Analisis Perbandingan Perhitungan Struktur Cangkang Kubah (Dome) Material Beton Dan Material Baja Dengan Program

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Billington, D. P. 1972. Thin Shell Concrete Structures. New York, McGraw-Hill.

Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SK SNI 03 – 2847 – 2002. Jakarta, Badan Standarisasi Nasional.

Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung. Bandung, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.

Schodek, Daniel. 1998. Struktur. Bandung : Refika Aditama

Timoshenko, S., dan Hindarko, S. 1992. Teori Pelat dan Cangkang. Jakarta, Erlangga.

Weaver, Jr, William, dan Johnston, P. R. 1989. Elemen Hingga Untuk Analisa Struktur. Bandung, Eresco.

Analisis Struktur Shell Dengan

Metode Elemen Hingga. Palembang, Jurnal Rekayasa Sriwijaya (Online) No. 3 Vol. 17.

Analisis Elemen Cangkang Aksisimetri Saxi_K Berketebalan Konstan Terhadap Problem Statis Dan Getaran Bebas. Yogyakarta, Jurnal Teknik Sipil (Online) Volume 7 No.1.

Metode Elemen

Hingga Dengan Program MATLAB Dan Aplikasi SAP 2000 Untuk Analisis Struktur Cangkang. Palu, Jurnal SMARTek Volume 8 No. 2.


(2)

BAB III

TINJAUAN PEMBAHASAN

3.1. Struktur Cangkang yang Terbentuk dari Permukaan yang Berputar dan Mengalami Beban yang Simetris terhadap Sumbunya.

Struktur cangkang yang berasal dari permukaan yang berputar banyak digunakan pada berbagai jenis struktur, diantaranya tangki, tabung ataupun kubah-kubah. Menurut (Timoshenko, 1992), permukaan yang berputar dapat diperoleh dengan memutar suatu bidang yang melengkung terhadap suatu sumbu yang terletak pada bidang lengkungan tersebut. Lengkungan ini dinamakan meridian dan bidangnya disebut bidang meridian. Suatu elemen cangkang dipotong oleh dua buah meridian yang saling berdekatan dan dua buah lingkaran paralel, seperti pada Gambar 3.1. (a). Posisi suatu meridian ditentukan oleh sudut θ yang dihitung dari suatu bidang meridian yang dijadikan sebagai titik acuan atau datum. Dan posisi suatu lingkaran sejajar ditentukan oleh sudut φ yang dibuat tegak lurus terhadap permukaan dan sumbu rotasi. Bidang meridian dan bidang yang tegak lurus terhadap meridian tersebut merupakan bidang-bidang utama pada suatu titik dari permukaan rotasi, dan jari-jari kelengkungan yang berhubungan dengan hal tersebut masing-masing ditandai dengan r1 dan r2. Jari-jari lingkaran yang sejajar ditandai dengan r0 sedemikian rupa sehingga panjang sisi-sisi elemen yang bertemu di O adalah r1 dan r0 = r2 sin φdθ. Oleh karena itu, luas permukaan elemen ini adalah r1 r2 sin φ dφ dθ.

Mengingat deformasi serta pembebanan dianggap simetris, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada gaya geser yang bekerja pada sisi-sisi elemen itu.


(3)

Besarnya gaya normal per satuan panjang ditandai dengan Nφ dan Nθ. Jumlah beban luar yang bekerja pada bidang meridian yang simetris diuraikan atas dua buah komponen Y dan Z yang sejajar terhadap sumbu-sumbu koordinat. Dengan mengubah komponen-komponen ini dengan luas r1 r2 sin φ dφ , maka akan diperoleh komponen beban luar yang bekerja pada elemen ini.

Gambar 3.1. Elemen yang Dipotong Oleh Dua Buah Meridian yang Saling Berdekatan dan Dua Buah Lingkaran Paralel

Dalam menuliskan persamaan keseimbangan elemen ini, menurut (Timoshenko, 1992), dimulai dengan gaya-gaya pada arah yang menyinggung meridian ini. Pada sisi atas dari elemen ini, gaya yang bekerja adalah :

Nφ r0 = Nφ r2 sin φdθ (3.1) gaya-gaya yang bersangkutan dalam hal ini pada sisi bawah elemen adalah :

���+ ���� ��0+ ��0

�� �� (3.2)


(4)

dari persamaan (3.1) dan (3.2) dan dengan mengabaikan besaran yang kecil orde kedua, maka akan diperoleh resultan arah y yang besarnya adalah :

����0 ����+ ����0���� =����0����� (3.3) komponen gaya luar pada arah yang sama adalah :

��1�0 ���� (3.4)

gaya yang bekerja pada sisi-sisi lateral elemen adalah Nθ r1 dφ dan memiliki resultan pada arah jari-jari lingkaran sejajar yang besarnya sama dengan Nθ r1 dφ . Komponen gaya ini pada arah y seperti pada Gambar 3.1. (b) adalah :

−�� �1cos φ���� (3.5)

dengan menjumlahkan gaya-gaya (3.3), (3.4) dan (3.5), persamaan keseimbangan pada arah garis singgung pada meridian menjadi :

�� ��� �0� − �� �1cos φ+ ��1�0 = 0 (3.6)

Persamaan kedua dari keseimbangan didapatkan dengan menjumlahkan proyeksi gaya pada arah z. Gaya yang bekerja pada sisi-sisi sebelah atas dan bawah elemen ini memiliki suatu resultan pada arah z sebesar :

Nφ r0 dθ dφ (3.7)

gaya-gaya yang bekerja pada sisi-sisi lateral elemen akan menghasilkan resultan Nθ r1dφdθ dalam arah radial lingkaran parallel yang mempunyai komponen dalam arah besaran z adalah :

Nθ r1 sin φ dφdθ (3.8)

beban luar yang bekerja pada elemen memiliki komponen pada arah yang sama adalah sebesar :


(5)

dengan menjumlahkan gaya-gaya (3.7), (3.8) dan (3.9) akan diperoleh persamaan keseimbangan orde kedua :

Nφ r0 + Nθ r1 sin φ + Z r1 r0 = 0 (3.10) dari persamaan (3.6) dan (3.10), gaya-gaya Nθ dan Nφ dapat dihitung untuk setiap jari-jari r0 dan r1 serta komponen Y dan Z dari intensitas beban luar yang telah ditentukan.

Sebagai pengganti persamaan keseimbangan elemen, keseimbangan bagian cangkang di atas lingkaran sejajar yang ditentukan oleh sudut φ akan dapat diperhitungkan seperti pada Gambar 3.2.. Jika resultan beban total pada bagian cangkang dengan R, persamaan keseimbangan adalah :

2π r0 Nφ sin φ + R = 0 (3.11) Persamaan ini dapat digunakan sebagai pengganti persamaan diferensial (3.6), dimana persamaan ini dapat diperoleh dengan integrasi. Jika persamaan (3.10) dibagi dengan r1 r0, persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

��

�1 +

��

�2 = −�

(3.12) Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa bila Nφ diperoleh dari persamaan (3.11), gaya Nθ dapat dihitung dari persamaan (3.12). Oleh karena itu, permasalahan tegangan selaput tipis dapat langsung diselesaikan.

Gambar 3.2. Keseimbangan Bagian Cangkang di atas Lingkaran Sejajar Sumber : (Timoshenko, 1992)


(6)

3.2.Struktur Cangkang yang Terbentuk dari Permukaan yang Berputar

Gambar 3.3. Struktur Cangkang Kubah Bulat (Spherical Dome) Menurut (Timoshenko, 1992), pada sebuah struktur cangkang kubah bulat (spherical dome) seperti pada Gambar 3.3. (a) mengalami pengaruh akibat berat sendirinya, yang besarnya per satuan luas adalah konstan, yaitu sebesar q. Dengan menandai jari-jari bola itu adalah a, akan diperoleh r0 = a sin φ dan :

� = 2� ∫ �0� 2�sin���= 2��2� (1− cos �) (3.13)

maka persamaan (3.11) dan (3.12) akan menjadi :

�� = −�� (1 sin−2cos �φ ) = −

��

1 + cos φ

�� =�� �1 + cos �1 –cos ��

disini dapat dilihat, bahwa gaya Nφ selalu negatif. Oleh karena itu, tekanan sepanjang meridian akan bertambah, bila sudut φ bertambah. Untuk φ = 0 akan

(3.14) Sumber : (Timoshenko, 1992)


(7)

didapatkan Nφ = - aq/2, dan untuk φ = π/2 akan didapat Nφ = - aq. Gaya Nθ ternyata juga negatif, untuk sudut φ yang kecil. Bila :

1

1 + cos � –cos � = 0 (3.15)

yaitu, untuk φ = 51°50’, maka Nθ menjadi sama dengan nol, dan bila φ masih bertambah maka Nθ menjadi positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk φ yang lebih besar daripada 51°50’ terdapat tegangan tarik pada arah yang tegak lurus terhadap meridian.

Menurut (Timoshenko, 1992), tegangan-tegangan yang dihitung dari persamaan (3.14) menggambarkan tegangan yang sebenarnya pada cangkang dengan sangat akurat jika perletakannya terdiri atas suatu jenis yang bentuknya sedemikian rupa sehingga reaksi akan menyinggung meridian seperti Gambar 3.3. (a). Pengaturan yang biasa dilakukan adalah sedemikian rupa sehingga hanya reaksi vertikal saja yang diberikan terhadap kubah ini oleh perletakannya, sedangkan komponen horizontal gaya Nφ ditahan oleh gelang penumpu seperti pada Gambar 3.3. (b) yang mengalami perpanjangan pada arah kelilingnya. Oleh karena perpanjangan ini biasanya berbeda dari regangan sepanjang lingkaran sejajar cangkang, seperti yang dihitung dari persamaan (3.14), maka pada tempat cangkang di dekat gelang penumpu akan mengalami lenturan. Penelitian pada lenturan ini memperlihatkan bahwa bila cangkang itu tipis, maka karakternya ternyata sangat terlokalisasi dan bahwa pada jarak yang tertentu dari gelang penumpu. Persamaan (3.14) menggambarkan keadaan tegangan dalam cangkang dengan ketelitian yang memenuhi syarat.


(8)

Hal yang sering sekali terjadi adalah bagian sebelah atas kubah bulat dihilangkan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.3. (c) dan gelang penguat atas (upper reinforcing ring) digunakan untuk menumpu struktur atas. Bila 2φ0 merupakan sudut yang bertalian dengan bukaan dan P merupakan beban vertikal per satuan panjang gelang penguat atas, maka resultan R yang bertalian dengan sudut φ adalah :

� = 2� ∫ �� 2�sin���+ 2���sin�0

0 (3.16)

kemudian dari persamaan (3.11) dan (3.12) akan diperoleh :

�� = −�� cos �sin 0−2cos �− � sin�0 sin2 �� =�� �cos �sin0−2cos � –cos ��+ �

sin�0 sin2

3.3.Struktur Cangkang yang Kekuatannya Tetap

Menurut (Timoshenko, 1992), suatu struktur cangkang yang kekuatannya tetap ditinjau suatu kubah yang ketebalannya tak merata serta menumpu beratnya sendiri. Berat cangkang per satuan luas pada permukaan bagian tengah adalah �ℎ, dan kedua buah komponen berat sepanjang sumbu-sumbu koordinatnya adalah :

�= �ℎsin� �= �ℎ cos � (3.18) pada cangkang yang kekuatannya tetap, bentuk meridian yang ditentukan dengan cara sedemikian rupa sehingga tegangan tekan konstan dan sama dengan σ menurut semua arah pada permukaan bagian tengah, yaitu :

�� = �� = −�ℎ (3.19)

dengan mensubstitusikan persamaan ini ke dalam persamaan (3.12) yang didapat sebelumnya akan diperoleh :


(9)

�ℎ �1 1 +

1

�2�= �ℎ cos � (3.20)

atau dengan mensubstitusikan r2 = r0 sin φ serta dengan menyelesaikan r1 didapat :

�1 = � �0 ��0 cos �− sin�

(3.21)

dari Gambar 3.1. (b), akan didapatkan :

�1��= cos ���0

jadi, persamaan (3.21) dapat dituliskan sebagai berikut : ��0

�� =

�0 cos � �

� �0cos �− sin� (3.22)

pada bagian puncak kubah, dimana φ = 0, makan nilai ruas kanan persamaan ini menjadi tak terhingga. Untuk mempermudah perhitungan, digunakan persamaan (3.20). Oleh karena kondisi simetri pada bagian puncak, maka r1 = r2 maka dapat disimpulkan bahwa :

�1 = �2= 2�

� dan ��0 = �1��=

2�

� �� (3.23) sehingga untuk bagian puncak kubah akan didapat :

��0

�� =

2�

� (3.24)

dengan menggunakan persamaan (3.24) dan (3.22) akan diperoleh bentuk meridian dengan menerapkan integrasi angka, mulai dari bagian puncak kubah dan menghitung untuk setiap pertambahan Δφ dari sudut φpertambahan Δr0 dari jari-jari r0 yang bertalian dengan hal ini. Untuk mendapatkan variasi ketebalan cangkang, persamaan (3.6) pada pembahasan sebelumnya harus digunakan. Dengan mensubstitusikan Nφ = −�ℎ ke dalam persamaan tersebut dan dengan mengambil nilai σ adalah konstan maka akan diperoleh :


(10)

dengan mengganti r1 dengan persamaan (c) maka akan diperoleh persamaan berikut :

�� (ℎ�0) =ℎ�0

cos � + ��0sin� �

��0cos �− sin�

(3.26) untuk φ = 0, akan diperoleh dari persamaan (3.25)

�� (ℎ�0) ≈ ℎ�1 =ℎ

��0

��

Disini dapat dilihat bahwa untuk Δφ yang pertama dari sudut φ, dapat diambil sembarang harga h yang konstan. Kemudian untuk titik-titik lain pada meridian, ketebalan diperoleh dengan integrasi angka-angka dari persamaan (3.26). Hasil perhitungan dengan cara ini digambarkan pada Gambar 3.4.. Disini dapat dilihat bahwa :

�� = �� = −�ℎ (3.27) memberikan tidak hanya suatu bentuk tertentu dari permukaan tengah kubah, tetapi juga teori tertentu tentang variasi ketebalan kubah itu sepanjang meridiannya.

Gambar 3.4. Stuktur Kubah dengan Ketebalan Sepanjang Meridiannya


(11)

3.4.Perpindahan pada Cangkang yang Dibebani secara Simetris dan Terbentuk dari Permukaan yang Berputar

Menurut (Timoshenko, 1992), jika deformasi suatu cangkang ternyata simetris, perpindahan yang kecil dari suatu titik dapat diuraikan atas dua buah komponen, yaitu v menurut arah garis singgung meridian dan w menurut arah tegak lurus terhadap permukaan tengah. Dengan melihat elemen AB dari meridian seperti diperlihatkan pada Gambar 3.5. maka dapat dilihat bahwa pertambahan panjang elemen yang disebabkan oleh perpindahan tangensial v dan v + (dv/dφ) dari ujung-ujungnya adalah sama dengan (dv/dφ) . Akibat perpindahan arah radial w dari titik A dan B, maka panjangnya elemen berkurang sejumlah w dφ. Perubahan panjang elemen yang disebabkan oleh perbedaan perpindahan radial titik A dan B dapat diabaikan karena sangat kecil. Dengan demikian perubahan total menurut panjang elemen AB yang disebabkan oleh deformasi ini adalah :

��

�� �� − ��� (3.28)

dengan membagi hasil ini dengan panjang awal r1 dari elemen, akan didapatkan regangan cangkang menurut arah meridian yang besarnya adalah :

�� = 1

1

��

�� −

� �1

(3.29)

Gambar 3.5. Meridian dengan Pertambahan Panjang Elemen


(12)

dengan memperhatikan suatu elemen yang paralel, maka dapat dilihat seperti pada Gambar 3.5. bahwa akibat perpindahan v dan w, jari-jari lingkaran r0 akan bertambah menjadi :

v cos φ – w sin φ (3.30)

keliling lingkaran paralel bertambah menurut jumlah yang sama dengan jari-jarinya, sehingga :

�0 = 1

�0 (� cos � − �sin�) (3.31)

atau dengan mensubstitusikan r0 = r2 sin φ akan menjadi :

�0 = �

�2cot � −

� �2

(3.32)

dengan menghilangkan w dari persamaan (3.29) dan (3.32) akan diperoleh untuk v, persamaan diferensial berikut ini :

��

�� − � cot � = �1�� − �2�� (3.33) komponen regangan � dan � dapat dinyatakan dalam suku gaya-gaya Nφdan Nθ yaitu dengan menerapkan hokum Hooke. Sehingga didapat :

�� = �ℎ1 (�� − ���)

�� = �ℎ1 (�� − ���)

dengan mensubstitusikan persamaan di atas ke dalam persamaan (3.33) akan diperoleh :

��

�� − � cot � =

1

�ℎ ���(�1+ ��2)− ��(�2+ ��1)� (3.35)

pada saat tertentu, gaya-gaya � dan � dapat diperoleh dari kondisi pembebanan, dan kemudian perpindahan v akan diperoleh dengan mengadakan integrasi persamaan diferensial (3.35). Dengan menandai ruas kanan persamaan (3.34)


(13)

��

�� − � cot � = �(�) (3.36)

penyelesaian umum persamaan ini adalah :

�= sin� �∫�(�)

sin� ��+�� (3.37)

dimana C merupakan nilai konstanta integrasi yang harus ditentukan dari kondisi pada tumpuan .

3.5.Cangkang yang Terbentuk dari Permukaan yang Berputar dan Mengalami Pembebanan yang Tidak Simetris

Menurut (Timoshenko, 1992), dengan meninjau elemen yang dipotong dari suatu cangkang oleh dua buah meridian yang berdekatan dan dua buah lingkaran yang paralel seperti pada Gambar 3.6. pada umumnya, tidak hanya gaya normal dan yang akan bekerja pada sisi-sisi elemen ini, tetapi juga gaya geser Nφθ = Nθφ. Dengan melihat menurut arah y semua gaya yang bekerja pada elemen itu, maka harus ditambahkan terhadap gaya :

����

�� �1���� (3.38)

yang menggambarkan perbedaan gaya geser yang bekerja pada sisi-sisi lateral elemen. Oleh karena itu, digunakan persamaan :

�� ����0�+ ����


(14)

Gambar 3.6. Elemen yang Dipotong Oleh Dua Buah Meridian yang Saling Berdekatan dan Dua Buah Lingkaran Paralel

dengan memperhitungkan gaya menurut arah x, maka harus mencakupkan perbedaan gaya geser yang bekerja pada bagian atas dan bawah elemen, seperti yang dinyatakan oleh persamaan :

��� ����0 ����+ ������ �0���� = ��� ��0�������� (3.40)

maka gaya :

���

�� �1���� (3.41)

yang disebabkan oleh variasi gaya Nθ dan gaya :

����1cos ����� (3.42)

yang disebabkan oleh sudut cos φ dθ yang kecil antara gaya geser Nθφ yang bekerja pada sisi-sisi lateral dari elemen. Komponen menurut arah x dari beban luar yang bekerja pada elemen adalah :

X r0 r1 dθ dφ (3.43) dengan menjumlahkan semua gaya ini, akan diperoleh persamaan :

�� ��0����+ ��

�� �1+ ��� �1cos �+��0�1 = 0 (3.44)


(15)

persamaan keseimbangan yang ketiga diperoleh dengan menggambarkankan gaya-gaya pada sumbu x. Oleh karena itu, proyeksi gaya geser pada sumbu ini hilang, persamaan tersebut cocok dijabarkan untuk pembebanan yang simetris.

Permasalahan penentuan tegangan selaput tipis yang mengalami pembebanan yang tidak simetris mengurangi penyelesaian persamaan-persamaaan untuk nilai komponen X, Y dan Z dari intensitas beban luar yang telah ditentukan.

3.6.Tegangan yang Dihasilkan oleh Tekanan Angin

Menurut (Timoshenko, 1992), dengan menganggap bahwa angin mengarah pada bidang meridian θ = 0 dan tekanan dianggap juga tegak lurus pada permukaan itu, dapat dituliskan :

X = Y = 0 Z = p sin φ cos θ (3.45) kemudian persamaan keseimbangan menjadi :

�� ��0���+ ����

�� �1− ���1cos � = 0

�� ��0����+ ���

�� �1+ ����1cos �= 0 ���0+ ���1sin� = −��0�1sin� cos �

dengan menggunakan bagian akhir persamaan ini, gaya Nθ dan akan diperoleh persamaan diferensial orde kesatu untuk menetapkan Nφ dan Nθφ = Nφθ yaitu :

���

�� +�

1

�0

��0

�� +cot �� ��+ �1

�0

����

�� = −��1cos � cos �

���� �� +� 1 �0 ��0 �� + �1

�2cot �� ��� − 1 sin�

���

�� = −��1sin�

Untuk cangkang berbentuk bola, dimana r1 = r2 = a, persamaan (3.47) dapat ditulis sebagai berikut :

�� = ��cos � ��� = ���sin� (3.48) (3.46)


(16)

dimana Sφ dan Sθφ merupakan fungsi φ saja. Dengan mensubstitusikan persamaan (3.47), akan diperoleh persamaan diferensial biasa untuk penentuan fungsi yaitu sebagai berikut :

���

�� + 2cot ���+

1

sin� ��� = −�� cos �

����

�� + 2cot ���� +

1

sin� �� = −��

dengan menambahkan dan mengurangi persamaan ini, serta dengan mengadakan notasi :

U1 = Sφ + Sθφ U2 = Sφ - Sθφ (3.50) maka akan diperoleh dua buah persamaan diferensial biasa yang masing-masing hanya mengandung satu bilangan yang tidak diketahui, yaitu sebagai berikut :

�U1

�� + �2cot �+

1

sin�� �1 = −�� (1 +cos �)

�U2

�� + �2cot � −

1

sin�� �2 = �� (1− cos �)

dengan menerapkan aturan umum untuk mengintegralkan persamaan diferensial orde satu, akan diperoleh :

�1 = 1 + cos �

sin3 ��1+�� �cos � − 1 3 cos

3���

�2 = 1−cos �

sin3 ��2− �� �cos � − 1 3 cos

3���

dimana C1 dan C2 merupakan konstanta integrasi. Dengan mensubstitusikan persamaan di atas ke dalam persamaan (3.50) dan dengan menggunakan persamaan (3.48) maka akan diperoleh :

�� = sincos �3

�1+ �2

2 +

�1−�2

2 cos �+�� �cos

2� − 1 3 cos

4���

��� = sinsin3�

�1−�2

2 +

�1+ �2

2 cos �+�� �cos � − 1 3 cos 3��� (3.49) (3.51) (3.52) (3.53)


(17)

Untuk menetapkan konstanta-konstanta integrasi C1 dan C2, dilihat sebuah cangkang berbentuk bola dan diambil φ = π/2 dalam persamaan (3.53). Gaya sepanjang garis tengah cangkang tersebut adalah :

�� = �1+ 2�2cos � ��� = �1−2�2sin� (3.54) Karena tekanan pada setiap titik pada bola itu mengarah radial, momen gaya angin terhadap diameter bola dan tegak lurus terhadap bidang θ = 0 adalah nol. Dengan menggunakan fakta ini, serta dengan menerapkan bagian pertama persamaan (3.54) akan diperoleh :

∫ �02� ��2cos ���= �2 �1+ 2�2 ∫ cos

2��= 0 2�

0 (3.55)

yang memberikan :

C1 = −C2 (3.56)

persamaan kedua yang diperlukan didapat dengan menuliskan jumlah komponen semua gaya yang bekerja pada setengah bola menurut arah diameter horizontal bidang θ = 0. Hal ini akan memberikan :

∫ �02� ���sin���= − ∫ ∫ �sin� cos ��

2sinsin� cos ����� 2�

0

�/2 0

�� �1−�2

2 = −��

2 2

3 � (3.57)

dari (3.56) dan (3.57) akan diperoleh : C1 = −

2

3 �� C2 = 2

3 �� (3.58)

dengan mensubstitusikan besaran-besaran ini untuk konstanta-konstanta dalam persamaan (3.53) dan dengan menggunakan bagian ketiga dari persamaan (3.46) akan diperoleh :


(18)

�� = − ��3 cos � cos �sin 3 (2−3cos �+cos 3)

�� = ��3 sincos �3 (2cos � −3 sin

2 � −2 cos4)

��� =− ��3 sinsin3� (2−3cos � + cos 3)

dengan menggunakan persamaan ini maka tegangan angin di titik sembarang pada cangkang dapat langsung dihitung. Jika cangkang ini berbentuk setengah bola, maka tidak terdapat gaya normal yang bekerja sepanjang tepi cangkang itu, karena (Nφ)φ = π/2 = 0. Gaya geser Nθφ sepanjang tepi ternyata tidak nol dan ternyata sama dan berlawanan arah dengan resultan horizontal tekanan angin ini. Besarnya nilai mekasimum gaya ini diperoleh pada ujung diameter yang tegak lurus pada bidang θ = 0, dimana pada titik ini besarnya gaya tersebut sama dengan ± 2��/3.

3.7.Pembebanan

Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Pada umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan perkiraan. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapat diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke elemen lainnya umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan. Jenis beban yang biasa diperhitungkan pada perencanaan struktur bangunan antara lain sebagai berikut :

3.7.1.Beban Mati

Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983), beban mati merupakan berat dari semua bagian dari suatu struktur yang bersifat tetap selama masa layannya, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan


(19)

dari struktur tersebut. Yang termasuk beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua benda yang tetap pada posisinya selama struktur berdiri.Beban mati tetap berada pada struktur dan tidak berubah sesuai dengan sistem struktur dan material yang digunakan.

No Bahan / Komponen Struktur Berat

1 Baja 7850 kg/m3

2 Beton 2200 kg/m3

3 Beton Bertulang 2400 kg/m3

4 Kayu (Kelas 1) 1000 kg/m3

5 Pasir (Kering Udara) 1600 kg/m3

6 Pasir Jenuh Air 1800 kg/m3

7 Spesi dari Semen per cm Tebal 21 kg/m2

8 Dinding Bata ½ Batu 250 kg/m2

9 Dinding Bata 1 Batu 450 kg/m2

10 Penutup Atap Genting 50 kg/m2

11 Penutup Lantai Ubin Semen per cm Tebal 24 kg/m2 Tabel 3.1. Berat Bangunan Berdasarkan SNI 03-1727-1989-F

3.7.2.Beban Hidup

Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983), beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu struktur termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari berat manusia, barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur dan dapat diganti selama masa layan dari struktur


(20)

tersebut sehingga menyebabkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus untuk atap, beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air.

No Komponen Bangunan Berat (Kg/m2)

1 Atap (tanpa difungsikan untuk fungsi struktural lain) 100

2 Lantai dan Tangga Rumah Tinggal 200

3 Lantai Sekolah, Ruang Kuliah, Kantor, Toko, Toserba, Restoran, Hotel, Asrama dan Rumah Sakit

250

4 Balkon yang Menjorok Keluar, Tangga, Bordes 300 5 Lantai Ruang Olahraga, Masjid, Gereja, Bioskop, Pabrik,

Bengkel, Gudang, Perpustakaan

400

6 Lantai Ruang Dansa, Panggung Penonton 500

7 Beban Pekerja 100

Tabel 3.2. Beban Hidup Menurut Kegunaan Berdasarkan SNI 03-1727-1989F

3.7.3.Beban Gempa

Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada struktur yang dipengaruhi oleh gerakan tanah akibat gempa tersebut. (Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983). Dalam hal ini pengaruh gempa pada struktur ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik. Maka dapat disimpulkan beban gempa disini adalah gaya gaya yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa pada struktur tersebut. Penjelasan tentang beban gempa beserta gambar dan grafik akan


(21)

Besarnya Beban Gempa Dasar Nominal horizontal akibat gempa menurut Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung (SNI–1726 – 1998), dinyatakan sebagai berikut :

V = � �

� Wt

dimana :

V = beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana).

Wt = kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertikal yang direduksi. C = spektrum respon nominal gempa rencana, yang besarnya tergantung dari jenis tanah dasar dan waktu getar struktur. Untuk mengetahui nilai C harus diketahui terlebih dahulu jenis tanah tempat struktur berdiri.

I = faktor keutamaan struktur. R = faktor reduksi gempa.

3.7.4.Beban Angin

Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia,1983), beban angin adalah semua beban yang bekerja pada struktur atau bagian struktur yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.

Tekanan angin di Indonesia adalah 80 kg/m2 pada bidang tegak sampai setinggi 20 m. Beban angin yang bekerja terhadap struktur adalah menekan dan menghisap struktur tidak menentu dan sulit diprediksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tekan dan hisap angin terhadap struktur adalah kecepatan angin, kepadatan udara, permukaan bidang dan bentuk dari struktur.


(22)

Beban angin sangat tergantung dari lokasi dan ketinggian dari struktur. Besarnya tekanan tiup harus diambil minimum sebesar 25 kg/m2, kecuali untuk bangunan-bangunan berikut :

• Pinggir laut hingga 5 km dari pantai minimum tekanan tiup = 40 kg/m2.

• Bangunan didaerah yang tekanan tiupnya lebih dari 40 kg/m2, harus diambil sebesar p = - V2/16 (kg/m2). V adalah kecepatan angin dalam m/s.

• Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus ditentukan dengan rumus (42,5 + 0,6h) dengan h adalah tinggi cerobong seluruhnya.

• Koefisien angin yang diambil untuk struktur tertutup dengan sudut pangkal atap dinyatakan dengan β adalah sebagai berikut :

o β < 22° untuk bidang lengkung di pihak angin  Pada seperempat busur pertama – 0.6  Pada seperempat busur kedua – 0.7 o β < 22° untuk bidang lengkung di belakang angin

 Pada seperempat busur pertama – 0.5  Pada seperempat busur kedua – 0.2 o β > 22° untuk bidang lengkung di pihak angin

 Pada seperempat busur pertama – 0.5  Pada seperempat busur kedua – 0.6 o β > 22° untuk bidang lengkung di belakang angin

 Pada seperempat busur pertama – 0.4  Pada seperempat busur kedua – 0.2


(23)

3.8.Sekilas Mengenai Program SAP

Program SAP merupakan salah satu software yang sering digunakan dalam bidang Teknik Sipil, terutama dalam bidang analisa struktur dan elemen hingga (finite element). Pembuat perangkat lunak SAP yaitu Csi (Computer and Sturcture Inc.) yang telah mengembangkan program ini sejak 1970-an dan berasal dari Berkeley, California, USA. Seri program SAP yang digunakan untuk komputer adalah SAP 80, kemudian disusul dengan SAP 90. Namun kedua program tersebut masih menggunakan operasi DOS dan untuk perancangan elemen strukturnya masih menggunakan program tersendiri sehingga dianggap merepotkan pengguna.

Seiring dengan kemajuan teknologi komputer yang begitu melesat, pembuat perangkat lunak SAP tersebut telah mengeluarkan seri program SAP 2000 yang merupakan perangkat lunak untuk analisis dan desain struktur yang menggunakan operasi Windows. Analisis yang dapat dilakukan SAP 2000 ini antara lain meliputi analisis statis dan analisis dinamis serta finite element. Analisis model struktur dapat dilakukan secara 2 dimensi dan 3 dimensi. Selain itu, untuk desain SAP 2000 telah tersedia beberapa menu desain untuk struktur baja maupun struktur beton dan tidak tertutup kemungkinan menggunakan material-material yang lain.

Pada dasarnya SAP 2000 menggunakan Metode Elemen Hingga (FEM) sebagai pendekatan dalam memprediksi perilaku struktural dan juga untuk menyelesaikan masalah struktural yang rumit.

Elemen cangkang biasanya memiliki 6 derajat kebebasan untuk setiap sendi yang terhubung. Ketika elemen ini digunakan sebagai membran murni,


(24)

harus dipastikan bahwa hambatan atau dukungan lainnya diberikan kepada derajat kebebasan untuk penjabaran gaya normal dan rotasi lentur. Ketika unsur ini digunakan sebagai pelat murni, harus dipastikan bahwa hambatan atau dukungan lainnya diberikan kepada derajat kebebasan untuk penjabaran dan rotasi tentang penggunaan normal.

SAP 2000 juga merupakan program yang dapat menghitung analisa struktur dari suatu struktur cangkang, dalam hal ini cangkang yang berbentuk kubah (shell). Dengan demikian yang diperoleh nantinya akan digunakan untuk perencanaan suatu bangunan masjid menggunakan atap dari kubah yang terbuat dari material beton dan baja.


(25)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Struktur pada Kubah dengan Material terbuat dari Beton

Diketahui :

• Panjang radian : 10 m.

• Tinggi cangkang : 10 m

• Tebal cangkang : 8 cm

• Mutu tegangan tekan kubah adalah K-400, maka nilai f’c = 40 * 0.83 = 33.2 Mpa

• Mutu tegangan leleh tulangan adalah fy = 320 Mpa (tulangan utama) dan fy = 200 Mpa (tulangan geser).

• Beban mati (DL) yaitu beban terbagi rata yang berasal dari berat sendiri struktur cangkang tersebut.

• Beban hidup (LL) yaitu beban terpusat yang berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran. Berdasarkan SNI 03-1727-1989F, maka beban hidup diambil sebesar 100 Kg.

10 m

10 m


(26)

• Beban angin (W) diambil tekanan angin minimum sebesar 25 kg/m2 untuk kemudian dikalikan dengan koefisien angin sesuai dengan distribusi beban angin tersebut. Adapun nilai beban angin tersebut adalah :

- β > 22° untuk bidang lengkung di belakang angin :

 Pada seperempat busur pertama – 0.4, maka 25 kg/m2 x – 0.4 = – 10 kg/m2.

 Pada seperempat busur kedua – 0.2, maka 25 kg/m2 x – 0.2 = – 5 kg/m2.

 Pendistribusian beban :

Gambar 4.1. Pendistribusian Beban Angin

• Beban Gempa : o Beban Mati :

 Pelat Atap : (3.14x102) x 0.08 x 24 = 602.88 KN

 Balok : (1x(27x0.3x0.45) + (29x0.3x0.45)) x 24 = 181.44 KN

 Kolom(30x30) : (3x(0.3x0.3x3.5)) x 24 = 22.68 KN

 Kolom(D40) : (49x(3.14x0.42)) x 24 = 590.82 KN

 Spesi : (3.14x102) x 0.02 x 21 = 131.88 KN


(27)

 Dinding Bata : (4x(29+27) x 0.15 x 3.5) x 17 = 1999.2 KN

 DL Total = 3528.9 KN o Beban Hidup :

 LL Atap : 100 kg = 1 KN

 Koefisien Reduksi = 0.5

 LL Total = 1 x 0.5 = 0.5 KN o Beban total (Wt) = 3529.4 KN o Waktu Getar Bangunan :

 Tx = Ty = 0.06 (H)3/4 = 0.06 (7)3/4 = 0.258 o Koefisien Gempa Dasar (C) :

 Berdasarkan grafik respon spektrum gempa rencana (SNI 2002) untuk wilayah Medan terdapat pada wilayah gempa 3, dengan nilai T = 0.258 diperoleh koefisien gempa dasar sebesar 0.75.

o Faktor Keutamaan (I) dan Faktor Daktilitas (R) :

 Untuk gedung umum, diambil I = 1.0 dan R diperoleh = 5.6 o Gaya Geser Horizontal Total Akibat Gempa :

 Arah Memanjang : �

� =

7

29= 0.241 < 3 OK!!!

 Arah Melintang : �

� =

7

27 = 0.259 < 3 OK!!!

dimana Vx = Vy = �� � Wt Vx = Vy = 0.75 x 1

5.6 (3529.4) = 472.688 KN

karena bangunan hanya tediri dari satu tingkat maka: Vx = Vy = Fix = Fiy = 472.688 KN


(28)

¼ Fix = ¼ Fiy = 118.172 KN

Jadi, gaya gempa yang bekerja adalah sebesar 118.172 KN

• Kombinasi beban yang bekerja adalah : - 1.0 DL

- 1.0 DL + 1.0 LL - 1.0 DL + 1.0 W - 1.0 DL + 1.0 E

Analisa struktur pada kubah dilakukan dengan menggunakan program SAP 2000 untuk diperoleh data yang akan digunakan. Adapun hasil analisa struktur beserta data yang diperoleh akan ditampilkan pada halaman lampiran.

4.1.1. Kombinasi Beban Maksimum

- Beban Mati (DL) Normal x – x


(29)

- Beban Hidup (LL)

Gambar 4.3. Bidang Normal x – x Akibat Beban Hidup

- Beban Angin (W)


(30)

- Beban Gempa (E)

Gambar 4.5. Bidang Normal x – x Akibat Beban Gempa

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar bidang normal tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada normal x – x kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.6. Bidang Normal x – x Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(31)

- Beban Mati (DL) Normal y – y

Gambar 4.7. Bidang Normal y – y Akibat Beban Mati

- Beban Hidup (LL)


(32)

- Beban Angin (W)

Gambar 4.9. Bidang Normal y – y Akibat Beban Angin

- Beban Gempa (E)


(33)

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar bidang normal tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada normal y – y kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.11. Bidang Normal y – y Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(34)

- Beban Mati (DL) Momen x – x

Gambar 4.12. Bidang Momen x –x Akibat Beban Mati

- Beban Hidup (LL)


(35)

- Beban Angin (W)

Gambar 4.14. Bidang Momen x – x Akibat Beban Angin

- Beban Gempa (E)


(36)

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar bidang momen tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada momen x – x kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.16. Bidang Momen x – x Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(37)

- Beban Mati (DL) Momen y – y

Gambar 4.17. Bidang Momen y – y Akibat Beban Mati

- Beban Hidup (LL)


(38)

- Beban Angin (W)

Gambar 4.19. Bidang Momen y – y Akibat Beban Angin

- Beban Gempa (E)


(39)

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar bidang momen tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada momen y – y kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.21. Bidang Momen y – y Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(40)

- Beban Mati (DL) Gaya Lintang

Gambar 4.22. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Mati

- Beban Hidup (LL)


(41)

- Beban Angin (W)

Gambar 4.24. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Angin

- Beban Gempa (E)


(42)

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar bidang gaya lintang tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada gaya lintang kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.26. Bidang Gaya Lintang Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(43)

- Beban Mati (DL) Reaksi Perletakan

Gambar 4.27. Reaksi Perletakan Akibat Beban Mati

- Beban Hidup (LL)


(44)

- Beban Angin (W)

Gambar 4.29. Reaksi Perletakan Akibat Beban Angin

- Beban Gempa (E)


(45)

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar reaksi perletakan tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada reaksi perletakan kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.31. Reaksi Perletakan Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(46)

4.1.2.Penulangan Arah x – x Pada Kubah dengan Material Beton

Menurut (Billington, 1972), berdasarkan data yang didapat pada halaman sebelumnya maka contoh perhitungan untuk penulangan pada arah x – x adalah sebagai berikut :

Luas tulangan per meter panjang = Gaya Tarik atau Tekan pada Satu Area Tegangan yang Terjadi

• Dengan nilai gaya normal maksimum 113342.25 N Area 1 – 20 :

• Tegangan yang terjadi = 0.87 x fy = 0.87 x 320 = 278.4 N/mm2.

• Ast = 113342 .25

278.4 = 430.428 mm 2

.

• Digunakan tulangan Ø 10 mm.

• Untuk nilai spasi (jarak), S = ast

Ast x 1000 = 1

4

� x 3.14 x 102

430.428 x 1000 =

192.8178 mm ≈ 190 mm.

• Maka tulangan arah x – x untuk area 1 – 20 dipakai tulangan Ø 10 – 190 mm.

Untuk perhitungan area selanjutnya akan dilampirkan dengan menggunakan tabel dan akan ditampilkan pada halaman lampiran.


(47)

4.1.3.Penulangan Arah y – y Pada Kubah dengan Material Beton

Menurut (Billington, 1972), berdasarkan data yang didapat pada halaman sebelumnya maka contoh perhitungan untuk penulangan pada arah y – y adalah sebagai berikut :

Luas tulangan per meter panjang = Gaya Tarik atau Tekan pada Satu Area Tegangan yang Terjadi

• Dengan nilai gaya normal maksimum 566728.97 N Area 1 – 20 :

• Tegangan yang terjadi = 0.87 x fy = 0.87 x 320 = 278.4 N/mm2.

• Ast = 566728 .97

278.4 = 2152.206 mm 2

.

• Digunakan tulangan Ø 10 mm.

• Untuk nilai spasi (jarak), S = ast

Ast x 1000 = 1

4

� x 3.14 x 102

2152 .206 x 1000 =

38.56235 mm ≈ 35 mm.

• Maka untuk area 1 – 20 dipakai tulangan Ø 10 – 35 mm.

Untuk perhitungan area selanjutnya akan dilampirkan dengan menggunakan tabel dan akan ditampilkan pada halaman lampiran.


(48)

4.2.Analisa Struktur pada Kubah dengan Material terbuat dari Baja

Diketahui :

• Panjang radian : 10 m.

• Tinggi cangkang : 10 m

• Tebal cangkang : 8 cm

• Mutu tegangan leleh kubah baja yang digunakan adalah fy = 400 mpa.

• Beban mati (DL) yaitu beban terbagi rata yang berasal dari berat sendiri struktur cangkang tersebut.

• Beban hidup (LL) yaitu beban terpusat yang berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran. Berdasarkan SNI 03-1727-1989F, maka beban hidup diambil sebesar 100 Kg.

• Beban angin (W) diambil tekanan angin minimum sebesar 25 kg/m2 untuk kemudian dikalikan dengan koefisien angin sesuai dengan distribusi beban angin tersebut. Adapun nilai beban angin tersebut adalah :

- β > 22° untuk bidang lengkung di belakang angin : 10 m

10 m


(49)

 Pada seperempat busur pertama – 0.4, maka 25 kg/m2 x – 0.4 = – 10 kg/m2.

 Pada seperempat busur kedua – 0.2, maka 25 kg/m2 x – 0.2 = – 5 kg/m2.

 Pendistribusian beban :

Gambar 4.32. Pendistribusian Beban Angin

• Beban Gempa : o Beban Mati :

 Berat Gording : 24.2 x 6 x 1 = 145.2 kg

 Berat Penutup Atap : 4.66 x 314 x 1 = 1463.24 kg

 Berat Penggantung Gording = 16.115 x 6 x 1 = 96.69 kg

 DL Total = 1705.13 kg = 17.05 KN o Beban Hidup :

 LL Atap : 100 kg = 1 KN

 Koefisien Reduksi = 0.5

 LL Total = 1 x 0.5 = 0.5 KN o Beban total (Wt) = 18.05 KN


(50)

o Waktu Getar Bangunan :

 Tx = Ty = 0.06 (H)3/4 = 0.06 (7)3/4 = 0.258 o Koefisien Gempa Dasar (C) :

 Berdasarkan grafik respon spektrum gempa rencana (SNI 2002) untuk wilayah Medan terdapat pada wilayah gempa 3, dengan nilai T = 0.258 diperoleh koefisien gempa dasar sebesar 0.75.

o Faktor Keutamaan (I) dan Faktor Daktilitas (R) :

 Untuk gedung umum, diambil I = 1.0 dan R diperoleh = 5.6 o Gaya Geser Horizontal Total Akibat Gempa :

 Arah Memanjang : �

� =

7

29= 0.241 < 3 OK!!!

 Arah Melintang : �

� =

7

27 = 0.259 < 3 OK!!!

dimana Vx = Vy = �� � Wt Vx = Vy = 0.75 x 1

5.6 (18.05) = 2.418 KN = 241.8 kg

Jadi, gaya gempa yang bekerja adalah sebesar 2.418 KN = 241.8 kg

• Kombinasi beban yang bekerja adalah : - 1.0 DL

- 1.0 DL + 1.0 LL - 1.0 DL + 1.0 W - 1.0 DL + 1.0 E


(51)

Analisa struktur pada kubah dilakukan dengan menggunakan program SAP 2000 untuk diperoleh data yang akan digunakan. Adapun hasil analisa struktur beserta data yang diperoleh akan ditampilkan pada halaman lampiran.

4.2.1. Kombinasi Beban Maksimum

- Beban Mati (DL) Normal x – x


(52)

- Beban Hidup (LL)

Gambar 4.34. Bidang Normal x – x Akibat Beban Hidup

- Beban Angin (W)


(53)

- Beban Gempa (E)

Gambar 4.36. Bidang Normal x – x Akibat Beban Gempa

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar bidang normal tersebut untuk kemudian disuperposisii maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada normal x – x kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.37. Bidang Normal x – x Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(54)

- Beban Mati (DL) Normal y – y

Gambar 4.38. Bidang Normal y – y Akibat Beban Mati

- Beban Hidup (LL)


(55)

- Beban Angin (W)

Gambar 4.40. Bidang Normal y – y Akibat Beban Angin

- Beban Gempa (E)


(56)

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar bidang normal tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada normal y – y kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.42. Bidang Normal y – y Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(57)

- Beban Mati (DL) Momen x – x

Gambar 4.43. Bidang Momen x –x Akibat Beban Mati

- Beban Hidup (LL)


(58)

- Beban Angin (W)

Gambar 4.45. Bidang Momen x – x Akibat Beban Angin

- Beban Gempa (E)


(59)

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar bidang momen tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada momen x – x kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.47. Bidang Momen x – x Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(60)

- Beban Mati (DL) Momen y – y

Gambar 4.48. Bidang Momen y – y Akibat Beban Mati

- Beban Hidup (LL)


(61)

- Beban Angin (W)

Gambar 4.50. Bidang Momen y – y Akibat Beban Angin

- Beban Gempa (E)


(62)

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar bidang momen tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada momen y – y kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.52. Bidang Momen y – y Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(63)

- Beban Mati (DL) Gaya Lintang

Gambar 4.53. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Mati

- Beban Hidup (LL)


(64)

- Beban Angin (W)

Gambar 4.55. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Angin

- Beban Gempa (E)


(65)

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar bidang gaya lintang tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada gaya lintang kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.57. Bidang Gaya Lintang Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(66)

- Beban Mati (DL) Reaksi Perletakan

Gambar 4.58. Reaksi Perletakan Akibat Beban Mati

- Beban Hidup (LL)


(67)

- Beban Angin (W)

Gambar 4.60. Reaksi Perletakan Akibat Beban Angin

- Beban Gempa (E)


(68)

- Kesimpulan

Berdasarkan gambar reaksi perletakan tersebut untuk kemudian disuperposisi maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada reaksi perletakan kombinasi yang paling maksimum adalah Kombinasi 4 (Beban Mati (DL) + Beban Gempa (E)).

Gambar 4.62. Reaksi Perletakan Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)


(69)

4.2.2.Perhitungan Baja

Batang atas space frame berfungsi sebagai gording, sehingga dalam analisis struktur batang atas dianalogikan sebagai elemen lentur yang menahan momen lentur dan gaya geser karena batang atas menderita beban merata secara langsung.

Perencanaan Gording

Elemen tarik terutama terletak pada batang diagonal struktur atap dan beberapa bagian batang bawah space frame. Pada batang diagonal pelengkung utama menggunakan profil pipa circular hollow sections. Profil yang digunakan adalah :

Komponen Struktur Tarik

diameter (D) = 190.7 mm luas (F) = 30.87 cm2, panjang tekuk (L) = 2 m berat (G) = 24.2 kg/m

momen inersia (I) = 29.17 cm4 jari-jari girasi (r) = 6.57 cm tebal (t) = 5.0 mm

Persyaratan keamanan batang tarik : Nu ≤ Ø Nn Perencanaan Elemen Tarik

Nu = Gaya aksial tarik = 36103.48 N (dari data SAP) Ø = Faktor Reduksi = 0.9


(70)

Nn = Kapasitas tarik penampang = fy . F

= 400 N/mm2 x 30.87.102 mm2

= 1.23.106 N

Ø Nn = 0.9 x 1.23.106 = 1.113.106 N Nu ≤ Ø Nn

36103.48 N 1.113.106 N …. (OK)

Elemen tekan terjadi pada seluruh batang atas dan bawah struktur lengkung dan pada sebagian batang space frame. Batang diagonal pelengkung lateral menggunakan profil pipa. Profil yang digunakan adalah :

Komponen Struktur Tekan

diameter (D) = 190.7 mm luas (F) = 30.87 cm2,

panjang tekuk (L) = 2.828 m berat (G) = 24.2 kg/m

momen inersia (I) = 29.17 cm4 jari-jari girasi (r) = 6.57 cm tebal (t) = 5.0 mm

Persyaratan keamanan batang tekan : Nu ≤ Ø Nn Perencanaan Elemen Tekan

Nu = Gaya aksial tekan = 40434.62 N (dari data SAP) Nn = Kuat tekan penampang = F . fcr


(71)

Ø = Faktor Reduksi = 0.85

� = �� � =

2.828

6.57 = 0.43

�� = ��0.7 400 = 3.14�0.7 210000 400 = 85.992

�� = = 85.9920.43 = 0.005 karena � < 0.25 maka � = 1 fcr = �� =

400

1 = 400 N/mm

2

Nn = F. fcr = 30.87.102 mm2 x 400 N/mm2 = 1.235.106 N Nu ≤ Ø Nn

40434.62 0.85 x 1.235.106 40434.62 1.05.106 …. (OK)


(72)

4.3.Gambar Kerja

Setelah dilakukan analisa struktur pada kubah baik yang terbuat dari material beton dan material baja dengan menggunakan program dan diperoleh data yang akan digunakan serta diketahui kombinasi beban maksimum yang terjadi untuk kemudian didesain suatu kubah dengan material beton dan baja tersebut, maka selanjutnya akan dibuat gambar kerja suatu struktur sebuah masjid dengan kubah dari material beton dan material baja.

Adapun gambar kerja masjid dengan kubah material beton dan material baja tersebut akan ditampilkan pada halaman lampiran.

4.4.Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Setelah didapat gambar kerja sebuah masjid dengan kubah material beton dan material baja tersebut, maka selanjutnya akan dibuat rencana anggaran biaya (RAB) pada masjid tersebut.

Adapun rencana anggaran biaya (RAB) masjid dengan kubah material beton dan material baja tersebut akan ditampilkan pada halaman lampiran.


(73)

4.5.Kesimpulan

No. MATERIAL BETON MATERIAL BAJA

1 Untuk kombinasi beban

maksimum pada kubah didapat bahwa kombinasi beban pada material beton lebih kecil daripada material baja. Didapat dari superposisi kombinasi beban maksimum di halaman sebelumnya yaitu :

• Normal x – x = -131273.105 N

• Normal y – y = -303992.72 N

• Momen x – x = 6493.848 Nm

• Momen y – y = 6493.848 Nm

• Gaya Lintang = -7482.246 N

• Reaksi Perletakan =

1777974.68 N

Untuk kombinasi beban maksimum pada kubah didapat bahwa kombinasi beban pada material baja lebih maksimum daripada material beton. Didapat dari superposisi kombinasi beban maksimum di halaman sebelumnya yaitu :

• Normal x – x = -143264.611 N

• Normal y – y = -271656.016 N

• Momen x – x = 5972.013 Nm

• Momen y – y = 5972.013 Nm

• Gaya Lintang = -6350.767 Nm

• Reaksi Perletakan =

1933381.85 N 2 Untuk perencanaan atau desain

pada kubah didapat bahwa material beton lebih mudah didesain daripada material baja karena pada material beton adalah merencanakan diameter tulangan dan jarak antar tulangan

Untuk perencanaan atau desain pada kubah didapat bahwa material baja lebih sulit didesain daripada material beton karena pada material baja adalah merencanakan batang atas space frame yang berfungsi sebagai gording dengan


(74)

berdasarkan data yang sudah diperoleh dari analisa struktur

dimensi tertentu untuk kemudian dikontrol berdasarkan normal tarik maupun tekan.

3 Untuk rencana anggaran biaya (RAB) pada masjid setelah disusun berdasarkan harga bahan dan upah yang dilampirkan pada halaman lampiran didapat bahwa material beton lebih ekonomis daripada material baja.

Untuk rencana anggaran biaya (RAB) pada masjid setelah disusun berdasarkan harga bahan dan upah yang dilampirkan pada halaman lampiran didapat bahwa material baja lebih mahal daripada material beton.

SUMMARY

Pada masjid dengan kubah dari material beton dan material baja didapat kesimpulan adalah untuk kombinasi pembebanan yang paling maksimum adalah material baja, untuk perencanaan atau desain yang paling sulit adalah material baja dan untuk RAB yang paling ekonomis adalah material beton.


(75)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis perhitungan pada bab sebelumnya maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Analisis perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SAP 2000 dengan perbandingan kubah material beton dan material baja (space frame).

2. Analisa struktur dilakukan hanya pada kubah saja, dimana pondasi tidak dihitung dan dimensi struktur seperti pelat, balok, kolom dan struktur penunjang lainnya telah ditentukan sebelumnya.

3. Dimensi cangkang yang digunakan adalah panjang radian (R) dan tinggi cangkang (r) = 10 m, tebal cangkang 8 cm, nilai modulus elastisitas baja E = 21000 N/mm2, modulus elastisitas beton E = 4700

√f′c. Mutu tegangan leleh baja fy = 400 Mpa, tegangan tekan beton K-400, tegangan leleh tulangan fy = 320 Mpa (tulangan utama) dan 200 Mpa (tulangan geser).

4. Setelah dianalisa struktur akan didesain sebuah masjid dengan luas bangunan 26 x 26 m2 dan tinggi bangunan 7 m.

5. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah merupakan studi literatur berdasarkan teori-teori struktur cangkang dari buku acuan tertulis.


(76)

a. Untuk material beton digunakan tulangan dengan Ø10 dengan jarak bervariasi berdasarkan area nya.

b. Untuk material baja digunakan space frame dengan dimensi baik struktur tarik dan tekan adalah : D = 190.7 mm, F = 30.87 m2, G = 24.2 kg/m, I = 29.17 cm4, r = 6.57 cm, t = 5 mm.

c. Untuk kombinasi beban maksimum didapat bahwa kubah material baja lebih maksimum daripada material beton.

d. Untuk perencanaan atau desain didapat bahwa kubah material beton lebih mudah didesain daripada material baja.

e. Untuk rencana anggaran biaya (RAB) didapat bahwa kubah material beton lebih ekonomis daripada material baja.

5.2. Saran

Dalam penelitian ini, yang dibandingkan adalah kubah (dome) dengan material beton dan baja dengan menggunakan program. Penulis ingin menyarankan kepada pembaca yang mempunyai niat untuk mengambil tugas akhir yang berhubungan dengan kubah (dome) agar meneliti lebih lanjut tentang kubah dengan material beton pra-tegang, kubah dengan bentuk selain setengah lingkaran ataupun perbandingan dengan program lainnya.


(77)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Cangkang

Menurut (Schodeck, 1998), pengertian cangkang merupakan suatu bentuk struktur berdimensi tiga yang tipis dan kaku serta memiliki permukaan lengkung. Permukaan cangkang dapat memiliki bentuk yang sembarang. Bentuk yang biasanya dari struktur cangkang terbagi tiga, yaitu :

a) Permukaan Rotasional, yaitu bentuk permukaan yang berasal dari kurva yang diputar terhadap satu sumbu. Misalnya, permukaan bola, elips, kerucut dan parabola.

b) Permukaan Translasional, yaitu bentuk permukaan yang dibentuk dengan menggeserkan kurva bidang di atas kurva bidang lainnya. Misalnya, permukaan siilindris dan eliptik paraboloid.

c) Permukaan Ruled, yaitu bentuk permukaan yang dibentuk dengan menggeserkan dua ujung segmen garis pada dua kurva bidang. Misalnya, permukaan koloid dan hiperbolik paraboloid.

Beban-beban yang bekerja pada struktur cangkang diteruskan ke tanah dengan menyebabkan terjadinya tegangan tarik, tekan serta geser pada arah dalam bidang. Struktur cangkang yang bersifat tipis membuat tidak adanya momen tahanan yang berarti. Tipisnya permukaan cangkang lebih tepat dipakai untuk memikul beban terbagi rata pada atap gedung dan tidak sesuai untuk memikul beban terpusat.


(78)

Struktur cangkang yang sangat kuat memikul beban terbagi rata dan tidak sesuai untuk memikul beban terpusat ini dapat kita analogikan dengan sebuah telur. Telur juga merupakan struktur cangkang, misalnya, jika kita menggenggam telur dengan kedua telapak tangan kemudian ditekan dengan sekuat tenaga, telur yang kulitnya begitu tipis tersebut tidak akan pecah. Tetapi jika kita membenturkan benda padat ke salah satu sisi titik telur tersebut, maka dengan begitu mudah telur tersebut akan pecah.

Gambar 2.1. Berbagai Jenis Permukaan Struktur Cangkang Menerus


(79)

Menurut (Schodek, 1998), sebagai akibat dari menahan beban dan terjadinya tegangan pada arah dalam bidang, struktur cangkang yang tipis bisa memiliki bentang yang relatif besar. Perbandingannya bisa saja digunakan tebal cangkang 8 cm untuk permukaan yang memiliki bentang 30 sampai 40 m. Struktur cangkang tersebut memakai material yang relatif baru untuk dikembangkan, misalnya beton bertulang yang didesain untuk membuat struktur cangkang. Bentuk yang menggunakan material pasangan bata yang mempunyai ketebalan lebih besar tidak bisa digolongkan sebagai struktur yang memikul tegangan pada arah dalam bidang karena pada struktur dengan material ini momen lentur sudah mulai dominan.

Bentuk struktur cangkang berdimensi tiga juga bisa dibuat dari batang-batang kaku dan pendek. Struktur ini juga bisa disebut dengan struktur cangkang meskipun tegangannya berada terpusat pada setiap batang berbeda dengan struktur cangkang biasa yang tegangannya menerus. Struktur tersebut pertama diperkenalkan oleh Schwedler pada tahun 1863 dengan desain kubah yang memiliki bentang 48 m. Struktur tersebut dikenal dengan Kubah Schwedler, yang terdiri dari jaring-jaring batang bersendi tak teratur. Struktur baru lainnya menggunakan batang-batang yang diletakkan pada kurva yang dibentuk oleh garis melintang dan membujur pada suatu permukaan putar.

Untuk mengantisipasi kesukaran yang ditimbulkan dari penggunaan batang-batang bersendi tak teratur yang membentuk struktur cangkang seperti Kubah Schwedler itu dapat pula menggunakan batang-batang yang panjangnya sama. Salah satunya adalah Kubah Geodesik.


(80)

Bentuk-bentuk lain yang bukan merupakan permukaan putaran juga bisa diciptakan dengan menggunakan elemen-elemen batang. Beberapa diantaranya adalah atap barrel ber-rib dan atap Lamella yang terbuat dari grid berbentuk miring seperti pelengkung yang membentuk elemen-elemen diskrit. Bentuk tersebut banyak dibuat dengan menggunakan material kayu meskipun dewasa ini dapat juga dengan menggunakan material yang terbuat dari baja ataupun beton bertulang.

Gambar 2.2. Contoh Permukaan Jala Pada Struktur Cangkang


(81)

2.2. Analisis dan Desain Cangkang 2.2.1. Gaya-gaya Meridional

Menurut (Schodek, 1998), tegangan dan gaya-gaya dalam yang terjadi pada struktur cangkang yang dibebani dengan terbagi rata dapat diperoleh dengan memakai persamaan keseimbangan dasar. Jika dianggap pada suatu struktur kubah menerima beban mati yang berasal dari berat sendiri dan lapisan penutupnya, apabila beban mati total disebut W dan gaya dalam per bidang satuan panjang yang terjadi pada permukaan cangkang adalah Nϕ , maka persamaan keseimbangan dalam arah horizontal akan dihasilkan sebagai berikut :

ΣFx = 0 ; W = ( Nϕ sin θ) (2πa) (2.1)

dimana θ adalah sudut yang terjadi pada potongan cangkang dan a adalah jari-jari kelengkungan di titik tersebut. Gaya Nϕ adalah gaya normal tekan yang terjadi pada potongan horizontal yang didefinisikan dengan ϕ. Komponen vertikal dari gaya ini yang dianggap merata pada keliling cangkang adalah Nϕ sin θ. Karena gaya dinyatakan dalam gaya per satuan panjang (kN/m) di sepanjang potongan, maka gaya total adalah keliling potongan (2πa) dikalikan dengan Nϕ sin θ, atau dengan kata lain, panjang total dikalikan dengan gaya per satuan panjang akan didapat gaya total. Gaya ke atas ini harus sama besar dengan gaya ke bawah yakni berat sendiri total struktur cangkang tersebut, sehingga didapat W =(Nϕ sin θ) (2πa). Persamaan tersebut dapat pula dinyatakan dalam jari-jari aktual dengan menggunakan hubungan a = R sin θ, jadi :

W = ( Nϕ sin θ) (2π R sin θ) (2.2) dengan demikian dapat diperoleh :

= �


(82)

Apabila beban total (W) telah diketahui, maka gaya dalam pada cangkang dapat diperoleh secara langsung. Karena gaya-gaya dalam ini dinyatakan dalam gaya per satuan panjang, maka tegangan dalam yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas (kN/mm2) dapat diperoleh dengan membaginya dengan tebal cangkang. Jadi, fϕ = Nϕ t L, dimana L mempunyai satuan panjang dan Nϕ

mempunyai satuan gaya per satuan panjang.

Sedangkan untuk persamaan keseimbangan dalam arah vertikal dengan beban mati total W akan didapat :

− ∫ ��1�2 (2π R sin θ) R dϕ + Nϕ sin θ (2π R sin θ) = 0 (2.4) dimana ϕ1 dan ϕ2 adalah segmen cangkang yang ditinjau. Suku di sebelah kiri adalah beban total W. Untuk ϕ1 = 0, maka :

Nϕ = ��

1+cos �

(2.5)

Persamaan ini pada kenyataannya sama dengan Nϕ = W/2π � sin2�. Kedua persamaan tersebut menunjukkan gaya meridional yang ada pada potongan tersebut.


(83)

2.2.2. Gaya Terpusat

Menurut (Schodek, 1998), mengapa struktur cangkang yang sangat kuat memikul beban terbagi rata dan tidak sesuai untuk memikul beban terpusat dapat dilihat dengan menganalisis gaya-gaya meridional yang terjadi akibat beban tersebut. Persamaan yang telah didapat sebelumnya Nϕ = W/2π� sin2� dimana W adalah beban terbagi rata total yang mempunyai arah ke bawah. Untuk cangkang yang memikul beban terpusat P, persamaan tersebut berubah menjadi Nϕ = P/2π � sin2�. Apabila beban terpusat tersebut bekerja pada θ = 0 (puncak cangkang), maka tegangan tepat di bawah beban tersebut menjadi tak terhingga, karena untuk θ = 0, maka sin θ = 0 dan Nϕ = ∞. Hal tersebut dalam mengakibatkan keruntuhan jika permukaan struktur cangkang tidak dapat memberikan tahanan momen dan beban tersebut benar-benar terpusat. Itulah sebabnya mengapa sebaiknya beban terpusat dihindari pada struktur cangkang.

2.2.3. Kondisi Perletakan

Menurut (Schodek, 1998), seperti yang terjadi pada strukur-struktur lainnya, kondisi perletakan struktur cangkang terutama kubah sangat mempengaruhi perilaku dan desain struktur. Secara ideal, perletakannya tidak boleh menimbulkan momen lentur pada permukaan cangkang. Jadi, kondisi jepit harus dihindari. Salah satu solusi adalah struktur cangkang tersebut mempunyai perletakan sendi diseluruh kelilingnya. Tidak seperti pada struktur pelengkung, adanya gaya melingkar pada cangkang menyebabkan cangkang tersebut mengalami deformasi yang berarah ke luar bidang. Untuk menahan deformasi ini dengan menggunakan hubungan sendi adalah sama saja dengan memberikan gaya


(84)

pada tepi cangkang yang menyebabkan akan terjadi momen lentur pula. Oleh karena itu, perletakan rol lebih disukai. Akan tetapi, perletakan tersebut sulit dibuat pada struktur cangkang. Selain itu, perubahan sudut sedikit saja pada perletakan tersebut dapat menimbulkan momen lentur walaupun masih lebih kecil daripada momen yang ditimbulkan dari penggunaan perletakan sendi atau jepit.

Menurut peninjauan kemudahan konstruksi, momen lentur yang tidak besar biasanya boleh terjadi di tepi cangkang dengan maksud agar kondisi pondasi dan tepi cangkang lebih mudah dilaksanakan. Cangkang dibuat kaku sedemikian rupa secara lokal di sekitar tepi dengan cara menambah ketebalannya dan khusunya diperkuat terhadap momen lentur.

Gambar 2.4. Kondisi Perletakan Cangkang

Tinjauan utama pada desain ini adalah bagaimana menahan gaya horizontal yang terjadi dengan komponen yang mempunyai arah ke dalam dari


(85)

meridional bidang dalam. Untuk itu dapat digunakan sistem penyokong (buttreness). Sistem demikian sudah banyak dipakai pada gedung, khusunya pada struktur kubah pasangan bata sejak zaman dahulu.

Gambar 2.5. Kondisi Perletakan Struktur Cangkang Berbentuk Bola


(86)

Cara lain untuk mengatasi gaya horizontal tersebut adalah dengan menggunakan cincin tarik. Cincin tarik ini berfungsi un tuk menahan dorongan ke luar dari cangkang, jadi cincin ini mengalami tarik. Besar dorongan ke luar ini dalam satuan panjang adalah Nϕ cos θ. Gaya ini lah yang mengakibatkan datangnya gaya tarik sebesat T = (Nϕ sin θ) a, dimana a adalah jari-jari cincin tarik tersebut.

Cincin tarik harus dapat menahan semua dorongan horizontal yang ada. Apabila terletak di atas permukaan tanah maka harus dipakai pondasi menerus yang berfungsi untuk meneruskan komponen gaya vertikal ke tanah. Cara lainnya adalah dengan menumpu cincin tersebut pada elemen-elemen lain, seperti kolom yang hanya dapat menahan gaya vertikal.

Penggunaan cincin tarik, bagaimana pun dapat mengakibatkan terjadinya momen lentur juga pada permukaan cangkang dimana terdapat pertemuan antara cangkang dan cincin. Momen lentur ini disebabkan akibat ketidaksamaan deformasi yang terjadi di antara cangkang dan cincin tersebut. Deformasi melingkar pada cangkang dapat bersifat tekan dimana tepi permukaan cangkang berdeformasi ke arah dalam. Sedangkan deformasi balok cincin berbeda dengan deformasi cangkang. Karena elemen-elemen tersebut harus digabungkan, maka cincin tepi membatasi gerakan bebas permukaan cangkang sehingga timbul momen di tepi cangkang. Momen tersebut kemudian dimatikan dengan cepat pada cangkang sehingga permukaan cangkang secara keseluruhan tidak terpengaruh. Tetapi cangkang secara lokal diperkaku dan diperkuat terhadap lentur.

Permasalahan berbedanya deformasi tersebut menyebabkan struktur cangkang harus direncanakan sedemikian rupa agar dapat mengurangi segala


(87)

akibat dari deformasi tersebut. Salah satu cara yang efektif adalah dengan menggunakan cara pascatarik dalam mengontrol deformasi. Balok cincin tersebut biasanya mengalami tarik. Jadi, dapat diberi haya pascatarik sedemikian rupa sehingga gaya tekan dapat timbul terlebih dahulu pada balok cincin sehingga deformasinya menjadi sama dengan yang terjadi pada tepi cangkang. Gaya dorong ke luar dari cangkang akan mengurangi gaya tekan yang dapat memperbesar gaya tarik pada kabel pascatarik. Apabila besar gaya pascatarik awal dikontrol dengan baik, maka deformasi cincin juga dapat dokontrol sehingga perbedaan dengan cangkang dapat diperkecil. Permukaan cangkang itu sendiri dapat juga diberi gaya pascatarik dalam arah melingkar untuk mengontrol deformasi dan gaya pada cangkang.

Gambar 2.6. Gangguan Tepi Pada Struktur Cangkang


(88)

2.2.4. Tinjauan-tinjauan Lain

Banyak faktor lain yang harus ditinjau dalam mendesain suatu struktur cangkang. Menurut (Schodek, 1998), salah satu faktor nya adalah keharusan menjamin bahwa cangkang tersebut tidak akan mengalami tekuk. Apabila kelengkungan permukaan cangkang relatif datar, maka dapat terjadi tekuk snap-through atau tekuk lokal. Seperti yang terjadi pada kolom panjang, ketidakstabilan dapat terjadi pada taraf tegangan rendah. Hal ini dapat dihindari dengan memakai permukaan yang mempunyai lengkung tajam. Penggunaan lengkung tajam ini tentu saja mengakibatkan tidak dapat menggunakan cangkang berprofil rendah dan berbentang panjang. Masalah ini juga terjadi pada cangkang yang terbuat dari elemen-elemen linear kaku seperti kubah geodesik.

Gambar 2.7. Tekuk Pada Struktur Cangkang Tipis

Masalah lain yang perlu diperhatikan Menurut (Schodek, 1998), adalah cangkang harus mampu menahan beban-beban yang berarah tidak vertikal.


(89)

Biasanya beban angin bukan merupakan masalah yang besar dalam desain struktur cangkang. Beban gempa, yang juga berarah lateral dapat menimbulkan masalah serius dalam desain. Apabila terjadi beban tersebut, maka sebaiknya harus didesain dengan sangat berhati-hati.

Gambar 2.8. Trajektori Tegangan Pada Cangkang Kubah Akibat Beban Angin

2.3. Struktur Membran

Menurut (Schodek, 1998), cara yang tepat untuk mempelajari perilaku permukaan cangkang adalah dengan melihatnya sebagai analogi dari membran, yaitu elemen permukaan yang sedemikian tipisnya sehingga muncul gaya tarik pada permukaannya. Gelembung sabun atau lembaran tipis dari karet adalah contoh-contoh dari membran. Membran yang memikul beban tegak lurus dari permukaannya akan berdeformasi secara tiga dimensi serta diikuti dengan terjadinya gaya tarik pada permukaan membran. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya dua kumpulan gaya dalam pada permukaan membran yang mempunyai arah saling tegak lurus serta yang paling penting adalah adanya


(90)

tegangan geser tangensial pada permukaan membran yang juga memiliki fungsi sebagai pemikul beban.

Membran itu sendiri menurut (Schodek, 1998), adalah struktur permukaan fleksibel tipis yang memikul beban dengan mengalami yang paling utama adalah tegangan tarik. Struktur membran cenderung dapat menyesuaikan diri dengan cara struktur tersebut dibebani. Selain itu, struktur ini juga sangat peka terhadap efek aerodinamika dari angin. Efek tersebut dapat menyebabkan terjadinya getaran (fluttering). Oleh karena itu, membran yang digunakan pada gedung harus distabilkan dengan cara tertentu sehingga bentuknya dapat dipertahankan pada saat memikul berbagai kondisi pembebanan.

Ada beberapa cara dasar untuk menstabilkan membran. Rangka penumpu dalam yang kaku, misalnya dapat digunakan. Selain itu, yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan prategang pada permukaan membran. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan memberikan gaya luar yang menarik membran atau dengan menggunakan tekanan dalam jika membrannya mempunyai volume tertutup.

Salah satu contoh pemberian prategang adalah struktur tenda. Akan tetapi, ada tenda yang tidak mempunyai permukaan yang benar-benar ditarik sehingga dapat bergerak apabila dibebani. Meskipun dapat memikul beban angin normal, banyak permukaan tenda yang dapat bergetar sebagai akibat dari efek beban angin yang terlalu kencang. Oleh karena itu, tenda lebih banyak digunakan sebagai struktur sementara, bukan sebagai struktur permanen. Akan tetapi, pemberian gaya prategang pada membran dapat juga dilakukan dengan memberikan gaya jacking yang cukup untuk tetap menegangkan membran pada


(91)

berbagai kondisi pembebanan yang mungkin terjadi. Biasanya membran tersebut diberi tegangan dalam arah tegak lurus di seluruh permukaannya.

Menstabilkan membran dengan menggunakan tegangan dalam dapat dilakukan jika membran mempunyai volume tertutup. Struktur membran tersebut sering dinamakan struktur pneumatis. Meskipun struktur pneumatis masih bisa dibilang baru untuk digunakan, pengetahuan tentang pneumatis ini sudah lama diketahui. Seperti contoh kulit air, salah satu jenis struktur pneumatis yang sudah lama digunakan oleh manusia.

Penggunaan struktur pneumatis pada gedung masih relatif baru. Seorang ahli dari Inggris yang bernama William Lanchester yang menerapkan prinsip balon ke dalam bangunan rumah sakit pada tahun 1917. Pada tahun 1922 dibangun pula Oasis Theater di Paris yang menggunakan struktur atap berlubang pneumatis. Banyak penelitian mengenai pneumatis yang dilakukan pada masa Perang Dunia II karena adanya nilai militer pada struktur pneumatis. Penggunaan struktur yang ditumpu udara (air supported structures) dimulai pada tahun 1946, yaitu pada bangunan radomes yang didalamnya terdapat antenna radar yang sangat besar. Dewasa ini, struktur pneumatis sudah menjadi hal yang umum pada pembangunan gedung.

2.4. Deformasi Dinding Struktur Cangkang Tanpa Lenturan

Menurut (Timoshenko, 1992), untuk membahas tentang deformasi dan tegangan dalam pada struktur cangkang, anggap ketebalan cangkang adalah h, dimana besarnya selalu dianggap kecil bila dibandingkan dengan besaran lain dari cangkang dan jari-jari kelengkungannya. Permukaan yang membagi ketebalan


(92)

pelat sama besar disebut permukaan tengah (middle surface). Dengan merincikan bentuk permukaan tengah dan ketebalan pada setiap titik, maka suatu cangkang ditentukan sepenuhnya secara geometris.

Untuk menganalisis gaya-gaya dalam pada struktur cangkang, bagi suatu elemen yang kecilnya tak terhingga dari cangkang itu yang dibentuk oleh dua pasang bidang yang berdekatan dan tegak lurus terhadap permukaan tengah dari cangkang tersebut, dan memiliki kelengkungan utamanya (Gambar 2.9. (a)). Ambil sumbu-sumbu koordinat x dan y yang menyinggung garis kelengkungan utama pada titik O dan sumbu z yang tegak lurus pada permukaan tengah, seperti pada gambar. Jari-jari utama kelengkungan yang terletak pada bidang xz dan yz ditandai masing-masing oleh rx dan ry. Tegangan yang bekerja pada permukaan bidang elemen itu diuraikan dalam arah sumbu-sumbu koordinat dan komponen tegangan ditunjukkan oleh simbol σx, σy, τxy = τyx, τxz. Dengan notasi ini, gaya resultan per satuan panjang penampang melintang normal seperti pada Gambar 2.9. (b) adalah :

�� = ∫+ ℎ/2/2�� �1 − � �� �� = ∫ �� �1 − � ��� + ℎ/2

−ℎ/2 �� (2.6) ��� = ∫+ ℎ/2/2��� �1 − � �� ��� = ∫ ��� �1 −

� ��� + ℎ/2

−ℎ/2 ��(2.7)

�� = ∫ ��� �1 −

�� + ℎ/2

− ℎ/2 �� �� = ∫ ��� �1 − � ��� + ℎ/2

− ℎ/2 �� (2.8)

Besaran z/rx dan z/ry yang kecil tampak pada persamaan (2.6), (2.7), (2.8), karena sisi-sisi lateral elemen yang diperlihatkan pada Gambar 2.9. (a) memiliki bentuk trapesium yang disebabkan oleh kelengkungan cangkang. Hal ini menyebabkan tidak samanya gaya geser Nxy dan Nyx satu dengan lainnya, meskipun disini masih berlaku bahwa τ = τ . Selanjutnya diasumsikan bahwa


(93)

ketebalan h adalah sangat kecil dibandingkan dengan jari-jari rx, ry dan mengabaikan suku-suku z/rx danz/ry pada persamaan-persamaan (2.6), (2.7), (2.8). Kemudian Nxy = Nyx dan resultan gaya geser dinyatakan oleh persamaan yang sama seperti pada pelat.

Gambar 2.9. Elemen yang Dibentuk Oleh Dua Bidang, Gaya Resultan Per Satuan Panjang Penampang

Momen lentur dan puntir per satuan panjang penampang normal menurut (Timoshenko, 1992) dituliskan dengan persamaan berikut ini :

�� = ∫+ ℎ/2/2 ��� �1− �

��� �� �� = ∫ ��� + ℎ/2

−ℎ/2 �1− �

��� �� (2.9)

�� = − ∫+ /2/2���� �1−

�� �� ��� = ∫ ���� + ℎ/2

−ℎ/2 �1− �

��� �� (2.10)

dimana penentuan arah momennya mengikuti penentuan arah momen pada struktur pelat. Jika mengabaikan sekali lagi besaran z/rx dan z/ry yang kecil yang disebabkan oleh kelengkungan cangkang, dan untuk momennya digunakan persamaan yang sama dengan persamaan yang digunakan pada pelat.


(1)

Gambar 4.5. Bidang Normal x – x Akibat Beban Gempa ………..…64

Gambar 4.6. Bidang Normal x – x Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)……….64

Gambar 4.7. Bidang Normal y – y Akibat Beban Mati..……….65

Gambar 4.8. Bidang Normal y – y Akibat Beban Hidup………....65

Gambar 4.9. Bidang Normal y – y Akibat Beban Angin ………...66

Gambar 4.10. Bidang Normal y – y Akibat Beban Gempa ………66

Gambar 4.11. Bidang Normal y – y Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)………...67

Gambar 4.12. Bidang Momen x – x Akibat Beban Mati………68

Gambar 4.13. Bidang Momen x – x Akibat Beban Hidup ……….68

Gambar 4.14. Bidang Momen x – x Akibat Beban Angin………..69

Gambar 4.15. Bidang Momen x – x Akibat Beban Gempa…...……….69

Gambar 4.16. Bidang Momen x – x Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)………...70

Gambar 4.17. Bidang Momen y – y Akibat Beban Mati………71

Gambar 4.18. Bidang Momen y – y Akibat Beban Hidup……….71

Gambar 4.19. Bidang Momen y – y Akibat Beban Angin………..72

Gambar 4.20. Bidang Momen y – y Akibat Beban Gempa………72

Gambar 4.21. Bidang Momen y – y Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)………...73

Gambar 4.22. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Mati………74

Gambar 4.23. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Hidup……….74

Gambar 4.24. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Angin……….75

Gambar 4.25. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Gempa………75

Gambar 4.26. Bidang Gaya Lintang Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)………...76

Gambar 4.27. Reaksi Perletakan Akibat Beban Mati……….77

Gambar 4.28. Reaksi Perletakan Akibat Beban Hidup………...77

Gambar 4.29. Reaksi Perletakan Akibat Beban Angin………...78


(2)

Gambar 4.31. Reaksi Perletakan Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati

dan Beban Gempa)………...79

Gambar 4.32. Pendistribusian Beban Angin………...83

Gambar 4.33. Bidang Normal x – x Akibat Beban Mati ………...…...85

Gambar 4.34. Bidang Normal x – x Akibat Beban Hidup ………...86

Gambar 4.35. Bidang Normal x – x Akibat Beban Angin…. ………...86

Gambar 4.36. Bidang Normal x – x Akibat Beban Gempa ………..…..87

Gambar 4.37. Bidang Normal x – x Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)……….87

Gambar 4.38. Bidang Normal y – y Akibat Beban Mati..………...88

Gambar 4.39. Bidang Normal y – y Akibat Beban Hidup………...88

Gambar 4.40. Bidang Normal y – y Akibat Beban Angin ………...89

Gambar 4.41. Bidang Normal y – y Akibat Beban Gempa ………89

Gambar 4.42. Bidang Normal y – y Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)………...90

Gambar 4.43. Bidang Momen x – x Akibat Beban Mati………91

Gambar 4.44. Bidang Momen x – x Akibat Beban Hidup ……….91

Gambar 4.45. Bidang Momen x – x Akibat Beban Angin………..92

Gambar 4.46. Bidang Momen x – x Akibat Beban Gempa…...……….92

Gambar 4.47. Bidang Momen x – x Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)………...93

Gambar 4.48. Bidang Momen y – y Akibat Beban Mati………94

Gambar 4.49. Bidang Momen y – y Akibat Beban Hidup……….94

Gambar 4.50. Bidang Momen y – y Akibat Beban Angin………..95

Gambar 4.51. Bidang Momen y – y Akibat Beban Gempa………95

Gambar 4.52. Bidang Momen y – y Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)………...96

Gambar 4.53. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Mati………97

Gambar 4.54. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Hidup……….97

Gambar 4.55. Bidang Gaya Lintang Akibat Beban Angin……….98


(3)

Gambar 4.57. Bidang Gaya Lintang Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati

dan Beban Gempa)………...99

Gambar 4.58. Reaksi Perletakan Akibat Beban Mati………...100

Gambar 4.59. Reaksi Perletakan Akibat Beban Hidup……….100

Gambar 4.60. Reaksi Perletakan Akibat Beban Angin……….101

Gambar 4.61. Reaksi Perletakan Akibat Beban Gempa………...101

Gambar 4.62. Reaksi Perletakan Maksimum (Akibat Kombinasi Beban Mati dan Beban Gempa)……….102


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Berat Bangunan Berdasarkan SNI 03-1727-1989F ………...………53 Tabel 3.2. Beban Hidup Menurut Kegunaan Berdasarkan SNI 03-1727-1989F………...54 Tabel 4.1. Kesimpulan………...…….107


(5)

DAFTAR NOTASI

Nx, Ny Gaya-gaya normal per panjang satuan dari potongan pelat yang tegak

lurus terhadap arah-arah x dan y

Nxy Gaya geser dalam arah sumbu y per panjang satuan dari potongan pelat

yang tegak lurus sumbu x

Nyx Gaya geser dalam arah sumbu x per panjang satuan dari potongan pelat

yang tegak lurus sumbu y

Qx, Qy Gaya-gaya geser yang sejajar dengan sumbu z per panjang satuan dari

potongan pelat yang tegak lurus sumbu-sumbu x dan y

h Tebal pelat atau cangkang

σx, σy, σz Komponen-komponen tegak lurus dari tegangan yang sejajar dengan sumbu-sumbu x, y, z

τxy, τyx, τxz, τyz Komponen-komponen tegangan geser dalam koordinat persegi panjang

x, y, z Koordinat persegi panjang

r, θ Koordinat kutub

rx, ry Jari-jari kelengkungan permukaan tengah sebuah pelat pada bidang xz

dan yz

Mx, My Momen-momen lentur per panjang satuan dari potongan pelat yang tegak

lurus terhadap sumbu x dan y

Mxy Momen puntir per panjang satuan dari potongan pelat yang tegak lurus

sumbu x

Myx Momen puntir per panjang satuan dari potongan pelat yang tegak lurus

sumbu y

Kb Matriks kekakuan momen (bending)

Km Matriks kekakuan membran

db Perpindahan nodal akibat momen (bending)

dm Perpindahan nodal akibat membran

Fb Gaya pada titik nodal akibat momen (bending)

Fm Gaya pada titik nodal akibat membran

E Modulus elastisitas

R Panjang radian

r Tinggi struktur

f’c Mutu tegangan tekan beton


(6)

� Perpanjangan satuan

��,��,�� Perpanjangan-perpanjangan satuan dalam arah-arah x, y, z

Xx, Xy Perubahan kelengkungan

ν Rasio Poisson

D Ketegaran lentur dari pelat atau cangkang

G Modulus geser

γ Regangan geser

X, Y, Z Komponen-komponen intensitas beban luar pada cangkang,

masing-masing tegak lurus terhadap sumbu-sumbu x, y, z

r1, r2 Jari-jari kelengkungan cangkang berbentuk permukaan yang diputar pada

bidang meridian dan pada bidang datar yang tegak lurus garis meridian

, , Nφθ Gaya-gaya selaput tipis (membran) per panjang satuan dari potongan

tegak lurus utama dari cangkang

q Intensitas beban terbagi rata

P Beban terpusat

p Tekanan

a Jari-jari

V Beban gempa dasar nominal

Wt Kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertikal yang direduksi

C Spektrum respon nominal gempa rencana

I Faktor keutamaan struktur

R Faktor reduksi gempa

β Sudut pangkal atap

Ast Luas tulangan per meter panjang