Pembuatan Baterai Lithium Menggunakan Bahan Aktif Mesocarbon Microbead (MCMB) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N-Dimethyl Acetamide (DMAC)

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Baterai

Baterai adalah suatu sel elektrokimia yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Listrik yang dihasilkan oleh sebuah baterai muncul akibat adanya perbedaan potensial energi listrik dari kedua buah elektrodanya (katoda dan anoda). Perbedaan potensial ini dikenal dengan potensial sel atau (ggl). Baterai yang kita gunakan sekarang mempunyai perbedaan yang besar dengan baterai generasi awal. Dari segi konstruksi, baterai generasi awal mempunyai ukuran yang besar dan mempunyai komponen komponen yang rawan akan kerusakan. Baterai sekarang mempunyai ukuran yang kecil dan sebagian komponennya padat, sehingga lebih aman. Dari segi kapasitas energi, baterai sekarang mempunyai rasio energi terhadap massa yang jauh lebih besar dibandingkan baterai generasi awal.

2.1.1 Jenis – Jenis Baterai

Berdasarkan kemampuannya untuk dikosongkan (dischargerd) dan diisi ulang (recharged), baterai dibagi menjadi dua, yaitu baterai primer dan baterai sekunder. Kemampuan atau ketidakmampuan sebuah baterai untuk diisi ulang terletak pada reaksi kimiawi dalam baterai tersebut.

1. Baterai Primer

Baterai primer adalah baterai yang tidak dapat diisi ulang. Setelah kapasitas baterai habis (fully discharged), baterai tidak dapat dipakai kembali. Beberapa contoh baterai jenis ini adalah baterai Seng-Karbon (Baterai Kering), baterai Alkalin dan baterai Merkuri.

2. Baterai Sekunder

Baterai sekunder adalah baterai yang dapat diisi ulang. Kemampuan diisi ulang baterai sekunder bervariasi antara 100-500 kali (Satu siklus adalah satu kali pengisian dan pengosongan). Beberapa contoh baterai sekunder


(2)

adalah baterai Timbal-Asam (Aki), baterai Ni-Cd, baterai Ni-MH, dan salah satu jenis baterai yang saat ini berkembang adalah Lithium Ion Battery atau baterai ion lithium.

2.2 Baterai Ion Lithium

Baterai ion lithium merupakan salah satu jenis baterai sumber arus sekunder yang dapat diisi ulang dan merupakan baterai yang ramah lingkungan karena tidak mengandung bahan yang berbahaya seperti baterai baterai yg berkembang lebih dahulu yaitu baterai NI-Cd dan Ni-MH. Kelebihan lainnya yaitu baterai ion lithium tidak mengalami memory effect sehingga dapat diisi kapan saja, waktu pengisian singkat (2- 4 jam) karena arus pengisian baterai tertinggi (0,5 – 1 A), laju penurunan efisiansi baterai rendah (5 – 10% per bulan) serta lebih tahan lama (masa hidup 3 tahun) (Eriksson, 2001). Jenis baterai ini pertama kali diperkenalkan oleh peneliti dari Exxon yang bernama M. S. Whittingham yang melakukan penelitian dengan judul ―Electrical Energy Storage and Intercalation

Chemistry” pada tahun 1970. Beliau menjelaskan mengenai proses interkalasi pada baterai litium ion menggunakan titanium (II) sulfide sebagai katoda dan logam litium sebagai anoda. Proses interkalasi adalah proses perpindahan ion lithium dari anoda ke katoda dan sebaliknya pada baterai lithium ion.

Lithium Ion Battery pada umumnya memiliki empat komponen utama yaitu elektroda negatif (anoda), elektroda positif (katoda), elektrolit, dan separator.

1. Anoda ( Elektroda Negatif )

Anoda merupakan elektroda negatif yang berkaitan dengan reaksi oksidasi setengah sel yang melepaskan elektron ke dalam sirkuit eksternal. (Subhan,2011). Anoda berfungsi sebagai tempat pengumpulan ion lithium serta merupakan tempat bagi material aktif, dimana lembaran pada anoda biasanya berupa tembaga (Cu foil). Material yang dapat dipakai sebagai anoda harus memiliki karakteristik antara lain memiliki kapasitas energi yang besar, memiliki profil kemampuan menyimpan dan melepas muatan/ion yang baik, memiliki tingkat siklus pemakaian yang lama, mudah untuk di proses, aman dalam pemakaian (tidak mengandung racun) dan harganya murah.


(3)

Salah satu material yang dapat berperan sebagai anoda adalah material yang berbasis karbon seperti grafit (LiC6). Material aktif lain yang dapat digunakan

sebagai anoda antar lain lithium titanium oxide (LTO). Material ini aman dipakai serta memiliki tingkat siklus pemakaian yang cukup lama. Pada Tabel 2.1 memberikan contoh beberapa material yang pernah digunakan sebagai anoda dengan kapasitas energinya.

Tabel 2.1 Beberapa material yang digunakan untuk anoda (Gritzner, 1993).

Anoda Beda potensial rata-rata (V)

Kapasitas Spesific (mAh/g)

Energi spesifik (kWh/kg) Grafit

(LiC6)

0,1-0,2 372 0,0372-0,0744

Titanate (Li4Ti5O12)

1-2 160 0,16-0,32

Si (Li4, 4Si) 0,5-1 4212 2,106-4,212

Ge(Li4,4Ge) 0,7-1,2 1624 1,137-1,949

2. Katoda (Elektroda Positif)

Katoda merupakan elektroda positif. (Subhan, 2011). Pada dasarnya katoda merupakan elektroda yang fungsinya sama seperti anoda yaitu berfungsi sebagai tempat pengumpulan ion lithium serta merupakan tempat bagi material aktif, dimana lembaran pada katoda biasanya adalah aluminium (Al Foil). Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi suatu material yang digunakan sebagai katoda antara lain material tersebut terdiri dari ion yang mudah melakukan reaksi reduksi dan oksidasi, memiliki konduktifitas yang tinggi seperti logam, memiliki kerapatan energi yang tinggi, memiliki kapasitas energi yang tinggi, memiliki kestabilan yang tinggi (tidak mudah berubah strukturnya atau terdegradasi baik saat pemakaian maupun pengisian ulang), harganya murah dan ramah lingkungan. Tabel 2.2 menunjukkan beberapa jenis material yang dapat digunakan untuk katoda dengan besar kapasitas energinya yang dapat disimpan.


(4)

Tabel 2.2 Beberapa jenis material yang digunakan untuk katoda (Gritzner, 1993).

Material Beda potensial rata-rata (V)

Kapasitas spesific (mAh/g)

Energi spesific (kWh/kg)

LiCoO2 3,7 140 0,518

LiMn2O4 4,0 100 0,400

LiNiO2 3,5 180 0,360

LiFePO4 3,3 150 0,495

LiCo1/3Ni1/3Mn1/3O2 3,6 160 0,576

3. Elektrolit

Elektrolit merupakan perangkat elektrokimia yang sangat penting dalam suatu baterai. Elektrolit merupakan material yang bersifat penghantar ionik. Fungsi elektrolit ialah sebagai media untuk mentransfer ion lithium antara katoda dan anoda. Ada beragam jenis elektrolit seperti cair, padat, polimer dan komposit elektrolit. Elektrolit yang banyak digunakan pada baterai lithium adalah elektrolit cair yang terdiri dari garam lithium yang dilarutkan dalam pelarut berair. Hal yang paling penting dalam suatu elektrolit adalah interaksi antara elektrolit dan elektroda pada baterai. Hubungan dua bahan ini akan mempengaruhi kinerja baterai secara signifikan. (Fadhel, 2009). Karakteristik elektrolit yang penting untuk diperhatikan antara lain konduktivitas ion yang tinggi tetapi konduktivitas elektron yang rendah, viskositas yang rendah, titik leleh yang rendah, titik didih yang tinggi aman (tidak beracun) serta harganya murah.

4. Separator

Separator adalah material berpori yang terletak di antara anoda dan katoda dan diaplikasikan sebagai penjamin faktor keamanan baterai. Material ini berfungsi sebagai barrier antara elektroda untuk menjamin tidak terjadinya hubungan pendek yang bisa menyebabkan kegagalan dalam baterai. Separator dapat berupa elektrolit yang berbentuk gel, atau plastik film microporous (nanopori), atau material inert berpori yang diisi dengan


(5)

elektrolit cair. Sifat listrik separator ini mampu dilewati oleh ion tetapi juga mampu memblokir elektron, jadi bersifat konduktif ionik sekaligus tidak konduktif elektron. (Subhan, 2011). Karakteristik yang penting untuk dijadikan separator pada baterai yaitu bersifat insulator, memiliki hambatan listrik yang kecil, kestabilan mekanik (tidak mudah rusak), memiliki sifat hambatan kimiawi untuk tidak mudah terdegradasi dengan elektrolit serta memiliki ketebalan lapisan yang seragam atau sama diseluruh permukaan. Persyaratan umum separator yang dapat digunakan untuk baterai ion lithium dapat di lihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Persayaratan umum untuk separator baterai ion lithium (Jun, 2010)

Parameter pada separator

Nilai parameter Standar

Ketebalan <25 m ASTM D5947-96

Hambatan listrik <2 Ωcm2 US 4.464.238

Ukuran pori <1 m ASTM E 128-99

Porositas ± 40 % ASTM E 128-99

Wettabilitas Basah keseluruhan pada elektrolit Stabilitas kimia Stabil dalam baterai

untuk penggunaan yang lama.

Penyusutan < 5% ASTM D 1204

Titik leleh Tegangan rusak

±130 0C >20 V

Beberapa material yang dapat digunakan sebagai separator antara lain polyolefins (PE dan PP), Poly vinylidene fluoride (PVDF), PTFE (teflon), PVC, dan poly ethylene oxide. (Higuchi et al., 1995)


(6)

2.2.1 Prinsip Kerja Baterai Ion Lithium

Reaksi kimia dalam baterai sekunder bersifat reversible, sehingga material tersebut memiliki struktur kristal dengan kemampuan insertion compound (David, 1994), yaitu material keramik yang mampu menerima dan melepaskan x koefisien ion lithium per mol AzBy tanpa mengalami perubahan besar atau kerusakan dalam

struktur kristalnya. Kemampuan kapasitas energi yang tersimpan dalam baterai lithium tergantung pada berapa banyak ion lithium yang dapat disimpan dalam struktur bahan elektrodanya dan berapa banyak yang dapat bergerak dalam proses charge dan discharge, karena jumlah arus elektron yang tersimpan dan tersalurkan sebanding dengan jumlah ion lithium yang bergerak.

Lithium merupakan atom logam alkali yang terdapat pada golongan IA didalam unsur periodik. Atom-atom logam alkali golongan IA memiliki energi ionisasi yang paling kecil, dimana energi ionisasi merupakan energi yang diperlukan untuk melepaskan sebuah elektron terluar dari suatu atom. Sehingga semakin kecil energi ionisasi yang dimiliki suatu unsur maka akan semakin mudah atom tersebut melepaskan elektron. Teori ini yang mendasari bahwajumlah ion lithium yang bergerak akan sama dengan jumlah elektron yang dihasilkan.

Pada proses discharge material anoda akan terionisasi menghasilkan ion lithium bermuatan positif dan akan bergerak ke dalam elektrolit menuju komponen katoda sementara elektron yang dihasilkan akan dilepas bergerak melalui rangkaian luar menuju katoda. Ion lithium ini akan masuk kedalam anoda melalui mekanisme interkalasi seperti pada Gambar 2.1. Saat charge akan terjadi aliran ion dan elektron dengan arah kebalikan dari proses discharge.


(7)

Electrolyte LiPF6 Charge

Discharge

Separator

Li C6 LiCoO2

Gambar 2.1 Proses charge -discharge pada baterai ion lithium dengan anoda grafit dan katoda lithium kobalt

Ketika berbicara tentang konduksi ion didalam kristal, hal yang paling penting untuk diperhatikan yaitu struktur host pada materianya. Perpindahan ion lithium pada material katoda sangat bergantung pada potensial interaksi antara ion lithium dan struktur host material. Model sederhana untuk menentukan difusi ion dalam berbagai struktur kristal dalap dilihat dalam persamaan berikut

WT = WC + WP + WR (2.1)

Dimana : WT = Total energi potensial

WC = Interaksi Coulomb

WP = Interaksi van der Waals

WR = Tolakan tumpang tindih antar ion

Total energi potensial dari ion menyebar dalam kristal dihitung dan diasumsikan bahwa perpindahan ion telah terjadi mengikuti jalan total energi minimum sesuai dengan bentuk jalur difusi (1D, 2D, dan 3D).

Reaksi yang terjadi pada sistem baterai lithium merupakan reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi pada katoda dan anoda baterai. Reaksi reduksi adalah reaksi penambahan elektron oleh suatu molekul atau atom sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron pada suatu molekul atau atom. Pada percobaan ini material yang dipakai pada adalah LiC6 dan material katoda yang


(8)

Charge

Pada anoda : LiC6 xLi+ + xe- + C6

Discharge

Charge

Pada katoda : Li (1-x) CoO2 + xLi+ + xe- LiCoO2

Discharge Charge

Reaksi total : LiC6 + Li (1-x) CoO2 LixC6 + LiCoO2

Discharge

Suatu material elektrokimia dapat berfungsi dengan baik sebagai elektroda anoda maupun katoda bergantung pada pemilihan material yang akan menentukan karakteristik perbedaan nilai tegangan kerja dari kedua material yang dipilih. Untuk memperoleh perbedaan potensial yang besar maka material katoda harus memiliki tegangan kerja yang besar dan material anoda harus memiliki tegangan kerja yang kecil ( ).

Potensial tegangan yang terbentuk antara elektroda katoda dan anoda bergantung pada reaksi kimia reduksi-oksidasi dari bahan elektroda yang dipilih. Beberapa material dapat berfungsi sebagai anoda terhadap material katoda lainnya jika memiliki potensial Li+ yang lebih rendah. Contoh, grafit adalah anoda dalam sistem elektroda LiMn2O4, namun akan berfugsi sebagai katoda saat dipasangkan

dengan elektroda Li metal sebagai anodanya. (Subhan, 2011). Gambar 2.2 menunjukkan tegangan kerja pada beberapa material.

Gambar 2.2 Tegangan kerja dari beberapa material yang sering digunakan sebagai elektroda pada baterai lithium (Prihandoko, 2015)


(9)

2.3 Bahan Anoda Untuk Baterai Ion Lithium

Sebelum munculnya baterai ion lithium, logam lithium digunakan untuk baterai lithium primer. Ketika lithium digunakan sebagai anoda pada baterai lithium sekunder diperoleh densitas energi yang tinggi, karena lithium murni memiliki spesifik kapasitas yang tinggi. Namun menggunakan bahan ini masih tidak efesian, alasannya karena bahan yang digunakan yaitu logam lithium yang berbahaya bagi kesehatan. Pada siklus charge-discharge, lithium sering terdeposisi menjadi sebuah dendrit. Dendrit pada lithium ini memiliki pori, luas permukaan yang tinggi, dan sangat reaktif dalam elektrolit organik. Dendrit lithium secara bertahap tumbuh pada siklus baterai digunakan dan menembus separator setelah beberapa siklus pemakaian. Hal ini akan mengakibatkan arus pendek dan dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan. Masalah yang berkaitan dengan penggunaan logam lithium sebagai anoda dapat diatasi dengan menggunakan bahan paduan sebagai anoda baterai lithium. Bahan yang paling umum digunakan sebagai anoda yaitu karbon ( (Yueping, 2003).

Ada tiga persyaratan dasar untuk bahan anoda :

1. Potensial dari interkalasi dan deinterkalasi dari Li+/Li harus serendah mungkin

2. Jumlah lithium yang dapat ditampung anoda harus setinggi mungkin untuk mencapai kapasitas yang tinggi

3. Host pada anoda harus dapat bertahan pada proses interkalasi dan deinterkalasi ion lithium tanpa adanya kerusakan struktur pada siklus penggunaan yang relatif panjang. (Yueping, 2003)

2.3.1 Karbon Sebagai Material Anoda Pada Baterai Ion Lithium

Pada tahun 1990 Sony Corparation berhasil menemukan bahan yang dapat digunakan sebagai anoda yang memiliki tegangan rendah dan reversible yaitu karbon. Sebgai pengganti dari bahan anoda yang digunakan sebelumnya. (Fauteux et al, 1993)

Karbon grafit ditemukan memiliki dimensi yang stabil untuk proses interkalasi dan deinterkalasi pada atom lithium. Oleh karena itu, grafit menjadi bahan anoda pilihan untuk baterai lithium. Pada material ini setiap layer


(10)

disisipkan satu atom lithium. Jarak antara layernya adalah 0,335 nanometer. Kepadatan energi secara teori yang dihasilkan dari material ini adalah berkisar 372 Ah/kg.

Ada ratusan jenis karbon yang tersedia secara komersil, termasuk karbon alam dan grafit sintesis, karbon hitam, karbon aktif, serat karbon, kokas dan berbagai bahan karbon lainnya. (Yueping, 2003). Bahan- bahan anoda karbon umumnya dikategorikan seperti bagan berikut ini.

Gambar 2.3 Bagan pembagian jenis karbon

Menurut (Dahn et al) dijelaskan beberapa kelas karbon yang relevan dengan baterai ion lithium. Pertama karbon grafit, biasanya disiapkan dengan memanaskan karbon tersebut dengan prekursor biasa disebut soft carbon. Grafitisasi akan berhasil jika dilakukan treatment pada suhu 1300 – 2400 0C. Kedua yaitu hard carbon dimana karbon ini disebut (non-grafit) karena bahan ini sulit untuk menjadi grafit walaupun telah diberi treatment pada suhu tinggi.

Hard carbon tidak dapat digunakan sebagai material anoda pada baterai ini disebabkan karena tempat difusi pada hard carbon tampak seperti labirin sehingga menyulitkan ion lithium untuk berinterkalasi.(Masaki et al, 2009).

Strukturnya karbonnya dapat dilihat pada Gambar 2.4 Dibawah ini

(a) (b) (c)

Gambar 2.4 (a) stuktur soft carbon (b) struktur hard carbon (c) Grafit (Wakihara, 2001)

Hard Carbon

Grafit Sintesis Karbon


(11)

Untuk membuat bahan menjadi anoda baterai maka diperlukan bahan yang dapat membentuk struktur kristal.

1. Grafit Alam

Grafit alam adalah karbon yang telah memiliki struktur kristal dan tersusun dari atom karbon yang membentuk struktur 3 dimensi (3D). Material ini dapat kita jumpai di isi pensil yang sering kita pakai untuk menulis. Ketika kita menulis, maka grafit tersebut akan rapuh dan membuat suatu jenis material lebih sederhana yang dikenal dengan grephene. Struktur dari grafit dan grephene dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.5 (a) Struktur grephene berupa lapisan dengan ketebalan 1 atom C (b) Struktur grafit yang terdiri dari lapisan grephene (Buchmann, 2001)

Sekarang grafit alam merupakan salah satu kandidat yang paling menjanjikan sebgai bahan anoda baterai ion lithium, alasanya karena biaya rendah, potensial listrik rendah,kepadatan energi yang lebih tinggi, dan kapasitas reversible relatif tinggi (330-350 mAh/g). (Yoshio, 2009).Grafit memiliki struktur laminar yang sangat baik, dan interkalasi ion lithium antara lapisan grafit membentuk senyawa LixC6. Namun grafit alam

memiliki beberapa kekurangan yaitu ketika digunakan sebagai elektroda negatif dalam baterai lithium ion, grafit alam akan mengalami penurunan kapasitas dan kompatibilitas terhadap elektrolit yang buruk, dimana molekul elektrolit masuk diantara lapisan grafit selama pengisian (charge) dan akan membentuk SEI (Solid Electrolit Interphase) pada permukaan grafit. Maka dapat disimpulkan baterai tersebut tidak dapat digunakan dalam siklus charge-discharge yang berkelanjutan. (Chin-Wei Shen et al, 2014).


(12)

2. Grafit Sintesis

Grafit sintesis pada dasarnya memiliki sifat yang sama seperti grafit alam. Selain itu, grafit sintesis memiliki kemurnian yang tinggi, memiliki struktur yang cocok untuk proses interkalasi dan diinterkalasi ion lithium. Namun, grafit sintesis memiliki sebuah kekurangan yaitu struktur kristalnya berbentuk amorf sehingga untuk membuatnya memiliki struktur kristal menggunakan biaya yang tinggi karena memerlukan perlakuan pada suhu (>2.8000C) pada proses grafitisasinya. (Yoshio, 2009)

2.3.2 Mesocarbon Microbead (MCMB)

Mesocarbon microbead (MCMB) adalah bagian dari soft carbon yang memiliki struktur kristal lebih sedikit dibanding dengan grafit alam. Mesocarbon microbead (MCMB) telah dipelajari oleh Mabuchi et al. Material ini diperoleh dari biji batu-bara, bahan mentah pertama kali dikarbonisasi di furnance yang di aliri gas inert (Argon,Nitrogen) dan di grafitisasi pada suhu berkisar 1200-28000C. Pada percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa MCMB yang digrafitisasi dengan suhu 10000C tidak menunjukkan ketergantungan pada elektrolit yang mengakibatkan tegangannya semakin lama semakin menurun. Dikondisi yang lain, pada saat MCMB di grafitisasi pada suhu tinggi, 28000C sampel menunjukkan dependence dengan elektrolit. Kinerja siklusnya meningkat ke kapasitas muatan sebesar 240 mAh/g. (Besenhard et al, 1998).

Langkah penting untuk memperoleh MCMB yang memiliki struktur kristal yang tinggi adalah kalsinasi pada MCMB pada temperatur tertentu. Tujuan dari kalsinasi ini adalah untuk :

1. Menghilangkan kotoran pelarut yang digunakan selama ekstraksi yang terperangkap didalam MCMB.

2. Menyesuaikan jumlah komponen pengikat yang terdapat pada MCMB. Proses kalsinasi ini dapat dilakukan dengan furnance yang di aliri gas inert maupun yang tidak dialiri gas inert. (Aggrwal et al, 2000)

Grafitisasi MCMB memiliki banyak kelebihan bila digunakan sebagai anoda baterai diantara lain : konduktivitas elektronik yang tinggi (103-104 S cm-1).


(13)

(Fabrice, 2010) Packing densitas yang tinggi menjamin densitas energi yang tinggi pula. Luas permukaan yang kecil menurunkan kapasitas ireversible sesuai dengan dekomposisi elektrolit. MCMB memiliki struktur spinel sehingga ion lithium mudah berinterkalasi dan hal tersebut akan meningkatkan kapasitas baterai. MCMB dapat dengan mudah menyepar ke Cu-foil.(Yoshio, 2009). Karakteristik dari Mesocarbon microbead (MCMB) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.4 Karakterisasi dari Mesocarbon microbead (MCMB) (Safety data sheet, June 2010)

Karakteristik

Kadar C 99,6 %

Spesifik kapasitas 345,2 mAh/g

Efficiency 93,4 %

Densitas 1,324 g/cm3

Uap air 0,035 %

Specific Gravity 1,8-2,1

pH 5,00 – 10,0

Titik leleh 35500C (6422F)

Temp Sintering 1800-2500 K

Warna Hitam

Bau Tidak berbau

2.3.3 Perkembangan Mesocarbon Microbead (MCMB)

Ada berbgai jenis struktur MCMB yang di produksi di pasaran yaitu MCMB tipe Brooks-Taylor, tipe Honda, tipe Kovac-Lewis, dan tipe Huttinger. Dijepang, ada dua perusahaan utma yang memproduksi MCMB secara besar-besaran yaitu Osaka Gas dan Kawasaki Steel Co Ltd. Produk MCMB mereka termasuk tipe Brooks-Taylor, secara skematis strukturnya di tunjukkan pada Gambar 2.6 berikut. (Yoshio, 2000).


(14)

Gambar 2.6 Struktur MCMB tipe Brooks-Taylor

Di indonesia sendiri penegembangan MCMB mulai dilakukan oleh Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan mengembangkan riset tentang mesocarbon microbead (MCMB). Gustan Pari dkk telah melakukan riset pembuatan karbon sphere dari pati singkong karet (racun). Selain ramah lingkungan juga bahan bakunya mudah didapatkan. Tepung singkong racun ini mampu menghasilkan sphare dengan menghilangkan unsur racunnya terlebih dahulu. Tepung tapioka itu diolah menjadi karbon sphere melalui proses hidrotermal karbonisasi dengan suhu tinggi untuk menciptakan pori-pori nano porous karbon. Syarat utama pembentukan karbon sphere ini harus berbentuk kelereng agar dapat menghasilkan energi tinggi. Saat ini riset karbon sphere digunakan sebagai pengisi baterai lithium kendaraan berbasis listrik baru sampai pada tahap pemanasan dengan suhu 8000C.

2.4 Bahan Katoda Untuk Baterai Ion Lithium

Bahan katoda untuk baterai ion lithium dirancang untuk mengoptimalkan dua faktor penting, densitas energi dan kapasitas. Densitas energi ditentukan oleh reversible kapasitas dan tegangan operasional, yang sebagian besar ditentukan oleh bahan intrinsik kimia, seperti pasangan redoks dan konsentrasi maksimum ion lithium pada bahan aktif. Untuk silkus penggunaan, mobilitas elektron dan ion merupakan faktor utama, meskipun morfologi partikel juga merupakan faktor penting karena sifat anisotropik dari unsur.


(15)

2.4.1 Lithium Cobalt Oxide (LiCoO2)

Sebagian besar baterai ion lithium untuk aplikasi portabel menggunakan katoda berbasis kobalt. Baterai ion lithium kobalt juga dikenal sebagai baterai ion lithium berkekuatan tinggi karena kepadatan energi yang tinggi. Lithium ion kobalt bila di pasangkan dengan anoda grafit karbon maka akan memiliki beda potensial sebesar 3,6 V dan beda ptensial ini tiga kali lipat bila dibandingkan dengan NICD atau NiMH yang hanya mempunyai beda potensial 1,2 V (Mehul, 2010).

Walaupun sekarang untuk katoda pada baterai ion lithium banyak menggunakan Lithium Iron Phospat, namun Lithium Cobalt Oxide masih memegang kualitas yang lebih baik, seperti yang dilihatkan pada Tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5 Ringkasan spesifikasi baterai (Mehul, 2010) Katoda Tipe Baterai Volume

(m3)

Massa (g) Tegangan (V) Arus (A) Kapasitas (Ah) Lithium Cobalt Oxide Panasonic / CGR18650E

1.77 47 3,7 4,9 2,55

Lithium Iron Posphate

A123/ 26650

3,42 70 3,42 3,3 2,30

2.5 Komponen Tambahan Penyusun Anoda Baterai

Semakin besar komposisi bahan aktif mengisi volume baterai, semakin besar pula kekuatan yang diperoleh. Dengan demikian setiap komponen selain dari material aktif, seperti binder, elektroda (Cu-foil) dan aditif konduktif harus dikurangi sebanyak mungkin.

2.5.1 Binder PVDF (poly vinylidene fluoride)

Binder adalah bagian penting dari formulasi elektroda pada baterai ion lithium karena binder mempertahankan struktur fisik elektroda, tanpa binder elektroda akan berantakan. (Fabrice et al, 2010). Sangat diharapkan bahwa binder memiliki titik leleh yang tinggi, dan struktur komposit dari material aktif dan binder harus stabil di dalam elektrolit, bahkan di suhu tinggi. Jika binder meggembungkan


(16)

dalam elektrolit melebihi ambang batas, kontak listrik antara material aktif dan anoda akan hilang, maka pada saat itu kapasitas pun akan mengecil. Potensi kelemahan dari binder yaitu binder mungkin saja melapisi permukaan material aktif. Jadi sangat penting bahwa ion lithium dapat melewati bahan pengikat. Wilayah amorf di PVDF (poly vinylidene fluoride) adalah matrik yang baik untuk molekul polar, dan ion lithium dapat melewati lapisan tipis PVDF. (Tsunemi,K et al,1983). Akhirnya, jika binder bisa menghantarkan listrik dengan baik, kinerja baterai akan lebih meningkat.

PVDF memiliki properti yang baik, PVDF tidak tereduksi pada potensial rendah (5 mV vs Li/Li+) atau teroksidasi pada potensial tinggi (5 V vs Li/Li+) (Fabrice M et al,2010). Karakteristik penting dari PVDF adalah kristalinitasnya. PVDF memiliki beberapa bentuk kristal. XRD menunjukkan bahwa sekitar 50% PVDF memiliki struktur amorf. (Tsunemi et al,1983). Gambar 2.7. merupakan struktur dari PVDF dan interaksi PVDF dengan material aktif.

(a) (b)

Gambar 2.7. (a) Struktur PVDF (b) ilustrasi binder PVDF dengan material aktif (Yoshio, 2000)

2.5.2 Zat Aditif Acetylene Black

Acetylene Black adalah karbon black yang dihasilkan dari dekomposisi terus menerus gas asetilena. Acetylene black terdiri dari partikel karbon black berukuran koloid, dan memiliki sifat unik seperti konduktivitas listrik yang baik, kapasitas absorpsi yang tinggi, konduktivitas termal yang baik dan lain-lain. Karena karakteristik berikut setiap partikel acetylene black terdiri dari

1. Komposisi kristal yang besar 2. Membentuk struktur panjang


(17)

Oleh karena itu acetylene black telah digunakan sebagai bahan dasar untuk memproduksi sel baterai kering, serta sebagai zat aditif dalam karet atau plastik bahan antistatik dan elektrik konduktif yang digunakan dalam berbagai bidang industri, seperti kabel listrik, ban, sabuk, selang, pemanas, cat, perekat dan banyak alat elektronik lainnya. Penggunaan acetylene black didalam baterai memiliki beberapa keunggulan yaitu dari absorpsi yang tinggi dan bersifat konduktif sehingga acetylen black digunakan untuk mempertahankan larutan elektrolit dalam banyak baterai kering dan meningkatkan konduktivitas listrik dari elektroda baterai. ( Safety data sheet, 2002)

Gambar 2.8 merupakan serbuk Acetylene Black yang digunakan sebagai bahan zat aditif pembuatan baterai.

Gambar 2.8 Produk Acetylene black (www.denka.co.jp, diakses 18 Maret 2015)

2.5.3 Pelarut DMAC ( N-N Dimethyl Acetamide)

DMAC adalah pelarut industri yang kuat dan serbaguna yang memiliki kelarutan terhadap bahan organik dan anorganik yang tinggi, titik didih tinggi, titik beku yang rendah, dan stabilitas yang baik. Selain itu DMAC tidak reaktif dalam reaksi kimia.

DMAC memiliki konstanta dielektrik yang tinggi, DMAC benar-benar larut dalam air, eter, ester, keton dan senyawa aromatik. DMAC umumnya larut dalam senyawa alifatik tidak jenuh. DMAC kestabilan yang bagus, pada dasarnya DMAC tidak akan mengalami degradasi dan perubahan warna jika dipanaskan dibawah suhu 3500C.


(18)

2.5.4 Copper F oil ( Cu –F oil )

Copper foil ( Cu – Foil ) adalah lembaran berwarna kuning keemasan yang digunakan sebagai tempat menempelnya material aktif anoda baterai ion lithium. Cu –foil memiliki densitas 0.54 g/m2. Komposisi dari Cu –foil dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Lembaran untuk anoda menggunakan Cu-Foil sebagai substrat anoda memiliki sifat yang lebih baik seperti:

1. Konduktivitas listrik yang lebiih baik dan resistivitas yang kecil

2. Kekuatan mekanik yang lebih baik dan ketangguhan untuk menghindari hubungan pendek yang disebabkan oleh pertumbuhan dendrit

3. Kekuatan lapisan yang lebih baik dengan bahan elektroda.

Gambar 2.9 Copper foil ( Cu –foil ) (www.basiccopper.com , diakses 18 Maret 2015)

Lembaran komponen baterai yang telah siap kemudian disusun menjadi sel baterai utuh. Berapa banyak material aktif yang digunakan dalam satu sel baterai tergantung dari kapsitas baterai yang diinginkan. Penyusunan komponen sel baterai mengenal beberapa bentuk, yaitu silindris, prismatis, kancing dan kantung, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.11 dibawah ini.


(19)

(c) (d)

Gambar 2.10 Bentuk susunan sel baterai lithium ion (a)Koin; (b)Silindris; (c)Kantung; (d)Prismatis (Menhul, 2010)

2.6 Perkembangan Baterai Lithium Sebagai Energi Terbarukan

Perkembangan baterai lithium sebagai penyimpan energi semakin banyak digunakan dalam perangkat teknologi yang sifatnya mobile seperti ponsel, laptop, kamera handycam, alat-alat militer, kendaraan mobil hybrid, bahkan baterai lithium digunakan pada pesawat impulse bertenaga surya yang berasal dari Swiss yang saat ini sedang menjalankan misi mengelilingi dunia, di 12 penerbangan tanpa bahan bakar. Solar Impluse 2 adalah sebuah proyek untuk mengenalkan teknologi bersih, merupakan satu dari banyak proyek sebagai inovasi dan teknologi untuk masa depan.

Pesawat terbang Solar Impluse mempunyai 4 partner utama yang semuanya adalah perusahaan besar, diantaranya; ABB, OMEGA, Schindler dan Solvay. Solar Impluse menggunakan teknologi ―solar cell‖ yang dapat meng -konversi sumber energi cahaya menjadi muatan listrik yang disimpan dalam baterai lithium. Dari teknologi yang sudah ada pada prototipe sebelumnya (HB-SIA), Solar Impluse HB-SIB membutuhkan pengembangan material baru dan metode kontruksi baru. Perusahaan rekanan Solvay telah menciptakan elektrolit yang memungkinkan kepadatan energi dari baterai yang meningkat dan keputusan menggunakna serat karbon yang ringan dalam berat daripada yang tampak pada prototipe SI-1.


(20)

Solar cell atau panel surya pada SI-2 terdapat lebih dari 17.000 sel surya yang mampu mengumpulkan hingga 340 kWh energi surya perhari yang dapat mewakili oleh luas sekitar 269,5 m2 dibagian atas sayap sepanjang 72 meter. Energi yang dikumpuklan oleh sel surya disimpan dalam baterai lithium polimer, yang kepadatan energi dioptimalkan untuk 260 Wh/kg. Baterai tersebut terisolasi oleh busa high density dan dipasang diempat nacelles mesin, dengan sistem untuk mengontrol pengisisan ambang batas dan suhu. Berat baterai total adalah 633 kg sekitar seperempat dari semua berat pesawat. (Mukhlis,2015)

2.7 Karakterisasi dan Pengujian

Pengkarakterisasian dilakukan pada serbuk material aktif dan baterai. Pada serbuk material aktif dilakukan pengujian X-Ray Difraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk melihat struktur dan morfologinya. Sedangkan pada baterai diuji kemampuan baterai dan reaksi reduksi-oksidasi yang terjadi pada elektroda baterai dengan pengujian Cyclic Voltamettry (CV) dan Charge-Discharge (CD) untuk melihat kapasitas dari baterai tersebut.

2.7.1 Karakterisasi XRD

Difraksi sinar – X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Sinar- x merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi. Melalui analisi XRD diketahui dimensi kisi (d = jarak antar kisi) dalam struktur material. Sehingga dapat ditentukan apakah suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak, dan difraksi sinar-x suatu kristal. Hal ini dapat diketahui dari persamaan Bragg yaitu nilai sudut difraksi yang berbanding terbalik dengan nilai jarak d (jarak antar kisi) dalam kristal. Sesuai dengan persamaan Bragg :

n = 2d sin ... (2.2) dengan : d = jarak antar bidang


(21)

= panjang gelombang sinar-X

Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan di teruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi inilah yang digunakan untuk menganalisis.

Difraksi sinar-X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar.

Didalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan sinar-X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks miller. Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga jika disinari dengan sinar-X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram yang khas pula.

Dari data XRD yang di peroleh, dilakukan identifikasi puncak-puncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik tersebut dengan database ICDD (International Centre for Diffraction Data . Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD dengan menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program RIETAN. Melalui refinement tersebut, fase beserta struktur, space group,dan parameter kisi yang ada pada sampel yang diketahui.

2.7.2 Karakterisasi SEM

SEM (Scanning Elektron Microscope) adalah salah satu jenis Mikroscop Elektron yang menggunakan berkas electron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis dengan gambar tiga dimensi. SEM memiliki empat komponen pokok yaitu kolom elektron, ruang sampel, sistem pompa vakum, kontrol elektron dan sistem magnetik. Didalam kolom elektron terdapat penembak elektron yang terdiri dari katoda dan anoda. Elektron yang terlepas dari katoda bergerak ke arah anoda yang dalam perjalannya berkas elektron ini dipengaruhi


(22)

oleh lensa magnetik hingga di dapatkan berkas elektron yang terfokus ke arah sampel.

Prinsip kerja dari SEM ini adalah berkas elektron yang dihasilkan oleh electron gun akan menyapu permukaan sampel dalam daerah yang sangat kecil, baris demi baris seperti yang ditunjukkan oleh skema pada Gambar 2.12 Pada saat elektron berinteraksi dengan sampel, maka akan dihasilkan secondary electron (SE) dan backscattered electron (BE). Penampakan tiga dimensi dari bayangan yang diperoleh berasal dari kedalaman yang besar yang dapat ditembus oleh medan SEM seperti juga efek bayangan dari secondary electron.

Gambar 2.11 Prinsip Kerja SEM

(http://www.microscopy.ethz. Ch/sem.htm, diakses 20 Maret 2015)

 Secondary electron (SE)

Pada SEM digunakan berkas elektron yang dibangkitkan dari filamen, lalu diarahkan pada sampel. Untuk elektron yang energinya dibawah 50kV berinteraksi langsung dengan elektron pada atom sampel dipermukaan. Akibatnya elektron – elektron yang ada di kulit terluar atom permukaan sampel terlempar keluar dan oleh detektor dikumpulkan dan dihasilkan gambar topografi permukaan sampel. Secondary electron hanya membawa sedikit informasi tentang komposisi unsur dari sampel, namun bagaimanapun sensitivitas topografi dan resolusi yang tinggi mereka menyebabkan Secondary electron ini dipakai untuk memperoleh bayangan mikroskopik. Karena alasan sensitivitas topografi inilah maka bayangan yang dihasilkan dari Secondary electron sangat mudah diinterprestasikan


(23)

secara visual karena gambar yang dihasilkan sama dengan lokasi, itulah sebabnya lekuk-lekuk permukaan sampel dapat terlihat dengan jelas.

 Backscattered electron (BE)

jika electron gun berinteraksi dengan inti atom atau satu elektron dari atom sampel, electron gun ini dapat dipantulkan kesuatu arah dengan mengalami dsedikit kehilangan energi sebagian dari beberapa Backscattered electron ini dapat saja mengarah keluar sampel sehingga, setelah beberapa kali pantulan dapat dideteksi. Backscattered electron memberikan perbedaan kehitaman gambar berdasarkan nomor atom (Z) dari unsur-unsur fasa yang ada pada sampel. Bahan yang nomor atom lebih besar, akan tampak lebih terang dibanding bahan dengan nomor atom yang lebih kecil.

(a) (b)

Gambar 2.12 (a) Skema basic prinsip dari Secondary electron (SE) (b)Skema basic prinsip dari Backscattered electron (BE) (www.robertson-cgg.com, diakses 20 April 2015)

2.7.4 Pengujian Cyclic Voltammetry (CV)

Voltametri siklik merupakan teknik voltametri dimana arus diukur selama penyapuan potensial dari potensial awal ke potensial akhir dan kembali lagi ke potensial awal atau disebut juga dengan penyapuan (scanning) dapat dibalik kembali setelah reaksi berlangsung. Dengan demikian arus katodik maupun anodik dapat terukur. Arus katodik adalah arus yang digunakan pada saat penyapuan dari potensial yang paling besar menuju potensial yang paling kecil dan arus anodik adalah sebaliknya yaitu penyapuan dari potensial yang paling kecil menuju potensial yang paling besar.Pengontrol potensial yang diterapkan pada dua elektroda dapat dianggap sebagai sinyal eksitas. Sinyal eksitasi unruk


(24)

voltametri siklik adalah penyapuan pootensial linear dengan gelombang segitiga seperti yang diberikan Gambar 2.14

Gambar 2.13 Sinyal eksitasi untuk voltametri siklik (Scholz,2010)

Voltametri siklik diperoleh dengan mengukur arus pada elektroda kerja selama scan potensial. Arus dapat dianggap sebagai respon sinyal terhadap potensial eksitasi. Voltamogram yang dihasilkan merupakan kurva antara arus (pada sumbu vertikal ) versus potensial (sumbu horizontal). Saat variasi potensial linear terhadap waktu, sumbu horizontal dapt dianggap sebagi sumbu waktu, seperti yang diberikan Gambar 2.15

Gambar 2.14 Voltamogram siklik reaksi reduksi-oksidasi secara reversible (Siti, 2010)

Suatu dari banyak kegunaan voltametri sklik adalah informasi kualitatif mengenai mekanisme reaksi dari proses reduksi-oksidasi. Adanya kemungkinan reaksi lain saat reduksi-oksidasi berlangsung dapat dilihat dari voltamogramnya. Perubahan pada voltamogram siklik dapat disebabkan oleh persaingan reaksi kimia untuk produk hasil elektrokimia, ini dapat dijadikan informasi mengenai


(25)

jalan reaksi. Hal lain dari penggunaan voltametri siklik ini adalah untuk mempelajari proses adsorpsi molekul elektroaktif pada permukaan elektroda.

2.7.3 Pengujian Charge-Discharge (CD)

Kapasitas baterai adalah ukuran muatan yang disimpan suatu baterai, yang ditentukan oleh masa aktif material didalamnya. Kapasitas menggambarkan sejumlah energi maksimum yang dapat dikeluarkan dari sebuah baterai dengan kondisi tertentu. Tetapi kemampuan penyimpanan baterai dapat berbeda dari kapsitas nominalnya, diantaranya karena kapasitas baterai bergantung pada umur dan keadaan baterai, parameter charging - discharging, dan temperatur. Kapasitas baterai ini sering dinyatakan dalam Ampare hours (walau kadang dalam Wh), ditentukan sebagai waktu dalam jam yang dibutuhkan baterai untuk secara kontinu mengalirkan arus atau nilai discharge pada tegangan nominal baterai. Satuan Ah sering digunakan ketika tegangan baterai bervariasi selama siklus charging dan discharging. Kapasitas Wh dapat diperkirakan dengan mangalikan kapasitas Ah dengan tegangan nominal.

Nilai charging, dalam ampere adalah sejumlah muatan yang diberikan pada baterai persatuan waktu. Sedangkan discharging, dalam ampere adalah sejumlah muatan yang digunakan kerangkaian luar (beban), yang diambil dari baterai. Nilai charge-discharge ditentukan dengan mambagi kapasitas baterai (Ah) dengan jam yang dibutuhkan untuk charging-discharging baterai. Nilai charging dan discharging berpengaruh terhadap nilai kapasitas baterai. Jika baterai di discharge sangat cepat (arus discharge tinggi) , maka sejumlah energi yang digunakan oleh baterai menjadi berkurang sehingga kapaitas baterai menjadi lebih rendah. Hal ini dikarenakan kebutuhan suatu materi/ komponen untuk reaksi yang terjadi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bergerak keposisi seharusnya. Hanya sejumlah reaktan yang diubah kebentuk lain, sehingga energi yang tersedia menjadi berkurang. Jadi seharusnya arus discharge yang digunakan sekecil mungkin, sehingga energi yang digunakan kecil dan kapasitas baterai menjadi lebih tinggi.

Kemampuan baterai juga harus dinilai dari besar kecilnya efesiensi coulomb yang dimiliki baterai. Efesiensi coloumb menggambarkan efesiensi


(26)

dengan muatan (elektron) ditansfer dalam sistem yang memudahkan reaksi elektrokimia.

Efesiensi coloumb =


(1)

= panjang gelombang sinar-X

Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan di teruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi inilah yang digunakan untuk menganalisis.

Difraksi sinar-X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar.

Didalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan sinar-X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks miller. Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga jika disinari dengan sinar-X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram yang khas pula.

Dari data XRD yang di peroleh, dilakukan identifikasi puncak-puncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik tersebut dengan database ICDD (International Centre for Diffraction Data . Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD dengan menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program RIETAN. Melalui refinement tersebut, fase beserta struktur, space group,dan parameter kisi yang ada pada sampel yang diketahui.

2.7.2 Karakterisasi SEM

SEM (Scanning Elektron Microscope) adalah salah satu jenis Mikroscop Elektron yang menggunakan berkas electron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis dengan gambar tiga dimensi. SEM memiliki empat komponen pokok yaitu kolom elektron, ruang sampel, sistem pompa vakum, kontrol elektron dan sistem magnetik. Didalam kolom elektron terdapat penembak elektron yang terdiri dari katoda dan anoda. Elektron yang terlepas dari katoda bergerak ke arah anoda yang dalam perjalannya berkas elektron ini dipengaruhi


(2)

oleh lensa magnetik hingga di dapatkan berkas elektron yang terfokus ke arah sampel.

Prinsip kerja dari SEM ini adalah berkas elektron yang dihasilkan oleh electron gun akan menyapu permukaan sampel dalam daerah yang sangat kecil, baris demi baris seperti yang ditunjukkan oleh skema pada Gambar 2.12 Pada saat elektron berinteraksi dengan sampel, maka akan dihasilkan secondary electron (SE) dan backscattered electron (BE). Penampakan tiga dimensi dari bayangan yang diperoleh berasal dari kedalaman yang besar yang dapat ditembus oleh medan SEM seperti juga efek bayangan dari secondary electron.

Gambar 2.11 Prinsip Kerja SEM

(http://www.microscopy.ethz. Ch/sem.htm, diakses 20 Maret 2015)  Secondary electron (SE)

Pada SEM digunakan berkas elektron yang dibangkitkan dari filamen, lalu diarahkan pada sampel. Untuk elektron yang energinya dibawah 50kV berinteraksi langsung dengan elektron pada atom sampel dipermukaan. Akibatnya elektron – elektron yang ada di kulit terluar atom permukaan sampel terlempar keluar dan oleh detektor dikumpulkan dan dihasilkan gambar topografi permukaan sampel. Secondary electron hanya membawa sedikit informasi tentang komposisi unsur dari sampel, namun bagaimanapun sensitivitas topografi dan resolusi yang tinggi mereka menyebabkan Secondary electron ini dipakai untuk memperoleh bayangan mikroskopik. Karena alasan sensitivitas topografi inilah maka bayangan yang dihasilkan dari Secondary electron sangat mudah diinterprestasikan


(3)

secara visual karena gambar yang dihasilkan sama dengan lokasi, itulah sebabnya lekuk-lekuk permukaan sampel dapat terlihat dengan jelas.

 Backscattered electron (BE)

jika electron gun berinteraksi dengan inti atom atau satu elektron dari atom sampel, electron gun ini dapat dipantulkan kesuatu arah dengan mengalami dsedikit kehilangan energi sebagian dari beberapa Backscattered electron ini dapat saja mengarah keluar sampel sehingga, setelah beberapa kali pantulan dapat dideteksi. Backscattered electron memberikan perbedaan kehitaman gambar berdasarkan nomor atom (Z) dari unsur-unsur fasa yang ada pada sampel. Bahan yang nomor atom lebih besar, akan tampak lebih terang dibanding bahan dengan nomor atom yang lebih kecil.

(a) (b)

Gambar 2.12 (a) Skema basic prinsip dari Secondary electron (SE) (b)Skema basic prinsip dari Backscattered electron (BE) (www.robertson-cgg.com, diakses 20 April 2015)

2.7.4 Pengujian Cyclic Voltammetry (CV)

Voltametri siklik merupakan teknik voltametri dimana arus diukur selama penyapuan potensial dari potensial awal ke potensial akhir dan kembali lagi ke potensial awal atau disebut juga dengan penyapuan (scanning) dapat dibalik kembali setelah reaksi berlangsung. Dengan demikian arus katodik maupun anodik dapat terukur. Arus katodik adalah arus yang digunakan pada saat penyapuan dari potensial yang paling besar menuju potensial yang paling kecil dan arus anodik adalah sebaliknya yaitu penyapuan dari potensial yang paling kecil menuju potensial yang paling besar.Pengontrol potensial yang diterapkan pada dua elektroda dapat dianggap sebagai sinyal eksitas. Sinyal eksitasi unruk


(4)

voltametri siklik adalah penyapuan pootensial linear dengan gelombang segitiga seperti yang diberikan Gambar 2.14

Gambar 2.13 Sinyal eksitasi untuk voltametri siklik (Scholz,2010)

Voltametri siklik diperoleh dengan mengukur arus pada elektroda kerja selama scan potensial. Arus dapat dianggap sebagai respon sinyal terhadap potensial eksitasi. Voltamogram yang dihasilkan merupakan kurva antara arus (pada sumbu vertikal ) versus potensial (sumbu horizontal). Saat variasi potensial linear terhadap waktu, sumbu horizontal dapt dianggap sebagi sumbu waktu, seperti yang diberikan Gambar 2.15

Gambar 2.14 Voltamogram siklik reaksi reduksi-oksidasi secara reversible (Siti, 2010)

Suatu dari banyak kegunaan voltametri sklik adalah informasi kualitatif mengenai mekanisme reaksi dari proses reduksi-oksidasi. Adanya kemungkinan reaksi lain saat reduksi-oksidasi berlangsung dapat dilihat dari voltamogramnya. Perubahan pada voltamogram siklik dapat disebabkan oleh persaingan reaksi kimia untuk produk hasil elektrokimia, ini dapat dijadikan informasi mengenai


(5)

jalan reaksi. Hal lain dari penggunaan voltametri siklik ini adalah untuk mempelajari proses adsorpsi molekul elektroaktif pada permukaan elektroda.

2.7.3 Pengujian Charge-Discharge (CD)

Kapasitas baterai adalah ukuran muatan yang disimpan suatu baterai, yang ditentukan oleh masa aktif material didalamnya. Kapasitas menggambarkan sejumlah energi maksimum yang dapat dikeluarkan dari sebuah baterai dengan kondisi tertentu. Tetapi kemampuan penyimpanan baterai dapat berbeda dari kapsitas nominalnya, diantaranya karena kapasitas baterai bergantung pada umur dan keadaan baterai, parameter charging - discharging, dan temperatur. Kapasitas baterai ini sering dinyatakan dalam Ampare hours (walau kadang dalam Wh), ditentukan sebagai waktu dalam jam yang dibutuhkan baterai untuk secara kontinu mengalirkan arus atau nilai discharge pada tegangan nominal baterai. Satuan Ah sering digunakan ketika tegangan baterai bervariasi selama siklus charging dan discharging. Kapasitas Wh dapat diperkirakan dengan mangalikan kapasitas Ah dengan tegangan nominal.

Nilai charging, dalam ampere adalah sejumlah muatan yang diberikan pada baterai persatuan waktu. Sedangkan discharging, dalam ampere adalah sejumlah muatan yang digunakan kerangkaian luar (beban), yang diambil dari baterai. Nilai charge-discharge ditentukan dengan mambagi kapasitas baterai (Ah) dengan jam yang dibutuhkan untuk charging-discharging baterai. Nilai charging dan discharging berpengaruh terhadap nilai kapasitas baterai. Jika baterai di discharge sangat cepat (arus discharge tinggi) , maka sejumlah energi yang digunakan oleh baterai menjadi berkurang sehingga kapaitas baterai menjadi lebih rendah. Hal ini dikarenakan kebutuhan suatu materi/ komponen untuk reaksi yang terjadi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bergerak keposisi seharusnya. Hanya sejumlah reaktan yang diubah kebentuk lain, sehingga energi yang tersedia menjadi berkurang. Jadi seharusnya arus discharge yang digunakan sekecil mungkin, sehingga energi yang digunakan kecil dan kapasitas baterai menjadi lebih tinggi.

Kemampuan baterai juga harus dinilai dari besar kecilnya efesiensi coulomb yang dimiliki baterai. Efesiensi coloumb menggambarkan efesiensi


(6)

dengan muatan (elektron) ditansfer dalam sistem yang memudahkan reaksi elektrokimia.

Efesiensi coloumb =


Dokumen yang terkait

Pembuatan Baterai Lithium Menggunakan Bahan Aktif Mesocarbon Microbead (MCMB) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N-Dimethyl Acetamide (DMAC)

12 71 101

Pembuatan Baterai Lithium Meggunakan Bahan Aktif Natural Graphite (NG) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N Dimethyl Acetamide (DMAC)

5 36 80

Pembuatan Baterai Lithium Menggunakan Bahan Aktif Mesocarbon Microbead (MCMB) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N-Dimethyl Acetamide (DMAC)

0 0 2

Pembuatan Baterai Lithium Menggunakan Bahan Aktif Mesocarbon Microbead (MCMB) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N-Dimethyl Acetamide (DMAC)

0 0 30

Pembuatan Baterai Lithium Menggunakan Bahan Aktif Mesocarbon Microbead (MCMB) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N-Dimethyl Acetamide (DMAC)

0 2 13

Pembuatan Baterai Lithium Menggunakan Bahan Aktif Mesocarbon Microbead (MCMB) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N-Dimethyl Acetamide (DMAC)

0 0 2

Pembuatan Baterai Lithium Menggunakan Bahan Aktif Mesocarbon Microbead (MCMB) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N-Dimethyl Acetamide (DMAC)

0 0 5

Pembuatan Baterai Lithium Meggunakan Bahan Aktif Natural Graphite (NG) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N Dimethyl Acetamide (DMAC)

1 1 14

Pembuatan Baterai Lithium Meggunakan Bahan Aktif Natural Graphite (NG) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N Dimethyl Acetamide (DMAC)

0 0 1

Pembuatan Baterai Lithium Meggunakan Bahan Aktif Natural Graphite (NG) Sebagai Anoda Dengan Variasi Persentase Berat Pelarut N,N Dimethyl Acetamide (DMAC)

0 0 5