Mustika Diani Dewi PA3B Tugas Individu A

SAD DARSANA (FILSAFAT
WAISESIKA)
Disusun untuk memenuhi syarat UAS mata kuliah Agama Hindu

Oleh

Mustika Diani Dewi

11140321000046

, 2015
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA 3-B FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 2
1.1

Latar belakang...........................................................................2

1.2


Rumusan masalah.....................................................................2

1.3

Tujuan penulisan........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
2.1

Ajaran Tentang Dharma.............................................................3

2.2

7 Unsur Alam............................................................................. 4

BAB III PENUTUP.................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 11

1


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Waisesika ialah salah satu sistem filsafat india (hindu) yang tergolong Sad
Darsana. Waisesika mengungkapkan seluk beluk variasa objek-objek dunia
sampai pada kombinasi atom-atom material dari berbagai jenis dan kualitas.
Walaupun demikian, Waisesika memandang ciptaan dunia dari atom-atom
yang kekal, dalam waktu dan ruang kekal dengan acuan kehidupan moral
jiwa-jiwa indvidu. Sistem filsafat Waisesika mengambil nama dari kata
Waisesika yang artinya kekhususan, yang merupakan cirir pembeda dari
benda-benda lain .
Jadi pokok permasalahan yang diuraikan didalamnya adalah kekhususan
padartha atau kategori-kategori yang nanti akan di jelaskan lebih detail lagi .

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana ajaran tentang Dharma ?
2. Apa saja 7 unsur alam ?


1.3 Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui ajaran tentang Dharma.
2. Untuk mengetahui 7 unsur alam.

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Ajaran Tentang Dharma

Waisesika yang merupakan salah satu aliran filsafat india yang tergolong ke
dalam Sad Darsana agaknya lebih tua dibandingkan dengan filsafat Nyaya.
Waisesika muncul pada abad ke-4 SM, dengan tokohnya ialah Kanada (Ulaka). 1
Sistem filsafat Weisesika mengambil nama dari kata Visesa yang artinya
kekhususan, yang merupakan ciri-ciri pembeda dar benda-benda. Jadi pokok
permasalahan yang diuraikan didalamnya adalah kekhususan pedharta atau
kategori,.2 tentang ruang, waktu, sebab, materi, pikiran, jiwa dan pengetahuan

eksplorasi arti bagi pengalaman dan menyusun hasilnya menjadi sebuah teori
tentang alam semesta. Bagian yang logis dan fisik menjai ciri utama dalam tradisi
Waisesika. Sistem Waisesika memiliki tujuan utama untuk menganalisis
pengalaman.3
Tujuan pokok daripada Waisesika bersifat metafisis. Isi pokok ajarannnya
menerangkan tentang dharma, yaitu apa yang memberikan kesejahteraan didunia
ini yang memberikan kelepasan yang menentukan. Caranya menerangkan dharma
ialah dengan memberikan pengertian bahwa segala yang tampak, yang dapat
dikenal, yakni segala pedharta, itu dapat dikenal dari tiga perdhata yaitu
1 Adiputara I dan Gede,Tattwa Darsana, (Jakarta: Yayasan Dharma
Sarathi,1990), h.30.
2 Maswinara dan I wayan, Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana
Samgraha), (Surabaya: Paramitha, 1999), h. 143.
3 Matius Ali, Filsafat India, (Jakarta: SANGGAR LUXOR, 2010), h. 32.

3

substansi, kwalitas dan gerak. Yang lain-lain, yang tak dapat dilihat atau dikenal
dapat diterangkan dari apa yang disebut adrsta, yakni suatu daya atau tenaga yang
pada hakekatnya tidak dapat dikenal dan diterangkan lebih lanjut, yang

mewujudkan sari daripada segala perbuatan yang diharuskan oleh Weda dan yang
diikutserakan dengan jiwa serta objek-objek yang tampak sebagai kwalitasnya,
serta yang membentuk tata tertib kosmis dan aturan sedemikian rupa seperti daya
itu mengatur jiwa-jiwa sesuai dengan karmanya yang baik dan jahat. Adrsta ini
pada hakekatnya mengerjakan segala sesuatu, sehingga dalam prakteknya sama
dengan nasib. Jika adrsta itu mengungkapkan adanya wilayah yang luas, dimana
segala persoalan yang penting tentang hal-hal yang metafisis berada, maka drsta
adalah pelaksanaan yang tampak dari segala perbuatan.4

2.2

7 Unsur Alam

Yang terpenting dari ajaran Waisesika ialah ajarannya tentang perdartha
atau kategori-kategori dari segala yang ada (drsta).
Menurut Weisesika ada tujuh kategori, yaitu substansi (drawya), kwalitas
(guna), aktifitas (karma), Sifat umum (samanya), individual (wisesa), pelekatan
(samawaya) dan ke-tidakadaan (abhawa).5
1.


Substansi (drawya)
Substansi adalah zat yang ada dengan sendirinya dan bebas dari pengaruh

unsur-unsur lain. Namun unsur lain tdak dapat ada tanpa substansi. Substansi
4 Harun Hadiwijono, Sari Falsafat India, (Jakarta: Badan Penerbit
Kristen, 1971), h. 40.
5 Ibid., h. 41.

4

dapat menjadi sebab yang melekat pada apa yang dijadikannya. Atau drawya
dapat menjadi tidak ada pada apa yang dihasilkannya. Contoh : tanah sebagai
substansi telah menjadi periuk yang terjadi dari tanah.
Jadi tanah itu selalu dan telah ada pada apa yang dihasilkannya, sedangkan
periuk itu tidak dapat terjadi tanpa substansi (tanah). Demikian pula halnya
kategori lain tidak dapat ada tanpa substansi (zat) seperti : beraneka ragam
minuman tidak dapat terjadi tanpa air (zat cair), tapi air dapat ada walaupun tidak
adanya bermacam-macam minuman.
Ada 9 substansi yang dinyatakan oleh Waisesika yaitu : tanah (prthivi), air
(apah, jala), api (tajas), udara (vayu), ether (akasha), waktu (kala), ruang (dik),

diri (atman), pikiran (manas), semua substansi tersebut riel, tetap dan kekal.
Namun hanya udara, waktu, akasa bersifat tak terbatas. Kombinasi dari sembilan
itulah membentuk alam semesta beserta isinya menjadikan hukum-hukumnya
yang berlaku terhadap semua yang ada di alam ini baik bersifat physik maupun
yang bersifat rohani.
Adapun yang termasuk substansi badan (physik) adalah : bumi, air, api,
udara, ruang, waktu dan akasa. Sedang yang tergolong substansi rohani terdiri dari
akal (manas/pikiran), diri (atman/jiwa). Kedua substansi rohani ini bersifat kekal
dan pada setiap makhluk (manusia) hanya terdapat satu jiwa dan satu manas.
Demikian pribadi(diri/atma) itu bersifat individu dan menjadi sumber kesadaran
setiap makhluk yang senantiasa berhubungan dengan kegiatan badani (physik).
Setiap pribadi (atma) memiliki manas tersendiri yang dipakai sebagai alat untuk
mengenal dan mengalami segala sesuatu melalu physik termasuk juga dipakai

5

sebagai alat untuk mencapai kebebasan . namun di lain pihak anas juga diakui
dapat menyebabkan kelahiran kembali.
Oleh karena setiap makhluk (manusia) di jiwai oleh pribadi (jiwa/atma).
Maka pandangan Waisesika terhadap jiwa adalah riil dan pluralis, yaitu jiwa itu

benar-benar ada dan tak terbatas jumlahnya.6
2.

Kualitas (guna)
Guna atau kualitas itu dapat dirumuskan sebagai sesuatu yang memiliki sifat

umum, tetapi yang lain daripada substan dan gerak. Ada 24 kualitas, yaitu : warna
(rupa), rasa, bau (gandha), sentuhan (sparsa), angka (sankhya), ukuran (parimiti),
perbedaan (prthaktva), hubungan (samyoga), pemisahan (vibhaga), kedekatan
(paratva), kejauhan (aparatva), berat (gurutva), kecairan (daravatva), kekentalan
(sneha), suara (sabda), pengetahuan (buddi), kesenangan (sukha), kesakitan
(dukkha), keinginan (iccha), kebencian (dvesa), usaha (yatna), kebaikan/jasa
(dharma), keburukan (adharma), dan kesan laten (samskara).7
3.

Karma
Didalam sistem Waisesika karma ini memiliki arti yang khas, yaitu gerak

fisi, yang hanya berada didalam drawya saja. Gerak ini tidak berkualitas dan pada
suatu saat tak dapat berda pada lebih dari satu objek. Karma ini menjadi sebab

umum adanya kontak, pemisahan, perlambatan. Sekalipun

karma ini berada

dalam hubungan yang erat dengan segala sesuatu yang ada, namun karma ini
hanya setara instidentil dan untuk sementara saja melekat kepada segala yang ada.
Ada 5 macam karma atau gerak yaitu : gerak keatas (utksepana), kebawah
(awaksepana), mengerut (akuncana), mendatar (prasarana), mengembang
(gamana). 8
6 Adiputara I dan Gede,Tattwa Darsana,h.32.
7 Matius Ali, Filsafat India , h. 36.
8 Harun Hadiwijono, Sari Filsafat India, h. 43..

6

4.

Universalia/ sifat umum (samanya)
Samanya, bersifat umum yang menyangkut 2 permasalahan yaitu : sifat


umum yang lebih tinggi dan lebih rendah, jenis kelamin dan spesies.
Dalam epistemologi, hal ini mirip dengan idenya Plato. Ia ada dalam semua
dan dalam masing-masing objek partikular yang berbeda. Karenanya ide
‘Kesapian’ adalah tunggal dan tidak dapat dianalisis. Ide itu selalu hidup, tetapi
idak dapat dimengerti melalui diri sendiri, namun hanya melalui seekor ‘sapi’
khusus. Walaupun tampak bersama, namun ‘sapi’ dan ‘kesapian’ dipahami sebagai
dua entitas berbeda. Dari universalia-universalia ini, ‘ada’ (being, satta) adalah
yang tertinggi, karena ia memberikan ciri pada banyak sekali entitas.9
5.

Individual (Wisesa)
Kategori ini menunjukan ciri/sifat yang membedakan sebuah objek dari

objek lainnya. Sistem Waisesika diturunkan dari kata ‘Wisesa’, dan merupakan
aspek objek yang mendapat penekanan khusus dari para filsuf Waisesika. Kategori
ini berurusan dengan ciri-ciri khusus ke semblan substansi (drawyas). Dalam
sistem Waisesika, unsur tanah, air, api, udara, dan pikiran dibangun dari atom
(paramanu), sedangkan ether, ruang, waktu dan jiwa dianggap sebagai substansi
sangat khusus tanpa dimensi atau visibilitas.10
6.


Hubungan Niscaya (samavaya)
Dimensi objek ini menunjukan hakikat hubungan yang mungkin antara

kualitas-kualitasnya yang inheren. Hubungan ini dapat dilihat bersifat sementara
(samyoga) atau permanen (samavaya). Samyoga adalah hubungan sementara
seperti antara sebuah buku dan tangan yang memegangnya. Hubungan selesai
ketik buku dilepaskan dari tangan. Di sisi lain, samavaya adalah sebuah hubungan
yang tetap dan hanya berakhir katika salah satu di antara keduanya dihancurkan.
9 Maswinara dan I wayan, Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana
Samgraha),h. 144.
10 Matius Ali, Filsafat India, h. 37.

7

Ada 5 jenis hubungan yang tetap dan entitas yang tetap atau tidak terpisahkan ini
(ayuta-siddha):
I.
Hubungan keseluruhan dengan bagian-bagiannya seperti sehelai kain dan
II.

benang-benangnya.
Hubungan kualitas dengan objek yang memilikinya, seperti kendi air dan

III.

warna merahnya.
Hubungan antara tindakan dan pelakunya, seperti tindakan melompat dan

IV.

kuda yang melakukannya.
Hubungan antara partikular dan universal, ibarat satu jenis sapi atau bangsa

V.

jepang dan seorang jepang.
Hubungan antara substansi kekal dengan substansi khusus, menurut sistem
Waisesika , partikel subatomis (paramanu) setiap substansi abadi memiliki
ciri-ciri khusus yang tidak membiarkan atom dari satu substansi lainnya.
Ciri khusus (Wisesa) dipertahankan oleh partikel subatomis masing-masing
melalui ‘hubungan tak terpisahkan ‘ (samavaya).11

7.

Ke-tidakadaan (abhawa)
Kategori ini menunjukkan sebuah objek yang telah terurai atau larut dalam

partikel subatomis terpisah melalui pelarutan iniversal dan kedalam ketiadaan
(nothingness). Semua benda-benda yang ada dan bernama digolongkan sebagai
bhava, sedangkan entitas yang sudah tidak ada dogolongkan sebagai abhava.
Sebenarnya kategori inibukan merupakan sebuah klasifikasi seperti kategori
lainnya, namun hanya modus pengaturan negatif.
I.

Abhava, yang merupakan kategori ketujuh, ada 4 macam, yaitu :
Pragabhava, yaitu ketidakadaan dari suatu benda sebelumnya; contohnya :

II.

ketidakadaan periuk sebelum dibuat oleh pengrajin periuk.
Dehvansabhava, yaitu penghentian keberadaan, misalnnya periuk yang
dipecahkan; dimana dalam pecahan periuk itu tidak ada periuk.

11 Matius Ali, Filsafat India, h. 39.

8

III.

Atyantabhava, atau ketidakadaan timbal balik, seperti misalnnya udara dari
dulu tidak pernah berwarna ataupun berbentuk.
Ketiga ketidakadaan ini disebut sebagai samsargabhava, yaitu ketidakadaan
suatu benda dalam benda yang lain.
Anyonyabhava, atau ketidakadaan mutlak, dimana antara benda yang satu

IV.

sama sekali tidak ada persamaannya dengan yang lain, seperti sebuah periuk
yang tidak sama dengan sepotong pakaian, demikian pula sebaliknya. 12

BAB III
PENUTUP
Sistem filsafat Waiseska menggunakan tujuh kategori (padarthas) untuk
menganalisis secara menyeluruh, baik komponen yang ditemukan dalam alam dan
hubungan yang terletak diantara mereka, agar dapat memanfaatkannya untuk
tujuan meterial. Berbeda dari filsafat lainnya, filsafat Nyaya tidak secara langsung
melibatkan diri dengan tujuan pembebasan (moksha). Alasannya adalah karena
jiwa terikat, seperti yang dijelaskan oleh Patanjali dalam Yoga Sutra. Namun
fokus sistem Nyaya-Waisesika terletak pada tujuan awal dari jiwa-jiwa yang
terikat, pengertian serta penguasaan pada penciptaan fisik.

12 Maswinara dan I wayan, Sari Filsafat Hindu, h 144-145.

9

DAFTAR PUSTAKA
Adiputara I dan Gede.Tattwa Darsana. Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi. 1990.
Ali, Matius. Filsafat India. Jakarta: SANGGAR LUXOR. 2010.
Hadiwijono, Harun. Sari Falsafat India. Jakarta: Badan Penerbit Kristen. 1971.
Maswinara dan I wayan. Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana Samgraha).
Surabaya: Paramitha. 1999.

10