Analisis Perbandingan Perhitungan Struktur Cangkang Kubah (Dome) Material Beton Dan Material Baja Dengan Program

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Cangkang
Menurut (Schodeck, 1998), pengertian cangkang merupakan suatu
bentuk struktur berdimensi tiga yang tipis dan kaku serta memiliki permukaan
lengkung. Permukaan cangkang dapat memiliki bentuk yang sembarang. Bentuk
yang biasanya dari struktur cangkang terbagi tiga, yaitu :
a) Permukaan Rotasional, yaitu bentuk permukaan yang berasal dari
kurva yang diputar terhadap satu sumbu. Misalnya, permukaan bola,
elips, kerucut dan parabola.
b) Permukaan Translasional, yaitu bentuk permukaan yang dibentuk
dengan menggeserkan kurva bidang di atas kurva bidang lainnya.
Misalnya, permukaan siilindris dan eliptik paraboloid.
c) Permukaan Ruled, yaitu bentuk permukaan yang dibentuk dengan
menggeserkan dua ujung segmen garis pada dua kurva bidang.
Misalnya, permukaan koloid dan hiperbolik paraboloid.
Beban-beban yang bekerja pada struktur cangkang diteruskan ke tanah
dengan menyebabkan terjadinya tegangan tarik, tekan serta geser pada arah dalam
bidang. Struktur cangkang yang bersifat tipis membuat tidak adanya momen
tahanan yang berarti. Tipisnya permukaan cangkang lebih tepat dipakai untuk

memikul beban terbagi rata pada atap gedung dan tidak sesuai untuk memikul
beban terpusat.

15

Universitas Sumatera Utara

Struktur cangkang yang sangat kuat memikul beban terbagi rata dan tidak
sesuai untuk memikul beban terpusat ini dapat kita analogikan dengan sebuah
telur. Telur juga merupakan struktur cangkang, misalnya, jika kita menggenggam
telur dengan kedua telapak tangan kemudian ditekan dengan sekuat tenaga, telur
yang kulitnya begitu tipis tersebut tidak akan pecah. Tetapi jika kita
membenturkan benda padat ke salah satu sisi titik telur tersebut, maka dengan
begitu mudah telur tersebut akan pecah.

Sumber : (Schodek, 1998)

Gambar 2.1. Berbagai Jenis Permukaan Struktur Cangkang Menerus

16


Universitas Sumatera Utara

Menurut (Schodek, 1998), sebagai akibat dari menahan beban dan
terjadinya tegangan pada arah dalam bidang, struktur cangkang yang tipis bisa
memiliki bentang yang relatif besar. Perbandingannya bisa saja digunakan tebal
cangkang 8 cm untuk permukaan yang memiliki bentang 30 sampai 40 m.
Struktur cangkang tersebut memakai material yang relatif baru untuk
dikembangkan, misalnya beton bertulang yang didesain untuk membuat struktur
cangkang. Bentuk yang menggunakan material pasangan bata yang mempunyai
ketebalan lebih besar tidak bisa digolongkan sebagai struktur yang memikul
tegangan pada arah dalam bidang karena pada struktur dengan material ini momen
lentur sudah mulai dominan.
Bentuk struktur cangkang berdimensi tiga juga bisa dibuat dari batangbatang kaku dan pendek. Struktur ini juga bisa disebut dengan struktur cangkang
meskipun tegangannya berada terpusat pada setiap batang berbeda dengan struktur
cangkang biasa

yang tegangannya menerus. Struktur tersebut

pertama


diperkenalkan oleh Schwedler pada tahun 1863 dengan desain kubah yang
memiliki bentang 48 m. Struktur tersebut dikenal dengan Kubah Schwedler, yang
terdiri dari jaring-jaring batang bersendi tak teratur. Struktur baru lainnya
menggunakan batang-batang yang diletakkan pada kurva yang dibentuk oleh garis
melintang dan membujur pada suatu permukaan putar.
Untuk mengantisipasi kesukaran yang ditimbulkan dari penggunaan
batang-batang bersendi tak teratur yang membentuk struktur cangkang seperti
Kubah Schwedler itu dapat pula menggunakan batang-batang yang panjangnya
sama. Salah satunya adalah Kubah Geodesik.

17

Universitas Sumatera Utara

Bentuk-bentuk lain yang bukan merupakan permukaan putaran juga bisa
diciptakan dengan menggunakan elemen-elemen batang. Beberapa diantaranya
adalah atap barrel ber-rib dan atap Lamella yang terbuat dari grid berbentuk
miring seperti pelengkung yang membentuk elemen-elemen diskrit. Bentuk
tersebut banyak dibuat dengan menggunakan material kayu meskipun dewasa ini

dapat juga dengan menggunakan material yang terbuat dari baja ataupun beton
bertulang.

Sumber : (Schodek, 1998)

Gambar 2.2. Contoh Permukaan Jala Pada Struktur Cangkang

18

Universitas Sumatera Utara

2.2. Analisis dan Desain Cangkang
2.2.1. Gaya-gaya Meridional
Menurut (Schodek, 1998), tegangan dan gaya-gaya dalam yang terjadi
pada struktur cangkang yang dibebani dengan terbagi rata dapat diperoleh dengan
memakai persamaan keseimbangan dasar. Jika dianggap pada suatu struktur
kubah menerima beban mati yang berasal dari berat sendiri dan lapisan
penutupnya, apabila beban mati total disebut W dan gaya dalam per bidang satuan
panjang yang terjadi pada permukaan cangkang adalah Nϕ , maka persamaan
keseimbangan dalam arah horizontal akan dihasilkan sebagai berikut :

ΣFx = 0 ;

W = ( Nϕ sin θ) (2πa)

(2.1)

dimana θ adalah sudut yang terjadi pada potongan cangkang dan a adalah jari-jari
kelengkungan di titik tersebut. Gaya Nϕ adalah gaya normal tekan yang terjadi
pada potongan horizontal yang didefinisikan dengan ϕ. Komponen vertikal dari
gaya ini yang dianggap merata pada keliling cangkang adalah Nϕ sin θ. Karena
gaya Nϕ

dinyatakan dalam gaya per satuan panjang (kN/m) di sepanjang

potongan, maka gaya total adalah keliling potongan (2πa) dikalikan dengan Nϕ
sin θ, atau dengan kata lain, panjang total dikalikan dengan gaya per satuan
panjang akan didapat gaya total. Gaya ke atas ini harus sama besar dengan gaya
ke bawah yakni berat sendiri total struktur cangkang tersebut, sehingga didapat W
=(Nϕ sin θ) (2πa). Persamaan tersebut dapat pula dinyatakan dalam jari-jari aktual
dengan menggunakan hubungan a = R sin θ, jadi :

W = ( Nϕ sin θ) (2π R sin θ)

(2.2)

dengan demikian dapat diperoleh :
Nϕ =



2π � sin 2 �

(2.3)
19

Universitas Sumatera Utara

Apabila beban total (W) telah diketahui, maka gaya dalam pada cangkang
dapat diperoleh secara langsung. Karena gaya-gaya dalam ini dinyatakan dalam
gaya per satuan panjang, maka tegangan dalam yang dinyatakan dalam gaya per
satuan luas (kN/mm2) dapat diperoleh dengan membaginya dengan tebal

cangkang. Jadi, fϕ = Nϕ t L, dimana L mempunyai satuan panjang dan Nϕ
mempunyai satuan gaya per satuan panjang.
Sedangkan untuk persamaan keseimbangan dalam arah vertikal dengan
beban mati total W akan didapat :


− ∫� 2 �(2π R sin θ) R dϕ + Nϕ sin θ (2π R sin θ) = 0
1

(2.4)

dimana ϕ1 dan ϕ2 adalah segmen cangkang yang ditinjau. Suku di sebelah kiri
adalah beban total W. Untuk ϕ1 = 0, maka :
Nϕ =

��

(2.5)

1+cos �


Persamaan ini pada kenyataannya sama dengan Nϕ = W/2π � sin2 �.

Kedua persamaan tersebut menunjukkan gaya meridional yang ada pada potongan
tersebut.

Sumber : (Schodek, 1998)

Gambar 2.3. Gaya Meridional Pada Cangkang
20

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Gaya Terpusat
Menurut (Schodek, 1998), mengapa struktur cangkang yang sangat kuat
memikul beban terbagi rata dan tidak sesuai untuk memikul beban terpusat dapat
dilihat dengan menganalisis gaya-gaya meridional yang terjadi akibat beban
tersebut. Persamaan yang telah didapat sebelumnya Nϕ = W/2π � sin2 � dimana W

adalah beban terbagi rata total yang mempunyai arah ke bawah. Untuk cangkang


yang memikul beban terpusat P, persamaan tersebut berubah menjadi Nϕ =
P/2π � sin2 �. Apabila beban terpusat tersebut bekerja pada θ = 0 (puncak

cangkang), maka tegangan tepat di bawah beban tersebut menjadi tak terhingga,
karena untuk

θ = 0, maka sin θ = 0 dan Nϕ = ∞. Hal tersebut dalam

mengakibatkan keruntuhan jika permukaan struktur cangkang tidak dapat

memberikan tahanan momen dan beban tersebut benar-benar terpusat. Itulah
sebabnya mengapa sebaiknya beban terpusat dihindari pada struktur cangkang.

2.2.3. Kondisi Perletakan
Menurut (Schodek, 1998), seperti yang terjadi pada strukur-struktur
lainnya,

kondisi


perletakan

struktur

cangkang

terutama

kubah

sangat

mempengaruhi perilaku dan desain struktur. Secara ideal, perletakannya tidak
boleh menimbulkan momen lentur pada permukaan cangkang. Jadi, kondisi jepit
harus dihindari. Salah satu solusi adalah struktur cangkang tersebut mempunyai
perletakan sendi diseluruh kelilingnya. Tidak seperti pada struktur pelengkung,
adanya gaya melingkar pada cangkang menyebabkan cangkang tersebut
mengalami deformasi yang berarah ke luar bidang. Untuk menahan deformasi ini
dengan menggunakan hubungan sendi adalah sama saja dengan memberikan gaya
21


Universitas Sumatera Utara

pada tepi cangkang yang menyebabkan akan terjadi momen lentur pula. Oleh
karena itu, perletakan rol lebih disukai. Akan tetapi, perletakan tersebut sulit
dibuat pada struktur cangkang. Selain itu, perubahan sudut sedikit saja pada
perletakan tersebut dapat menimbulkan momen lentur walaupun masih lebih kecil
daripada momen yang ditimbulkan dari penggunaan perletakan sendi atau jepit.
Menurut peninjauan kemudahan konstruksi, momen lentur yang tidak
besar biasanya boleh terjadi di tepi cangkang dengan maksud agar kondisi pondasi
dan tepi cangkang lebih mudah dilaksanakan. Cangkang dibuat kaku sedemikian
rupa secara lokal di sekitar tepi dengan cara menambah ketebalannya dan
khusunya diperkuat terhadap momen lentur.

Sumber : (Schodek, 1998)

Gambar 2.4. Kondisi Perletakan Cangkang

Tinjauan utama pada desain ini adalah bagaimana menahan gaya
horizontal yang terjadi dengan komponen yang mempunyai arah ke dalam dari
22

Universitas Sumatera Utara

meridional bidang dalam. Untuk itu dapat digunakan sistem penyokong
(buttreness). Sistem demikian sudah banyak dipakai pada gedung, khusunya pada
struktur kubah pasangan bata sejak zaman dahulu.

Sumber : (Schodek, 1998)

Gambar 2.5. Kondisi Perletakan Struktur Cangkang Berbentuk Bola
23

Universitas Sumatera Utara

Cara lain untuk mengatasi gaya horizontal tersebut adalah dengan
menggunakan cincin tarik. Cincin tarik ini berfungsi un tuk menahan dorongan ke
luar dari cangkang, jadi cincin ini mengalami tarik. Besar dorongan ke luar ini
dalam satuan panjang adalah Nϕ cos θ. Gaya ini lah yang mengakibatkan
datangnya gaya tarik sebesat T = (Nϕ sin θ) a, dimana a adalah jari-jari cincin
tarik tersebut.
Cincin tarik harus dapat menahan semua dorongan horizontal yang ada.
Apabila terletak di atas permukaan tanah maka harus dipakai pondasi menerus
yang berfungsi untuk meneruskan komponen gaya vertikal ke tanah. Cara lainnya
adalah dengan menumpu cincin tersebut pada elemen-elemen lain, seperti kolom
yang hanya dapat menahan gaya vertikal.
Penggunaan cincin tarik, bagaimana pun dapat mengakibatkan terjadinya
momen lentur juga pada permukaan cangkang dimana terdapat pertemuan antara
cangkang dan cincin. Momen lentur ini disebabkan akibat ketidaksamaan
deformasi yang terjadi di antara cangkang dan cincin tersebut. Deformasi
melingkar pada cangkang dapat bersifat tekan dimana tepi permukaan cangkang
berdeformasi ke arah dalam. Sedangkan deformasi balok cincin berbeda dengan
deformasi cangkang. Karena elemen-elemen tersebut harus digabungkan, maka
cincin tepi membatasi gerakan bebas permukaan cangkang sehingga timbul
momen di tepi cangkang. Momen tersebut kemudian dimatikan dengan cepat pada
cangkang sehingga permukaan cangkang secara keseluruhan tidak terpengaruh.
Tetapi cangkang secara lokal diperkaku dan diperkuat terhadap lentur.
Permasalahan berbedanya deformasi tersebut menyebabkan struktur
cangkang harus direncanakan sedemikian rupa agar dapat mengurangi segala
24

Universitas Sumatera Utara

akibat dari deformasi tersebut. Salah satu cara yang efektif adalah dengan
menggunakan cara pascatarik dalam mengontrol deformasi. Balok cincin tersebut
biasanya mengalami tarik. Jadi, dapat diberi haya pascatarik sedemikian rupa
sehingga gaya tekan dapat timbul terlebih dahulu pada balok cincin sehingga
deformasinya menjadi sama dengan yang terjadi pada tepi cangkang. Gaya dorong
ke luar dari cangkang akan mengurangi gaya tekan yang dapat memperbesar gaya
tarik pada kabel pascatarik. Apabila besar gaya pascatarik awal dikontrol dengan
baik, maka deformasi cincin juga dapat dokontrol sehingga perbedaan dengan
cangkang dapat diperkecil. Permukaan cangkang itu sendiri dapat juga diberi gaya
pascatarik dalam arah melingkar untuk mengontrol deformasi dan gaya pada
cangkang.

Sumber : (Schodek, 1998)

Gambar 2.6. Gangguan Tepi Pada Struktur Cangkang

25

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Tinjauan-tinjauan Lain
Banyak faktor lain yang harus ditinjau dalam mendesain suatu struktur
cangkang. Menurut (Schodek, 1998), salah satu faktor nya adalah keharusan
menjamin bahwa cangkang tersebut tidak akan mengalami tekuk. Apabila
kelengkungan permukaan cangkang relatif datar, maka dapat terjadi tekuk snapthrough atau tekuk lokal. Seperti yang terjadi pada kolom panjang, ketidakstabilan
dapat terjadi pada taraf tegangan rendah. Hal ini dapat dihindari dengan memakai
permukaan yang mempunyai lengkung tajam. Penggunaan lengkung tajam ini
tentu saja mengakibatkan tidak dapat menggunakan cangkang berprofil rendah
dan berbentang panjang. Masalah ini juga terjadi pada cangkang yang terbuat dari
elemen-elemen linear kaku seperti kubah geodesik.

Sumber : (Schodek, 1998)

Gambar 2.7. Tekuk Pada Struktur Cangkang Tipis

Masalah lain yang perlu diperhatikan Menurut (Schodek, 1998), adalah
cangkang harus mampu menahan beban-beban yang berarah tidak vertikal.
26

Universitas Sumatera Utara

Biasanya beban angin bukan merupakan masalah yang besar dalam desain
struktur cangkang. Beban gempa, yang juga berarah lateral dapat menimbulkan
masalah serius dalam desain. Apabila terjadi beban tersebut, maka sebaiknya
harus didesain dengan sangat berhati-hati.

Sumber : (Schodek, 1998)

Gambar 2.8. Trajektori Tegangan Pada Cangkang Kubah Akibat Beban
Angin

2.3. Struktur Membran
Menurut (Schodek, 1998), cara yang tepat untuk mempelajari perilaku
permukaan cangkang adalah dengan melihatnya sebagai analogi dari membran,
yaitu elemen permukaan yang sedemikian tipisnya sehingga muncul gaya tarik
pada permukaannya. Gelembung sabun atau lembaran tipis dari karet adalah
contoh-contoh dari membran. Membran yang memikul beban tegak lurus dari
permukaannya akan berdeformasi secara tiga dimensi serta diikuti dengan
terjadinya gaya tarik pada permukaan membran. Hal yang perlu diperhatikan
adalah adanya dua kumpulan gaya dalam pada permukaan membran yang
mempunyai arah saling tegak lurus serta yang paling penting adalah adanya
27

Universitas Sumatera Utara

tegangan geser tangensial pada permukaan membran yang juga memiliki fungsi
sebagai pemikul beban.
Membran itu sendiri menurut (Schodek, 1998), adalah struktur
permukaan fleksibel tipis yang memikul beban dengan mengalami yang paling
utama adalah tegangan tarik. Struktur membran cenderung dapat menyesuaikan
diri dengan cara struktur tersebut dibebani. Selain itu, struktur ini juga sangat peka
terhadap efek aerodinamika dari angin. Efek tersebut dapat menyebabkan
terjadinya getaran (fluttering). Oleh karena itu, membran yang digunakan pada
gedung harus distabilkan dengan cara tertentu sehingga bentuknya dapat
dipertahankan pada saat memikul berbagai kondisi pembebanan.
Ada beberapa cara dasar untuk menstabilkan membran. Rangka penumpu
dalam yang kaku, misalnya dapat digunakan. Selain itu, yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan prategang pada permukaan membran. Dalam hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan gaya luar yang menarik membran atau
dengan menggunakan tekanan dalam jika membrannya mempunyai volume
tertutup.
Salah satu contoh pemberian prategang adalah struktur tenda. Akan
tetapi, ada tenda yang tidak mempunyai permukaan yang benar-benar ditarik
sehingga dapat bergerak apabila dibebani. Meskipun dapat memikul beban angin
normal, banyak permukaan tenda yang dapat bergetar sebagai akibat dari efek
beban angin yang terlalu kencang. Oleh karena itu, tenda lebih banyak digunakan
sebagai struktur sementara, bukan sebagai struktur permanen. Akan tetapi,
pemberian gaya prategang pada membran dapat juga dilakukan dengan
memberikan gaya jacking yang cukup untuk tetap menegangkan membran pada
28

Universitas Sumatera Utara

berbagai kondisi pembebanan yang mungkin terjadi. Biasanya membran tersebut
diberi tegangan dalam arah tegak lurus di seluruh permukaannya.
Menstabilkan membran dengan menggunakan tegangan dalam dapat
dilakukan jika membran mempunyai volume tertutup. Struktur membran tersebut
sering dinamakan struktur pneumatis. Meskipun struktur pneumatis masih bisa
dibilang baru untuk digunakan, pengetahuan tentang pneumatis ini sudah lama
diketahui. Seperti contoh kulit air, salah satu jenis struktur pneumatis yang sudah
lama digunakan oleh manusia.
Penggunaan struktur pneumatis pada gedung masih relatif baru. Seorang
ahli dari Inggris yang bernama William Lanchester yang menerapkan prinsip
balon ke dalam bangunan rumah sakit pada tahun 1917. Pada tahun 1922
dibangun pula Oasis Theater di Paris yang menggunakan struktur atap berlubang
pneumatis. Banyak penelitian mengenai pneumatis yang dilakukan pada masa
Perang Dunia II karena adanya nilai militer pada struktur pneumatis. Penggunaan
struktur yang ditumpu udara (air supported structures) dimulai pada tahun 1946,
yaitu pada bangunan radomes yang didalamnya terdapat antenna radar yang
sangat besar. Dewasa ini, struktur pneumatis sudah menjadi hal yang umum pada
pembangunan gedung.

2.4. Deformasi Dinding Struktur Cangkang Tanpa Lenturan
Menurut (Timoshenko, 1992), untuk membahas tentang deformasi dan
tegangan dalam pada struktur cangkang, anggap ketebalan cangkang adalah h,
dimana besarnya selalu dianggap kecil bila dibandingkan dengan besaran lain dari
cangkang dan jari-jari kelengkungannya. Permukaan yang membagi ketebalan
29

Universitas Sumatera Utara

pelat sama besar disebut permukaan tengah (middle surface). Dengan merincikan
bentuk permukaan tengah dan ketebalan pada setiap titik, maka suatu cangkang
ditentukan sepenuhnya secara geometris.
Untuk menganalisis gaya-gaya dalam pada struktur cangkang, bagi suatu
elemen yang kecilnya tak terhingga dari cangkang itu yang dibentuk oleh dua
pasang bidang yang berdekatan dan tegak lurus terhadap permukaan tengah dari
cangkang tersebut, dan memiliki kelengkungan utamanya (Gambar 2.9. (a)).
Ambil sumbu-sumbu koordinat x dan y yang menyinggung garis kelengkungan
utama pada titik O dan sumbu z yang tegak lurus pada permukaan tengah, seperti
pada gambar. Jari-jari utama kelengkungan yang terletak pada bidang xz dan yz
ditandai masing-masing oleh rx dan ry. Tegangan yang bekerja pada permukaan
bidang elemen itu diuraikan dalam arah sumbu-sumbu koordinat dan komponen
tegangan ditunjukkan oleh simbol σx, σy, τxy = τyx, τxz. Dengan notasi ini, gaya
resultan per satuan panjang penampang melintang normal seperti pada Gambar
2.9. (b) adalah :
+ ℎ/2

�� = ∫− ℎ/2 �� �1 −
+ ℎ/2



��

��� = ∫− ℎ/2 ��� �1 −
+ ℎ/2

�� = ∫− ℎ/2 ��� �1 −

� ��





��

��

� ��

� ��

+ ℎ/2

�� = ∫− ℎ/2 �� �1 −
+ ℎ/2

��� = ∫− ℎ/2 ��� �1 −
+ ℎ/2

�� = ∫− ℎ/2 ��� �1 −



��

� �� (2.6)


��



��

� ��(2.7)

� �� (2.8)

Besaran z/rx dan z/ry yang kecil tampak pada persamaan (2.6), (2.7),
(2.8), karena sisi-sisi lateral elemen yang diperlihatkan pada Gambar 2.9. (a)
memiliki bentuk trapesium yang disebabkan oleh kelengkungan cangkang. Hal ini
menyebabkan tidak samanya gaya geser Nxy dan Nyx satu dengan lainnya,
meskipun disini masih berlaku bahwa τxy = τyx. Selanjutnya diasumsikan bahwa
30

Universitas Sumatera Utara

ketebalan h adalah sangat kecil dibandingkan dengan jari-jari rx, ry dan
mengabaikan suku-suku z/rx dan z/ry pada persamaan-persamaan (2.6), (2.7), (2.8).
Kemudian Nxy = Nyx dan resultan gaya geser dinyatakan oleh persamaan yang
sama seperti pada pelat.

Sumber : (Timoshenko, 1992)

Gambar 2.9. Elemen yang Dibentuk Oleh Dua Bidang, Gaya Resultan
Per Satuan Panjang Penampang

Momen lentur dan puntir per satuan panjang penampang normal menurut
(Timoshenko, 1992) dituliskan dengan persamaan berikut ini :
+ ℎ/2

�� = ∫− ℎ/2 �� � �1 −
+ ℎ/2

��� = − ∫− ℎ/2 ��� � �1 −



��



��

� ��

� ��

+ ℎ/2

�� = ∫− ℎ/2 �� � �1 −
+ ℎ/2

��� = ∫− ℎ/2 ��� � �1 −



��

� �� (2.9)



��

� �� (2.10)

dimana penentuan arah momennya mengikuti penentuan arah momen pada
struktur pelat. Jika mengabaikan sekali lagi besaran z/rx dan z/ry yang kecil yang
disebabkan oleh kelengkungan cangkang, dan untuk momennya digunakan
persamaan yang sama dengan persamaan yang digunakan pada pelat.
31

Universitas Sumatera Utara

Untuk membahas lenturan cangkang, dianggap bahwa elemen linear,
seperti AD dan BC (Gambar 2.9. (a)), yang tegak lurus pada permukaan tengah,
tetap lurus dan menjadi tegak lurus pada permukaan tengah cangkang yang
dideformasikan. Selama pelenturan, permukaan lateral atau melintang elemen
ABCD hanya berotasi terhadap garis-garis perpotongannya dengan permukaan
tengah. Jika r’x dan r’y adalah jari-jari kelengkungan setelah deformasi, maka
perpanjangan satuan suatu lamina atau belahan tipis pada jarak z dari permukaan
tengah (Gambar 2.9. (a)) adalah :
�� = −




1−
��

1

1

� �′ − � �


�� = −






1−
��

1

1

� �′ − � �


(2.11)



selain rotasi, sisi-sisi lateral elemen berpindah tempat sejajar sebagai akibat
meregangnya permukaan tengah. Dan jika perpanjangan satuan bagian tengah
permukaan yang bersangkutan pada arah x dan y ditandai masing-masing dengan
�1 dan �2 , maka perpanjangan �� dari belahan yang ditinjau seperti pada Gambar
2.9. (c) adalah :

�� =

dengan mensubstitusikan :

maka akan didapat :

�2 − �1

(2.12)

�1

�1 = �� �1 −
�� =

�1

1−


��





��





1−


��

�2 = �� (1 + �1 ) �1 −
�(1−�

1
1 ) �′ �



1
��





�′ �



(2.13)

(2.14)

persamaan yang sama dapat diperoleh untuk pertambahan panjang �� . Selanjutnya
ketebalan cangkang h akan selalu dianggap kecil bila dibandingkan dengan jari-

jari kelengkungannya. Dalam hal ini, besaran z/rx dan z/ry dapat diabaikan jika

32

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan satu. Pengaruh pertambahan panjang �1 dan �2 pada

kelengkungan juga diabaikan. Oleh karena itu, sebagai pengganti Persamaan
(2.14) didapatkan :
1

�� = �1 − � ��′ −


1

dimana

��

�� = �2 − � ��′ −


��

dan

menunjukkan

1
��

1

� = �1 − �� �

��

� = �2 − �� �

perubahan

kelengkungan.

(2.15)
(2.16)
Dengan

mempergunakan persamaan untuk menghitung komponen regangan suatu belahan
ini dan dengan menganggap bahwa tidak ada tegangan normal antara belahan
(�� = 0), maka diperoleh persamaan untuk menghitung komponen tegangan
seperti berikut :

�� =

�� =



1− � 2


1− � 2

��1 + ��2 − ���� + ��� ��
��2 + ��1 − �(�� + ��� )�

(2.17)
(2.18)

dengan mensubstitusikan persamaan ini ke Persamaan (2.6) dan (2.7) dan dengan
mengabaikan besaran z/rx dan z/ry yang kecil dibandingkan dengan angka satu,
maka akan diperoleh :
�� =

�ℎ

1− � 2

(�1 + ��2 )

�� = −� (�� + ��� )

�� =

�ℎ

1− � 2

(�2 + ��1 )

�� = −� (�� + ��� )

(2.19)
(2.20)

dimana D menunjukkan ketegaran lentur cangkang dan memiliki arti yang sama
seperti pada struktur pelat yaitu :
�=

�ℎ 3

12 (1− � 2 )

(2.21)

Untuk deformasi elemen pada Gambar 2.9. akan dapat diperoleh bahwa
selain tegangan normal, tegangan gesernya juga bekerja pada sisi-sisi lateral dari
33

Universitas Sumatera Utara

elemen. Bila regangan geser pada permukaan tengah cangkang ditandai dengan �,

dan rotasi tepi BC relatif terhadap �� sekitar sumbu x (Gambar 2.9. (a)) ditandai

dengan ��� dx maka akan diperoleh :

τxy = (� − 2���� ) G

(2.22)

dengan mensubstitusikan persamaan ini ke dalam persamaan (2.7) dan (2.10) serta
dengan menggunakan penyederhanaan, maka diperoleh :
��� = ��� =

�ℎ�

(2.23)

2(1+�)

��� = − ��� = � (1 − �)���

(2.24)

jadi, dengan menganggap bahwa selama pelenturan suatu cangkang, elemen linear
yang tegak lurus pada permukaan tengah adalah tetap lurus dan menjadi tegak
lurus pada permukaan tengah yang mengalami deformasi, maka kita dapat
menyatakan gaya resultan per satuan panjang �� , �� , dan ��� serta �� , �� , dan

��� atas suku-suku yang terdiri dari enam buah besaran yaitu tiga buah
komponen regangan �1 , �2 , dan � dari permukaan tengah cangkang dan tiga buah

besaran �� , �� , dan ��� yang menggambarkan perubahan kelengkungan serta
puntiran permukaan tengah.

Pada banyak permasalahan deformasi cangkang, menurut (Timoshenko,
1992), tegangan lentur dapat diabaikan dan hanya tegangan yang disebabkan oleh
regangan pada permukaan tengah cangkang saja yang dapat diperhitungkan.
Sebagai contoh, jika suatu wadah yang berbentuk bola mengalami pengaruh
tekanan-dalam yang terbagi secara merata dan tegak lurus pada permukaan
cangkang. Di bawah pengaruh ini, permukaan tengah cangkang mengalami suatu
regangan terbagi rata. Dan karena ketebalan cangkang ternyata kecil, tegangan
tarik dapat dianggap terbagi secara merata ke seluruh tebalnya.
34

Universitas Sumatera Utara

Jika kondisi cangkang sedemikian rupa sehingga lenturan dapat
diabaikan, permasalahan analisis tegangan dapat dibuat menjadi sangat sederhana,
karena momen resultan Persamaan (2.9) dan (1.10) serta resultan gaya geser
Persamaan (2.8) hilang. Jadi, yang belum diketahui adalah tiga buah besaran
�� , �� , dan ��� = ��� , yang dapat ditetapkan dari kondisi keseimbangan suatu

elemen, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.9.. Oleh karena itu,
permasalahannya menjadi statis tertentu bila semua gaya yang bekerja pada
cangkang telah diketahui. Gaya-gaya �� , �� , dan ��� yang diperoleh dengan

cara ini sering kali disebut dengan gaya selaput tipis, dan teori cangkang yang
berdasarkan pada pengabaian tegangan lentur disebut teori selaput tipis.

35

Universitas Sumatera Utara