. Ayah setuju, meskipun
sebenarnya dia akan mendapat promosi. Dia mengajukan permohonan kepada
komite Partai Kota, minta dipindahkan dengan alasan ingin kembali ke kampong
halamannya, Yibin.” (142:1)
De-Hong menjadi anggota penuh Partai bersama Nyonya Ting, yang tidak
mempunyai rasa takut kepada siapapun karena suaminya cukup berkuasa.
Suaminya,Wang Yu menjadi Gubernur di Yibin. Namun, suatu hari Nyonya Ting
ingin merayu Wang Yu. Wang Yu langsung menolaknya. Tetapi ia sadar bahwa
Nyonya Ting dapat membalas dendam sehingga ia memutuskan untuk
meninggalkan Yibin selamanya. Rencananya untuk pindah diberitahu kepada
istrinya De-Hong. Awalnya De-Hong sulit memercayai alasan untuk pindah.
Namun, ia memikirkan dengan sangat dalam apa yang akan terjadi jika mereka
berada terus di Yibin. Akhirnya pada tahun 1953 mereka pindah ke Chengdu, ibu
kota Sichuan. Ini tergambar dari kutipan berikut:
“Ketika kereta api mendekati Chengdu di senja hari, semangat Ibu telah kembali.
Dia merasa siap menghadapi hidup baru di kota itu. Dia telah banyak mendengar
tentang Chengdu, yang pernah menjadi ibu kota kerajaan kuno dan terkenal
dengan sebutan ‘Kota Sutra’ karena kain halus indah yang diproduksi di situ.
Chengdu juga dinamakan ‘Kota Kembang Sepatu’ yang konon mengubur kota itu
dengan berjuta-juta mahkota bunganya setelah badai musim panas.” ( 202:4)
Jung Chang bertumbuh remaja di Chengdu. Namun, pada tahun 1969, satu per
satu dari mereka dibuang keluar Chengdu. Bersama jutaan penduduk di kota

Universitas Sumatera Utara

lainnya, di buang ke pedesaan yang jauh dari kawasan Sichuan yang masih liar.
Menurut pidato Mao, mereka dikirim ke pedesaan untuk direformasi. Mao
menganjurkan ‘reformasi pikiran lewat kerja paksa’ bagi setiap orang. Orang
pertama yang dibuang adalah Wang Yu (Ayah) ke Distrik Miyi, di wilayah
Xichang, di lereng timur Pegunungan Himalaya – daerah yang sangat terpencil.
Murid sekolah menengah di Chengdu juga dikirim ke desa-desa. Mereka harus
tinggal bersama para petani untuk dididik kembali oleh mereka. Jung-Chang juga
dikirim ke tempat yang terpencil dan berat medannya yaitu Ningnan. Tergambar
dari kutipan dibawah ini:
“Demikianlah aku pergi ke Ningnan. Aku tidak punya pengalaman sama sekali
dalam hal kerja fisik dan sedikit pun tidak mengerti apa artinya. Aku
membayangkan lingkungan yang tenang tanpa intrik politik. Seorang petugas
pemereintah datang dari Ningnan untuk berpidato di depan kami. Dia
menggambarkan iklim subtropik dengan langitnya yang biru cerah, kembang
sepatu merah besar, pisang sepanjang satu kaki, dan Sungai Pasir Emas – yaitu
hulu Sungai Yangtze – yang berkilau di bawah sinar matahari dan beriak-riak kecil
dihembus angin sepoi-spoe.” ( 439:1)
Yu-Fang (Nenek) sakit. Jung Chang harus kembali ke Chengdu selama 2 bulan
untuk merawat Nenek. Namun harus segera kembali ke Ningnan untuk
melanjutkan pekerjaannya. Terdengar berita bahwa Nenek meninggal. Sebelum
kematiannya, Nenek selalu mencemaskan masa depan cucu-cucu-Nya. Dua bulan
setelah kematian Yu-Fang, Jung Chang memutuskan untuk kembali tinggal di
Chengdu bersama Nana dan kakaknya, Xiao Hong, karena seorang ‘kerabat’
anggota komune di situ mau menampung mereka. Mereka harus sudah ditampung
di sebuah komune sebelum akhir panen musin gugur, kalau tidak mereka tidak
makan karena jatah mereka habis dari pemerintah. Sementara itu, keluarga Jung
Chang tercerai-berai. Pada tanggal 17 Oktober 1969, Lin Biao mengumumkan
seluruh negeri dalam keadaan darurat perang. Keadaan itu di manfaatkan sebagai

Universitas Sumatera Utara

dalih untuk menyamarkan peperangan yang meletus di perbatasan dengan Uni
Soviet. Komite Revolusi menggunakan kesempatan itu untuk mempercepat