Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Inte

JURNAL AKUNTANSI, MANAJEMEN BISNIS
DAN SEKTOR PUBLIK (JAMBSP)

ISSN 1829 – 9857

PENGUKURAN NON KEUANGAN MENGUNGGULI PENGUKURAN
KEUANGAN PADA INTELLECTUAL CAPITAL
Sigit Hermawan
Tigis_her@yahoo.com

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

ABSTRACT
The aim of this article is to explain the non-financial measurement which gives more
benefits than the financial measurement method on intellectual capital. Those benefits are
in aspects of the profit earned by the organization or company in formulating the
strategy, evaluating the strategy, pursuing a development strategy, diversification, and
expansion. It includes in the determination of compensation systems, non-financial
measurement is more beneficial than financial measurement. In addition, non-financial
measurement provides more long term informations rather than financial measurement in
stakeholder external for communication.

Keywords:

Intellectual
Financial.

Capital,

Non-Financial

Measurement,

Measurement

PENDAHULUAN
“Apa yang dapat diukur maka akan dapat dikelola”. Itulah kata yang tepat guna
mengungkapkan betapa pentingnya sebuah pengukuran intellectual capital (IC) di dalam
sebuah organisasi atau perusahaan. Karena ketika pengukuran telah berhasil dilakukan
maka unsur-unsur pembentuk IC akan dapat diurai, dikelola, dan dikaitkan dengan
kinerja, strategi, dan peningkatan nilai perusahaan. Sehingga perusahaan akan
mendapatkan banyak manfaat dari proses pengukuran terhadap IC yang dimilikinya.

Banyak metode yang telah dihasilkan oleh para ahli di bidang IC. Bahkan pengamatan
paling aktual dilakukan oleh Sveiby (2010), yang menyatakan telah ada 45 metode
pengukuran IC yang dihasilkan oleh para ahli. Namun kemudian metode pengukuran
tersebut dikelompokkan ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Tetapi umumnya
pembagian yang paling banyak dan mudah ditemukan adalah pengukuran non keuangan
dan pengukuran keuangan.
Pengukuran non keuangan lebih banyak direkomendasikan untuk mengganti pengukuran
keuangan karena perubahan orientasi dan saat ini adalah era ekonomi berpengetahuan.
118

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Pada banyak aspek pengukuran non keuangan mengungguli pengukuran aspek-aspek
keuangan. Misalnya ketika perusahaan merumuskan strategi, mengevaluasi pelaksanaan
strategi, mengembangkan diri untuk pengembangan, diversifikasi dan ekspansi, untuk
pemberian kompensasi, dan untuk berkomunikasi dengan stakeholders eksternal.
Artikel ini bertujuan untuk membahas pengukuran non keuangan mengungguli
pengukuran keuangan dalam pengukuran intelectual capital. Pada awal penulisan
dijelaskan tentang pentingnya dan manfaat pengukuran IC. Kemudian dibahas pula
tentang metode pengukuran IC dan akhirnya akan dibahas tentang pengukuran non

keuangan yang mengungguli pengukuran keuangan.

PENTINGNYA PENGUKURAN INTELLECTUAL CAPITAL
Pengukuran IC sangat penting artinya karena dapat mengembangkan pengetahuan tentang
IC perusahaan yang berguna untuk pengambilan keputusan terkait dengan peningkatan
atau penurunan elemen-elemen IC (Mouritsen, 2009). Secara ringkas Kannan and Aulbur
(2004) menjelaskan alasan utama pengukuran IC yakni untuk mengetahui aset
tersembunyi dan mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan organisasi. Hal yang
tidak jauh berbeda disampaikan oleh Marr and Gray (2002), yang menjelaskan alasan
untuk mengukur IC adalah untuk merumuskan dan menilai strategi, memberikan dampak
pada perilaku karyawan, dan untuk memvalidasi kinerja eksternal. Sedangkan menurut
Andriessen (2004), tujuh alasan utama dalam pengukuran aset tak berwujud bagi
manajemen internal adalah 1) memusatkan perhatian pada yang diukur (apa yang dapat
diukur maka dapat dikelola), 2) mengembangkan manajemen sumber daya tak berwujud,
3) mencipta sumber daya berbasis strategi, 4) memonitor dampak dari tindakan-tindakan,
5) menerjemahkan strategi bisnis pada tindakan nyata, 6) menimbang berbagai tindakan,
7) meningkatkan manajemen bisnis secara keseluruhan.
Sementara itu menurut Marr et al, (2004), ada dua perspektif tujuan pengukuran IC yakni
perspektif eksternal dan perspektif internal. Perspektif eksternal menyatakan bahwa
tujuan pengukuran IC adalah untuk mengevaluasi organisasi guna mengkomunikasikan

nilai sebenarnya pada pasar. Sehingga perspektif ini lebih banyak berguna untuk tujuan
akuntansi dalam memberikan nilai aset tak berwujud di laporan keuangan, sedangkan
perspektif internal menyatakan bahwa tujuan pengukuran IC adalah untuk
mengidentifikasi komponen organisasi untuk dikelola sehingga bermanfaat dalam
pengembangan kinerja organisasi secara berkelanjutan, sehingga perspektif ini lebih
banyak berkaitan dengan aktivitas knowledge management.

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

119

MANFAAT PENGUKURAN INTELLECTUAL CAPITAL
Berbagai manfaat didapatkan bila organisasi melakukan pengukuran IC. Umumnya selalu
dikaitkan dengan strategi perusahaan dan upaya untuk menggali unsur-unsur IC yang
dapat meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan. Kannan and Aulbur (2004)
memberikan penjelasan tentang manfaat pengukuran IC yakn:1) untuk mengidentifikasi
dan memetakan aset tak berwujud, 2) untuk mengetahui aliran pola pengetahuan yang ada
di organisasi, 3) memiliki prioritas pengetahuan yang utama, 4) akselerasi pola
pembelajaran bagi organisasi, 4) praktik yang baik untuk identifikasi dan penyebaran ke
perusahaan dari contoh-contoh bisnis yang ada, 5) memonitoring secara berkala nilai aset

dan menemukan cara untuk meningkatkan nilai, 6) memahami jaringan sosial organisasi
dan mengindentifikasi perubahan yang terjadi, 7) meningkatkan inovasi, 8) meningkatkan
aktivitas kolaborasi dan berbagi budaya pengetahuan sebagai hasil peningkatan
kepedulian atas manfaat manajemen pengetahuan (knowledge management), 9)
meningkatkan persepsi diri karyawan pada organisasi dan meningkatkan motivasi, 10)
meningkatkan budaya yang berorientasi kinerja.
Dengan demikian pengukuran IC dan knowledge management secara praktis akan
menghasilkan manfaat bagi organisasi yakni untuk membantu menjelaskan strategi bisnis,
mendesain proses dan meningkatkan keunggulan bersaing. Sedangkan Marr, et al (2002)
menjelaskan alasan mengapa organisasi melakukan pengukuran terhadap intellectual
capital, yakni 1. untuk membantu organisasi merumuskan strateginya, 2. menilai
pelaksanaan strategi, 3. memberikan saran dalam diversifikasi dan keputusan ekspansi, 4.
menggunakannya sebagai basis untuk pemberian kompensasi, dan 5. untuk
mengkomunikasikan pengukuran pada stakeholders eksternal.

METODE PENGUKURAN INTELLECTUAL CAPITAL
Perkembangan metode pengukuran dari waktu ke waktu telah dilakukan oleh Sveiby.
Pada tahun 2001, Sveiby mengamati ada 21 metode pengukuran (Sawarjuwono dan
Kadir, 2003). Pada tahun 2007, ada 34 metode pengukuran aset tak berwujud (Sveiby,
2007), dan pada tahun 2010 terdapat 45 metode pengukuran (Sveiby, 2010). Pada setiap

pengamatannya, Sveiby telah mengklasifikasikannya ke dalam beberapa metode yakni
market capitalization method, return on assets method, direct intellectual capital, dan
scorecard method. Selain itu juga telah diklasifikasikan ke dalam kelompok pengukuran
non moneter (non keuangan) dan pengukuran moneter (keuangan). Gambar 1,
menjelaskan klasifikasi beberapa metode pengukuran IC menurut Sveiby (2010).

120

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Gambar I
Klasifikasi Metode Pengukuran Intangibles (Sveiby, 2010)

Penjelasan untuk masing-masing metode yang ada di gambar 1, terdapat di tabel
1.
Tabel I
Metode Pengukuran Intellectual Capital
Tahun

Label


2009

ICU Report

Penganjur
Utama
Sanchez
(2009)

Kategori

Deskripsi

Scorecard
Methods

ICU adalah hasil dari EU yang
dibiayai untuk mendesain pelaporan
IC khusus untuk universitas. Berisi

tiga hal yakni : (1) visi institusi; (2)
ringkasan
sumber
daya
tak
berwujud dan aktivitasnya; (3)
sistem dari indikator-indikator

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

121

Tahun
2008

Label
EVVICAET
M

Penganjur

Utama
McMc
Cutcheon
(2008)

Kategori

Diskripsi

Direct
Intellectu
al Capital

Dikembangkan oleh Intellectual
Assets Center di Skotlandia sebagai
web didasarkan pada perigkat
EVVICAE, yang didasarkan pada
kerjaPatrickH.Sullivan (1995/2000)
Menggunakan
konsep

“The
Knoware Tree” dengan empat
perspektif (hardware, netware,
wetware,
software)
untuk
menciptakan seperangkat indikatorindikator untuk daerah
Evaluasi
karyawan
dengan
menggunakan analogi dari evaluasi
aktiva tetap berwujud. Nilai
karyawan adalah jumlah dari nilai
pembelian karyawan dan nilai yang
diinvestasikan pada karyawan
dikurangi
nilai
penyesuaian
karyawan
Intellectual asset-based management (IAbM) adalah petunjuk

pelaporan IC yang dikenalkan oleh
Mentri Perekonomian, Perdagangan
dan Perindustrian Jepang. Laporan
IAbM berisi tentang (1) filosofi
manajemen;
(2)
laporan
perkembangan masa lalu ke masa
sekarang; (3) masa sekarang ke
masa depan; (4) indikator asset
intelektual.
Desain
indikatorindikator lebih banyak mengikuti
petunjuk
dari
MERITUM,
sebagaimana digambarkan oleh
Johanson & al (2009).
Uni Eropa membiayai proyek untuk
mengembangkan mode lIC khususNyayangdidesainuntukadministrasi
publik dan platform teknologi
untuk
memfasilitasi
efisiensi
manajemen dari layanan publik.

2008

Regional
Intellectual
Capital
Index
(RICI)

Schiuma,
Lerro,
Carlucci
(2008)

Scorecard
Methods

2007

Dinamic
Monetary
Model

Milost
(2007)

Direct
Intellectu
al Capital

2004

IAbM

Japanese
Ministry of
Economy,
Trade and
Industry

Scorecard
Methods

2004

SICAP

122

Scorecard
Methods

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Tahun Label

Penganjur
Utama
Bontis
(2004)

Kategori

Diskripsi

Scorecard
Methods

Versi modifikasi dari Skandia
Navigator untuk Negara Kesejahteraan
nasional
dibandingkan
dengan
dengan
kesejahteraan
keuangan dan intellectual capital
(Human Capital+Structural Capital)

2004

National
Intellectual
Capital
Index

2004

Topplinjen
/ Business
IQ

Sandvik
(2004)

Scorecard Metode ini dikembangkan di
s Methods Norwegia dengan mengkombi(SC)
nasikan empat indeks yakni :
Indentify Index, Human Capital
Index, Knowledge Capital Index,
Reputation Index

2003

Public
Sector IC

Bossi
(2003)

Scorecard Model IC yang dikembangkan oleh
s Methods Garcia (2001), dan menambah dua
(SC)
perspektif yakni transparansi dan
kualitas.Metode
ini
juga
mengidentifikasi
elemen-elemen
negatif
yang
menghasilkan
kewajiban intelektual. Konsep
kewajiban
intelektual
merepresentasikan jarak antara
manajemen
yang
ideal
dan
manajemen yang nyata, dengan
salah satu tugas entitas publik harus
memenuhi untuk kemasyarakatan

2003

Danish
Guidelines

Mouritze,
Bukh & al
(2003)

2003

ICdVALTM

Bonfour
(2003)

Scorecard Menurut metode ini, IC Statement
s Methods berisi tentang : 1) narasi
(SC)
pengetahuan; 2) satu set tantangan
manajemen; 3) jumlah inisiatif; 4)
indikator-indikator yang relevan.
Scorecard “Dinamic Valuation of Intellectual
s Methods Capital”.
Indikator-indikatornya
(SC)
dari empat dimensi kompetitif yang
dihitung dari : Sumber daya dan
Kompetensi, Proses, Luaran, dan
Aktiva Tak Berwujud (Structural
Capital dan Indek Human Capital)

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

123

Tahun Label

Penganjur
Utama
SanchezCanizares
(2007)

2002

Intellectus
Model

2002

FiMIAM

Rodov &
Leliaert
(2002)

2002

IC Rating
TM

Edvinsson
(2002)

2002

Value
Chain
Scoreboard
TM

Lev B
(2002)

124

Kategori

Diskripsi

Scorecards
Methods
(SC)

Model ini terstruktur ke dalam
komponen,
dengan
setiap
komponen terdiri dari elemenelemen dan variable-variabel.
Struktur capital dibagi menjadi
dua yakni organizational capital
dan
technological
capital.
Relational capital dibagi menjadi
business capital dan social capital.
Direct
Menilai nilai moneter dari
Intellectual komponen
IC,
dengan
Capital
mengkombinasikan
kedua
Methods
pengukuran baik untuk aktiva
(DIC)/
berwujud maupun aktiva tidak
Market
berwujud. Metode ini berusaha
Capitalizati menghubungkan nilai IC terhadap
on Method nilai pasar atas dan nilai buku
(MCM)
atas.
Scorecards Perluasan dari kerangka kerja
Methods
Skandia
Navigator
yang
(SC)
menggabungkan ide dari The
Intellectual Assets Monitor :
peringkat efisiensi, pembaruan
dan resiko
Scorecards Suatu matrik dari indikator non
Methods
keuangan yang disusun tiga
(SC)
kategori
menurut
siklus
pengembangan,
implementasi,
komersialisasi. Digambarkan di
bukunya Lev (2005): Intangibles :
Management, Measurement, and
Reporting

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Tahun Label
2002

Meritum
Guidelines

2001

Penganju
Utama
Meritum
Guidelines
(2002)

Caba &
Sierra
(2001)

2001

Intangible
Assets
Statement

Garcia
(2001)

2001

Knowledge
Audit
Cycle

Schiuma &
Marr
(2001)

Kategori

Diskripsi

Scorecard Sebuah Uni Eropa yang menspons Methods sori
riset
yangmenghasilkan
(SC)
kerangka
kerja
untuk
manajemendan
pengungkapan
aktiva tak berwujud dalam tiga
tahap yakni 1) mengidentifikasi
tujuan-tujuan
strategis;
2)
mengidentifikasi sumber dayasumber daya tak berwujud; 3)
tindakan untuk mengembangkan
sumber daya tak berwujud. Tiga
kelompok aktiva tak berwujud
adalah human capital, structural
capital dan relational capital.
Scorecard Model pengukuran IC untuk sector
s Methods public didasarkan pada European
(SC)
Foundation Quality Management
Model (EFQM). Mengintegrasikan
elemen-elemen dari model EFQM
dengan tiga model komposisi
intellectual capital yakni human
capital, structural capital, dan
relational capital. Seperti yang
digambarkan oleh Ramirez Y
(2010)
Scorecard Model pengukuran IC untuk sector
s Methods publik didasarkan pada IAM
(SC)
dengan indikator pertumbuhan atau
efisiensi pembaruan dan stabilitas
Scorecard Metode untuk menilai enam dimens Methods si pengetahuan dari kapabilitas or(SC)
ganisasi melalui empat tahap yakni
1)menjelaskan kunci asset pengetahuan; 2) mengidentifikasi proses
pengetahuan kunci; 3)mengidentifikasi proses pengetahuan kunci;
4) implementasi dan memonitor
pengembangan.

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

125

Tahun

Label

Penganjur
Utama
Baum,
Ittner,
Larcker,
Low,
Siesfeld,
and Malone
(2000)

Kategori

Diskripsi

Scorecards
Methods
(SC)

Dikembangkan oleh Wharthon
Business School, bersama dengan
Cap Gemini Ernst & Young
Center for Business Business
Inovation and Forbes. Mereka
mengestimasi
pentingnya
perbedaan matrik non financial
untuk menjelaskan nilai pasar
perusahaan. Faktor berbeda untuk
industri yang beda. Pengembang
VCI mengklaim fokus pada
faktor-faktor
yang
dipertimbangkan
oleh
pasar
daripada yang dikatakan oleh
manajer
bahwa
faktor-faktor
tersebut penting.
Metodologi akuntansi diajukan
oleh KMPG untuk menghitung
dan mengalokasikan nilai kepada
lima jenis intangible : (1) assets
and endowments; (2) skills and
tacit knowledge; (3) collective
value and norm; (4) technology
and explicit knowledge; (5)
process management
Metode yang menaksir nilai dari
intellectual property

2000

Value
Creation
Index
(VCI)

2000

The Value
Explorer
TM

Andriessen
& Tiessen
(2000)

Direct
Intellectual
Capital
Methods
(DIC)

2000

Intellectual
Asset
Valuation

Sullivan
(2000)

2000

Total Value
Creation
(TVCTM)

Anderson
& Mc Lean
(2000)

Direct
Intellectual
Capital
Methods
(DIC)
Direct
Intellectual
Capital
Methods
(DIC)

126

Suatu proyek inisiatif oleh
Canadian Institute of Chartered
Accountants. TVC menggunakan
discounted arus kas diproyeksikan
untuk menguji kembali bagaimana
peristiwa mempengaruhi aktivitas
yang direncanaka

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Tahun Label

Pengenjur
Utama
Lev (1999)

Kategori

Direct
Intellectua
l Capital
Methods
(DIC)

1999

Knowledge
Capital
Earnings

1998

Inclusive
Valuation
Methodolo
gy (IVM)

McPherson
(1996)

1998

Accounting
for the
Future
(AFTF)

Nash H.
(1998)

1998

Investor
assigned
market
value
(IAMVT)

Standfield
(1998)

1997

Calculated
Intangible
Value

Stewart
(1997)

Diskripsi

Return On Knowledge Capital Earnings diAssets
hitung sebagai porsi atas kelebihan
(ROA)
normalized earnings dan tambahan
expected earnings yang bisa
dihubungkan dengan book assets.
Menggunakan hirarki dari weighted
indicator yang dikombinasikan, dan
focus pada nilai relative daripada
nilai absolute. Kombinasi value
added = monetary value added
dikombinasikan dengan intangible
value added.
Direct
Suatu sistem dari projected
Intellectua discounted cash flows. Perbedaan
l Capital antara nilai AFTF pada akhir tahun
Methods
dan awal periode adalah nilai
(DIC)
tambah (value added) selama
periode tersebut
Market
Mengambil nilai sesungguhnya
Capitaliza perusahaan untuk nilai pasar
tion
sahamnya dan membaginya kepada
Methods
intangible capital + (Realized IC +
(MCM)
IC Erosion + SCA (Sustainable
Competitive Advantage))
Market
Nilai intelektual capital didasarkan
Capitaliza pada perbedaan antara nilai pasar
tion
saham perusahaan dan nilai buku
Methods
perusahaan. Metode ini didasarkan
(MCM)
pada asumsi bahwa pendapatan
perusahaan lebih tinggi dibanding
dengan perusahaan lain di industri
yang sama, sebagai hasil dari
intellectual capital yang dimiliki
oleh perusahaan. Ini adalah pelopor
dari model Lev’s Knowledge
Capital.

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

127

Tahun Label

Penganjur
Utama
Stern &
Stewart
(1997)

1997

Economic
Value
Added
(EVATM)

1997

Value
Added
Intellectual
Coefficient
(VAICTM)

Pulic
(1997)

1997

IC Index
TM

Roos,
Roos,
Dragonetti
and
Edvinsson
(1997)

1996

Technology
Broker

Brooking
(1996)

1996

Citation
Weighted
Patents

Dow
Chemical
(1996)

128

Kategori

Diskripsi

Return On Dihitung dengan menyesuaikan
Assets
laba yang diungkap perusahaan
(ROA)
dengan beban yang berhubungan
dengan
intangible.
Perubahan
dalam IVA merupakan indikasi
apakah
intellectual
capital
perusahaan produktif atau tidak
Return On Mengukur seberapa dan bagaimana
Assets
efisiensi intellectual capital dan
(ROA)
capital employed menciptakan nilai
(tidak
yang berdasar pada hubungan tiga
cukup
komponen utama yaitu (1) capital
memenuhi employed; (2) human capital; (3)
salah satu structural capital. VAICTM i =
kategori)
CEEi+HCEi+SCEi.http://www.vaic
-on.net/start.htm.
Scorecard Mengkonsolidasikan
seluruh
Methods
indikator
individual
yang
(SC)
merepresentasikan
intellectual
property dan komponen-komponen
kepada satu indeks. Perubahan pada
indeks kemudian dihubungkan
dengan perubahan di dalam
penilaian pasar perusahaan
Direct
Nilai intellectual capital suatu
Intellectua perusahaan ditaksir berdasarkan
l Capital pada analisis diagnostik dari respon
Methods
perusahaan terhadap 20 pertanyaan
(DIC)
yang meliput empat komponen
utama intellectual capital
Direct
Faktor
teknologi
dihitung
Intellectua berdasarkan pada pengembangan
l Capital paten oleh perusahaan. Intellectual
Methods
capital dan kinerjanya diukur
(DIC)
berdasarkan pada dampak upaya
pengembangan
riset
atas
serangkaian indeks, seperti jumlah
paten, dan biaya paten terhadap
perputaran
penjualan,
yang
menjelaskan paten perusahaan
JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Tahun Label
1995

Holistic
Accounts

Pengenjur
Utama
Ramboll
Group

1994

Skandia
NavigatorT
M

Edvinsson
and Malone
(1997)

1994

Intangible
Assets
Monitor

Sveiby
(1997)

1992

Balance
Scorecard

Kaplan dan
Norton
(1992)

Kategori

Diskripsi

Scorecard Metode ini menggunakan 9 area
s Methods kunci untuk indikatornya yakni
(SC)
nilai-nilai dan manajemen, proses
strategi, sumber daya manusia,
sumber daya struktural, konsultasi,
hasil-hasil pelanggan, hasil-hasil
karyawan,
hasil-hasil
kemasyarakatan, dan hasil- hasil
keuangan. Laporan-laporan tersebut
dapat
di
download
di
www.ramboll.com
Scorecard Intellectual capital diukur melalui
s Methods analisis 164 ukuran metric (91
(SC)
berbasis intellectual dan 73
tradisional metrik) yang mencakup
lima komponen : (a) keuangan; (b)
pelanggan;
(c)
proses;
(d)
pembaruan dan pengembangan; (e)
manusia
Scorecard Manajemen memiliki indikator,
s Methods berdasarkan pada tujuan stratejik
(SC)
perusahaan, untuk mengukur empat
aspek dari penciptaan nilai dari
asset tidak berwujud dari tiga
kelompok aktiva tidak berwujud
yakni : kompetensi orang, struktur
internal, dan struktur eksternal.
Penciptaan nilai melalui : (1)
Pertumbuhan; (2) pembaruan; (3)
utilisasi/efisiensi,
dan
(4)
pengurangan resiko/stabilitas
Scorecard Kinerja perusahaan diukur dengan
Methods
indikator-indikator yang meliputi
(SC)
empat perspektif yaitu: (1) financial
perspective(2)customerperspective(
3) internal process perspective (4)
learning perspective. Indikatorindikator disusun berdasarkan pada
tujuan strategik perusahaan

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

129

Tahun Label
1990

HR
Statement

Penganjur
Utama
Ahonen
(1998)

1989

The
Invisible
Balance
Sheet

Sveiby (ed
1989) The
“Konrad”
Group

1988

Human
Johansson
Resource
(1996)
Costing and
Accounting
(HRCA 2)

Direct
Intellectua
l Capital
(DIC)

Human
Resource
Costing &
Accounting
(HRCA 1)

Direct
Intellectua
l Capital
(DIC)

1970’s

130

Flamholtz
(1985)

Kategori

Diskripsi

Direct
Intellectua
l Capital
(DIC)

Market
Capitaliza
tion
Methods
(MCM)

Aplikasi manajemen HRCA telah
berkembang luas di Finlandia.
Rekening laba rugi human resource
terkait dengan beban dibagi dalam
tiga kategori untuk beban sumber
daya manusia yakni renewal costs, ,
development costs, and exhaustion
costs. Sebanyak 150 perusahaan
Finlandia yang go public mulai
menggunakan HR statement di
tahun 1999.
Perbedaan antara nilai pasar saham
perusahaan dan nilai buku bersih
dijelaskan dengan tiga kategori
terkait modal (capital) yakni human
capital, organizational capital, dan
customer capital
Menghitung dampak tersembunyi
dari beban terkait HR dengan
penurunan
laba
perusahaan.
Penyesuaian dibuat terhadap P & L.
Intellectual capital diukur dengan
menghitung kontribusi human
assets yang dimiliki perusahaan
dibagi dengan pengeluaran gaji
yang dikapitalisasi
Pioner dalam akuntansi sumber
daya manusia, Eric Flamholtz, telah
mengembangkan sejumlah metode
untuk menghitung nilai sumber
daya manusia. Beberapa paper
tersedia untuk didownload di home
pagenya,yakni
http://www.hrrt.ucla.edu/
faculty/bios/flamholtz.html.

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Tahun

Label

1950’s

Tobin’s q

Penganjur
Utama
Tobin
James

Kategori

Diskripsi

Market
Capitaliza
tion
Methods
(MCM)

“q” adalah rasio dari nilai pasar
saham perusahaan dibagi dengan
biaya pengganti (replacement cost)
asset.
Perubahan
pada
“q”
merupakan
proksi
untuk
pengukuran efektif tidaknya kinerja
intellectual capital perusahaan.

Sumber : Sveiby (2010)

Sementara itu Abdolmohammadi (1999), membagi metode pengukuran menjadi dua
yakni indirect methods dan direct methods. Berikut penjelasannya :
Indirect Methods.
Metode ini menggunakan laporan keuangan seperti yang selama ini dikenal. Metodemetode yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
a. Metode yang menggunakan konsep Return On Asset (ROA). Metode ini menghitung
kelebihan return dari tangible assets milik perusahaan dan menganggapnya sebagai
intangible assets untuk dihitung sebagai intellectual capital. Metode ini mudah untuk
disajikan karena seluruh informasi telah tersedia dengan mudah pada laporan
tahunan, dan dapat segera dibandingkan dengan rata-rata perusahaan sejenis.
Kelemahannya adalah metode ini hanya mengukur intellectual capital perusahaan
masa lalu karena mendasarkan pada historical cost dan belum dapat diterapkan pada
perusahaan baru.
b. Metode Market Capitalization Method (MCM) yang memerlukan penyesuaian atas
inflasi dan replacement cost. Metode ini melaporkan kelebihan kapasitas pasar
perusahaan (yang dicerminkan dengan nilai pasar saham) atas stakeholders equity
(setelah disesuaikan dengan inflasi dan replacement cost) sebagai nilai intellectual
capital. Salah satu metode yang terkenal adalah Tobin’s “Q”. Kelemahan dari
metode ini adalah ketergantungan sepenuhnya pada pasar, dengan asumsi pasar
efisien dan tidak disyaratkannya laporan keuangan yang disesuaikan terhadap inflasi.
Direct Intellectual Capital (DIC) Methods
Metode ini langsung menuju ke komponen intellectual capital. Variabel-variabel
intellectual capital dikelompokkan dalam kategori, kemudian dibagi ke dalam
komponen-komponen. Masing-masing kelompok intellectual capital. Misalnya Brooking
(1996), mengklasifikasikan intellectual capital menjadi empat kategori yakni a) market
assets, misalnya merk, loyalitas konsumen; b) intellectual property, misalnya paten,
rahasia dagang; c) human centered assets, misalnya pendidikan, penguasaan pekerjaan; d)
infrastructure assets, misalnya filosofi manajemen, budaya perusahaan.

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

131

PENGUKURAN NON KEUANGAN MENGUNGGULI PENGUKURAN
KEUANGAN
Pengukuran non keuangan banyak direkomendasikan menggantikan pengukuran
keuangan di era ekonomi berbasis pengetahuan (Cumby and Conrod, 2001; Kannan and
Aulbur, 2004). Pengukuran non keuangan dirasakan lebih signifikan. Secara internal,
aktivitas yang mencipta nilai bagi pemegang saham harus diidentifikasi dan dikelola
dengan baik. Sedangkan secara eksternal, investor butuh akses untuk mencipta nilai.
Dengan demikian baik secara internal dan eksternal organisasi membutuhkan cara yang
tepat untuk memperoleh dan mengkomunikasikan aktivitas terkait dengan strategi dan
visinya.
Sedangkan menurut Thornburg (1994) yang mengutip pendapat Edvinsson, menyatakan
bahwa metode pengukuran non keuangan memiliki keunggulan yakni :
“Non financial measures that help a company determine direction and predict success
might include the number of customers the company has, the number of ideas customer
bring to the company and how they are developed, the number of the software packages
compared to the number of employees, how many people are tied into the internet system,
how much networking is done between customers and employees, and similar measures
that show the relationship between human, customer and structural capital”.
Berikutnya Hartono (2001) menguraikan beberapa keunggulan menggunakan pengukuran
non keuangan dalam mengukur intangible assets perusahaan. Keunggulan tersebut adalah
:
a. pengukuran secara non moneter akan mudah untuk menunjukkan unsur-unsur yang
membangun intellectual capital dalam perusahaan, sedangkan bila menggunakan
ukuran moneter hal tersebut sulit untuk dilakukan;
b. pengaruh internal development dalam pembentukan intellectual capital tidak dapat
diiukur dengan pengukuran atribut moneter;
c. pengkapitalisasian biaya menjadi assets akan mengakibatkan adanya manipulasi
terhadap laba.
Terkait dengan strategi perusahaan, pengukuran non keuangan memberikan manfaat yang
sangat besar dibandingkan dengan pengukuran keuangan. Seperti yang dijelaskan oleh
Marr et al (2003), bahwa pengukuran non keuangan akan lebih dapat digunakan untuk
merumuskan strategi, menilai pelaksanaan strategi, dapat digunakan untuk strategi
pengembangan, diversifikasi, dan ekspansi, penentuan kompensasi karyawan dan
komunikasi dengan stakeholders eksternal Penjelasan untuk masing-masingnya adalah
sebagai berikut :

132

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Merumuskan Strategi
Pengukuran non keuangan pada IC dapat digunakan untuk membantu merumuskan
strategi bisnis. IC adalah strategi yang penting bagi perusahaan (Grant, 1991; Stewart,
2001; Andriessen and Tissen, 2000). Ketika perusahaan merumuskan strategi bisnisnya,
tidak cukup hanya mengidentifikasi kekuatan kompetitif, peluang, dan tantangan industri,
tetapi perusahaan harus juga mengidentifikasi kompetensinya, dan sumber daya untuk
mengevaluasi kesempatan yang ada. Beda perusahaan bisa jadi beda pula pengembangan
kompetensinya, dan pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah perusahaan telah
memiliki kompetensi yang tepat untuk meraih kesempatan yang ada.
Menurut Grant (1991), IC harusnya menjadi satu pusat yang harus dipertimbangkan
dalam merumuskan strategi dan menjadi hal paling utama dimana perusahaan dapat
membangun identitas dan kerangka strateginya serta sebagai salah satu sumber utama
profitabilitas perusahaan. Bagaimanapun juga perusahaan perlu untuk mengidentifikasi
dan mengembangkan IC-nya untuk memperoleh keunggulan kompetitif dan peningkatan
kinerja (Petergraf, 1993; Prahad and Hamel, 1990; Teece et al, 1997). Kunci pendekatan
sumber daya (resource-based approach) untuk merumuskan strategi adalah memahami
hubungan antara intellectual capital, keunggulan bersaing, dan profitabilitas (Grant,
1991).
Marr et al, (2003) merangkum beberapa penelitian yang menguji hubungan antara
perumusan strategi dengan IC yakni penelitian Peppard and Rylander (2001), Hall
(1993), Marr et al (2001, 2002). Penelitian Peppard and Rylander (2001), menjelaskan
tentang studi kasus perusahaan software telekomunikasi APiON yang dapat
mengembangkan dan mengimplementasikan strategi pertumbuhan serta meningkatkan
nilai bagi pemegang saham melalui pemanfaatan sumber daya intellectual capital.
Penelitian Hall (1993), menghasilkan kesimpulan bahwa sumber daya tak berwujud
(intangible resources) memainkan peranan penting dalam proses strategi manajemen.
Demikian pula dengan penelitian Marr et al (2001, 2002) menghasilkan hal yang sama
yakni perusahaan Lycos and Great Universal Store dapat mengidentifikasi aset
pengetahuannya dan menghubungkannya dengan proses perumusan strategi.
Dengan demikian apabila dikaitkan dengan pengukuran non keuangan atas IC, maka hal
tersebut sangatlah tepat karena pengukuran non keuangan dapat mengurai dan
mengidentifikasi unsur-unsur pembentuk IC dalam kaitannya dengan strategi perusahaan.
Dengan pengukuran non keuangan, perusahaan akan dapat mengetahui kompetensi,
sumber daya, kekuatan, peluang, dapat membangun identitas perusahaan, membangun
kerangka strateginya, dan mengimplementasikannya sehingga bermanfaat untuk
meningkatkan kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. Hal tersebut akan sangat sulit bila
dilakukan dengan pengukuran keuangan.

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

133

Pelaksanaan dan Penilaian Strategi
Penggunaan pengukuran non keuangan pada IC sangat memungkinkan perusahaan untuk
mengembangkan indikator kinerja kunci (key performance indicators) guna membantu
mengevaluasi strategi perusahaan. Berdasarkan pengalaman pionir IC yakni Edvinsson
dan Malone (1997) menyatakan bahwa informasi dari IC memiliki sedikit nilai kecuali
bila dihubungkan dengan strategi perusahaan (Marr et al, 2003). Setiap sistem
pengukuran kinerja harus digunakan untuk menilai dan mengevaluasi asumsi yang
mendasari arah strategi saat ini. Memeriksa atau menolak asumsi strategi secara potensial
akan berdampak pada alokasi sumber daya di perusahaan. Oleh karena itu,
pengembangan pengukuran kinerja harus dipandu oleh strategi.
Banyak sistem pengukuran berasumsi bahwa hubungan kausal antara IC dan strategi
didasarkan pada hipotesis bisnis, dimana perusahaan mampu mentransformasi IC ke
dalam peta strategi. Peta strategi sendiri merupakan perwujudan dari asumsi strategi dan
bercerita tentang sejarah bagaimana perusahaan mentransformasi IC-nya ke dalam
tujuan-tujuan strategis seperti halnya tingkat pengembalian saham atau kepemimpinan
pasar. Kaplan dan Norton (1996) menjelaskan bahwa untuk menilai strategi haruslah
berkelanjutan dan dilakukan secara terus menerus.
Marr et al (2003) merangkum beberapa penelitian yang menguji hubungan kausalitas
tersebut, yakni penelitian Ittner and Larcker (1998), Rucci, et al (1998), Neely and Al
Najjar (2002), dan Marr et al (2002). Penelitian Ittner and Larcker (1998) menggunakan
data pelanggan dan data unit bisnis, menemukan bukti bahwa pengukuran kepuasan
pelanggan merupakan indikator utama dalam menilai perilaku pembelian kembali oleh
pelanggan, pertumbuhan jumlah pelanggan, dan kinerja akuntansi (pendapatan unit
bisnis, profit margin, dan retun on sales). Selanjutnya penelitian Rucci, et al (1998)
mengembangan model bisnis untuk Sears yang sukses dari perilaku manajemen melalui
sikap karyawan untuk kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan. Penelitian Neely and Al
Najjar (1998) juga memberikan bukti adanya hubungan positif antara kepuasan
karyawan, kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan. Dan penelitian Marr et al (2002)
menunjukkan bukti bahwa Shell International memperoleh dampak positif dari aset tak
berwujud (intangibles assets) seperti kepuasan pelanggan, budaya organisasi, lingkungan
dan tanggung jawab sosial pada strategi perusahaan dan kinerja keuangan.
Dengan demikian berdasarkan penelitian-penelitian tersebut secara umum dapat
disimpulkan bahwa pengukuran non keuangan berdampak pada perilaku manajerial dan
tindakan yang pada gilirannya akan mendorong pelaksanaan dan penilaian strategi. Selain
itu penilaian-penilaian strategi tidak lagi bersumber dari data-data keuangan tetapi sudah
lebih kompleks misalnya kepuasan pelanggan, kepuasan kerja karyawan, inovasi dan
budaya perusahaan. Hal-hal seperti ini hanya bisa dilakukan pengukurannya dengan
penilaian non keuangan.

134

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Strategi Pengembangan, Diversifikasi dan Ekspansi
Pengukuran non keuangan IC sangat berarti bagi strategi pengembangan, diversifikasi
dan ekspansi. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan untuk dapat mengakses IC sangat
diperlukan untuk kebutuhan tersebut. Ketika perusahaan berencana untuk
mengembangkan, mendiversifikasi, dan juga ekspansi dalam bentuk merger dan akuisisi
maka perusahaan akan mencari cara terbaik untuk dapat mengeksplotasi sumber dayanya
(Teece, 1980; Montgomery and Wernerfelt, 1988), dan hal tersebut hanya dapat
dilakukan dengan pengukuran non keuangan. Tetapi ketika perusahaan kekurangan
sumber daya baik berwujud maupun tidak berwujud, maka biasanya akan mencari sumber
daya dari perusahaan lain melalui hubungan internal antar perusahaan. Caranya dengan
aliansi strategi, joint ventures, dan merger serta akuisisi. Lev (2001) menyarankan bahwa
jaringan ekonomi dan hubungan sinergi dengan riset dan pengembangan (R&D), dan
sumber daya tak berwujud lainnya adalah isu utama dalam akuisisi perusahaan,
diversifikasi dan aliansi. Hal ini menjadi bukti pentingnya kebutuhan perusahaan untuk
mengakses IC.
Ketika melakukan akuisisi, maka dibutuhkan kombinasi aset tak berwujud antar
perusahaan. Juga kebutuhan untuk memahami sifat dasar dan sumber daya aset tak
berwujud termasuk IC. Selain itu agar upaya untuk mendongkrak aset tak berwujud
memiliki nilai yang tinggi dalam akuisisi, maka dibutuhkan kemampuan untuk
mengidentifikasi dan mengukur IC perusahaan. Demikian pula dengan banyaknya aset
tak berwujud yang terpendam dalam organisasi seperti budaya organisasi, rutinitas, dan
pengetahuan yang tentunya proses ini menimbulkan tantangan besar untuk dapat
mengurai dan mengidentifikasinya.
Walau tidak banyak penelitian yang menguji secara teoritis wilayah strategi
pengembangan, diverisifikasi dan ekspansi, tetapi Marr et al (2003) merangkum beberapa
penelitian yang dianggap bisa mewakili untuk tujuan tersebut. Penelitian Gupta and Roos
(2001) menjelaskan tentang bagaimana pengukuran IC dapat digunakan untuk tujuan
merger organisasi dan strategi perusahaan. Morck and Yeung (2003) menghasilkan
penelitian dengan kesimpulan bahwa diversifikasi mampu menambah nilai bagi aset tak
berwujud kaitannya dengan pekerjan riset dan pengembangan (R&D). Penelitian Des et al
(2003) memberikan bukti empiris bahwa aliansi strategi menciptakan nilai dalam
kaitannya dengan kreasi IC.
Kompensasi
Pengukuran non keuangan lebih direkomendasikan daripada pengukuran keuangan dalam
sistem kompensasi. Sebagian besar perusahaan menyadari bahwa mengandalkan
sepenuhnya pada pengukuran keuangan dapat mendorong pemikiran jangka pendek,
khususnya jika pengukuran monetary dikaitkan dengan sistem kompensasi (Kaplan dan
Norton, 1992; Bushman et al, 1995). Hal tersebut dkarenakan pengukuran monetary
hanya mengunakan data historis, terlalu melihat ke belakang (backward-looking),
Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

135

mendorong perilaku disfungsional, dan memberikan pertimbangan kurang tepat dalam
pengembangan aset tak berwujud seperti kapabilitas karyawan dan kepuasan pelanggan
(Ittner and Larcker, 1998). Selanjutnya dalam agency model menyarankan bahwa
pengukuran keuangan saja dalam perencanaan kompensasi bukanlah cara yang efisien
dalam memotiasi karyawan. Oleh karena itu, disarankan agar pengukuran keuangan
dilengkapi atau bahkan diganti dengan pengukuran non keuangan, dimana lebih
informatif terkait dengan karyawan dan dapat mengembangkan ide-ide tentang
kompensasi (Ittner and Larcker, 2002).
Alasan utama penggunaan pengukuran non keuangan dalam skema kompensasi adalah
bahwa pengukuran ini lebih lebih unggul dibanding pengukuran keuangan. Alasan kedua
adalah bahwa dalam perencanaan kompensasi diperlukan tingkat informasi yang lebih
tinggi terkait dengan pengukuran kinerja manajerial dan tindakan-tindakan yang
diinginkan oleh perusahaan. Penelitian Ittner et al (1997) terhadap 317 perusahaan
menemukan bukti adanya hubungan antara strategi perusahaan dan pengukuran kinerja
terkait dengan rencana pemberian intensif bagi eksekutif perusahaan. Pengukuran kinerja
yang dimaksud adalah penggunaan pengukuran kinerja non keuangan, dimana
pengukuran tersebut dianggap lebih berorientasi pada strategi inovasi dan juga
berorientasi pada kualitas. Hal tersebut mendukung gagasan bahwa perusahaan yang
memiliki aset tak berwujud lebih bernilai seperti lebih inovatif dan berorientasi pada
kualitas, cenderung untuk lebih menempatkan dan memilih pengukuran kinerja non
keuangan daripada yang keuangan. Bukti nyata penggunaan pengukuran non moneter
untuk kompensasi di perusahaan dilakukan oleh Chrysler Corporation, dan Ford Motor
Company ((Lavin, 1994 dan Anon, 1998, dalam Marr et al, 2003).
Komunikasi Pada Stakeholders Eksternal
Komunikasi pada stakeholders eksternal tidak hanya berkaitan dengan kinerja keuangan
perusahaan tetapi juga disclosure hal-hal non keuangan dan juga prospek jangka panjang.
Walaupun komunikasi ini awalnya sebagai sebuah mandatory tapi kemudian dirasa
sangat perlu guna keberlanjutan perusahaan. Mandatory tersebut dikarenakan adanya
aturan resmi yang dibuat oleh pembuat kebijakan di bidang akuntansi. Dengan demikian
maka hal tersebut memberikan tekanan pada perusahaan untuk melakukan pengukuran
dan men-disclosure IC. Kegagalan untuk mengkomunikasikan IC dapat berdampak pada
pemegang saham minoritas karena tidak mempunyai akses informasi pada aset tak
berwujud yang biasanya sering disampaikan saat pertemuan terbatas para investor besar
(Holland, 2001), selain itu juga akan menyebabkan meningkatnya cost of capital (Lev,
2001). Dampak lain adalah adanya kesalahan penilaian atas perusahaan yang kemudian
menyebabkan investor dan perbankan menerima resiko yang lebih tinggi. Demikian pula
dengan eksploitasi aset tak berwujud yang dilakukan oleh manajer tetapi tidak diketahui
oleh pihak lain termasuk investor.

136

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Hasil penelitian yang menguji tentang masalah ini adalah penelitian Narayanan et al
(2000) yang menyatakan bahwa perusahaan yang mampu untuk membuat disclosure yang
bermakna terkait dengan prospek jangka panjang akan memperoleh penilaian pasar yang
lebih baik. Berikutnya penelitian Brynjolfsson and Yang (1999) yang menggunakan
analisis regresi dimana hasilnya adalah pengeluaran terkait aktiva tak berwujud seperti
riset dan pengembangan (R&D) dan investasi pembelian komputer memiliki dampak
positif pada nilai pasar 1.000 perusahaan besar.
Hasil yang sama dinyatakan oleh Aboody and Lev (2000) yakni satu dollar investasi
dalam riset dan pengembangan kimia akan meningkatkan rata-rata pendapatan operasi
saat ini dan masa datang sebesar dua dollar. Apabila diamati perkembangan yang ada
tentang komunikasi yang harus dilakukan kepada pihak eksternal, nampak ada pergeseran
orientasi. Orientasi masa lalu menyatakan bahwa pihak eksternal hanya membutuhkan
informasi-informasi keuangan saja, sedangkan pihak internal membutuhkan informasi
non keuangan. Tetapi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa disclosure yang baik akan
berdampak pada penilaian pasar yang lebi baik. Dengan demikian pengukuran non
keuangan juga sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan pihak stakeholders
eksternal.
Pada sisi lain, memang pengukuran keuangan dirasakan lebih handal, dapat
diperbandingkan dan diterima secara umum. Tetapi kelemahannya terlalu melihat ke
belakang (backward looking) (Marr et al, 2003; Cumby and Conrod, 2001), padahal
manajemen dan direktur perusahaan butuh cara untuk melihat masa depan agar mampu
untuk mengidentifikasi proses dan aktivitas yang menghasilkan nilai lebih dalam jangka
panjang. Perhatian pada data keuangan historis saja tidaklah cukup. Sehingga dibutuhkan
faktor-faktor non keuangan seperti loyalitas pelanggan, kepuasan karyawan, proses
internal dan inovasi organisasi untuk memperoleh nilai bagi pemegang saham secara
berkesinambungan (Cumby and Conrod, 2001).
Kelemahan lain dari pengukuran keuangan karena pengukuran ini lebih banyak
menggunakan data laporan keuangan. Padahal laporan keuangan gagal untuk mengukur
dan menunjukkan unsur-unsur yang paling signifikan dalam pengembangan bisnis,
seperti human capital, organizational capital, dan customer capital. Sehingga hasilnya
adalah laporan keuangan gagal untuk mengkomunikasikan keadaan bisnis sesungguhnya
guna pengembangan IC bagi manajemen dan investor (Kannan and Aulbur, 2004).
Sementara itu, aset tak berwujud seperti kompetensi karyawan, hubungan baik dengan
pelanggan, model bisnis, sistem admnistrasi dan komputerisasi belum dikenal oleh model
keuangan tradisional dan pelaporannya.

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

137

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengukuran non keuangan pada IC dirasa lebih unggul dan memberikan keuntungan bagi
perusahaan karena pengukuran ini mampu “melihat isi perusahaan lebih dalam”
dibandingkan dengan pengukuran keuangan. Dengan kemampuan tersebut maka akan
lebih mudah untuk menemukan unsur-unsur pembentuk IC, yang selanjutnya dapat
dikelola dan dikaitkan dengan kinerja, strategi, dan peningkatan nilai perusahaan.
Sehingga perusahaan akan mendapatkan banyak manfaat dari proses pengukuran
terhadap IC yang dimilikinya.
Saran
Bagi organisasi atau perusahaan harus mampu melakukan pengukuran non keuangan
terhadap IC sehingga dapat menerima manfaat atas pengukuran tersebut. Untuk peneliti
atau para ahli yang bergerak dalam bidang IC, harus mampu menggali metode-metode
pengukuran non keuangan yang lebih mudah, terukur, handal, dapat diterima secara
umum sehingga memberikan kemanfaatan bagi organisasi dan perusahaan. Sedangkan
bagi organisasi atau perusahaan yang tetap menggunakan pengukuran keuangan
hendaknya melampiri dengan pengukuran non keuangan sehingga disclosure tentang IC
dapat memberikan manfaat jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA
Aboody, D. and Lev, B. 1998. The Value Relevance of Intangibles : The Case of
Software Capitalization. Journal of Accounting Research. Vol 36 (Supplement),
pp 161-91
Abdolmohammadi, Mohammad J. 1999. “The Component of Intellectual Capital for
Accounting
Measurement”.
www.sbaer.lka.edu/research/1999/wdsi/99wds.024.htm. Diakses 25 Oktober
2010. Jam 20.30 WIB
Andrissen, D. and Tiessen, R. 2000. Weight Wealth : Find Your Real Value in A Future
of The Intangible Assets. FT Prentice Hall, London
Andriessen, Daniel. 2004. Making Sense of INTELLECTUAL CAPITAL. Designing a
Method for the Valuation of Intangibles. USA : Elsevier, Inc
Brooking, A. 1996. Intellectual Capital : Core Assets for The Third Millennium,
Enterprise Thomson Business Press. London. United Kingdom.

138

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

Brynjolfsson, E. and Yang, S. 1999. The Intangible Cost and Benefits of Computer
Investment : Evidence from The Financial Market. MIT Working Paper.
Cambridge, MA
Bukh, P.N. 2003. Commentary, The Relevance of Intellectual Capital Disclosure a
Paradox. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol 16 No 1, pp 4956
Cumby, Judy. and Joan Conrod. 2001. Non Financial Performance Measures in The
Canadian Biotechnology Industry. Journal of Intellectual Capital. Vol 2 No 3,
pp 261-271
Edvinsson, L and M Malone. 1997. Intellectual Capital : Realizing Your Company’s True
Value by Finding Its Hidden Brainpower. HapperCollins. New York
Grant, R.M. 1991. The Resource-Based Theory of Competitive Advantage : Implication
for Strategic Formulation. California Management Review. Vol 33, pp 14-35
Hartono, B. 2001. Intellectual Capital : Sebuah Tantangan Akuntansi Masa Depan. Media
Akuntansi. Edisi 21/Oktober. Hlm 65–72
Holland, J. 2001. Financial Institution, Intangibles, and Corporate Governance.
Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol 14 No 4, pp 479-529
Ittner, CD., Larker, D.F, and Rajan, M.V. 1997. The Choice of Performance Measures in
Annual Bonus Contract. The Accounting Review. Vol 72 No 2, pp 231 – 55
Ittner, Christopher D, and David F. Larcker. 1998. Are Nonfinancial Measures Leading
Indicators of Financial Performance ? An Analysis of Customer Satisfaction.
Journal of Accounting Research. Vol 36 Supplemen.
_____, 2002. Determinants of Performance Measures Choices in Worker Incentive Plans.
Journal of Labor Economic, Vol 20 No 2, pp58 -90
Kaplan, R.S, and Norton, D.P. 1992. The Balance Scorecard – Measure That Drive
Performance. Harvard Business Review, Vol 70, oo 71 – 9
Kannan, Gopika, and Wilfried G. Aulbur. 2004. Intellectual Capital, Measurement
Effectiveness. Journal of Intellectual Capital. Vol 5 No 3, pp 389 – 413
Lev, B. 2001. Intangibles : Management, Measurement, and Reporting, The Brookings
Institution, Washington, DC.

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

139

Marr, Bernard., and Dina Gray. 2002. The Internal and External Drivers of Measuring
Intellectual Capital. Proceeding of Transparent Enterprises. Conference.
Madrid.
Marr, Bernard., Dina Gray, and Andy Neely. 2003. Why Do Firms Measure Their
Intellectual Capital. Journal of Intellectual Capital. Vol 4 No 4, pp 441 - 464
Marr, Bernadr, Gianni Schiuma, and Andy Neely. 2004. Intellectual Capital – Defining
Key Performance Indicators for Organizational Knowledge Assets. Business
Prosess Management. Vol 10 No 5, pp 551 – 569
Mouritsen, Jan. 2009. Classification, Measurement, and The Ontology of Intellectual
Capital Entities. Journal of Human Resources Costing & Accounting. Vol 13
No 2, pp 154 – 162.
Narayanan, VK., Pinches, G.E., Kelm, K.M, and Lander, D.M. (2000). The Influence of
Voluntary Disclosure Qualitative Information. Strategic Management Journal.
Vol 21, pp 707-22
Petergraf, M.A. 1993. The Corner Stone of Competitive Advantage : A Resouce-Based
View. Strategic Management Journal. Vol 14, pp 179-88
Prahad, C.K, and Hamel, G. The Core Competence of The Corporation. Harvard
Business Review, Vol 68, pp 79 – 91
Rucci, A.J., Kirn, S.P., and Quinn, R.T. 1998. The Employee-customer profit chain at
Sears. Harvard Business Review. Vol 76, pp 82 – 98
Sawarjuwono, Tjiptohadi, dan Agustine Prihatin Kadir. 2003. Intellectual Capital :
Perlakuan, Pengukuran, dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal
Akuntansi dan Keuangan. Vol 5 No 1, Mei, hal 35-57
Stewart, Thomas A. 2001. The Wealth of Knowledge – Intellectual Capital and Twenty –
First Century Organization. Nicholas Brealy Publishing, London
Sveiby,

Karl Erik. 2001. Method for Measuring Intangibles
www.sveiby.com/articles. Diakses 27 Oktober 2010. Jam 21.15 WIB

Assets.

_____, 2007. Method for Measuring Intangibles Assets. www.sveiby.com/articles.
Diakses 02 Desember 2010. Jam 18.50 WIB

140

JAMBSP Vol. 7 No. 1 – Oktober 2010: 118 – 141

_____, 2010. Method for Measuring Intangibles Assets. www.sveiby.com/articles.
Diakses 10 Desember 2010. Jam 16.35 WIB
Teece, D.J., Pissano, G. and Shuen, A. 1997. Dynamic Capabilities and Strategic
Management. Strategic Management Journal. Vol 18. No 7, pp 509 – 33
Thornburg, Linda. 1994. Knowledge. Human Resource Magazine. October, pp 51 – 56.

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Pengukuran Keuangan (Sigit Hermawan)

141

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Keuangan Perbankan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (Studi Pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012) Analysis of Banking Financial Performance Before and After Merger and Acquisition (Studies in Banki

7 55 8

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Study Kasus Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Di Pemerintah Kota Bandung)

3 29 3

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203

Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non Performing Loan (NPL) Terhadap Return On Assets (ROA) Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013

3 30 59

Pengaruh Modal Kerja Dan Leverage Keuangan Tehadap Profitabilitas (Penelitian Pada Perusahaan Tekstil Dan Garmen Yang Terdaftar Di BEI)

10 68 1

Analisis Rasio Keuangan Dengan Menggunakan Leverage Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) TBK

2 11 1

Sistem Informasi Rekapitulasi Absensi dan Penggajian pada Lembaga Keuangan Rakyat BMT Kariman Al Falah

13 105 54

SOP Akuntansi Keuangan

7 62 5