Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di RSUD Deli Serdang Tahun 2012
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Diabetes Mellitus
Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, DM atau
yang lebih sering disebut dengan penyakit kencing manis adalah suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik kadar glukosa darah di atas normal yang
terjadi karena defisiensi insulin oleh pankreas, penurunan efektivitas insulin, atau
kedua-duanya.2
Diabetes Mellitus atau penyakit kencing manis adalah suatu penyakit
menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal yaitu kadar
gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl.8
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis gangguan metabolik pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dalam tubuh sebagai sumber energi,
akibat kekurangan hormon insulin yang dibentuk
pankreas. Hal ini dapat
mengakibatkan kadar gula dalam darah meningkat dan kelebihannya akan
dikeluarkan melalui ginjal dan selanjutnya melalui urine.9
2.2 Patofisiologi Diabetes Mellitus
Glukosa terbentuk dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (terdiri dari
karbohidrat, protein, dan lemak). Kemudian glukosa akan diserap melalui dinding
usus dan disalurkan dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa dalam darah akan
meningkat melebihi glukosa yang dibutuhkan dalam proses pembentukan energi
tubuh. Glukosa dalam darah yang tinggi akan merangsang sel β pankreas untuk
Universitas Sumatera Utara
mensekresikan insulin. Insulin merupakan hormon anabolik utama yang mendorong
penyimpanan zat gizi yaitu penyimpanan glukosa sebagai glikogen di hati dan otot,
perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan penyimpanannya di jaringan
adiposa, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di otot rangka. Kadar
tertinggi insulin terjadi sekitar 30 – 45 menit setelah makan makanan tinggi
karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring dengan penurunan kadar
glukosa darah, sekitar 120 menit setelah makan.10
Pada keadaan kadar glukosa darah rendah (kurangnya asupan karbohidrat),
maka kadar insulin akan menurun dan keadaan ini akan merangsang sel α pankreas
untuk mensekresikan glukagon. Glukagon berfungsi untuk mempertahankan
ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan merangsang
glikogenolisis (pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol). Kadar glukosa darah
tetap normal melalui mekanisme timbal-balik insulin-glukagon.10
Pada keadaan patologis, Jika insulin kurang atau tidak disekresikan oleh sel β
pankreas seperti pada kasus DM tipe 1 dan sel reseptor insulin yang kurang karena
otot dan sel lemak
yang merupakan cadangan energi menjadi resisten terhadap
insulin seperti pada kasus DM tipe 2, hal ini mengakibatkan glukosa tidak dapat
diubah menjadi energi, glikogen, dan lemak. Hal inilah yang menyebabkan kadar
glukosa dalam darah meningkat. Jika konsentrasi glukosa darah meningkat (melewati
ambang batas ginjal), glukosa akan dikeluarkan melalui urine. Sebenarnya ginjal
dapat mencegah setiap glukosa agar tidak masuk ke dalam urine karena ginjal telah
Universitas Sumatera Utara
menyaring, tetapi jika kadar glukosa terlalu tinggi maka ginjal tidak mampu
menyaring semua glukosa sehingga glukosa dibuang melalui urine.11
2.3 Gejala-Gejala Diabetes Mellitus
Penderita DM mulai mencari pengobatan karena komplikasi yang ditimbulkan
oleh DM seperti stroke , penyakit jantung koroner (PJK), dan sebagainya. Sebenarnya
sudah ada gejala dan tanda dari DM tersebut tetapi penderita tidak menyadari karena
belum terlalu mengganggu pekerjaan atau aktivitasnya. Gejala-gejala DM
digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.12
2.3.1 Gejala Akut Diabetes Mellitus
a. Gejala akut DM awalnya polifagia (banyak makan), polidipsi (banyak minum), dan
poliuria (banyak kencing). Gejala ini merupakan gejala klasik DM, sering disebut
Trias P (polifagia, polidipsi, dan poliuria)12
b. Bila pada keadaan tersebut penderita tidak mencari pengobatan, maka akan timbul
gejala polidipsi dan poliuria dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai
berkurang bahkan mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dL, berat badan
turun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), serta mudah
lelah. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual bahkan penderita akan jatuh
koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik. Koma diabetik adalah koma
pada Diabetisi akibat kadar glukosa darah terlalu tinggi, biasanya melebihi 600
mg/dL.12
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Gejala Kronik Diabetes Mellitus
Kadang-kadang penderita Diabetes tidak menunjukkan gejala akut tetapi
langsung menunjukkan gejala sesudah beberapa tahun mengidap penyakit DM.
Gejala ini disebut gejala kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul
adalah kesemutan, kulit terasa panas seperti tertusuk-tusuk jarum, terasa tebal di kulit,
kram, mudah mengantuk, mata kabur dan biasanya sering ganti kacamata, gatal di
sekitar kemaluan terutama wanita, serta gigi mudah goyah dan mudah lepas.12
2.4 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:
2.4.1 Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 atau yang sering disebut DM Tergantung
Insulin biasanya terjadi pada anak-anak atau masa dewasa muda. DM tipe 1
berjumlah 5%-10% dari kasus DM.13 Pada DM tipe 1, terjadi kerusakan sel β
pankreas akibat adanya gangguan autoimun pada pulau-pulau pankreas sehingga
sekresi insulin menjadi sedikit atau bahkan tidak ada.14 Pada keadaan normal, insulin
mengatur glukosa untuk masuk ke dalam sel-sel yang membutuhkannya. Pada kasus
defisiensi insulin, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel sehingga konsentrasi
glukosa di luar sel termasuk di dalam darah meningkat.11 Pengobatan DM tipe ini
tergantung 100% pada insulin.8
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 atau yang sering disebut DM tidak tergantung insulin berjumlah 90%-95% dari kasus DM. DM tipe 2 biasanya terjadi pada orang
yang berusia >40 tahun, dan 60% dari pasien DM tipe 2 tergolong gemuk. Pada DM
tipe 2, terjadi resistensi insulin.8 Resistensi insulin adalah keadaan berkurangnya
kemampuan jaringan perifer untuk berespons terhadap hormon insulin.15 Pada
keadaan ini jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan
glukosa dalam darah menjadi meningkat.8 Pada beberapa penderita DM tipe 2 dapat
juga terjadi disfungsi sel beta sehingga sel pulau pankreas tidak mampu menghasilkan
insulin yang memadai untuk mengompensasi resistensi insulin.13
2.5 Epidemiologi
2.5.1 Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Berdasarkan penelitian Nina Rahmadiliyani dan Abi Muhlisin di wilayah
kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo (2008) dari 42 jumlah sampel, terdapat 29 orang
(69,1%) perempuan yang menderita DM dibandingkan laki-laki 13 orang (30,9%).16
Berdasarkan penelitian tentang DM tipe 2 yang dilakukan oleh Radio di Rumah Sakit
Dr. Kariadi Semarang (2011) dengan menggunakan desain penelitian kasus-kontrol,
bahwa dari 30 orang masing-masing kasus dan kontrol, terdapat 24 orang (80%) pada
usia ≥45 tahun yang menderita DM pada kelompok kasus dan 9 orang (30%) pada
kelompok kontrol.17
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian Riskawati di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta
(2011) tentang DM tipe 2, bahwa menurut jenis kelamin, lebih banyak perempuan
(74,14%) menderita DM dibandingkan laki-laki (25,86%), dan menurut pendidikan,
tamatan pendidikan tingkat SD lebih banyak (37,90%) dan menurut pekerjaan, lebih
banyak yang tidak bekerja (72,40%), serta menurut tingkat kemampuan dalam
mengendalikan kadar glukosa darah puasa, lebih banyak sampel yang memiliki
kemampuan buruk (62,00%).18
b. Menurut Tempat
Di Kanada tahun 2008 prevalensi DM yang sudah terdiagnosa adalah 5,5%
dari seluruh penduduk dewasa.19 Sedangkan pada tahun 2010 di Qatar 15,4% dari
seluruh penduduk dewasa telah menderita DM, kemudian 16,8% di Saudi Arabia, dan
15,4% di Bahrain.20 Di Indonesia berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001 prevalensi DM di Jawa dan Bali adalah 7,5%, sedangkan di
Depok pada tahun 2001 prevalensi DM sebesar 12,8%.21 Pada tahun 2007, prevalensi
DM tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Maluku Utara
(masing-masing 11,1%), diikuti Provinsi Riau (10,4%), dan Provinsi Aceh (8,5%)
sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di Provinsi Papua (1,7%) dan Provinsi
Nusa Tenggara Timur (1,8%)1
c. Menurut Waktu
Pada tahun 2000 jumlah penderita DM di Indonesia 8,4 juta orang dan pada
tahun 2030 WHO memprediksikan peningkatan jumlah penderita DM menjadi 21,3
juta orang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) prevalensi DM
pada penduduk berusia di atas 20 tahun di daerah urban 14,7% dan daerah rural
Universitas Sumatera Utara
7,2%.2 Kemudian pada tahun 2025 WHO memperkirakan bahwa prevalensi DM di
Indonesia pada kelompok umur 20-79 adalah 6,3%.3
2.5.2 Determinan
Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit diabetes mellitus atau
untuk menghindari komplikasi yaitu mengetahui dan menghindari faktor risiko
diabetes mellitus. Faktor risiko diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua yaitu
faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.22
a.
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah
a.1 Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus
Pada pasien DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat.
Indeksnya untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko
berkembangnya DM tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk
anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat dalam kejadian diabetes awitan
dewasa muda (MODY, maturity-onset diabetes of the young), yaitu subtipe penyakit
DM yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita DM
tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa
(carrier) DM tipe 2.23
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal, dkk di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau (2007) dengan menggunakan desain kasus-kontrol bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga menderita DM dengan
kejadian DM dengan Odds Ratio (OR) sebesar 3,75 artinya risiko orang yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki riwayat DM pada keluarga 4 kali lebih besar dibandingkan tidak memiliki
riwayat keluarga menderita DM.24
a.2 Umur.
DM merupakan salah satu penyakit degeneratif karena penyakit tersebut
muncul akibat proses kemunduran fungsi sel-sel tubuh terutama organ tubuh pankreas
dalam menghasilkan hormon insulin dan berlangsung secara kronis. Berdasarkan
penelitian Sinaga di RS Vita Insani Pematangsiantar (2012), proporsi penderita DM
berdasarkan kelompok umur tertinggi adalah pada kelompok umur 51-60 tahun
sebesar 33,3% sedangkan proporsi terendah pada kelompok umur ≤ 40 tahun 4,5%.25
b.
Faktor Risiko yang Dapat Diubah
b.1 Berat badan lebih (IMT >25 kg/m2)
Berat badan lebih terjadi bila makanan yang dikonsumsi mengandung kalori
melebihi kebutuhan tubuh. Kalori yang berlebih tersebut akan di simpan sebagai
cadangan energi dalam bentuk lemak yang mengakibatkan seseorang menjadi gemuk.
Bila keadaan ini (makan berlebih) berlangsung dalam waktu yang lama maka
cadangan lemak menjadi lebih banyak sehingga berisiko terhadap terjadinya
resistensi karena sel-sel lemak akan kehilangan sebagian kemampuannya untuk
berespon terhadap insulin. Dengan demikian, pankreas bekerja lebih keras lagi untuk
memproduksi insulin agar dapat menyimpan kelebihan kalori ke dalam bentuk lemak.
Bila ini berlanjut terus-menerus, maka pankreas akan mengalami penurunan fungsi
untuk memproduksi insulin.13,22
Universitas Sumatera Utara
b.2 Kurangnya aktivitas fisik
Pada saat beraktivitas fisik, sumber energi diperoleh dari glikogen dan lemak.
Hal ini akan meningkatkan sensitivitas dari reseptor insulin sehingga glukosa darah
yang dipakai untuk metabolisme energi semakin baik.22 Berdasarkan penelitian Radio
di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang (2011) dengan menggunakan desain kasuskontrol bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kurangnya aktifitas fisik
dengan kejadian DM dengan OR 3,00. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang
kurang olahraga (aktifitas fisik ) memiliki risiko 3 kali terjadi DM.17
b.3 Diet tidak sehat (tinggi kalori dan rendah serat)
Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita
prediabetes dan DM tipe 2.2 Serat dalam jumlah cukup akan menurunkan kecepatan
absorbsi atau penyerapan karbohidrat serta menurunkan kadar lipid (zat lemak) dalam
serum, sehingga dapat menekan kenaikan kadar gula darah setelah makan. Selain itu,
mengonsumsi cukup serat akan memberikan perasaan kenyang yang dapat
mengendalikan nafsu makan dan penurunan berat badan.14
Universitas Sumatera Utara
2.6 Komplikasi Diabetes Mellitus
Komplikasi atau penyulit pada DM dibedakan menjadi komplikasi akut dan
komplikasi kronik.11
2.6.1 Komplikasi akut
Komplikasi akut yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kadar glukosa darah di bawah normal. Diagnosis
hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa darah 300 mg/24jam)
pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Adapun
risiko lain yang dihadapi penderita DM dengan nefropati diabetik adalah hipertensi,
dan kegagalan fungsi ginjal yang menahun.30
a.3
Neuropati Diabetik (ND)
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering
ditemukan pada DM. Kejadian dan keparahan ND bervariasi sesuai dengan usia, lama
menderita DM, kemampuan kendali glukosa darah. Gejala ND yaitu perasaan
terhadap getaran berkurang, rasa panas seperti terbakar di bagian ujung tubuh, rasa
nyeri, rasa kesemutan, serta rasa terhadap dingin dan panas berkurang.31
Universitas Sumatera Utara
b. Komplikasi Makroangiopati
Komplikasi makroangiopati terjadi akibat adanya kerusakan pada pembuluh
darah besar. Komplikasi makroangiopati DM terbagi menjadi:
b.1
Kaki Diabetes
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Sering kaki diabetes berakhir dengan kecacatan dan kematian karena
kurangnya pengelolaan terhadap kaki diabetes seperti kurangnya tenaga dokter atau
pendidikan khusus untuk mengelola kaki diabetes dan kurangnya pengetahuan
masyarakat akan perawatan terhadap kaki diabetes.32
Terjadinya masalah kaki diabetes diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh
darah, kemudian ini akan mengakibatkan perubahan pada kulit dan otot, yang
kemudian menyebabkan terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas.32
b.2
Hipertensi
Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang
tidak menderita DM. Resistensi insulin berperan dalam pathogenesis hipertensi.
Resistensi insulin yang terjadi dalam waktu yang lama mengakibatkan hipertrofi sel
otot polos pembuluh darah. Hal ini merupakan faktor risiko terjadinya serangan
jantung, retinopati, kerusakan ginjal, maupun stroke. Antara 35%-75% komplikasi
DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan hipertensi
pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan pengapuran atau penebalan
dinding pembuluh darah.12
Universitas Sumatera Utara
b.3
Penyakit Jantung Koroner
DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak
di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah
koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat
suplai darah yang kurang. Selain menyebabkan kurangnya suplai darah ke otot
jantung, penyempitan pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat,
sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak. Dibandingkan dengan orang
normal, diabetes dua kali lebih mudah menderita serangan jantung.12
b.4
Stroke
Diabetes sering disertai dengan hipertensi, kolesterol terutama LDL yang tinggi,
obesitas, merokok, kurang olahraga, hidup santai, dan sebagainya. Hal ini akan
memicu terbentuknya radikal bebas yang mendorong atau mempercepat proses
aterosklerosis. Proses ini bisa menimbulkan pemyumbatan darah otak yang
menyebabkan stroke. Diabetes juga mempermudah komplikasi perdarahan pada
pembuluh darah otak. Stroke akibat perdarahan umumnya lebih berbahaya daripada
stroke akibat penyumbatan.12
c. Penyakit Infeksi
Penderita DM rentan terkena infeksi seperti infeksi saluran kencing dan infeksi
saluran nafas yaitu TB Paru dan Pneumonia. ISK disebabkan oleh infeksi Escherichia
coli dan jamur spesies candida, sedangkan Pneumonia disebabkan oleh infeksi
Streptokoku, stafilokokus, dan infeksi jamur seperti aspergillosis dan mucormycosis.
Penyakit infeksi ini terjadi karena mikroorganisme tumbuh baik jika kadar glukosa
Universitas Sumatera Utara
darah tinggi, mekanisme pertahanan tubuh rendah pada orang yang menderita DM
dan komplikasi terkait diabetes yang meningkatkan risiko infeksi.12
d. Gangguan Pencernaan
Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang memelihara
lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan
menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan lambung menjadi menggelembung sehingga
proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama tertinggal di dalam
lambung. Keadaan ini akan menimbulkan rasa mual, perut mudah terasa penuh,
kembung, makanan tidak lekas turun, kadang-kadang timbul rasa sakit di ulu hati atau
makanan terhenti dalam dada.12
2.7 Pencegahan Diabetes Mellitus
Pencegahan diabetes mellitus terdiri dari 3 yaitu pencegahan primer, sekunder
dan tersier.2
2.7.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya diabetes mellitus pada
individu yang berisiko untuk mendapatkan diabetes. Pada pencegahan primer
perlunya diberikan informasi tentang bahaya diabetes dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian diabetes kepada individu yang berisiko.33 Dengan
informasi tersebut diharapkan inividu yang berisiko mampu mengatur pola makan
yang sehat (pembatasan konsumsi kalori terutama pembatasan lemak total dan lemak
jenuh untuk mencapai kadar glukosa dan lipid darah yang normal), berolahraga
secara teratur, dan menghindari stres.8
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi
akut maupun kronis pada pasien yang baru terdiagnosa menderita diabetes. Untuk
menemukan penderita DM sedini mungkin, perlu diadakannya tes penyaringan
(skrining) terutama pada populasi risiko tinggi (umur >40 tahun, gemuk, hipertensi,
riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4kg, riwayat DM pada saat hamil,
dan dislipidemia).34
Penegakan diagnosis DM dilakukan dengan cara berikut:35
Adanya gejala klasik DM dan salah satu dari tiga kriteria berikut:
a.
Glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL.
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori sedikitnya 8 jam
b.
Konsentrasi glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
c. Kadar glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥200
mg/dL
TTGO dilakukan dengan standar WHO (1994), menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrase yang dilarutkan ke dalam air.
Pada pasien yang baru terdiagnosa DM perlu diberikan pengertian tentang
penyakit diabetes supaya mereka dapat mengendalikan penyakitnya dengan
mengontrol gula darah, mengatur makanan dan melakukan aktifitas olah raga.33
Dengan demikian maka pasien akan mampu mencapai dan mempertahankan kadar
Universitas Sumatera Utara
glukosa darah mendekati normal (glukosa darah puasa berkisar 90-130 mg/dL,
glukosa darah 2 setelah makan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Diabetes Mellitus
Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, DM atau
yang lebih sering disebut dengan penyakit kencing manis adalah suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik kadar glukosa darah di atas normal yang
terjadi karena defisiensi insulin oleh pankreas, penurunan efektivitas insulin, atau
kedua-duanya.2
Diabetes Mellitus atau penyakit kencing manis adalah suatu penyakit
menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal yaitu kadar
gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl.8
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis gangguan metabolik pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dalam tubuh sebagai sumber energi,
akibat kekurangan hormon insulin yang dibentuk
pankreas. Hal ini dapat
mengakibatkan kadar gula dalam darah meningkat dan kelebihannya akan
dikeluarkan melalui ginjal dan selanjutnya melalui urine.9
2.2 Patofisiologi Diabetes Mellitus
Glukosa terbentuk dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (terdiri dari
karbohidrat, protein, dan lemak). Kemudian glukosa akan diserap melalui dinding
usus dan disalurkan dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa dalam darah akan
meningkat melebihi glukosa yang dibutuhkan dalam proses pembentukan energi
tubuh. Glukosa dalam darah yang tinggi akan merangsang sel β pankreas untuk
Universitas Sumatera Utara
mensekresikan insulin. Insulin merupakan hormon anabolik utama yang mendorong
penyimpanan zat gizi yaitu penyimpanan glukosa sebagai glikogen di hati dan otot,
perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan penyimpanannya di jaringan
adiposa, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di otot rangka. Kadar
tertinggi insulin terjadi sekitar 30 – 45 menit setelah makan makanan tinggi
karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring dengan penurunan kadar
glukosa darah, sekitar 120 menit setelah makan.10
Pada keadaan kadar glukosa darah rendah (kurangnya asupan karbohidrat),
maka kadar insulin akan menurun dan keadaan ini akan merangsang sel α pankreas
untuk mensekresikan glukagon. Glukagon berfungsi untuk mempertahankan
ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan merangsang
glikogenolisis (pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol). Kadar glukosa darah
tetap normal melalui mekanisme timbal-balik insulin-glukagon.10
Pada keadaan patologis, Jika insulin kurang atau tidak disekresikan oleh sel β
pankreas seperti pada kasus DM tipe 1 dan sel reseptor insulin yang kurang karena
otot dan sel lemak
yang merupakan cadangan energi menjadi resisten terhadap
insulin seperti pada kasus DM tipe 2, hal ini mengakibatkan glukosa tidak dapat
diubah menjadi energi, glikogen, dan lemak. Hal inilah yang menyebabkan kadar
glukosa dalam darah meningkat. Jika konsentrasi glukosa darah meningkat (melewati
ambang batas ginjal), glukosa akan dikeluarkan melalui urine. Sebenarnya ginjal
dapat mencegah setiap glukosa agar tidak masuk ke dalam urine karena ginjal telah
Universitas Sumatera Utara
menyaring, tetapi jika kadar glukosa terlalu tinggi maka ginjal tidak mampu
menyaring semua glukosa sehingga glukosa dibuang melalui urine.11
2.3 Gejala-Gejala Diabetes Mellitus
Penderita DM mulai mencari pengobatan karena komplikasi yang ditimbulkan
oleh DM seperti stroke , penyakit jantung koroner (PJK), dan sebagainya. Sebenarnya
sudah ada gejala dan tanda dari DM tersebut tetapi penderita tidak menyadari karena
belum terlalu mengganggu pekerjaan atau aktivitasnya. Gejala-gejala DM
digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.12
2.3.1 Gejala Akut Diabetes Mellitus
a. Gejala akut DM awalnya polifagia (banyak makan), polidipsi (banyak minum), dan
poliuria (banyak kencing). Gejala ini merupakan gejala klasik DM, sering disebut
Trias P (polifagia, polidipsi, dan poliuria)12
b. Bila pada keadaan tersebut penderita tidak mencari pengobatan, maka akan timbul
gejala polidipsi dan poliuria dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai
berkurang bahkan mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dL, berat badan
turun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), serta mudah
lelah. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual bahkan penderita akan jatuh
koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik. Koma diabetik adalah koma
pada Diabetisi akibat kadar glukosa darah terlalu tinggi, biasanya melebihi 600
mg/dL.12
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Gejala Kronik Diabetes Mellitus
Kadang-kadang penderita Diabetes tidak menunjukkan gejala akut tetapi
langsung menunjukkan gejala sesudah beberapa tahun mengidap penyakit DM.
Gejala ini disebut gejala kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul
adalah kesemutan, kulit terasa panas seperti tertusuk-tusuk jarum, terasa tebal di kulit,
kram, mudah mengantuk, mata kabur dan biasanya sering ganti kacamata, gatal di
sekitar kemaluan terutama wanita, serta gigi mudah goyah dan mudah lepas.12
2.4 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:
2.4.1 Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 atau yang sering disebut DM Tergantung
Insulin biasanya terjadi pada anak-anak atau masa dewasa muda. DM tipe 1
berjumlah 5%-10% dari kasus DM.13 Pada DM tipe 1, terjadi kerusakan sel β
pankreas akibat adanya gangguan autoimun pada pulau-pulau pankreas sehingga
sekresi insulin menjadi sedikit atau bahkan tidak ada.14 Pada keadaan normal, insulin
mengatur glukosa untuk masuk ke dalam sel-sel yang membutuhkannya. Pada kasus
defisiensi insulin, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel sehingga konsentrasi
glukosa di luar sel termasuk di dalam darah meningkat.11 Pengobatan DM tipe ini
tergantung 100% pada insulin.8
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 atau yang sering disebut DM tidak tergantung insulin berjumlah 90%-95% dari kasus DM. DM tipe 2 biasanya terjadi pada orang
yang berusia >40 tahun, dan 60% dari pasien DM tipe 2 tergolong gemuk. Pada DM
tipe 2, terjadi resistensi insulin.8 Resistensi insulin adalah keadaan berkurangnya
kemampuan jaringan perifer untuk berespons terhadap hormon insulin.15 Pada
keadaan ini jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan
glukosa dalam darah menjadi meningkat.8 Pada beberapa penderita DM tipe 2 dapat
juga terjadi disfungsi sel beta sehingga sel pulau pankreas tidak mampu menghasilkan
insulin yang memadai untuk mengompensasi resistensi insulin.13
2.5 Epidemiologi
2.5.1 Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Berdasarkan penelitian Nina Rahmadiliyani dan Abi Muhlisin di wilayah
kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo (2008) dari 42 jumlah sampel, terdapat 29 orang
(69,1%) perempuan yang menderita DM dibandingkan laki-laki 13 orang (30,9%).16
Berdasarkan penelitian tentang DM tipe 2 yang dilakukan oleh Radio di Rumah Sakit
Dr. Kariadi Semarang (2011) dengan menggunakan desain penelitian kasus-kontrol,
bahwa dari 30 orang masing-masing kasus dan kontrol, terdapat 24 orang (80%) pada
usia ≥45 tahun yang menderita DM pada kelompok kasus dan 9 orang (30%) pada
kelompok kontrol.17
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian Riskawati di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta
(2011) tentang DM tipe 2, bahwa menurut jenis kelamin, lebih banyak perempuan
(74,14%) menderita DM dibandingkan laki-laki (25,86%), dan menurut pendidikan,
tamatan pendidikan tingkat SD lebih banyak (37,90%) dan menurut pekerjaan, lebih
banyak yang tidak bekerja (72,40%), serta menurut tingkat kemampuan dalam
mengendalikan kadar glukosa darah puasa, lebih banyak sampel yang memiliki
kemampuan buruk (62,00%).18
b. Menurut Tempat
Di Kanada tahun 2008 prevalensi DM yang sudah terdiagnosa adalah 5,5%
dari seluruh penduduk dewasa.19 Sedangkan pada tahun 2010 di Qatar 15,4% dari
seluruh penduduk dewasa telah menderita DM, kemudian 16,8% di Saudi Arabia, dan
15,4% di Bahrain.20 Di Indonesia berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001 prevalensi DM di Jawa dan Bali adalah 7,5%, sedangkan di
Depok pada tahun 2001 prevalensi DM sebesar 12,8%.21 Pada tahun 2007, prevalensi
DM tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Maluku Utara
(masing-masing 11,1%), diikuti Provinsi Riau (10,4%), dan Provinsi Aceh (8,5%)
sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di Provinsi Papua (1,7%) dan Provinsi
Nusa Tenggara Timur (1,8%)1
c. Menurut Waktu
Pada tahun 2000 jumlah penderita DM di Indonesia 8,4 juta orang dan pada
tahun 2030 WHO memprediksikan peningkatan jumlah penderita DM menjadi 21,3
juta orang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) prevalensi DM
pada penduduk berusia di atas 20 tahun di daerah urban 14,7% dan daerah rural
Universitas Sumatera Utara
7,2%.2 Kemudian pada tahun 2025 WHO memperkirakan bahwa prevalensi DM di
Indonesia pada kelompok umur 20-79 adalah 6,3%.3
2.5.2 Determinan
Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit diabetes mellitus atau
untuk menghindari komplikasi yaitu mengetahui dan menghindari faktor risiko
diabetes mellitus. Faktor risiko diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua yaitu
faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.22
a.
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah
a.1 Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus
Pada pasien DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat.
Indeksnya untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko
berkembangnya DM tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk
anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat dalam kejadian diabetes awitan
dewasa muda (MODY, maturity-onset diabetes of the young), yaitu subtipe penyakit
DM yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita DM
tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa
(carrier) DM tipe 2.23
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal, dkk di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau (2007) dengan menggunakan desain kasus-kontrol bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga menderita DM dengan
kejadian DM dengan Odds Ratio (OR) sebesar 3,75 artinya risiko orang yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki riwayat DM pada keluarga 4 kali lebih besar dibandingkan tidak memiliki
riwayat keluarga menderita DM.24
a.2 Umur.
DM merupakan salah satu penyakit degeneratif karena penyakit tersebut
muncul akibat proses kemunduran fungsi sel-sel tubuh terutama organ tubuh pankreas
dalam menghasilkan hormon insulin dan berlangsung secara kronis. Berdasarkan
penelitian Sinaga di RS Vita Insani Pematangsiantar (2012), proporsi penderita DM
berdasarkan kelompok umur tertinggi adalah pada kelompok umur 51-60 tahun
sebesar 33,3% sedangkan proporsi terendah pada kelompok umur ≤ 40 tahun 4,5%.25
b.
Faktor Risiko yang Dapat Diubah
b.1 Berat badan lebih (IMT >25 kg/m2)
Berat badan lebih terjadi bila makanan yang dikonsumsi mengandung kalori
melebihi kebutuhan tubuh. Kalori yang berlebih tersebut akan di simpan sebagai
cadangan energi dalam bentuk lemak yang mengakibatkan seseorang menjadi gemuk.
Bila keadaan ini (makan berlebih) berlangsung dalam waktu yang lama maka
cadangan lemak menjadi lebih banyak sehingga berisiko terhadap terjadinya
resistensi karena sel-sel lemak akan kehilangan sebagian kemampuannya untuk
berespon terhadap insulin. Dengan demikian, pankreas bekerja lebih keras lagi untuk
memproduksi insulin agar dapat menyimpan kelebihan kalori ke dalam bentuk lemak.
Bila ini berlanjut terus-menerus, maka pankreas akan mengalami penurunan fungsi
untuk memproduksi insulin.13,22
Universitas Sumatera Utara
b.2 Kurangnya aktivitas fisik
Pada saat beraktivitas fisik, sumber energi diperoleh dari glikogen dan lemak.
Hal ini akan meningkatkan sensitivitas dari reseptor insulin sehingga glukosa darah
yang dipakai untuk metabolisme energi semakin baik.22 Berdasarkan penelitian Radio
di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang (2011) dengan menggunakan desain kasuskontrol bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kurangnya aktifitas fisik
dengan kejadian DM dengan OR 3,00. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang
kurang olahraga (aktifitas fisik ) memiliki risiko 3 kali terjadi DM.17
b.3 Diet tidak sehat (tinggi kalori dan rendah serat)
Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita
prediabetes dan DM tipe 2.2 Serat dalam jumlah cukup akan menurunkan kecepatan
absorbsi atau penyerapan karbohidrat serta menurunkan kadar lipid (zat lemak) dalam
serum, sehingga dapat menekan kenaikan kadar gula darah setelah makan. Selain itu,
mengonsumsi cukup serat akan memberikan perasaan kenyang yang dapat
mengendalikan nafsu makan dan penurunan berat badan.14
Universitas Sumatera Utara
2.6 Komplikasi Diabetes Mellitus
Komplikasi atau penyulit pada DM dibedakan menjadi komplikasi akut dan
komplikasi kronik.11
2.6.1 Komplikasi akut
Komplikasi akut yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kadar glukosa darah di bawah normal. Diagnosis
hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa darah 300 mg/24jam)
pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Adapun
risiko lain yang dihadapi penderita DM dengan nefropati diabetik adalah hipertensi,
dan kegagalan fungsi ginjal yang menahun.30
a.3
Neuropati Diabetik (ND)
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering
ditemukan pada DM. Kejadian dan keparahan ND bervariasi sesuai dengan usia, lama
menderita DM, kemampuan kendali glukosa darah. Gejala ND yaitu perasaan
terhadap getaran berkurang, rasa panas seperti terbakar di bagian ujung tubuh, rasa
nyeri, rasa kesemutan, serta rasa terhadap dingin dan panas berkurang.31
Universitas Sumatera Utara
b. Komplikasi Makroangiopati
Komplikasi makroangiopati terjadi akibat adanya kerusakan pada pembuluh
darah besar. Komplikasi makroangiopati DM terbagi menjadi:
b.1
Kaki Diabetes
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Sering kaki diabetes berakhir dengan kecacatan dan kematian karena
kurangnya pengelolaan terhadap kaki diabetes seperti kurangnya tenaga dokter atau
pendidikan khusus untuk mengelola kaki diabetes dan kurangnya pengetahuan
masyarakat akan perawatan terhadap kaki diabetes.32
Terjadinya masalah kaki diabetes diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh
darah, kemudian ini akan mengakibatkan perubahan pada kulit dan otot, yang
kemudian menyebabkan terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas.32
b.2
Hipertensi
Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang
tidak menderita DM. Resistensi insulin berperan dalam pathogenesis hipertensi.
Resistensi insulin yang terjadi dalam waktu yang lama mengakibatkan hipertrofi sel
otot polos pembuluh darah. Hal ini merupakan faktor risiko terjadinya serangan
jantung, retinopati, kerusakan ginjal, maupun stroke. Antara 35%-75% komplikasi
DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan hipertensi
pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan pengapuran atau penebalan
dinding pembuluh darah.12
Universitas Sumatera Utara
b.3
Penyakit Jantung Koroner
DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak
di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah
koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat
suplai darah yang kurang. Selain menyebabkan kurangnya suplai darah ke otot
jantung, penyempitan pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat,
sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak. Dibandingkan dengan orang
normal, diabetes dua kali lebih mudah menderita serangan jantung.12
b.4
Stroke
Diabetes sering disertai dengan hipertensi, kolesterol terutama LDL yang tinggi,
obesitas, merokok, kurang olahraga, hidup santai, dan sebagainya. Hal ini akan
memicu terbentuknya radikal bebas yang mendorong atau mempercepat proses
aterosklerosis. Proses ini bisa menimbulkan pemyumbatan darah otak yang
menyebabkan stroke. Diabetes juga mempermudah komplikasi perdarahan pada
pembuluh darah otak. Stroke akibat perdarahan umumnya lebih berbahaya daripada
stroke akibat penyumbatan.12
c. Penyakit Infeksi
Penderita DM rentan terkena infeksi seperti infeksi saluran kencing dan infeksi
saluran nafas yaitu TB Paru dan Pneumonia. ISK disebabkan oleh infeksi Escherichia
coli dan jamur spesies candida, sedangkan Pneumonia disebabkan oleh infeksi
Streptokoku, stafilokokus, dan infeksi jamur seperti aspergillosis dan mucormycosis.
Penyakit infeksi ini terjadi karena mikroorganisme tumbuh baik jika kadar glukosa
Universitas Sumatera Utara
darah tinggi, mekanisme pertahanan tubuh rendah pada orang yang menderita DM
dan komplikasi terkait diabetes yang meningkatkan risiko infeksi.12
d. Gangguan Pencernaan
Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang memelihara
lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan
menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan lambung menjadi menggelembung sehingga
proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama tertinggal di dalam
lambung. Keadaan ini akan menimbulkan rasa mual, perut mudah terasa penuh,
kembung, makanan tidak lekas turun, kadang-kadang timbul rasa sakit di ulu hati atau
makanan terhenti dalam dada.12
2.7 Pencegahan Diabetes Mellitus
Pencegahan diabetes mellitus terdiri dari 3 yaitu pencegahan primer, sekunder
dan tersier.2
2.7.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya diabetes mellitus pada
individu yang berisiko untuk mendapatkan diabetes. Pada pencegahan primer
perlunya diberikan informasi tentang bahaya diabetes dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian diabetes kepada individu yang berisiko.33 Dengan
informasi tersebut diharapkan inividu yang berisiko mampu mengatur pola makan
yang sehat (pembatasan konsumsi kalori terutama pembatasan lemak total dan lemak
jenuh untuk mencapai kadar glukosa dan lipid darah yang normal), berolahraga
secara teratur, dan menghindari stres.8
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi
akut maupun kronis pada pasien yang baru terdiagnosa menderita diabetes. Untuk
menemukan penderita DM sedini mungkin, perlu diadakannya tes penyaringan
(skrining) terutama pada populasi risiko tinggi (umur >40 tahun, gemuk, hipertensi,
riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4kg, riwayat DM pada saat hamil,
dan dislipidemia).34
Penegakan diagnosis DM dilakukan dengan cara berikut:35
Adanya gejala klasik DM dan salah satu dari tiga kriteria berikut:
a.
Glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL.
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori sedikitnya 8 jam
b.
Konsentrasi glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
c. Kadar glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥200
mg/dL
TTGO dilakukan dengan standar WHO (1994), menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrase yang dilarutkan ke dalam air.
Pada pasien yang baru terdiagnosa DM perlu diberikan pengertian tentang
penyakit diabetes supaya mereka dapat mengendalikan penyakitnya dengan
mengontrol gula darah, mengatur makanan dan melakukan aktifitas olah raga.33
Dengan demikian maka pasien akan mampu mencapai dan mempertahankan kadar
Universitas Sumatera Utara
glukosa darah mendekati normal (glukosa darah puasa berkisar 90-130 mg/dL,
glukosa darah 2 setelah makan