KEBIJAKAN PENGAPLIKASIAN TEKNOLOGI INFOR ICT

KEBIJAKAN PENGAPLIKASIAN TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI (ICT) YANG SESUAI DENGAN
PENDIDIKAN YANG BERMUTU DAN BERKOMPETEN
PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS

Oleh :
Angga Debby Frayudha, M. Pd

Abstrak
Kehadiran teknologi informasi merupakan faktor utama tersedianya
pelayanan yang cepat, akurat, terartur, akuntabel dan terpecaya di dalam
berbagi aspek kehidupan pada era sekarang ini, diantaranya ialah institusi
pendidikan, guna menggembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan maka
digunakanlah teknologi informasi guna melengkapi kebutuhan informasi yang
dapat diakses secara cepat dan akurat tanpa harus mengenal tempat dan
waktu, namun kenyataanya banyak siswa yang hanya mengenal internet
sebatas digunakan sebagai media sosial saja dan mendapatkan informasi
cepat namun kebenaranya masih patut dipertanyakan. Dalam tulisan ini akan
dijelaskan langkah langkah pembuatan kebijakan pengaplikasian teknologi
informasi dan komunikasi guna pendidikan yang bermutu dan berkompeten
untuk meningkatkan mutu pendidikan


di sekolah menengah atas serta

menjawab berbagai peran dan fungsi teknologi informasi sebagai solusi
permasalahan pendidikan yang konvensional.

I.

Latar Belakang
Teknologi informasi dan komunikasi sebagai model pembelajaran baru

dalam pendidikan memberikan peran dan fungsi yang besar bagi dunia
pendidikan yang selama ini dibebankan dengan banyaknya kekurangan dan

kelemahan pendidikan konvensional (pendidikan pada umumnya) diantaranya
adalah keterbatasan ruang dan waktu dalam proses pendidikan konvensional
dan dengan fungsi tersebut diharapkan pembuatan kebijakan tersebut bisa
dilaksanakan dan terealisasi dengan baik, dengan memanfaatkan standar
platform internet yang bisa menjadi solusi permasalahan tersebut karena sifat
dari internet itu sendiri yaitu memungkinkan segala sesuatu saling terhubung

belum lagi karakter internet yang murah, sederhana dan terbuka
mengakibatkan internet bisa digunakan oleh siapa saja (everyone), dimana saja
(everywhere), kapan saja (everytime) dan bebas digunakan (available to every
one).
Pengembangan pendidikan menuju TIK merupakan suatu keharusan agar
standar mutu pendidikan dapat ditingkatkan, karena TIK merupakan satu
penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam
jangkauan luas yang berlandaskan tiga kriteria yaitu: (1) TIK memiliki
kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi
materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui
komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3)
memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik
paradigma pembelajaran tradisional (Rosenberg 2001; 28), dengan demikian
urgensi teknologi informasi dapat dioptimalkan untuk pendidikan.
Sudah selayaknya lembaga-lembaga pendidikan yang ada segera
memperkenalkan dan memulai penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) sebagai basis pembelajaran yang lebih mutakhir. Hal ini
menjadi penting, mengingat penggunaan IT merupakan salah satu faktor
penting yang memungkinkan kecepatan transformasi ilmu pengetahuan kepada
para peserta didik, generasi bangsa ini secara lebih luas. Dalam konteks yang

lebih spesifik, dapat dikatakan bahwa kebijakan penyelenggararan pendidikan,
baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun
masyarakat harus mampu memberikan akses pemahaman dan penguasaan
teknologi mutakhir yang luas kepada para peserta didik.

Kecenderungan untuk mengembangkan e-learning sebagai salah satu
alternatif pembelajaran diberbagai sekolahan meningkat sejalan dengan
meningkatnya infrastruktur internet yang menunjang penyelenggaraan elearning. Melalui e-learning proses belajar mengajar dapat dilakukan tanpa
adanya tatap muka antara pengajar dan peserta didik dan tidak lagi dibatasi oleh
waktu dan tempat. E-learning menjadi salah satu solusi bagi permasalahan
dunia pendidikan yang semakin sibuk dengan berbagai layanan yang
menawarkan fleksibilitas dan mobilitas yang tinggi.

II.
1.

PEMBAHASAN
Perumusan Kebijakan
Dari pemaparan latar belakang, maka dicari suatu pemecahan masalah


mengenai bagaimana membuat suatu kebijakan pengaplikasian teknologi
informasi dan komunikasi guna pendidikan yang bermutu dan berkompeten
pada sekolah menengah atas untuk meningkatkan mutu pendidikan?
Identifikasi masalah : pada kenyataan dan pengamatannya sekolah-sekolah
hanya menjelaskan fungsi dari teknologi dan informasi secara umum, sehingga
peran dari TIK yang pada umumnya menggunakan internet sebagai sumber
akses untuk mencari informasi tidak digunakan dengan efektif hanya sebagai
media berkomunikasi dengan teman, sahabat, dan keluarga yang jauh disana,
banyak sekali survei yang menyatakan bahwa banyak siswa sma hanya
menggunakan internet untuk membuka media sosial seperti halnya facebook,
twitter, instagram, line, bbm dan lain-lain. Survei media cetak mengumumkan
bahwa jika siswa sma diberikan 100 % waktu maka hal yang utama adalah
mengakses media sosial sebanyak 70 % , sedangkan 30 % waktu tersisa
digunakan untuk mencari tugas atau informasi, dengan pemaparan dan
informasi tersebut diketahu bahwa pihak sekolah tidak mengawasi siswa diluar
dan didalam jam pelajaran sehingga banyak siswa yang tidak menggunakan
internet secara benar sehingga kebijakan baru sangat perlu untuk mengurangi
siswa lebih aktif di media sosial dan lebih banyak belajar dan latihan soal-soal.

Masalah lain yang muncul adalah sekolah sekolah yang jauh dari

teknologi dan informasi yang memadai diharapkan mendapatkan kebijakan
khusus bagi sekolah-sekolah tersebut. Kebijakan standardisasi sangat
diperlukan guna penataan dan pemerataan kebijakan tersebut pada satuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan
oleh Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan
Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan untuk penataan
dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang berbeda berdasarkan data
pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam memfasilitasi
penataan dan pemerataan PNS di daerah dan kabupaten/kota, Menteri
Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama.

Pada perumusan kebijakan dimulai dari input, proses dan output
pendidikan, dengan input yang baik yang berupa informasi apa saja yang akan
dimasukan kedalam e learning, bahan-bahan dan tenaga yang diperlukan maka
selanjutnya adalah proses, semuanya terletak kepada proses jika pada proses
benar maka output pendidikan akan teralisir dengan baik, jika pada proses jelek
maka output pasti jelek.

2.


Agenda Kebijakan
Pada kasus dan pengamatanya ternyata begitu banyak masalah yang

muncul sehingga harus dipilih masalah yang paling penting diantara yang

lainnya. Pada umumnya tidak semua SMA di indonesia memiliki akses internet
yang memadai, maka ini merupakan masalah utama dari penggunaan elearning, masalah ini harusnya di tindak lanjuti dan dicari suatu penyelesaian,
dan penyelesaian paling cepat adalah rata-rata semua warga indonesia memiliki
handphone, dengan menggunakan perangkat ini maka haruslah internet bisa di
akses, jika masih menggunakan handphone tanpa dukungan internet maka
solusi penyelesaian lain wajib dicari.

Muncul masalah baru yaitu bagaimana menyesuaikan materi ajar dengan
sistem ? maka hal ini menjadi masalah yang harus di cari penyelesaiannya
dengan Tetap menindaklanjuti masterplan elearning untuk solusi TIK di sma,
kesepakatan antara manakemen sistem dan manajemen guru wajib
dilaksanaakan kesepakatan implementasi sistem manajemen guru secara
komprehensif berkaitan dengan:
a. Melakukan koordinasi dalam penyediaan guru elarning dengan
mempertimbangkan kebutuhan bahan ajar dengan mengkoordinasikan

dengan guru mata pelajaran yang bersangkutan dan sesuai dengan satuan
pendidikan.
b. Merekrut guru berdasarkan asesmen kebutuhan dan standar kompetensi
yang telah ditetapkan.
c. Mengangkat dan menempatkan guru berdasarkan kualifikasi akademik
dan bidang keahlian yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan satuan
pendidikan.

d. Menata dan mendistribusikan guru antarsatuan, antarjenjang, dan
antarjenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan penataan guru secara
nasional melalui aspek pendanaan bidang pendidikan.
e. Memfasilitasi sertifikasi guru dengan menerapkan asas obyektifitas,
transparan dan akuntabel.
f. Memfasilitasi peningkatan kualifikasi akademik guru dengan menerapkan
asas obyektifitas, transparan dan akuntabel
g. Menerapkan sistem penilaian kinerja guru secara berkelanjutan sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
h. Memberikan penghargaan bagi guru sesuai dengan prestasi dan
dedikasinya


dan

memberikan

perlindungan

hukum,

profesi,

ketenagakerjaan, dan hak atas kekayaan intektual.
i. Meningkatkan kesejahteraan guru sesuai dengan kemampuan daerah.
j. Memfasilitasi pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karir guru.

Menindaklanjuti

regulasi

mengenai


guru

kedalam

peraturan

daerah/peraturan gubernur/ peraturan bupati/peraturan walikota

Manajemen guru masa depan menuntut pertimbangan dan perumusan
kebijakan yang sistemik dan sistematik. Manajemen guru sebagaimana
dimaksud

terutama

berkaitan

dengan

penyediaan,


rekruitmen,

pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan
kualifikasi,

penilaian

kinerja,

uji

kompetensi,

penghargaan

dan

perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian
berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang relevan dengan
tuntutan kekinian dan masa depan.

Dalam kaitannya dengan substansi manajemen guru sebagaimana
dijelaskan di muka, beberapa hal perlu diberi catatan khusus. Perlu
ditetapkan standar calon pengajar. Standar dimaksud berupa kemampuan
intelektual, kepribadian dan sebagainya.
Gambar model e-learning

Faktor-Faktor dalam Pemanfaatan E-Learning
Ahli-ahli pendidikan dan ahli internet menyarankan beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum seseorang memilih internet untuk kegiatan
pembelajaran (Hartanto dan Purbo, 2002) antara lain:
a. Analisis Kebutuhan (Need Analysis). Dalam tahapan awal, satu hal yang
perlu dipertimbangkan adalah apakah memang memerlukan e-learning.
Pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan perkiraan atau dijawab
berdasarkan atas saran orang lain. Setiap lembaga menentukan teknologi
pembelajaran sendiri yang berbeda satu sama lain. Untuk itu perlu diadakan
analisis kebutuhan atau need analysis yang mencakup studi kelayakan baik
secara teknis, ekonomis, maupun social.
b. Rancangan Instruksional yang berisi tentang isi pelajaran, topik, satuan
kredit, bahan ajar/kurikulum.
c. Evaluasi yaitu sebelum program dimulai, ada baiknya dicobakan dengan

mengambil beberapa sampel orang yang dimintai tolong untuk ikut
mengevaluasi.
Terakhir yang harus diperhatikan masalah yang sering dihadapi yaitu:
a. Masalah akses untuk bisa melaksanakan e-learning seperti ketersediaan
jaringan internet, listrik, telepon dan infrastruktur yang lain.
b.

Masalah

ketersediaan

software

(piranti

lunak).

Bagaimana

mengusahakan piranti lunak yang tidak mahal.
c. Masalah dampaknya terhadap kurikulum yang ada.
d. Masalah skill and knowledge.
Oleh karena itu perlu diciptakan bagaimana semuanya mempunyai sikap
yang positif terhadap media internet dan perangkatnya sehingga
penggunaan teknologi baru bisa mempercepat pembangunan.
Kelebihan dan Kekurangan E-Learning
Menyadari bahwa di internet dapat ditemukan berbagai informasi dan
informasi itu dapat diakses secara lebih mudah, kapan saja dan di mana saja,
maka pemanfaatan internet menjadi suatu kebutuhan. Bukan itu saja,
pengguna internet bisa berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara yang
sangat mudah melalui teknik e-moderating yang tersedia di internet. Contoh
SMART School di Malaysia.
Ada empat hal yang perlu disiapkan sebelum pemanfaatan internet untuk
e-learning yaitu:
a. Melakukan penyesuaian kurikulum. Kurikulum sifatnya holistik.
Pengetahuan, keterampilan dan nilai (values) diintegrasikan dengan
kebutuhan di era informasi ini. Kurikulumnya bersifat competency based
curriculum.
b. Melakukan variasi cara mengajar untuk mencapai dasar kompetensi yang
ingin dicapai dengan bantuan komputer.
c. Melakukan penilaian dengan memanfaatkan teknologi yang ada
(menggunakan komputer, online assessment system)
d. Menyediakan material pembelajaran seperti buku, komputer, multimedia,
studio, dll yang memadai. Materi pembelajaran yang disimpan di komputer

dapat diakses dengan mudah baik oleh guru maupun siswa.
Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia
di literatur, memberikan penjelasan tentang manfaat penggunaan internet,
khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Soekartawi, 2002),
antara lain dapat disebutkan sbb:
a.

Tersedianya

fasilitas

e-moderating.

Guru

dan

siswa

dapat

berkomunikasisecara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau
kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan tanpa dibatasi oleh jarak,
tempat dan waktu.
b. Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang
terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa saling
menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.
c. Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana
saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.
d. Bila siswamemerlukan tambahan informasi berkaitan dengan bahan yang
dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.
e. Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang
dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
f. Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif
g. Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari
perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk
bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.

Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau
elearning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan antara lain:
a. Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu
sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values
dalam proses belajar dan mengajar.
b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan
sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis

c. Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan bukan
pendidikan.
d. Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran
konvensional, kini juga dituntut menguasai teknik pembelajaran yang
menggunakan internet.
e. Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar tinggi cenderung gagal.
f. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan
dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer).
g. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan bidang
internet dan kurangnya penguasaan bahasa komputer.
Kini pemerintah telah berupaya untuk memanfaatkan dan
memaksimalkan tersedianya informasi teknologi dengan membentuk
Kantor Menteri Negara Informasi dan Teknologi. Di tiap departemen
bahkan ada unit yang menangani teknologi informasi. Di Depdiknas
misalnya ada Pustekkom atau Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi
untuk Pendidikan; di tiap sekolah ada Pusat Komputer, dan masih banyak
contoh lain. Sayangnya cyberlaws di Indonesia yang juga pernah dibahas
dan disiapkan, belum juga selesai hingga kini.
E-learning kini banyak digunakan oleh para penyelenggara
pendidikan terbuka dan jarak jauh. Kalau dahulu hanya sekolah terbuka
yang diijinkan menyelenggarakan pendidikan jarak jauh, maka kini dengan
terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.107/U/2001 (2
Juli 2001) tentang ‘Penyelenggaraan Program Pendidikan Tinggi Jarak
Jauh’, maka perguruan tinggi tertentu yang mempunyai kapasitas
menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh menggunakan elearning, juga telah diijinkan penyelenggaraan.
Lembaga-lembaga pendidikan non-formal seperti kursus-kursus,
juga telah memafaatkan keunggulan e-learning ini untuk programprogramnya. Begitu pula halnya dengan Undang-Undang Pendidikan yang
baru nanti, yang segera akan disahkan oleh DPR, juga akan mengatur

penyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh di Indonesia dengan
menggunakan teknologi e-learning.
Bahan Ajar Melalui E-learning
Melalui pemanfaatkan teknologi informasi, diharapkan materi ajar
dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja. Akses terhadap materi ajar
sebenarnya dapat diatur bila dikehendaki karena tersedia fasilitas
pengaman. Hanya orang yang telah mendaftar saja yang bisa mengakses
materi ajar tersebut. Karena mahalnya pembuatan bahan ajar maka negara
sebagai penanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa perlu
menyiapkan bahan tersebut sehingga dapat dipakai di seluruh Indonesia.
Persoalan mendasar berkenaan dengan model ajar ini, adalah
keterbatasan pihak sekolah untuk menyediakan komputer termasuk internet
dalam proses pengajaran. Oleh karena itu perlu ada aksi untuk menyiapkan
institusi pendidikan (ready for learning), yaitu dengan cara melibatkan para
guru dan departemen terkait, misalnya depdiknas, dan departemen ristek
yang ada di wilayah masing-masing. Mereka ini harus menyiapkan
termasuk mengetahui materi ajar yang tersedia dan cara akses atau
mendapatkannya.

Mereka

bertanggungjawab

membantu

institusi

pendidikan termasuk mengkomunikasikan materi ajar yang tidak dipahami
sehingga dapat mempelajarinya dalam waktu tertentu.
Saat ini telah banyak sekali sumber belajar yang berbasis komputer
bahkan berbasis multmedia (buatan dalam dan luar negeri) baik yang
berfungsi sebagai materi pokok, maupun sebagai materi pengayaan. Namun
penelitian tentang dampak dari penggunaan sumber belajar tersebut belum
banyak dilakukan, terutama dalam hal kemungkinan adanya miskonsepsi
yang ditimbulkan oleh sumber belajar itu. Oleh karena itu, studi tentang
pengembangan, uji coba dan standardisasi perangkat lunak komputer
kependidikan harus segera dilakukan oleh departemen atau pihak yang
berkepentingan dan kita semua.

3. Alternatif Kebijakan yang lain
Bisa memilih kebijakan yang terbaik dan yang paling sesuai dengan
daerah tersebut sehingga bisa menjadi alternatif solusi lain jika kebijakan
tidak berfungsi dengan baik
Ketika Pembuat Kebijakan (Policy Makers) menghadapi suatu
masalah mengenai keberlangsungnya kebijakan e learning yang wajib di
implementasikan

pada

sekolah

menengah

atas

maka

dituntut

untukmengembangkan berbagai alternative kebijakan sebelum sampai pada
pilihan kebijakan yang tepat. kebijakan yang harus dipilih haruslah
memiliki alasan yang kuat diantaranya :
1. Membuat alternatif kebijakan baru dengan memikirkan alokasi dana yang
cukup.
2. Alternatif kebijakan dapat mengurangi tindakan beresiko.
3. Dapat mencapai sasaran kebijakan.
Kebijakan alternatif lain yaitu dengan pembelajaran berbasis
multimedia diamana pemebelajaran tersebut terdapat sisi teknologi
informasi

dan

komunikasi

yang

dipakai,

dengan

menggunakan

pembelajaran berbasis multimedia (Buatan luar negeri atau dalam negeri)
bisa menghidupkan wawasan siswa bahwa bahan ajar bisa dikemas dalam
berbagai aplikasi menarik. Multimedia adalah media yang menggabungkan
2 unsur atau lebih yang terdiri dari text, grafis,gambar, foto, audio, dan
animasi. Secara terintegrasi. Manfaat Multimedia Pembelajaran :
· Memperbesar benda yang kecil, yang tidak tangkap oleh mata.
· Memperkecil benda yang sangat besar, yang tidak mungkin dihadirkan
disekolah.
· Menyajikan benda atau peristiwa yang kompleks,rumit,yang berlangsung
cepat atau lambat seperti sistem tubuh manusia,bekerjanya suatu
mesin,peredaran planet mars,berkembangnya bunga-bunga,dll.
· Menyajikan benda atau peristiwa yang jauh.
· Menyaikan benda atau peristiwa yang berbahaya.
· Meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa.

Fungsi Multimedia Pembelajaran
· Mampu memperkuat respon pengguna secepatnya dan sesering mungkin.
· Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontrol laju
kecepatan belajarnya sendiri.
· Memperhatikan siswa mengikuti suatu urutan yang koheren dan
terkendali.
· Mampu memberikan kesempatan adanya partisipasi dari pengguna yang
terbentuk respon, baik berupa jawaban, pemilihan, keputusan percobaan,
dll.

Format Multimedia Pembelajaran
1. Tutorial
Adalah multimedia pembelajaran yang dalam penyampaian materinya
dilakukan secara tutorial, yaitu informasi yang berisi suatu konsep yang
disajikan dengan text,gambar (baik diam ataupun bergerak), dan grafik.
2. Drill
Yaitu melatih pengguna sehingga memiliki kemahiran dalam suatu
keterampilan atau memperkuat penguasaan suatu konsep. Program ini
menyediakan serangkai soal yang ditampilkan secara acak, sehingga soal
atau pertanyaan yang tampil selalu berbeda.
3. Simulasi
Yaitu multimedia pembelajaran dengan format penyampaian secara dinamis
yang menjadi didunia nyata. Contoh : menstimulasikan pesawat terbang.
4. Percobaan/Eksperimen
Format ini mirip dengan simulasi namun lebih ditunjukkan pada kegiatankegiatan yang bersifat eksperimen atau percobaan. Contoh : latihan
praktikum di laboratorium IPA.
5. Permainan
Yang disajikan tetap mengaju pada proses pembelajaran. Dengan program
ini diharapkan terjadi aktifitas belajar sambil bermain.

Solusi alternatif Penggunaan pembelajaran Multimedia
1. Memanfaatkan media yang disekitar kita, disesuaikan kemampuan yang
kita miliki.
2. Perlunya sarana dan prasarana yang mendukung bimbingan belajar
mengajar baik secara tradisional maupun modern.
3. Guru yang memiliki kualitas kompetensi akademik yang profesional yang
tinggi atau memadai dibidang teknologi modern yang diterapkan pada
proses pembelajaran.
4. Mengubah budaya para pendidik dari mengajar menjadi pelajar.
5. Memberikan kegiatan semacamdiskusi kelompok guna menambah
pengetahuan tentang pengguna teknologi multimedia dalam pembelajaran.
6. Diknas kota harus bertanggung jawab untuk mengembangkan SDM para
guru tentang teknologi multimedia untuk membantu pengembangan atau
pembelajarannya.
Contoh media belajar multimedia pada pelajaran matematika :

4. Penetapan Kebijakan yang digunakan
Pemilihan kebijakan yang terbaik dan dijadikan sebagai suatu
hukum yang mengikat :
Kebijakan institusi pendidikan dalam memanfaatkan teknologi
internet menuju e-learning perlu kajian dan rancangan mendalam. Elearning bukan semata-mata hanya memindahkan semua pembelajaran pada
internet. Hakikat e-learning adalah proses pembelajaran yang dituangkan
melalui teknologi internet. Di samping itu prinsip sederhana, personal, dan
cepat perlu dipertimbangkan. Untuk menambah daya tarik dapat pula
menggunakan teori games Oleh karena itu prinsip dan komunikasi
pembelajaran perlu didesain seperti layaknya pembelajaran konvensional.
Di sini perlunya pengembangan model e-learning yang tepat sesuai dengan
kebutuhan.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa media pembelajaran
secanggih apapun tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya peran
guru/dosen. Penanaman nila-nilai dan sentuhan kepribadian sulit dilakukan.
Di sini tantangan bagi para pengambil kebijakan dan perancang e-learning.
Oleh karena itu penulis sependapat bahwa dalam sistem pendidikan
konvensional, fungsi elearning adalah untuk memperkaya wawasan dan
pemahaman peserta didik, serta proses pembiasaan agar melek sumber
belajar khususnya teknologi internet.
Asas Pelaksanaan
Pelaksanaan

perlindungan

hukum,

perlindungan

profesi,

perlindungan K3, dan perlindungan HaKI bagi guru dilakukan dengan
menggunakan asas-asas sebagai berikut:
1. Asas unitaristik atau impersonal, yaitu tidak membedakan jenis, agama,
latar budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru.
2. Asas aktif, dimana inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal
dari guru atau lembaga mitra, atau keduanya.
3. Asas manfaat, dimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru
memiliki manfaat bagi peningkatan profesionalisme, harkat, martabat, dan

kesejahteraan mereka, serta sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan
formal.
4. Asas nirlaba, dimana upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi guru
dilakukan dengan menghindari kaidah-kaidah komersialisasi dari lembaga
mitra atau pihak lain yang peduli.

Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan
kebijakan pembinaan dan pengmbangan profesi guru harus
dilakukan secara kontinyu, dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan
penyiapan calon guru, pengembangan e larning secara terus-menerus.
Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi dapat dilakukan oleh
institusi pemerintah, lembaga pelatihan (training provider) nonpemerintah,
penyelenggara, atau satuan pendidikan. Di tingkat satuan pendidikan,
program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti, koordinator guru
kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh
kepala sekolah. Analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain
program, implementasi dan layanan, serta evaluasi program pelatihan dapat
ditentukan

secara

mandiri

oleh

penyelenggara

atau

memodifikasi/mengadopsi program sejenis.

Kebijakan dan Pemerataan Elearning
Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB,
Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru
Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2
Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara
nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga
Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi
pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang
berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara

(BKN). Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan
kabupaten/kota, Menteri Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan
Menteri Agama.
b. Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah
daerah dalam hal penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan untuk memenuhi
standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional
serta memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini sebagai
bagian penilaian kinerja pemerintah daerah.
d. Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan sebagai bagian dari kebijakan penataan PNS secara nasional
melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan sesuai dengan kemampuan
keuangan negara.
e. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan melalui penetapan
formasi guru PNS.
f. Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat
perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawab
masing-masing.

Kewenangan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota
a. Dalam pelaksanaan kegiatan penataan dan pemerataan guru, gubernur
bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada

satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi yang
kelebihan atau kekurangan guru PNS.
b. Bupati/walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS.
c. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS
untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan
kewenangannya.

Daftar Pustaka
Anwas, Oos M. (2000). Internet: Peluang dan tantangan pendidikan nasional.
Jakarta: Jurnal Teknodik Depdiknas
Hartanto, A.A. dan Purbo, O.W. (2002). Teknologi e-learning berbasis php dan
mysql. Jakarta: Elex Media Komputindo
Kamarga, Hanny. (2002). Belajar sejarah melalui e-learning; Alternatif
mengakses sumber informasi kesejarahan. Jakarta: Inti Media
Suwarno dan Alvin Y. (2000). Perubahan sosial dan pembangunan. Jakarta:
LP3ES
Soekartawi (2002). Prospek pembelajaran melalui internet. Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional ‘Teknologi Kependidikan’ yang
diselenggarakan oleh UT-Pustekkom dan IPTPI, Jakarta, 18-19 Juli 2002
Ali, M, Istanto, Yatmono, Munir, 2008 “Studi Pemanfaatan E-Learning Sebagai
Media Pembelajaran Bagi Guru SMA dan SMK Daerah Istimewa
Yogyakarta”, Laporan Penelitian Pusat Studi Pendidikan dan Teknologi
Kejuruan (Pusdi PTK) Uinersitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta
Chu, Alan G; Thompson, Melody M; Hancock, Burton W, 1998, “The Mc GrawHill Handbook of Distance Learning”, New York : McGraw-Hill
Eileen T. Bender, 2001 : Introduction to Distance Learning;