Pengaruh Penambahan Kitosan Nano Gel Terhadap Sifat Mekanis dan Stabilitas Warna Bahan Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

29

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Akrilik
Pada tahun 1937 polimer poly(methyl methacrylate) diperkenalkan sebagai
bahan dasar gigi tiruan. Sebelumnya, bahan-bahan seperti vulcanite, nitroselulosa,
fenol formaldehida, plastik vinil, dan porselen digunakan untuk basis gigi tiruan.
Resin akrilik diterima dengan baik oleh profesi dokter gigi pada tahun 1946, 98% dari
semua basis gigi tiruan yang dibuat dari polimer metil metakrilat atau kopolimer.
Polimer akrilik memiliki berbagai kegunaan dalam restoratif kedokteran gigi yaitu
sebagai basis gigi tiruan, gigi tiruan, bahan perbaikan gigi tiruan, impression trays,
restorasi sementara, dan peralatan cacat tulang maksilofasial (Powers, 2006).
2.2 Jenis – Jenis Resin Akrilik
Menurut Anusavice (2013) ada tiga tipe resin akrlik yaitu:
a. Resin akrilik polimerisasi panas (Heat-Activated Denture Base Resin)
b. Hampir semua pembuatan basis gigi tiruan menggunakan bahan ini. Bahan
ini membutuhkan energi panas (pemanasan) untuk polimerisasi. Pemanasan bahan
tersebut dapat menggunakan water bath atau microwave oven.
c. Resin akrilik aktivasi kimia (Chemical-Activated Denture Base Resin)

d. Chemical-activated dapat digunakan untuk menginduksi polimerisasi basis
gigi tiruan. Aktivasi secara kimia dan tidak memerlukan penerapan energi panas.
Karena itu, dapat dilakukan pada suhu kamar. Sehingga, chemical-activated sering
disebut sebagai self-curing cold-curing, atau resin autopolymerization.
e. Resin akrilik aktivasi sinar (Light-Activated Denture Base Resin)
f. Bahan ini telah digambarkan sebagai resin-based composites karena
memiliki matriks uretan dimetakrilat, silika microfine, dan high-molecular-weight
monomer resin akrilik. Butiran – butiran resin akrilik termasuk sebagai bahan pengisi
organik.

Universitas Sumatera Utara

30

2.3 Resin Akrilik Polimerisasi Panas
2.3.1 Komposisi Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Resin akrilik disusun oleh 2 komposisi utama yang terdiri dari bubuk (powder)
dan cairan (liquid). (Powers, 2006; Richard, 2008; Anusavice, 2013).
a. Bubuk (powder) mengandung:


− Polimer (polimetilmetakrilat): sebagai unsur yang utama.

− Benzoil peroksida: dalam jumlah yang kecil (0,5-1,5 %), sebagai inisiator

yang bertanggung jawab untuk memulai proses polimerisasi.

− Pewarna (pigment): dalam partikel polimer yang dapat disesuaikan dengan

jaringan mulut, seperti cadmium sulfide, cadmium selenide, mercuri sulfide atau
ferric oxide.
b. Cairan (liquid) mengandung:

− Monomer (metilmetakrilat): merupakan cairan utama.
− Stabilisator:

sejumlah

kecil

(0,006%)


hydroquinone.

Hydroquinone

ditambahkan sebagai inhibitor, yang mencegah polimerisasi yang tidak diinginkan
atau pengaturan cairan selama penyimpanan. Inhibitor juga merupakan retarde saat
proses kuring dan dengan demikian akan meningkatkan waktu kerjanya (working
time).

− Cross linking agent: glikol dimethacrilate, dapat dimasukkan ke dalam rantai

polimer karena bermanfaat membantu penyambungan dua molekul polimer sehingga
rantai menjadi panjang dan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan resin akrilik.
− Plasticizer: dibutyl phthalate, yang berguna agar hasil akhir lebih lunak.
2.3.2 Reaksi Polimerisasi Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Polimerisasi adalah suatu proses bereaksinya molekul monomer menjadi
polimer, baik dengan reaksi tambahan ataupun dengan reaksi kondensasi (McCabe,
2008). Proses polimerisasi dapat dicapai dengan menggunakan panas dan tekanan dan
dapat dilihat pada Gambar 2.1


Universitas Sumatera Utara

31

Gambar 2.1 Reaksi Polimerisasi Resin Akrilik Polimerisasi Panas (Anusavice, 2013)

2.3.3 Manipulasi (pencampuran) Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Resin akrilik polimerisasi panas umumnya diproses dalam sebuah kuvet dengan
menggunakan teknik compression-moulding (Anusavice, 2013). Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan saat manipulasi resin akrilik polimerisasi panas yaitu:
(Anusavice, 2013).
a. Perbandingan polimer dan monomer
Pencampuran bubuk dan cairan menggunakan perbandingan volume 3:1 atau
2:1 berdasarkan berat.
b. Pencampuran
Pengisian Setelah pencampuran antara bubuk dan cairan dilakukan dengan
perbandingan yang tepat, maka campuran atau adonan akan mengalami 5 tahapan
yaitu:


− Tahap Pertama (sandy): pada tahap ini hanya sedikit terjadi interaksi. Polymer

beads tetap tidak berubah, dan konsistensi campuran dapat digambarkan sebagai
kasar (grainy).

Universitas Sumatera Utara

32

− Tahap Kedua (stringy): terjadi penetrasi monomer sehingga polimer meresap
ke dalam monomer. Pada tahapan ini terbentuk massa yang lengket dan berserabut
bila ditarik.

− Tahap Ketiga (doughlike): pada tahap ini polimer telah jenuh di dalam

monomer. Dimana terbentuk massa yang lebih halus dan seperti adonan (dough and
gel stage), tidak melekat di permukaan, sehingga mudah dibentuk tanpa melekat dan
tanpa berserabut. Pada tahap ini massa dapat dimasukkan ke dalam mould.

− Tahap Keempat (rubbery): pada tahap ini monomer sudah tidak ada lagi.


Massa menjadi lebih kohesif dan rubber-like sehingga bahan menjadi tidak plastis
lagi dan tidak dapat dimasukkan ke dalam mould (rubbery hard).

− Tahap Kelima (stiff): pada tahap ini campuran menjadi kaku. Ini dapat

dikaitkan dengan penguapan terus monomer yang tidak bereaksi. Secara klinis,
campuran muncul sangat kering dan tahan terhadap deformasi mekanik.
c. Pengisian Resin Akrillik ke Dalam Mold (cetakan)
Setelah polimer dan monomer yang dicampur di dalam pot akrilik dengan
perbandingan 23 g : 10 ml mencapai fase dough-stage, kemudian adonan di
masukkan ke dalam mold dan ditutup denngan selopan sheet dan dilakukan
pengepresan pertama dengan tekanan 1000 psi kemudian dibuka dan sisa resin arilik
yang berlebih dibuang dengan lekron, kemudian dilakukan press terakhir dengan
tekanan 1200 psi, lalu kuvet dikunci.
d. Kuring (penggodokan) Resin Akrilik
Kuvet dipanaskan dengan menggunakan waterbath pada suhu 74oC selama 120
menit dan dilanjutkan dengan suhu 100oC selama 60 menit (Anusavice, 2013).
e. Pendinginan Kuvet
Setelah dilakukan pemanasan, kuvet dikeluarkan dari dalam waterbath dan

dibiarkan selama 30 menit untuk proses pendinginan. (Anusavice, 2013).

Universitas Sumatera Utara

33

2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Resin Akrilik Polimerisasi Panas
(Manapallil, 2003; Richard, 2008; Anusavice, 2013)
Kelebihan resin akrilik polimerisasi panas adalah:
a. Tidak beracun
b. Dimensional stability baik
c. Tidak larut dalam air dan cairan mulut
d. Stabilitas warna baik
e. Mudah dimanipulasi dan mudah di proses
f. Estetis baik
g. Biokompatibbilitas baik
Kekurangan resin akrilik polimerisai panas:
a. Kekuatan rendah, dengan nilai compressive strength 75 Mpa
b. Impact strength rendah
c. Kekerasan rendah, 18-20 KHN

d. Dapat menyerap air
e. Tidak tahan terhadap abrasi
f. Konduktivitas termal rendah
g. Kekuatan transversal rendah

2.3.5 Sifat Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Resin akrilik polimerisasi panas memiliki sifat mekanis, sifat khemis, sifat fisis
dan sifat biologis. Sifat mekanisnya antara lain, kekuatan impak, kekuatan transversal
(flexural strength), kekuatan fatique dan compressive strength. Sifat khemis yaitu
stabilitas warna dan penyerapan air. Sifat fisisnya antara lain koefisien termal, dan
konduktivitas termal, kekasaran permukaan, porositas dan stabilitas dimensi,
sedangkan sifat biologis anatara lain, biokompatibel dan kolonialisasi bakteri.

Universitas Sumatera Utara

34

2.3.5.1 Sifat Mekanis Resin Akrilik
a) Kekuatan Impak
Kekuatan impak adalah ukuran energi yang diabsorpsi sebuah benda ketika

benda tersebut patah akibat terjatuh secara tiba-tiba. Resin akrilik harus memiliki
kekuatan impak yang tinggi untuk mencegah terjadinya patahan tersebut. Satuan nilai
kekuatan impak dalam joule, J (1j=1nm). Kekuatan impak gigi tiruan berbahan resin
berkisar antara 0,26 J untuk gigi tiruan resin akrilik konvensional dan 0,58 J untuk
rubber-modified acrylic resin. Kekuatan impak yang diperlukan resin akrilik
polimerisasi panas sebagai bahan basis gigi tiruan berkisar antara 0,98 sampai 1,27 J
(Powers, 2006; Anusavice, 2013).
Rumus kekuatan impak yaitu:
A
Kekuatan impak =
Dimana:

XxY

A = Energi (joule)
X = Tebal Sampel (mm)
Y = Lebar Sampel (mm)
Pengukuran kekuatan impak dilakukan dengan menggunakan ukuran sampel
tertentu yang diletakkan pada alat penguji kekuatan impak yang mempunyai lengan
pemukul yang dapat diayun dengan pendulum di ujungnya. Pengukuran kekuatan

impak ini dapat dilakukan dengan menggunakan dua tipe alat yaitu Izod dan Charpy.
Pada alat penguji Izod sampel dijepit secara vertikal pada salah satu ujungnya,
sedangkan pada alat charpy kedua ujung sampel diletakkan secara horizontal dapat
dilihat pada gambar dibawah ini. (Powers, 2006; Noort, 2008; Anusavice, 2013).

Universitas Sumatera Utara

35

Gambar 2.2 Sketsa alat uji kekuatan impak
(Smartway2study, 2015)

b) Kekuatan Transversal
Kekuatan transversal disebut juga flexural strength dan modulus of ruptured
yang pada dasarnya adalah sebuah tes kekuatan sebuah bar yang didukung pada
setiap disk atau disk tipis, didukung bersama dukungan lingkaran yang lebih rendah
di bawah beban statis. Dimensi spesimen khas minimum dengan rentang panjang 20
mm, lebar 4 mm dan ketebalan 1,2-2,0 mm. Kekuatan transversal juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah ukuran partikel polimer, berat molekul
polimer, monomer sisa, jumlah cross-linking agent, komposisi plasticizer, internal

porositas, ketebalan basis gigi tiruan, dan teknik pemolesan gigi tiruan (Paranhos,
2008).
Pengukuran kekuatan transversal suatu bahan dapat diketahui dengan cara
meletakkan sampel ditengah-tengah alat, kemudian diberikan tekanan secara konstan
sehingga sampel menjadi bengkok dan akhirnya sampel patah. Nilai yang tertera

Universitas Sumatera Utara

36

pada alat penguji dicatat dan dilakukan perhitungan kekuatan transversal. Adapun
persamaan yang dapat digunakan untuk mengkalkulasi kekuatan transversal adalah:
(Anusavice, 2013).

σ =

Keterangan:

2.3.5.2

3PL
2wt2

σ = Kekuatan maksimum tranversal (MPa)
P = Beban pada patahan (N)
L = Jarak antara dua batang pendukung (mm)
w = Berat dari spesimen (mm)
t = Ketipisan atau ketebalan dari spesimen (mm)

Sifat Kemis Resin Akrilik

a) Stabilitas Warna
Stabilitas warna merupakan kemampuan suatu lapisan permukaan atau zat
warna untuk bertahan dari degradasi yang disebabkan oleh lingkungan. Warna suatu
bahan seharusnya dipertahankan selama prosessing dan tidak terjadi perubahan warna
selama pemakaian (Saied, 2011). Perubahan warna yang terjadi pada suatu bahan
disebabkan oleh dua faktor yaitu

faktor intrinstik dan faktor ekstrinsik. Faktor

intrinsik merupakan perubahan warna yang disebabkan oleh penuaan dari bahan yang
terjadi karena kondisi fisika-kimia seperti perubahan suhu dan kelembaban.
Sedangkan faktor ekstinsik merupakan perubahan warna yang disebabkan oleh
faktor-faktor dari luar seperti minuman ringan, kopi, teh dan larutan kumur (Goiato,
2011). Suatu basis gigi tiruan yang ideal seharusnya mempunyai warna yang
mendekati warna alami jaringan lunak rongga mulut (Noort, 2008).
2.4 Kitosan
Kitosan merupakan salah satu biomaterial yang akhir-akhir ini terus
dikembangkan karena memiliki berbagai manfaat medis dan telah terbukti aman
untuk manusia. Kitosan memiliki beberapa sifat istimewa, antara lain biokompatibiliti
baik, biodegradable, mucoadhesion, tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan reaksi

Universitas Sumatera Utara

37

immunologi, dan tidak menyebabkan kanker sehingga kitosan sering digunakan pada
pengaplikasian biomedis (Tiyaboonchai, 2003).
Kitosan merupakan derivat kitin dengan adanya N-deasitilasi yang merupakan
biopolimer alami. Kitin berasal dari eksoskeleton krustasea. Persediaan limbah laut
yang cukup besar di Indonesia menjadikan limbah laut sebagai sumber kitin, sangat
berpotensi menjadikan kitosan mudah diperoleh di alam. Kitosan pertama sekali
ditemukan oleh Routget (1859). Kegunaan kitosan sebagai bahan yang multiguna
tidak terlepas dari sifat alaminya, terutama sifat kimia kitosan yaitu polimer poliamin
yang berbentuk linear, mempunyai gugus amino dan hidroksil yang aktif. Kitosan
memiliki kualitas kimia dan biologi yang sangat baik sehingga dapat digunakan
secara luas dibidang industri maupun dibidang kesehatan (Sugita, 2009).
Kitosan (poly-β-1,4-glukosamine) merupakan biopolimer alam yang memiliki
rantai linear dengan rumus struktur (C6H11NO4)n dan merupakan hasil N-diasetilisasi
dari kitin (Gambar 2.3). Kitin banyak terkandung pada hewan antropoda, ragi dan
jamur (Trimurni, 2007).

Gambar 2.3. Reaksi pembentukan kitosan dari kitin (Sugita, 2009).

Komposisi kitosan terdiri dari Karbon, Hidrogen, dan Nitrogen (Tabel 2.1).
Kitosan dapat larut dalam pelarut asam seperti asam asetat, asam formiat, asam laktat,
asam sitrat dan asam hidroklorat. Kitosan tidak larut dalam air, alkali dan asam
mineral encer kecuali dibawah kondisi tertentu yaitu dengan adanya sejumlah pelarut
asam sehingga dapat larut dalam air, methanol, aseton dan campuran lainnya.
Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi (Trimurni
dkk, 2006; Henny, 2014).

Universitas Sumatera Utara

38

Tabel 2.1. Komposisi kimia kitosan (Agusnar cit Henny, 2014)

Dalam Persen (%)

Kitosan

Karbon (C)

Hidrogen (H)

Nitrogen (N)

40,30

5,83

6,35

Bedasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terdiri atas tiga yaitu kitosan
bermolekul rendah, kitosan bermolekul sedang dan kitosan bermolekul tinggi.
Kitosan bermolekul rendah berat molekulnya dibawah 400.000 Mv dan kitosan
bermolekul sedang dengan berat molekul 400.000-800.000 Mv yang berasal dari
hewan laut dengan kulit atau cangkang yang lunakseperti cumi-cumi dan udang.
Kitosan bermolekul tinggi yaitu kitosan dengan berat molekul antara 800.0001.100.000 Mv yang berasal dari hewan laut berkulit keras seperti kepiting, kerang dan
blangkas (Sugita dkk, 2009). Kitosan blangkas (Tachypleus gigas) disebut juga
dengan Horseshoe-crab. Kitosan yang diuji oleh Agusnar dkk adalah kitosan yang
berasal dari Horseshoe Creab shell dan merupakan kitosan bermolekul tinggi dengan
drajat deasetilasi sebesar 90,28%dan viskositas sebesar 1.200.000. Penelitian kitosan
blangkas (horseshoe creab) yang mempunyai berat molekul 893.000 Mv (berat
molekul yang tinggi) pertama kali digunakan dalam bidang medis kedokteran gigi
(Trimurni dkk, 2007). Kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai bentuk
yaitu: butir, serpih, hidrogel, dan membrane (film). Perbedaan bentuk kitosan akan
berpengaruh pada luas permukaan, semakin kecil ukuran kitosan maka luas
permukaan kitosan semakin besar dan proses adsorbsi berlangsung lebih baik.
Dalam perkembangannnya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk magnetik
Kitosan nanopartikel dengan ukuran partikelnya 100-400 nm untuk meningkatkan
daya absorbsinya (Hutapea, 2014). Modifikasi kimia kitosan menjadi gel kitosan
dapat meningkatkan kapasitas serapnya. Pembentukan gel terjadi karena ikatan silang
pada rantai panjang polimer dalam jumlah cukup banyak sehingga membentuk
bangunan tiga dimensi dan terbentuk struktur kaku dan tegar yang tahan terhadap
gaya/tekanan tertentu (Sugita, 2009). Ukuran kitosan nano partikel dapat diukur

Universitas Sumatera Utara

39

dengan menggunakan alat PSA (Particle Size Analysis) dan mikrostrukturnya dapat
dilihat dengan menggunakan SEM ( Scanning Electron Microscop).
Menurut DEPKES 1995, keuntungan kitosan dalam bentuk gel adalah
hidrofilisitas, permeabilisitas yang selektif, kapasitas air yang relatif tinggi,
kekentalan seperti karet yang lunak dan tegangan antarmuka yang rendah. Siregar,
2009 membuat kitosan nano dengan menambahkan asam lemah yang distirer dengan
kecepatan

300rpm

sehingga

diperoleh

gel

kitosan

kemudian

ditempatkan

diultrasonicbath untuk memecah partikel kitosan menjadi lebih kecil lagi. Silalahi
(2014) menyiapkan kitosan nano partikel dengan menambahkan 100 ml asam asetat
1% dan TPP (tripoliphospat) 2 ml dan dimasukkan ke ultrasonicbath untuk memecah
partikel kitosan menjadi nano.
Kitosan nanopartikel dapat digunakan sebagai pembawa penyaluran obat
karena toksik rendah, stabilitas baik, metode persiapannya sederhana, dan dapat
mengikuti rute pemberian obat (Tiyaboonchai, 2003). Penelitian Henny dkk., 2013
menambahkan kitosan molekul tinggi nano dari blangkas (Tachypleus gigas) 0,15%
berat kitosan pada SIKMR dan SIKMRn dan efeknya terhadap proliferasi sel. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan viabilitas sel yang
signifikan pada SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan 0,015% berat kitosan nano
dari blangkas.
Kapasitas adsorbsi, selektifitas, dan aplikasi kitosan dapat ditingkatkan lagi
dengan cara memodifiikasinya baik secara kimiawi maupun fisis. Modifikasi kitosan
tersebut dapat dilakukan melalui perpaduan antara kitosan dan beberapa polimer lain,
baik polimer alam maupun polimer sintetik.
Kitosan - Polimetil Metakrilat
Poli metil metakrilat (PMMA) merupakan polimer dari metil metakrilat (ester
dari asam metakrilat, asam 2-metilpropenoat) yang bersifat termoplastik. PMMA
memiliki densitas 1,150-1,190 kg/m3, tidak tahan terhadap berbagai macam pelarut,
dapat mengembang, dan mudah larut dalam berbagai pelarut (Sugita, 2009).

Universitas Sumatera Utara

40

Salah satu contoh pencangkokan telah dilakukan oleh Singh et.al,. (2008).
Kopolimer cangkok (graft) kitosan-PMMA telah terbukti memiliki sifat adsorptivitas
yang lebih baik dibandingkan dengan kitosan, baik untuk zat warna sintetik maupun
limbah industri testil. Stabilitas kopolimer cangkok kitosan-PMMA terhadap
perubahan pH disebabkan pengikatan zat warna sebagian kecil gugus –NH2 yang
terlibat dalam pengikatan zat warna. Sementara pada kitosan, pengikatan zat warna
anionik terjadi pada gugus –NH2 yang terprotonasi pada pH rendah (Sugita, 2009).
Struktur kitosan-PMMA dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Struktur kitosan-PMMA (Sugita, 2009)

2.5 Alat Uji
2.5.1 Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah mikroskop elektron yang
menggambarkan permukaan sampel dan memindainya menggunakan pancaran
elektron berenergi tinggi dengan panjang gelombang lebih pendek dari energi
cahaya. SEM memungkinkan pengamatan bahan dalam rentan makro dan submikro.
Alat ini mampu menghasilkan gambaran tiga dimensi untuk analisis fitur topografi.
Ketika digunakan bersama dengan EDS, analisis dapat melakukan analisis elemen
pada bagian mikroskopis dari bahan atau kontaminan yang mungkin ada (Herguth,
2004; Hafner, 2007). Salah satu alat Scanning Electron Microscope (SEM) dapat
dilihat pada Gambar 2.5.

Universitas Sumatera Utara

41

Gambar 2.5. Alat Scanning electron microscope
Zeizzs EVO MA 10 Jerman (Dok)

Pada SEM, pembesaran dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai 500.000 kali.
Spesimen yang akan digambar oleh SEM harus dapat mengalirkan listrik. Bagi
spesimen yang tidak dapat menghantarkan listrik harus dilapisi (coating) dengan
suatu zat yng bersifat konduktor seperti emas, aloi emas/paladium, platinum, iridium,
chromium tungsten dan osmium (REM cit Hutapea, 2014). SEM menghasilkan
elektron berenergi tinggi dan berfokus pada spesimen. Berkas elektron dipindai di
atas permukaan spesimen dalam gerakan yang mirip dengan kamera televisi untuk
menghasilkan gambaran digital. Elektron dipercepat dalam ruangan hampa dengan
panjang gelombang yang singkat hanya satu per seribu cahaya putih. Elektron dari
balok bergerak cepat dan berfokus pada sampel yang diserap atau tersebar oleh
spesimen dan diolah menjadi sebuah gambar (Herguth, 2004; Hafner, 2007).

2.5.2 Spectrophotometer
Perubahan warna yang terjadi pada suatu benda tidak dapat dideteksi oleh mata
manusia. Hal ini disebabkan karena mata manusia memiliki keterbatasan dan
penilaian yang bervariasi terhadap perubahan yang terjadi. Oleh karena itu diciptakan
beberapa instrumen ilmiah untuk mengukur intensitas cahaya dan panjang gelombang
cahaya seperti: Spectrophotometer, coloimeter, photometer dan densitometer
(Kortrakulkij, 2008). Spectrophotometer merupakan salah satu alat pengukuran warna

Universitas Sumatera Utara

42

bahan restoratif gigi paling sering digunakan. Spectrophotometer terdiri dari dua jenis
pencahayaan yaitu UV Spectrophotometer yang menggunakan cahaya ultra violet dan
IR Spectrophotometer yang menggunakan cahaya infrared (Powers, 2006). pada
penelitian ini digunakan alat UV Spectrophotometer karena selama 35 tahun terakhir
ultraviolet dan Spectrophotometer menjadi instrument analitis yang paling sering
digunakan di laboratorium modern. Penggunaan alat ini menggunakan pelarut untuk
pengujian stabilitas warna pada sampel yang diuji. Pelarut yang sering digunakan
pada laboratorium untuk pewarnaan salah satunya adalah xylene (Sermadi, 2014).
Dalam

banyak

aplikasi

teknik

lain

dapat

digunakan

namun

UV-visible

spectrophotometer lebih sederhana, fleksibilitas, kecepatan, akurat, dan biaya yang
lebih efektif. Dengan spectrophotometer panjang gelombang yang dapat diperoleh
selama rentang (daerah) yang terlihat adalah 408-700 nm. Dari nilai reflektansi dan
fungsi tabulasi pencocokan warna, nilai-nilai tristimulus relatif dapat dihitung
terhadap sumber cahaya tertentu (Thermoscientific.com, 2013).
Pengukuran perubahan warna dengan menggunakan perbedaan bilangan
gelombang menggunakan satuan cm-1. Stabilitas warna lebih baik bila nilai bilangan
gelombang meningkat berarti wana semakin terang dimana intensitas cahaya yang
diteruskan lebih banyak daripada intensitas cahaya yang dipantulkan. Stabilitas warna
lebih buruk bila nilai bilangan gelombang menurun berarti warna semakin gelap
dimana intensitas cahaya yang diteruskan makin berkurang (Anusavice, 2004)

Universitas Sumatera Utara

43

2.6 Landasan Teori
Resin akrilik
polimerisasi
panas

Pemakaian
jangka
panjang

Degradasi
bahan

Sifat
mekanis
rendah

Penguat alami

Kitosan nano gel 0,25%., 0,50%.,
0,50%., 0,75%., 1,0 %., dan 1,5%
Stabilitas kimia
lebih baik

Gaya intramolekul
k

Pencangkokan antara kitosan
dengan matriks polimer
Kekuatan impak dan transversal
Ikatan silang pada rantai panjang polimer
dalam jumlah yang cukup banyak sehingga
terbentuk bangunan 3 dimensi yang sinambung

Terbentuk struktur kaku dan tegar
yang tahan terhadap gaya atau tekanan

Stabilitas warna

Adsorptivitas kitosan
nano gel-PMMA meningkat

Pengikatan zat warna

Sifat kemis baik

Sifat mekanis

Universitas Sumatera Utara

44

Resin akrilik polimerisasi panas merupakan bahan basis gigi tiruan yang paling
sering digunakan karena memiliki beberapa keuntungan. Namun bahan ini juga
memiliki beberapa kelemahan. Akibat pemakaian jangka yang panjang, bahan basis
resin akrilik polimerisasi panas akan mengalami degradasi sehingga akan
mempengaruhi sifat mekanis dan stabilitas warnanya.
Sifat mekanis resin akrilik polimerisasi panas yang lemah akan menyebabkan
basis gigi tiruan menjadi lebih mudah patah. Selain mempengaruhi sifat mekanis,
proses degradasi akibat pemakaian jangka panjang juga akan mempengaruhi stabilitas
warna bahan basis gigitiruan resin akrilik sehingga akan mempengaruhi fungsi
estetisnya.
Untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan diatas maka ditambahkan bahan
penguat. Penambahan bahan penguat yang dipilih adalah yang bersifat alami karena
penggunaan bahan-bahan alami di kedokteran gigi saat ini semakin berkembang,
salah satunya adalah kitosan. Sifat-sifat istimewa yang dimiliki kitosan dan aman
bagi tubuh manusia membuat kitosan sering digunakan pada pengaplikasian
biomedis.
Penambahan kitosan molekul tinggi dalam bentuk nano gel dengan persentase
yang berbeda yaitu 0.25%, 0.50%, 0.75%, 1.0% dan 1.5% pada bahan basis gigi
tiruan resin akrilik polimerisasi panas telah dilakukan pra penelitian terlebih dahulu
karena hanya dengan pesentase tersebut kitosan nano gel bisa ditambahkan ke resin
akrilik polimerisasi panas. Penambahan ini akan memperbaiki sifat mekanisnya,
karena kitosan memiliki ikatan silang pada rantai panjang polimer dalam jumlah
banyak yang akan membentuk struktur kaku dan tegar sehingga tahan terhadap gaya
atau tekanan. Kitosan juga memiliki sifat pengikatan zat warna pada gugus – NH2
sehingga zat warna bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas tidak akan
terdegradasi.
Dengan menambahkan kitosan nano gel pada resin akrilik polimerisasi panas
diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanis dan stabilitas warna bahan basis gigi
tiruan resin akrilik polimerisasi panas.

Universitas Sumatera Utara

45

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Kitosan nano gel
0.25%,
0.50%,
0.75%,
1.0%

Resin Akrilik
Polimerisasi
Panas

- Mekanis
- Stabilitas
warna

1.5%

Pada saat ini banyak penambahan bahan penguat untuk memperbaiki kelemahan
resin akrilik polimerisasi panas terutama sifat mekanisnya dan stabilitas warna akibat
pemakaian jangka panjang. Salah satu yang digunakan adalah kitosan. Resin akrilik
polimerisasi panas yang ditambahkan dengan kitosan nano gel dapat menambah
kekuatan mekanis dan menjaga stabilitas warnanya dibandingkan resin akrilik
polimerisasi panas tanpa ditambahkan kitosan nano gel. Penelitian ini menganalisis
pengaruh penambahan kitosan nano gel terhadap kekuatan mekanis (impak dan
transversal) dan stabilitas warna bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi
panas.

2.8 Hipotesis
Dari uraian tersebut dapat dibuat hipotesis yaitu:
a. Ada pengaruh penambahan kitosan nano gel 0.25%, 0.50%, 0.75%, 1.0% dan
1.5% terhadap kekuatan impak bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas
b. Ada perbedaan nilai kekuatan impak bahan basis gigi tiruan resin akrilik
polimerisasi panas tanpa dan dengan penambahan kitosan nano gel 0.25%, 0.50%,
0.75%, 1.0% dan 1.5%.
c. Ada pengaruh penambahan kitosan nano gel 0.25%, 0.50%, 0.75%, 1.0% dan
1.5% terhadap kekuatan transversal bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi
panas.

Universitas Sumatera Utara

46

d. Ada perbedaan nilai kekuatan transversal bahan basis gigi tiruan resin
akrilik polimerisasi panas tanpa dan dengan penambahan kitosan nano gel 0.25%,
0.50%, 0.75%, 1.0% dan 1.5%.
e. Ada pengaruh penambahan kitosan nano gel 0.25%, 0.50%, 0.75%, 1.0%
dan 1.5% terhadap stabilitas warna bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi
panas.
f. Ada perbedaan gambaran mikrostruktur bahan basis gigi tiruan resin akrilik
polimerisasi panas tanpa dan dengan ditambahkan kitosan nano gel 0.25%, 0.50%,
0.75%, 1.0% dan 1.5%.

Universitas Sumatera Utara