Harakah at Tajdid Jejak Pembaharuan Isla

Harakah at-Tajdid : Jejak Pembaharuan Islam di Pantura (Pekalongan-Batang) tahun
1840-1980 M
Oleh: Muhammad Fikri Hidayattullah

Sewaktu Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Cilacap, Ra'is „Aam PBNU, KH.
Ahmad Sidiq memberikan penjelasan tentang makna tajdid. Menurut beliau, tajdid memiliki
3 makna. Pertama, I'adah artinya pemulihan atau rehabilitasi. Kedua, Ibanah yaitu
memisahkan secara cermat oleh ahlinya, mana yang sunnah dan mana yang bid'ah.
Ketiga, Ihya' atau menghidupkan kembali ajaran-ajaran Islam yang belum terlaksana atau
terbengkelai. Beliau melanjutkan, bahwa makna tajdid bukanlah mengganti unsur Islam
dengan sesuatu yang baru, tetapi memulihkan Islam menjadi bersih kembali seperti semula
serta menggalakkan kembali amalan yang belum terlaksana (Amin, 2010:10-11). KH. Ahmad
Syadzirin Amin -rahimahullah- mantan Ketua Umum Rifaiyah Pusat sekaligus Ketua Dewan
Syuro PP. Rifaiyah asal Kedungwuni, Pekalongan ikut serta menjelaskan tentang karakter
seorang pembawa bendera tajdid (mujadid). Didalam buku beliau yang berjudul Harakah atTajdid beliau banyak menukil ucapan para Imam Salaf untuk menjelaskan tentang definisi
tajdid dan mujaddid, setelah itu beliau mengatakan:
"Pembaharu seperti yang diungkapkan oleh Salaf adalah pendukung Sunnah dan pembasmi
Bid'ah. Pembaharu yang bukan demikian, tidaklah pembaharu sebenarnya, sekalipun
mendalami ilmu pengetahuan tersohor di kalangan masyarakat, dan merupakan tempat
bertanya." (Amin, 2010:15).


Tema seputar tajdid secara umum tidak lepas dari pembahasan tentang sunnah dan bid'ah.
Namun, tema ini merupakan sesuatu yang sangat sensitif di tengah masyarakat muslim
Indonesia, meskipun para Alim Ulama di beberapa Ormas Islam juga sudah memberikan
penjelasan tentangnya. Tidak hanya pada dekade 2000-an dakwah menghidupkan Sunnah
Nabi dan memerangi bid'ah (nashir al-sunnah wa qami' al-bid'ah) menjadi sesuatu yang tabu,
namun sudah sejak hampir satu abad yang lalu. Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy pada tahun
1343 H (sekitar 1922 M) dalam kalimah tashdir di bukunya mengungkapkan bahwa setiap
da'i yang tulus ikhlas mengajak manusia ke jalan sunnah dan menyelamatkan masyarakat dari
tipu daya tokoh-tokoh khurafat dan para pemangku bid'ah akan mendapatkan cibiran dan
olok-olokkan. Dituduh pula mengutamakan soal tetek bengek, soal yang kecil remeh, mencari
ketenaran dunia sampai dituduh mencerca ulama'-ulama' mujtahid pengarang kitab-kitab
yang di-i'tibarkan (Ash-Shiddieqy, 1974:9).
Perjuangan tajdid mengembalikan kemurnian Islam di tanah Jawa (balad al-Jawi), khususnya
di daerah Batang dan Pekalongan sudah dilakukan sejak hampir dua abad yang lalu sewaktu
masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1840 M. Diawali oleh seorang ulama besar dengan
keilmuan setingkat Syaikh Nawawi al-Bantani dan Syaikh Kholil Bangkalan, pengarang 500
tanbih, 700 nadzam dan 65 judul kitab dalam bidang Ushuluddin, Fiqh dan Tasawwuf. Beliau
adalah Syaikh Mujahid Ahmad Rifa'i (Amin, 1996:9). Dalam madzab fiqih beliau seorang
Syafi'iyah, dan dalam aqidah beliau mengikuti Abu Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur alMaturidi (Saefullah dan Hanafi, 2015). Ahmad Adaby Darban dalam tesisnya menyebutkan
bahwa Syaikh Ahmad Rifa'i terpengaruh paham tajdid Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahab

1

sewaktu gencarnya dakwah tajdid di tanah arab kala itu, bahkan beliau juga berguru kepada
guru-guru beraliran Wahabi, meskipun beliau tidak terpengaruh secara keseluruhan (Darban,
2004:21). Hal ini dapat pula dilihat dari corak dakwah beliau yang bersifat reformis dan
revivalis -khas model dakwah Wahabi- sepulang belajar selama 8 tahun di Makkah. Beliau
tidak hanya melakukan upaya tajdid dalam lingkup ubudiyah semata dan mengembalikan
praktek tasawwuf yang benar, namun juga melakukan perlawanan dengan kritik sosial kepada
penjajah kafir kolonial Belanda dan para Ulama' Birokrat yang makan gaji dari pemerintah
kafir.
Sekitar satu setengah abad pasca perjuangan Syaikh Ahmad Rifa'i dalam menegakkan syari'at
Allah dengan upaya tajdid pada beberapa lapisan bidang agama di tanah Jawa. Di daerah
Kota Pekalongan mata rantai tajdid tersebut terus berlanjut. H.S.A. Al-Hamdany yang di
kalangan orang-orang Al-Irsyad biasa dipanggil Said Thalib, beliau merupakan ahli fikih
besar Al-Irsyad kelahiran Pekalongan yang produktif menulis beberapa buku dan kitab
berbahasa Arab seputar serial kemurnian Islam (Al-Hamdany, 1971:164). Upaya dakwah
beliau dalam memurnikan Islam lewat tulisan, salah satunya dengan menulis buku sekaligus
menerbitkan sendiri karyanya lewat penerbitan yang beliau kelola. Penerbitan tersebut
bernama “Penerbit H.S.A. Al-Hamdany”. Salah satu buku yang berhasil beliau terbitkan
sendiri berjudul "Sorotan terhadap: 1. Kissah Maulid, 2. Nisfu Sja'ban, 3. Manakib Sjaich

A.K. Djailany" yang terbit pada tahun 1971 berisi kritikan terhadap kekeliruan-kekeliruan
dalam praktek amaliyah-amaliyah tersebut. Selain itu, beliau juga pernah menulis buku yang
berisi sanggahan terhadap penyimpangan-penyimpangan praktek tasawwuf yang diberi kata
pengantar oleh Mohammad Natsir.
Di Pekalongan sebelum masa Al-Hamdany (Al Irsyad Al Islamiyyah), terlebih dulu ada kisah
lain seputar masuknya dakwah Persyarikatan Muhammadiyah di daerah Pekajangan. Kisah
masuknya dakwah Muhammadiyah -sebagai salah satu organisasi Islam yang mengusung
konsep tajdid- ini dimuat dalam buku yang disusun Soediardjo, et al. (1968) dengan
judul “Riwayat Hidup KH. Abdurrahman: Bapa Masjarakat Pekadjangan dan Pendiri
Muhammadiyah disana”. Buku tersebut mengisahkan kondisi awal daerah Pekajangan
sebelum mendapatkan sentuhan tajdid lewat Muhammadiyah dan berisi biografi KH.
Abdurrahman sebagai inisiator awal pembawa masuk Persyarikatan Muhammadiyah ke
daerah ini. Dijelaskan bahwa sebelum masuknya Persyarikatan Muhammadiyah di
Pekajangan, daerah ini merupakan daerah yang tidak menarik perhatian dan malah tidak
masuk hitungan. Mungkin karena primitifnya dalam segala keadaan, baik dari mata
pencaharian, penghidupan dan pengajaran agama Islam. Sebagaimana desa-desa lainnya yang
umumnya bertani, berdagang dan berkerajinan tangan, Pekajangan pun demikian juga. Pada
waktu itu secara ekonomi kondisi masyarakat masih banyak kekurangan. Orang yang mampu
hanya sedikit, rumah gedong baru 2-3 buah dan rumah yang bergenteng pun masih dapat
dihitung dengan jari. Keadaan yang serba marjinal dalam beberapa hal ini tidak selamanya

berlangsung terus menerus. Berkat rahmat dan pertolongan Allah Azza wa Jalla keadaan pun
mulai berangsur-angsur membaik. Masyarakat mulai tertarik kembali kepada ajaran agama.
Perubahan yang sangat cepat di berbagai sektor kehidupan ekonomi, ilmu pengetahuan dan

2

kemasyarakatan diakui atau tidak muncul setelah berdirinya Muhammadiyah yang didirikan
oleh KH. Abdurrahman –rahimahullah.
Inisiatif KH. Abdurrahman untuk memasukkan Muhammadiyah ke Pekajangan adalah
setelah aktivitas pengajian yang didirikan beliau dan kawan-kawannya dengan nama
“Ambudi Agama” distop oleh Polisi -mungkin efek dari adanya undang-undang Guru
Ordonansi sewaktu berkuasanya Pemerintah Hindia-Belanda-, beliau dan kawan-kawannya
tidak dapat mengatasi permasalahan ini. Setelah peristiwa pemberhentian aktivitas pengajian
inilah KH. Abdurrahman mulai tertarik dengan Muhammadiyah. Beliau berkeinginan ke
Yogyakarta untuk meminta keterangan bagaimana caranya mengatasi rintangan terhadap
pengajian yang dibubarkan oleh Polisi di tempatnya. Inisiatif beliau ini dicegah oleh
sahabatnya yang bernama Chumasi Hardjosubroto, dengan alasan bahwa Persyarikatan
Muhammadiyah di Yogyakarta merupakan perkumpulan Kristen. Pendapat ini juga diperkuat
oleh teman-teman lainnya. Akan tetapi KH. Abdurrahman tidak begitu saja mempercayai
keterangan itu sebelum melihat langsung realita sesungguhnya. Sampai kemudian dengan

tekad yang bulat beliau memutuskan berangkat ke Yogyakarta ditemani oleh Kyai Asmu‟i
untuk menemui Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dulu bernama Hoofdbestuur guna
melaksanakan maksudnya. Singkat kata, PP. Muhammadiyah menyambut baik inisiatif KH.
Abdurrahman yang kemudian diikuti dengan datangnya beberapa utusan PP. Muhammadiyah
antara lain: H. Muchtar, H. Abdurrahman Machdum, H. Wasool Dja‟far dan lainnya untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi dan menjelaskan tentang Muhammadiyah. Kawan
dan sahabat KH. Abdurrahman yang semula mengira Muhammadiyah adalah suatu
perkumpulan Kristen, berubah menjadi pendukung persyarikatan ini setelah mengetahui
ternyata Muhammadiyah berpedoman kepada al-Qur‟an dan as-Sunnah. Berdirinya
Muhammadiyah telah mendapat izin dari Pemerintah Hindia Belanda untuk seluruh wilayah
kekuasaanya. Sehingga, apabila ada daerah dimanapun tempatnya yang sudah mendirikan
Muhammadiyah dengan mendapat surat dari Hoofdbestuur , maka pemerintah setempat tidak
boleh menghalangi kegiatan-kegiatannya.
Demikianlah kisah awal mula masuk dan berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah Cabang
Pekajangan pada tanggal 15 November 1922 (menurut surat keputusan dari PP.
Muhammadiyah) yang dirintis dan diprakarsai oleh KH. Abdurrahman dan kawan-kawannya.
Masuknya Persyarikatan ini di Pekalongan melengkapi mata rantai tajdid babak berikutnya.
Hingga kini gerakan pemurnian Islam di wilayah Pantura dari Batang sampai Brebes dapat
terus berjalan dan memberikan kontribusi bagi umat Islam di wilayah sekitarnya. Kita
mengharapkan semua fraksi-fraksi Islam yang menyeru kepada Islam murni dapat terus

bekerja sama bak gayung bersambut.
Wallahu a'lam bisshawab.

Referensi:
Ahmad Adaby Darban, Rifa'iyah: Gerakan Sosial Keagamaan di Pedesaan Jawa Tengah
tahun 1850-1982, (Yogyakarta:Tarawang Press, 2004)

3

Ahmad Saefullah dan Hanafi (Jama'ah Rifa'yah), wawancara pada tanggal 17 Februari 2015
dan 24 Februari 2015
Ahmad Syadzirin Amin, Gerakan Syaikh Ahmad Rifa'i dalam menentang Kolonial Belanda,
(Jakarta:Jama'ah Masjid Baiturrahman, 1996)
Ahmad Syadzirin Amin, Harakah at-Tajdid: Gerakan Pembaharuan dalam Islam,
(Manuskrip, 2010)
H.S.A. Al-Hamdany, Risalah Djanaiz, (Bandung:Al Ma'arif, 1971)
H.S.A. Al-Hamdany, Sanggahan terhadap Tashawwuf & Ahli Sufi , (Bandung:Al Ma'arif,
1982)
H.S.A. Al-Hamdany, Sorotan terhadap: 1. Kissah Maulid, 2. Nisfu Sja'ban, 3. Manakib
Sjaich A.K. Djailany, (Pekalongan:Penerbit H.S.A. Al-Hamdany, 1971)

RM. Soetardjo, Riwayat Hidup KH. Abdurrahman: Bapa Masjarakat Pekadjangan dan
Pendiri Muhammadiyah disan, (Pekalongan: Pimpinan Muhammadijah Tjabang
Pekadjangan, 1968)
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Prof, Kriteria antara Sunnah dan Bid'ah , (Jakarta:Bulan Bintang,
1974)

4

Dokumen yang terkait

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Improving the VIII-B Students' listening comprehension ability through note taking and partial dictation techniques at SMPN 3 Jember in the 2006/2007 Academic Year -

0 63 87

Teaching speaking through the role play (an experiment study at the second grade of MTS al-Sa'adah Pd. Aren)

6 122 55

Enriching students vocabulary by using word cards ( a classroom action research at second grade of marketing program class XI.2 SMK Nusantara, Ciputat South Tangerang

12 142 101

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22