Sejarah Peradaban Islam Nusantara (1)

Sejarah Peradaban Islam Nusantara
(Studi Masuk dan Berkembangnya Peradaban Islam)
Oleh: Zainuddin

Pendahuluan
Wilayah barat Nusantara dan sekitar malaka sejak masa kuno merupakan wilayah
yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang melimpah menjadi daya tarik
para pedagang, dan wilayah itu menjadi daerah perlintasan yang cukup penting antara cina
dan india. Akibatnya pelabuhan-pelabuhan penting di wilayah Sumatra dan Jawa antara abad
ke 1 dan ke 7 M seringkali menjadi persinggahan para pedagang asing serta menjadi titik awal
penyebaran Agama Islam.
Hadirnya Islam ke Nusantara merupakan anugrah tersendiri khususnya bagi
masyarakat Indonesia dan bagi umat manusia seluruhnya, sehingga dapat membangun
peradaban yang jauh lebih baik bagi masyarakat Indonesia pada saat itu.
Islam membawa kemajuan dan kecerdasan serta dapat merubah kehidupan sosial
budaya dan tradisi keagamaan masyarakat Indonesia. Kedatangan Islam menjadi titik terang
bagi kawasan Asia Tenggara terutama bagi Indonesia, karena Islam membuka cakrawala
intelektualisme masyarakat Indinesia pada masa itu yang tidak terdapat pada masa HinduBudha.
Kedatangan Islam pada masa itu membawa banyak kemajuan terutama dalam bidang
perdagangan, sehinga pada saat itu terjalin hubungan perdagangan Internasional dengan
beberapa Negara Timur tengah. Khususnya dengan bangsa Arab, Persia, bahkan India.

Bersamaan dengan itu, datang para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka
tidak hanya membeli dan menjajakkan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya
menyebarkan agama islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Nusantara ini
bersamaan dengan kehadiran para pedagang arab tersebut, meskipun belum tersebar secara
intensif keseluruh wilayah Indonesia.
Berkat para pedagang Muslim inilah Islam diperkenalkan serta disebarluaskan kepada
masyarakat Indonesia. Mereka mengenalkan dan menyebarluaskan Agama Islam dengan cara
perlahan-lahan serta bertahap karena ajaran Islam bertoleran dengan siapapun. Untuk
mengurai hal tersebut, makalah ini berusaha menguak sejarah awal masuk dan
berkembangnya Islam di Indonesai, berdasarkan beberapa teori yang menjadi dasar masuknya
Islam, cara mengislamkan penduduk Indonesia, hingga perkembangannya di Nusantara.
Proses Masuk dan Berkembangnya Peradaban Islam ke Nusantara
1

Proses masuknya Islam ke Indonesia memunculkan banyak sekali perdebatan dan
perbedaan pendapat, baik oleh sarjana-sarjana Barat maupun kalangan intelektual Islam
sendiri. Para Tokoh yang mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang langsung
mengetahui tentang masuk dan tersebarnya budaya serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada
pula yang melalui berbagai bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang barat
(eropa) yang datang ke Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di

Indonesia.
Terlepas dari pendapat diatas, sampai sekarang kita masih berpegang kepada
keterangan-keterangan pengarang-pengarang asing yan sudah berupa buku-buku ilmu
pengetahuan. Ada dua sumber yang terpenting bagi kita, pertama ialah sumber Barat dan
kedua sumber Timur. Sumber Barat hanya dapat kita capai melalui penyelidik-penyelidik ahli
ketimuran Belanda, dan sumber Timur yang terpenting terdapat dalam kitab-kitab Arab yang
notabene dapat kita kuasai bahasanya, sedang sumber-sumber Timur yang bertaburan di sanasini dalam bahasa Tionghoa belum dapat kita selidiki berhubung dengan bahasa dan letak
tempatnya.
Para sejarawan berbeda pendapat dan hingga kini belum ditemukan kesepahaman
mengenai masuk dan datangnya Islam di Nusantara, meski dalam beberapa sisi sudah ada titik
temu. Hal ini berkaitan dengan tiga masalah pokok yang menjadi kajian yaitu tempat asal
kedatangan Islam, para pembawa Islam dan kapan waktu kedatangannya. Perbedaan ini
muncul karena kurangnya informasi dari sumber-sumber yang telah ada1. Tidak adanya
sumber pasti tentang prose masuknya Islam ke Nusantara, memunculkan setidaknya empat
teori, diantaranya adalah teori Gujarat, teori Mekkah, teori Persia, dan teori Cina.
A. Teori Masuknya Islam ke Nusantara
Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Nusantara ditinjau dari segi historis dan
sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak perbedaan pendapat, terutama tentang sejarah
awal perkembangan Islam di Nusantara.
Sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa kedatangan Islam ke Nusantara dilakukan

secara perlahan-lahan serta dilakukan secara damai. Islam masuk dan berkembang di
Nusantara dibawa oleh para pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para guru agama dan
pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam penyebaran Islam tidak bertendensi, mereka
hanya melakukan kewajiban tanpa pamrih, sehingga nama-nama mereka berlalu begitu saja.

1

Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998),

h.115

2

Dampaknya ialah terjadi perbedaan pendapat mengenai kedatangan Islam pertama kali di
Indonesia2.
Secara garis besar perbedaan pendapat tentang proses masuknya Islam ke Nusantara
dapat dibagi sebagai berikut:
1.

Teori Gujarat

Azyumardi Azra berpendapat teori yang menyatakan bahwa Islam di Nusantara dari

India, bukannya Persia atau Arabia. Teori ini dikemukakan oleh Pijnapel, dia mengaitkan
asal-muasal Islam di Nusantara dengan wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut dia, bahwa
Islam di Nusantara berasal dari Orang-orang Arab yang bermazhab Syafi‟I yang bermigrasi
dan menetap di wilayah India tersebut yang kemudian membawa Islam ke Nusantara3.
Teori ini dipelopori

Snouck Hurgronje seorang sarjana orientalis Belanda,

berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat dengan bukti
ditemukannya makam sultan yang beragama Islam pertama Malik as-Sholeh, raja pertama
kerajaan samudra pasai yang dikatakan berasal dari gujarat. Teorinya itu dikemukakan dalam
tulisannya ‘’De Islam in Nederlandsch Indie’’, dalam Groote Godsdienten, Seri II4, Teori ini
bersumber dari Artikel yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yang berjudul
Islam di Hindia Belanda oleh S. Gumawan. Sementara itu, menurut Azra Mengenai waktu
kedatangannya dan wilayah mana di India sebagai tempat asal datangnya Islam di Nusantara.
Ia memberikan prediksi waktu, yakni sekitar abad ke 12 sebagai periode yang paling mungkin
sebagai awal penyebaran Islam di Nusantara5.
Adapun menurut Moquette, seorang sarjana Belanda lainnya yang turut menguatkan

teori Snouck berkesimpulan bahwa masuknya Islam ke Indonesia adalah pada abad ke-13,
dibuktikan dengan adanya nisan kubus Sultan Malik Al-Salih, Raja Islam yang pertama dari
Pasai, kawasan Utara Sumatra (Aceh sekarang) khususnya yang bertanggal 17 Dzulhijjah
831H/ 27 September 1428M. Batu Nisan yang kelihatannya mirip dengan batu nisan lain yang
ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (w.822/1419M) di Gresik Jawa Timur ternyata
sama bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di Cambay Gujarat. Berdasarkan contohcontoh batu nisan inilah ia berkesimpulan bahwa batu nisan dari Gujarat bukan hanya untuk
pasar local, tetapi juga diimpor ke kawasan lain, salah satunya ke wilayah Nusantara6. Setelah
memperhatikan bentuk baru nisan itu yang menurutnya ada kesamaan dengan batu nisan-batu
2

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h.7
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara (Jakarta: Kencana, 2007), h. 2.
4
Baarn. Holandia Wardah: No. XXVIII/ Th. XV/ Desember 2014 134 Drukkerij, 1913), h. 359-392
terjemahan oleh Gumawan, S. Islam di Hindia Belanda (Terjemahan dalam Bahasa Idonesia), Bhratara, Jakarta,
1973.
5
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama…, h. 3
6
Ibid, h. 24-25

3

3

nisan dari Cambia di India, sebagimana yang pernah dikatakan dalam teori Snouck bahwa
Islam Indonesia tidak langsung dari Arab, melainkan dari Gujarat, dan teori ini juga didukung
antara lain oleh R.A. Kern, W. van Hoeve, J.L. Moens, H.K.J. Cowan, G.E. Marrison, H.J.
van den Berg, Hoesien Djajadiningrat, H. Kreamer dan lain-lain7.
2.

Teori Persia
Teori ini dipelopori oleh P.A. Hoesin Djajadiningrat dari Indonesia. Titik pandang

teori ini memiliki perbedaan dengan teori Gujarat dan Mekah mengenai masuk dan datangnya
Islam di Nusantara. Islam masuk ke Indonesia menurut Hoisen Djajadiningrat berasal dari
Persia abad ke-7 M. Teori ini memfokuskan tinjauannya pada sosio-kultural di kalangan
masyarakat Islam Indonesia yang ada kesamaan dengan di Persia. Diantaranya adalah
perayaan Tabut di beberapa tempat di ndonesia, dan berkembangnya ajaran Syekh Siti Jenar
zaman penyebarann Islam Wali Sanga ada kesamaan dengan ajaran Sufi al-Hallaj dari Iran
Persia8. Walaupun teori ini pada kenyataannya mendapat banyak kritikan, terutama oleh

Dahlan Mansur, Abu Bakar Atceh, Saifuddin Zuhri, dan Hamka.
Kritikan dan penolakan teori ini didasarkan pada alasan bahwa, apabila Islam masuk
ke Nusantara abad ke-7 M. yang ketika itu kekuasaan dipimpin Khalifah Umayyah (Arab),
sedangkan Persia Iran belum menduduki kepemimpinan dunia Islam. Dan masuknya Islam
dalam suatu wilayah, setidaknya ada pengaruh politik kekuasaan Islam pada masa itu9.
3.

Teori Cina
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia dari Cina. Pendukung teori ini

di antaranya adalah Slamet Mulyana. Menurutnya, Sultan Demak dan para Wali Sanga adalah
keturunan Cina. Pendapat ini bertolak dari Kronik Klenteng Sam Po Kong yang menyebutkan
nama-nama Wali Sanga dengan nama Cina10. Namun, teori ini sangat lemah. Menurut budaya
Cina, dalam penulisan sejarah nama tempat yang bukan Cina dan nama orang yang bukan
Cina, juga dicinakan penulisannya. Selain itu, Islam sudah masuk dan menyebar di Indonesia
sebelum masa Wali Sanga.
Terlepas dari itu, ada pendapat lain yang mendukung teori ini, sebagaimana yang
dikatakan oleh SQ Fatimi tentang mauknya Islam dari Cina11. Dia mendasarkan torinya ini
kepada perpindahan orang-orang Islam dari Canton ke Asia tenggara sekitar tahun 876 H.
7


Rosita Baiti, Wardah: No. XXVIII/ Th. XV/ Desember 2014
Ahmad Mansur Surya Negara, Menemukan Sejara, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, (Bandung
: Mizan 2002), h. 75-78.
9
KH. Sauddin Zuhri, Sejaraah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, (Bandung : alMaarif, 1984), h. 188
10
Selamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dann Timbulnya Negara-Negara Islam di
Nusantara, (Jakarta Bhatara, 1968).
11
Fatimi SQ, Islam Comes to Malaysia, (Singapore: Malaysian Sociological Reseach Institude, Ltd,
1963).
8

4

Perpindahan ini dikarenakan adanya pemberontakan yang mengorbankan hingga 150.000
muslim. Menurut Syed Naguib Alatas, tumpuan mereka adalah ke Kedah dan Palembang12.
Hijrahnya mereka ke Asia Tenggaran telah membantu perkembangan Islam di kawasan ini.
Selain Palembang dan Kedah, sebagian mereka juga menetap di Campa, Brunei, pesisir timir

tanah melayu (Patani, Kelantan, Terengganu dan Pahang) serta Jawa Timur.
Bukti-bukti yang menunjukan bahwa penyebaran Islam dimulai dari Cina adalah
ditemukannya : batu nisan syekh Abdul Kadir bin Husin syah Alam di Langgar, Kedah
bertarikh 903 M, batu bertulis Phan-rang di Kamboja bertahun 1025 M, batu isan di pecan
Pahang bertahun 1028 M, batu nisan puteri Islam Brunei bertahun 1048 M, batu bersurat
Trengganu bertahun 1303 M dan batu nisan Fathimah binti Maimun di Jawa Timur bertarik
1082 M.
4.

Teori Mekkah
Ketiga teori di atas mendapat kritikan yang cukup signifikan dari teori Mekkah,

sebagaimana dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, diantaranya Prof. Hamka, yang
mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963. Hamka
dan teman-temannya berpendapat bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama
Hijriyah (± abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang
ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh sebelum abad ke-13 melalui selat malaka
tang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan
Bani Umayyah di Asia Barat13.
Hamka menilai wilayah Gujarat bukan tempat asal datangnya Islam, tetapi Gujarat

hanya sebagai tempat singgah dari saudagar-saudagar Arab seperti dari Mekah, Mesir dan
Yaman. Sebenarnya Mekkah atau Mesir adalah tempat asal pengambilan ajaran Islam14. Teori
ini didukung oleh beberapa tokoh anatara lain Crawfurd (1820), Keyzer (1859), De Hollander
(1861) dan Veth (1878). Crawfurd menyatakan bahwa Islam dating langsung dari Arab,
sedangkan Keyzer beranggapan bahwa Islam dating dari Mesir yang bermazhab Syafi’I, sama
seperti yang dianut kaum Muslimin Nusantara pada umumnya. Teori ini juga diperkuat oleh
Neiman dan De Hllander, tetapi dengan menyebut Hadramaut bukan Mesir, sebagai sumber
datangnya Islam, yang mana Muslim Hadramaut merupakan pengikut Mazhab Syafi’I
sebagaimana yang banyak dianut kaum muslim Nusantara. Sedangkan Veth menyebut Orang-

12

Syed Nagib Alatas, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of MalayIndonesian Archipelago, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969) h. 11.
13
Sunanto Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 8-9
14
Ahmad Mansur Surya Negara, Menemukan Sejara, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia,
(Bandung : Mizan 2002), h. 82

5


orang Arab, tanpa menyebut

asal daerah di timur tengah maupun kaitannya dengan

Hadramaut, Mesir atau India15.
Terlepas dari beberapa pendapat datas, sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik
Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurutnya memang benar Islam
sudah datang ke indonesia sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 M, tetapi baru dianut
oleh pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besarbesaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya Kerajaan
Samudra Pasai16.
Dengan demikian, banyaknya perdebatan yang muncul dari beberapa teori tentang
masuknya Islam ke Nusantara tersebut, memunculkan kesepahaman melalui seminar ilmiah
yang diselenggarakan pada tahun 1963 di kota Medan, yang menghasilkan hal-hal sebagai
berikut:
a.

Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1 H/7 M, langsung dari negeri
Arab.

b.

Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah pesisir sumatera Utara. Setelah itu
masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam Pertama yaitu Aceh.

c.

Para dai yang pertama, mayoritas adalah para pedagang. Pada saaat itu dakwah
disebarkan secara damai17.

B.

Proses Penyebaran Islam di Nusantara
Islam masuk ke Nusantara, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam

berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai. Proses penyebaran agama
Islam di Indonesia dilakukan dengan banyak cara yaitu melalui perdagangan, perkawinan,
pendidikan, politik, kesenian, tasawuf, yang kesemuanya mendukung meluasnya ajaran
agama Islam. Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran persebaran Islam ke Nusantara
yaitu:
1.

Perdagangan
Pada abad ke-7 M sampai abad ke 16 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang

islam dari Arab,Persia, dan India. Mereka telah ambil bagian dalam kegiatan perdagangan di
Indonesia18. Hal ini konsekwensi logisnya menimbulkan jalinan hubungan dagang antara
masyarakat Indonesia dan para pedagang Islam. Di samping berdagang, Sebagai seorang
muslim juga mempunyai kewajiban berdakwah maka para pedagang Islam juga

15

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama.., h. 31
Sunanto Musyrifah, Sejarah Peradaban..., h. 8-9
17
Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam, Sezak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media,
2003), h. 336
18
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 200
16

6

menyampaikan dan mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada orang lain. Dengan
cara tersebut, banyak pedagang Indonesia memeluk agama Islam dan mereka pun
menyebarkan agama dan budaya Islam yang baru dianutnya kepada orang lain. Dengan
demikian, secara bertahap agama dan budaya Islam tersebar dari pedagang Arab, Persia, India
kepada bangsa Indonesia.
Proses penyebaran Islam melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih
efektif di banding cara lainnya. Apalagi yang terlibat dalam perdagangan bukan hanya dari
golongan masyarakat bawah, melainkan juga golongan kelas atas seperti kaum bangsawan
atau raja.
2.

Perkawinan
Dari sudut ekonomis, para pedagang muslim memiIiki setatus sosaial yang lebih baik

dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama putri-putri bangsawan
tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin mereka diislamkan lebih
dahulu dan melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim19. Setelah mereka mempunyai
keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerahdaerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, adapula wanita
muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk
islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara
saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati
atau bangsawan itu turut mempercepat proses islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara
Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan
PutrinKawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (Raja
pertama Demak ) dan lain-lain.
3.

Tasawuf
Para pelaku Tasawuf atau para Sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan

ajaran yang sudah luas di kenal oleh masyarakat Indonesia. Tasawuf juga merupakan sarana
yang paling penting dalam proses penyebaran Islam di Nusantara. Tasawuf termasuk kategori
yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang meninggalkan
bukti-bukti yang jelas pada tulisan-tulisan antara abad ke-13 dan ke-18 hal itu bertalian
langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia20. Mereka hidup dengan penuh
kesederhanaan, mereka selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup
bersama di tengah-tengah masyarakat, di antara mereka ada yang mengawini putri-putri
bangsawan setempat.
19
20

Ibid., h. 202
Ibid., h. 218.

7

Dengan tasawuf Islam yang di ajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai
kesamaan dengan alam pemikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu,
sehingga agama baru itu mudah di mengerti dan mudah diterima. Di antara ahli-ahli Tasawuf
yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia praIslam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syaikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di
Jawa21.
4.

Pendidikan
Proses penyebaran di Islam di Nusanatara juga dilakukan melalui pendidikan, baik

pendidikan Pondok Pesantren22 yang merupakan tempat pembelajaran Agama bagi para
santri, yang umumnya diselenggarakn oleh guru-guru Agama, Kyai23, dan Ulama-ulama. Di
pesantren atau pondok itu, calon Ulama, guru Agama, dan Kyai mendapat pendidikan agama.
Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian
berdakwah ketempat tertentu mengajarkan Islam, menjadi Kyai yang menyelenggarakan
pesantren lagi. Semakin terkenal kyai yang mengajarkan semakin terkenal pesantrennya, dan
pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh lagi24.
5.

Kesenian
Pnyebaran Islam melalui kesenian yang paling tekenal adalah pertunjukan wayang25.

Dikatakan, Sunana Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang.
Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian cerita wayang masih di petik dari
cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama
pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain yang dijadikan sarana penyebaran Islam seperti seni
bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, musik dan seni sastra. Misalnya pada seni bangunan

21

Ibid., h. 221
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki akar secara historis yang cukup kuat
sehingga menduduki posisi relatif sentral dalam dunia keilmuan. Dalam masyarakatnya Pesantren sebagai sub
kultur lahir dan berkembang seiring dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat global, Asketisme ( faham
Kesufian) yang digunakan pesantren sebagai pilihan ideal bagi masyarakat yang dilanda krisis kehidupan
sehingga pesantren sebagai unit budaya yang terpisah dari perkembangan waktu, Menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat. Peranan seperti ini yang dikatakan Abdurrahman Wahid : “Sebagai ciri utama pesantren sebuah sub
kultur” lebih lanjut baca Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-esai Pesantren (Yogyakarta:
LKIS;2001), h. 10.
23
Sebutan Kyai sangat popular dikalangan komunitas Santri, dan merupakan elemen sentral dalam
kehidupan pesantren, tidak saja karena kyai yang menjadi penyengga utama kelangsungan system pendidikan
pesantren, tetapi juga karena sosok Kyai merupakan cerminan dari nilai yang hidup di lingkungan komunitas
Santri. Sebagai mana Menurut Nurhayati Djamas Kyai adalah sebutan untuk tokoh ulama atau tokoh yang
memimpin pondok pesantren. Nurhayati Djamas, Dinamika Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2008), h. 55
24
Badri Yatim, Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag, 1998),h. 203
25
Dijelaskan di sini, bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Beliau tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. (Ibid., h. 202)
22

8

ini telihat pada masjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid
Agung Banten, Baiturrahman di Aceh, Ternate dan sebagainya26.
6.

Politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan semua rakyatnya masuk Islam setelah

rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya
Islam didaerah ini27. Di samping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian
timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan nonmuslim. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan
Islam itu masuk Islam.

C.

Perkembangan Islam di Indonesia Masa Kerajaan-Kerajaan
Islam dimulai di wilayah ini lewat kehadiran Individu-individu dari Arab, atau dari

penduduk asli sendiri yang telah memeluk Islam. Dengan usaha mereka. Islam tersebar sedikit
demi sedikit dan secara perlahan-lahan. Langkah penyebaran islam mulai dilakukan secara
besar-besaran ketika dakwah telah memiliki orang-orang yang khusus menyebarkan dakwah.
Setelah fase itu kerajaan-kerajaan Islam mulai terbentuk di kepulauan ini28. 32 Diantara
kerajaan-kerajaan terpenting adalah sebagai
berikut:
1.

Kerajaan Malaka (803-917 H/1400-1511M)
Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Sebutan ini diberikan mengingat

peranannya sebagai jalan lalulintas bagi pedagang-pedagang asing yang berhak masuk dan
keluar pelabuahan-pelabuhan Indonesia. Letak geografis Malaka sangat menguntungkan,
yang menjadi jalan sialng anntara AsiaTimur dan asia Barat. Dengan letak geografis yang
demikian membuat Malaka menjadi kerajaan yang berpengaruh atas daerahnya29.
Setelah Malaka menjadi kerajaan Islam, para pedagang, mubaligh, dan guru sufi dari
negeri Timur Tengah dan India makin ramai mendatangi kota Bandar Malaka. Dari bandar
ini, Islam di bawa ke pattani dan tempat lainnya di semenanjung seperti Pahang, Johor dan
perlak30.
Kerajaan Malaka menjalin hubungan baik dengan Jawa, mengingat bahwa Malaka
memerlukan bahan-bahan pangan dari Jawa. Di mana hal ini untuk memenuhi kebutuhan
kerajaannya sendiri. Persediaan dalam bidang pangan dan rempah-rempah harus selalu cukup

26

Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h. 205
Ibid,, h. 206-207
28
Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majlis Ulama Indonesia, 1991), h. 39
29
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h. 18
30
Busman Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), h. 190
27

9

untuk melayani semua pedagang-pedagang. Begitu pula pedangan-pedagang Jawa juga
membawa rempah-rempah dari Maluku ke Malaka31.
Selain dengan Jawa, Malaka juga menjalin hubungan dengan Pasai. Pedagang-pedangan
Pasai membawa lada ke pasaran Malaka. Dengan kedatangan-pedagang Jawa dan Pasai, maka
perdagangan di Malaka menjadi ramai dan lebih berarti bagi para pedagang Cina. Selain
dalam bidang ekonomi, Malaka juga maju dalam bidang keagamaan. Banyak alim ulama
datang dan ikut mengembangkan agama Islam di kota ini. Penguasa Malaka dengan
sendirinya sangat besar hati. Meskipun penguasa belum memeluk agama Islam namun pada
abad ke-15 mereka telah mengizinkan agama Islam berkembang di Malaka. Penganutpenganut agama Islam diberi hak-hak istimewa bahkan penguasa membuatkan bangunan
masjid32.
Kesultanan Malaka mempunyai pengaruh di daerah Sumatera dan sekitarnya, dengan
mempengaruhi daerah-daerah tersebut untuk masuk Islam seperti: Rokan Kampar, India Giri
dan Siak. Dan kesultanan Malaka merupakan pusat perdagangan internasional antara Barat
dan Timur, pelabuhan transit. Maka dengan didudukinya Kesultanan Malaka oleh Portugis
tahun 1511, maka kerajaan di Nusantara menjadi tumbuh dan berkembang karena jalur Selat
Malaka tidak digunakan lagi oleh pedagang Muslim sebab telah diduduki oleh Portugis33.
Dengan demikian tidaklah akan dicapai kemajuan oleh kerajaan Malaka jika kerajaan
itu tidak mempunyai peraturan-peraturan tertentu, yang memberi jaminan lumayan kepada
keamanan perdagangan. Seperti contohnya aturan bea cukai, aturan tentang kesatuan ukuran,
sistem pemakaian uang logam dan sebagainya. Di samping aturan yang diterapkan juga sistem
pemerintahannya sangat baik dan teratur34.
2.

Kerajaan Aceh (920-1322 H/1514-1904 M)
Pada abad ke-16, Aceh mulai memegang peranan penting dibagin utara pulau

Sumatra35. Pengaruh Aceh ini meluas dari Barus di sebelah utara hingga sebelah selatan di
daerah Indrapura. Indrapura sebelum di bawah pengaruh Aceh, yang tadinya merupakan
daerah pengaruh Minangkabau. Yang menjadi pendiri kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim
(1514-1528 M), ia berhasil melepaskan Aceh dari Pidie36. Aceh menerima Islam dari Pasai
yang kini menjadi bagian wiliyah Aceh dan pergantian agama diperkiraan terjadi mendekati
pertengahan abad ke-1437.
31

Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h.18
Ibid., h. 19.
33
Busman Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban.., h. 191.
34
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h. 20
35
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 196-197
36
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h. 21
37
Badri Yatim, Sejarah Islam.., h. 209.
32

10

Kerajaan Aceh yang letaknya di daerah yang sekarang dikenal dengan Kabupaten
Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu kotanya38. Aceh mengalami kemajuan ketika saudagarsaudagar

Muslim

yang

sebelumnya

dagang

di

Malaka

kemudian

memindahkan

perdagangannya ke Aceh, ketika Portugis menguasai Malaka tahun 151139. Ketika Malaka di
kuasa Portugis tahun 1511, maka daerah pengaruhnya yang terdapat di Sumatera mulai
melepaskan diri dari Malaka. Hal ini sangat menguntungkan kerajaan Aceh yang mulai
berkembang. Di bawah kekuasaan Ibrahim, kerajaaan Aceh mulai melebarkan kekuasaannya
ke daerah-daerah sekitarnya. Operasi-operasi militer diadakan tidak saja dengan tujuan agama
dan politik, akan tetapi juga dengan tujuan ekonomi40.
Kebesaran kerajaan Aceh ketika diperintah oleh Alauddin Riayat Syah. Kekuasaannya
sampai ke wilayah Barus. Dua putra Alauddin Riayat Syah kemudian diangkat menjadi Sultan
Aru dan sultan Parlaman dengan nama resmi Sultan Ghori dan Sultan Mughal. Dalam
menjaga keutuhan kerajaan Aceh, maka di mana-mana di daerah pengaruh kekuasaan Aceh
terdapat wakil-wakil Aceh41. Aceh menjalin hubungan yang baik dengan Turki dan negaranegara Islam lain di Indonesia, hal ini terbukti di mana ketika Aceh mengahadapi balatentara
Portugis Aceh meminta bantuan Turki tersebut. Dalam membangun aggkatan perangnya yang
baik hal ini pun berkat bantuan Turki42.
Kejayaan kerajaan Aceh pada puncaknya ketika diperintahkan oleh Iskandar Muda. Ia
mampu menyatukan kembali wilayah yang telah memisahkan diri dari Aceh ke bawah
kekuasaannya kembali43. Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur
dan Barat Sumatera. Dari Aceh tanah Gayo yang berbatasan di Islamkan, juga Minangkabau.
Dimasa pemerintahannya, Sultan Iskandar muda tidak bergantung kepada Turki Usmani.
Untuk mengalahkan Portugis, Sultan kemudian bekerjasama dengan musuh Portugis, yaitu
Belanda dan Inggris44.
Setelah Iskandar Muda digantikan oleh penggantinya, Iskandar Tsani, bersikap lebih
libeh, lembut dan adil. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun.
Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetap tatkala beberapa sultan perempuan
menduduki singgasana tahun 1641-1699, beberapa wilayah taklukannya lepas dan kesultanan

38
39

Ibid., h. 208.
A. Hasymy, (Ed.), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Jakarta: Almaarif, 1989),

h. 420.
40

Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h. 21
Ibid., h. 23
42
Badri Yatim, Sejarah Islam.., h. 209
43
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h. 22
44
Badri Yatim, Sejarah Islam.., h. 210
41

11

menjadi terpecah belah. Pada abad 18 Aceh hanya sebagai kenangan masa silam dari
bayngannya sendiri. Akhirnya kesultanan Aceh menjadi mundur45.
3.

Kerajaan Demak ( 918- 960 H/ 1512-1552 M)
Di Jawa Islam di sebarkan oleh para wali songo (wali sembilan)46, mereka tidak hanya

berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam hal pemerintahan dan politik, bahkan
sering kali seorang raja seolah-olah baru sah seorang raja kalau ia sudah diakui dan diberkahi
wali songo47. Para wali menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran Islam dan sekaligus
menjadikannya sebagai kerajaan Islam yang menunjuk Raden Patah sebagai Rajanya.
Kerajaan ini berlangsung kira-kira abad 15 dan abad 16 M. Di samping kerajaan Demak juga
berdiri kerajaan-kerajaan Islam lainnya seperti Cirebon, Banten dan Mataram48.
Demak merupakan salah satu kerajaan yang bercorak Islam yang berkembang di
pantai utara Pulau Jawa. Raja pertamanya adalah Raden Patah49. Sebelum berkuasa penuh
atas Demak, Demak masih menjadi daerah Majapahit. Baru Raden Patah berkuasa penuh
setelah mengadakan pemberontakan yang dibantu oleh para ulama atas Majapahit. Dapat
dikatakan bahwa pada abad 16, Demak telah menguasai seluruh Jawa. Setelah Raden Patah
berkuasa kira-kira diakhir abad ke-15 hingga abad ke-16, ia digantikan oleh anaknya yang
bernama Pati Unus. Dan kemudian digantikan oleh Trenggono yang dilantik oleh Sunan
Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1546
dan berhasil menguasai beberapa daerah50.
Perkembangan dan kemajuan Islam di pulau Jawa ini bersamaan dengan melemahnya
posisi raja Majapahit. 58 Hal ini memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk
membangun pusat-pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual
Sunan Kudus, meskipun bukan yang tertua dari wali Songo Demak akhirnya berhasil
menggantikan

Majapahit sebagai keraton pusat51. Kerajaan Demak menempatkan

pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat itu tidak dapat dipisahkan dari tujuannya yang
bersifat politis dan ekonomi. Politiknya adalah untuk mematahkan kerajaan Pajajaran yang
masih berkuasa di daerah pedalaman, dengan Portugis di Malaka52.
4.

Kerajaan Banten (960-1096 H/1552-1684 M)

45

Ibid., h. 210
Uka Tjandrasasmita (ed.), Sejarah Nasional.., h. 197
47
Ibid., h. 197-198
48
Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam.., h. 450
49
Uka Tjandrasasmita (ed.), Sejarah Nasional.., h.24
50
Badri Yatim, Sejarah Islam.., h. 212
51
Taufik Abdullah dan Sharon Siddique (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara,
(Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 73.
52
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional., h. 8
46

12

Banten merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke-16, setelah
pedagang-pedagang India, Arab, persia, mulai menghindarai Malaka yang sejak tahun 1511
M. telah dikuasai Portugis. Dilihat dari geografinya, Banten, pelabuhan yang penting dan
ekonominya mempunyai letak yang strategis dalam penguasa Selat Sunda, yang menjadi
uratnadi dalam pelayaran dan perdagangan melalui lautan Indoneia di bagian selatan dan barat
Sumatera. Kepentingannya sangat dirasakan terutama waktu selat Malaka di bawah
pengawasan politik Portugis di Malaka53.
Sejak sebelum kedatangan Islam, ketika berada di bawah kekuasaan raja-raja Sunda
(dari Pajajaran), Banten sudah menjadi kota yang berarti54. Pada tahun 1524 M. Sunan
Gunung Jati dari Cirebon, meletakan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan Islam
serta bagi perdagangan orang-orang Islam di sana55.
Kerajaan Islam di Banten yang semula kedudukannya di Banten Girang dipindahkan
ke kota Surosowan, di Banten lama dekat pantai. Dilihat dari sudut ekonomi dan politik,
pemindahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir utara Jawa dengan
pesisir Sumatera, melalui selat sunda dan samudra Indonesia. Situasi ini berkaitan dengan
kondis politik di Asia Tenggara masa itu setelah malaka jatuh ke tangan Portugis, para
pedagang yang segan berhubungan dengan Portugis mengalihkan jalur pelayarannya melalui
Selat Sunda56.
Tentang keberadaan Islam di Banten, Tom Pires menyebutkan, bahwa di daerah
Cimanuk, kota pelabuhan dan batas kerajaan Sunda dengan Cirebon, banyak dijumpai orang
Islam. Ini berarti pada akhir abad ke-15 M diwilayah kerajaan Sunda Hindu sudah ada
masyarakat yang beragama Islam57. 66 Karena tertarik dengan budi pekerti dan ketinggian
ilmunya, maka Bupati Banten menikahkan Syarif Hidayatullah dengan adik perempuannya
yang bernama Nhay Kawunganten. Dari pernikahan ini Syaraif Hidayatullah dikaruniai dua
anak yang diberi nama Ratu winaon dan Hasanuddin. Tidak lam kemudian, karena panggilan
uwaknya, Cakrabuana, Syarif Hidayatullah berangkat ke Cirebon menggantika umawknya
yang sudah tua. Sedangkan tugas penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada anaknya
yaitu Hasanuddin58.
Hasanuddin sendiri menikahi puteri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan
Banten tahun 1552. ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu
53
54

Ibid., h. 9
Halwany Michrob dan A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Saudara, 1993), h.

43
55

Badri Yatim, Sejarah Islam.., h. 217
Halwany Michrob dan A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa..,. h. 43
57
Ibid., h. 51
58
Ibid.,
56

13

ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan. Pada tahun 1568, disaat kekuasaan Demak
beralih ke Pajang, Hasanuddin memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia
dianggap sebagai seorang raja Islam yang pertama di Bnaten. Banten sejak semula memang
merupakan vassal dari Demak59. Pada masa kekuasaan Maulana Hasanuddin, banyak
kemajuan yang dicapai Banten dalam segala bidang kehidupan. Maulana Hasanuddin wafat
pada tahun 1570 dan di makamkan di samping Masjid Agung. Untuk meneruskan
kekuasaannya beliau digantikan oleh anaknya yaitu Maulana Yusuf60.
Pada masa pemerintahan dijalankan oleh Maulana Yusuf, strategi pembangunan lebih
dititikberatkan pada pengembangan kota, keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian. Di
tahun 1579 Maulana Yusuf dapat menaklukan Pakuan, ibukota kerajaan Pajajaran yang belum
Islam yang waktu itu masih menguasai sebagian besar daerah pedalaman Jawa Barat.
Maulana Yusuf meninggal dunia pada tahun 1580, dan di makamkan di pakalangan Gede
dekat kampung kasunyatan61.
Setelah meninggalnya Maulana Yusuf, pemerintahan selanjutnya di teruskan oleh
anaknya yaitu Muhammad yang masih muda belia. Selama Maulana Muhamad masih di
bawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh qadhi62. Maulana Muhamad terkenal
sebagai orang yang saleh. Untuk kepentingan penyebaran agama Islam ia banyak mengarang
kitab-kitab agama yang kemudian dibagikan kepada yang membutuhkannya. Pada masa
pemerintahannya Masjid Agung yang terletak di tepi alun-alun diperindahnya. Tembok
masjid dilapisi dengan porselen dan tiangnya dibuat dari kayu cendana. Untuk tempat solat
perempuan dibuatkan tempat khusus yang disebut pawestren atau pawedonan63. Maulana
Muhamad meninggal tahun 1596 M, ketika sedang mengadakan penyerangan terhadap
Palembang64.
Pemerintahan Banten kemudian di pegang oleh anak Maulana Muhammad yang
bernama Sultan Abdul Mufakir Mahmud Abdulkadir, dinobatkan pada usia 5 bulan. Dan
untuk menjalankan roda pemerintahannya ditunjuk Mangkubumi Jayanagara sebagai walinya.
Ia baru aktif memegang kekuasan pada tahun 1626. Pada tahun 1651 ia meninggal dunia, dan
digantikan oleh cucunya Sultan Abulfath Abdulfath. Pada masa pemerintahannya pernah

59

Badri Yatim, Sejarah Islam.., h. 218.
Halwany Michrob dan A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa..., h.81
61
Ibid., h. 81-85
62
Badri Yatim, Sejarah Islam.., h. 219
63
Halwany Michrob dan A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa.., h.89.
64
Hamka, Dari Pembendaharaan lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h. 74
60

14

terjadi beberapa kali peperangan antara Banten dengn VOC, dan berakhir dengan perjanjian
damai tahun 1659 M65.
5.

Kerajaan Goa (Makasar) (1078 H/1667 M)
Kerajaan yang bercorak Islam di Semenanjung Selatan Sulawesi adalah Goa Tallo,

kerajaan ini menerima Islam pada tahun 1605 M. Rajanya yang terkenal dengan nama
Tumaparisi-Kallona yang berkuasa pada akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16. Ia
adalah memerintah kerajaan dengan peraturan memungut cukai dan juga mengangkat kepalakepala daerah66.
Kerajaan Goa Tallo menjalin hubungan dengan Ternate yang telah menerima Islam
dari Gresik/Giri. 76 Penguasa Ternate mengajak penguasa Goa Tallo untuk masuk agama
Islam, namun gagal. Islam baru berhasil masuk di Goa Tallo pada waktu datuk ri Bandang
datang ke kerajaan Goa Tallo. Sultan Alauddin adalah raja pertama yang memeluk agama
Islam tahun 1605 M67.
Kerajaan Goa-Tallo mengadakan ekspansi ke Bone tahun 1611, namun ekspansi itu
menimbulkan permusuhan antara Goa dan Bone68. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh
Goa-Tallo berhasil, hal ini merupakan tradisi yang mengharuskan seorang raja untuk
menyampaikan hal baik kepada yang lain. Seperti Luwu, Wajo, Sopeng, dan Bone. Luwu
terlebih dahulu masuk Islam, sedangkan Wajo dan Bone harus melalui peperangan dulu. Raja
Bone yang pertama masuk Islam adalah yang dikenal Sultan Adam69.
6.

Kerajaan Maluku
Kerajaan Maluku terletak dibagian daerah Indonesia bagian Timur. Kedatangan Islam

keindonesia bagian Timur yaitu ke Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalan perdagangan
yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran Internasional di Malaka, Jawa dan Maluku.
Diceritakan bahwa pada abad ke-14 Raja ternate yang keduabelas, Molomateya, (1350-1357)
bersahabat baik dengan orang Arab yang memberikan petunjuk bagaimana pembuatan kapalkapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Manurut tradisi setempat, sejak abad ke-14
Islam sudah datng di daerah Maluku. Pengislaman di daerah Maluku, di bawa oleh maulana
Husayn. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Marhum di Ternate70.

65
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, jilid 1, (Jakarta: Gramedia,
1987), h.114.
66
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h. 29.
67
Ibid., h. 30
68
Ibid., h.31
69
Badri Yatim, Sejarah Islam.., h. 224
70
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h. 10

15

Raja pertama yang benar-benar muslim adalah Zayn Al- Abidin (1486-1500), Ia
sendiri mendapat ajaran agama tersebut dari madrasah Giri71. Zainal Abidin ketika di Jawa
terkenal sebagai Raja Bulawa, artinya raja cengkeh, karena membawa cengkeh dari Maluku
untuk persembahan. Sekembalinya dari jawa, Zainal abiding membawa mubaligh yang
bernama Tuhubabahul. Yang mengantar raja Zainal Abidin ke Giri yang pertama adalah
Jamilu dari Hitu. Hubungan Ternate, Hitu dengan Giri di Jawa Timur sangat erat72.
Tentang masuknya Islam ke Maluku, Tome Pires mengatakan bahwa kapal-kapal
dagang dari Gresik ialah milik Pate Cucuf. Raja ternate yang sudah memeluk Islam bernama
Sultan Bem Acorala, dan hanyalah raja ternate yang disebut sultan sedang yang lainnya
digelari raja. Dijelaskan bahwa ia sedang berperang dengan mertuanya yang menjadi raja
Tidore yang bernama Raja Almancor73.
Di Banda, Hitu, Maluku dan Bacan sudah terdapat masyarakat Muslim. Di daerah
Maluku itu raja yang mula-mula masuk Islam sebagaimana dijelaskan Tome Pires sejak kirakira 50 tahun yang lalu, berarti antara 1460-1465. Tahun tersebut boleh dikatakan bersama
dengan berita antonio Galvano yang mengatakan bahwa Islam di daerah ini di mulai 80 atau
90 tahun yang lalu yang kalau dihitung dari waktu Galvano di sana sekitar 1540-1545 menjadi
1460-146574.
Karena usia Islam masih muda di Ternate, Portugis yang sampai di sana tahun 1522
M, berharap dapat menggantikannya dengan agama Kristen. Harapan itu tidak terwujud.
Usaha mereka hanya mendatangkan hasil yang sedikit75. 89 Dalam proses Islamisasi di
Maluku menghadapi persaingan politik dan monopoli perdagangan diantara orang-orang
Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Persaingan diantara pedagang-pedagang ini pula
menyebabkan persaingan diantara kerajaan-kerajaan Islam sendiri sehingga pada akhirnya
daerah Maluku jatuh ke bawah kekuasaan politik dan ekonomi kompeni Belanda76.

Penutup
Dari beberapa sumber yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses
dan perkembangan peradaban Islam di Nusantara yang paling Nampak ialah melalui jalur
perdagangan. Proses penyebarannya berkat para pedagang Muslim yang singgah kemudian dengan
memperkenalkan ajaran Agama Islam yang mulanya hanya diperkenalkan kepada masyarakat pesisir

71

Nugroho Notosusanto dkk., Sejarah Nasional Indonesia 2, (Jakarta: Depdikbud, 1992), h. 18
Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional.., h.18
73
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h. 11
74
Ibid., h. 11-12
75
Badri Yatim, Sejarah Islam.., h. 222
76
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional.., h. 12
72

16

atau masyarakat sekitar pelabuhan. Akan tetapi seiring perkembangan zaman ajaran Islam terus
berkembang luas keseluruh wilayah Nusantara, hingga ke masyarakat Indonesia Timur.
Dalam teori Gujarat, Persia, Cina dan Mekkah sedik banyak memiliki pandangan yang sama
tentang proses masuknya Ajaran Islam ke Nusantara, yaitu melalui peran pedagang yang hilir mudik
ke Nusantara. Akan tetapi yang tidak kalah penting akan proses masuk dan berkembangnya Islam di
Nusantara juga melalui, Perkawinan, Pendidikan, Tasawuf, Politik, Seni dan Budaya.

Referensi:

Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, (Jakarta: Gema Insani Press,
1998)
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-esai Pesantren (Yogyakarta: LKIS,
2001)
Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam, Sezak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar
Media, 2003)
Ahmad Mansur Surya Negara, Menemukan Sejara, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia,
(Bandung : Mizan 2002)
Ahmad Mansur Surya Negara, Menemukan Sejara, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia,
(Bandung : Mizan 2002)
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara (Jakarta: Kencana, 2007), h.
2.
Baarn. Holandia Wardah: No. XXVIII/ Th. XV/ Desember 2014 134 Drukkerij, 1913), h.
359-392 terjemahan oleh Gumawan, S. Islam di Hindia Belanda (Terjemahan dalam
Bahasa Idonesia), Bhratara, Jakarta, 1973.
Badri Yatim, Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag, 1998)
Busman Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009)
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Fatimi SQ, Islam Comes to Malaysia, (Singapore: Malaysian Sociological Reseach Institude,
Ltd, 1963).
Halwany Michrob dan A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Saudara,
1993)
Hamka, Dari Pembendaharaan lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982)
Hasymy, (Ed.), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Jakarta: Almaarif,
1989)
KH. Sauddin Zuhri, Sejaraah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia,
(Bandung : al-Maarif, 1984)
17

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010)
Nugroho Notosusanto dkk., Sejarah Nasional Indonesia 2, (Jakarta: Depdikbud, 1992)
Nurhayati Djamas, Dinamika Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2008)
Rosita Baiti, Wardah: No. XXVIII/ Th. XV/ Desember 2014
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, jilid 1, (Jakarta:
Gramedia, 1987)
Selamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dann Timbulnya Negara-Negara Islam di
Nusantara, (Jakarta Bhatara, 1968)
Sunanto Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010)
Syed Nagib Alatas, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of MalayIndonesian Archipelago, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969)
Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majlis Ulama Indonesia,
1991)
Taufik Abdullah dan Sharon Siddique (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara,
(Jakarta: LP3ES, 1989)
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984)

18