Analisis Tingkat Inflasi dan Tingkat Pengangguran di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Hubungan antara inflasi dan pengangguran mulai menarik perhatian para

ekonom pada akhir tahun 1950an, ketika A W Phillips dalam tulisannya dengan judul
The Relationship Between Unemployment and The Rate of Change of Money Wage
Rate in the United Kingdom yang dimuat pada jurnal Economica, menunjukkan
adanya hubungan negatif antara kenaikan tingkat upah dengan tingkat pengangguran
(yang kemudian dikenal dengan nama kurva Phillips). Penelitian Phillips yang
menggunakan data laju perubahan upah dan pengangguran di Inggris selama tahun
1861-1913, menunjukkan bahwa jika terjadi inflasi yang tercermin dari kenaikan
tingkat

upah

yang

tinggi


akan

dapat

menyebabkan

menurunnya

tingkat

pengangguran. Sebaliknya, tingkat pengangguran yang tinggi akan disertai dengan
menurunnya tingkat upah (upah menjadi rendah).
Penelitian yang sama kemudian dilanjutkan dengan menggunakan data
periode tahun 1948-1957 yang juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian
sebelumnya. Setelah itu penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan tingkat

Universitas Sumatera Utara

pengangguran semakin banyak dilakukan dan hasilnya menunjukkan adanya trade off

antara tingkat inflasi dengan pengangguran, yang mempunyai implikasi bahwa jika
laju inflasi ditekan menjadi lebih rendah maka tingkat pengangguran cenderung
semakin tinggi, dan sebaliknya.
Keadaan ini berarti penciptaan kesempatan kerja dan kestabilan harga tidak
dapat terjadi bersama-sama. Kalau pemerintah menghendaki kestabilan harga, maka
harus mau menanggung beban tingkat pengangguran yang tinggi. Demikian pula
sebaliknya, jika pemerintah mau menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas,
maka konsekuensinya angka inflasi akan cenderung lebih tinggi. Kedua pilihan
tersebut tentu saja sama-sama sulit untuk dilakukan. Padahal tingkat inflasi yang
rendah bersama-sama dengan tingkat pengangguran yang juga rendah, disamping
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh
setiap negara, dan selalu menjadi prioritas dalam pembangunan ekonomi.
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat
banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat
Indonesia pantas disebut sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam maupun
sumber daya manusianya. Hal ini seharusnya dapat memberikan keuntungan untuk
perekonomian di Indonesia. Namun faktanya sekarang, banyak warga Indonesia yang
tidak memiliki pekerjaan atau dengan kata lain menjadi pengangguran.

Universitas Sumatera Utara


Pertumbuhan penduduk yang lebih besar berakibat pada jumlah penduduk
yang besar yang akan meningkatkan luasnya pasar domestik. Misalnya, permintaan
akan kebutuhan papan, pangan, dan sandang di masyarakat. Disisi lain, jumlah
penduduk yang besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja yang semakin
besar pula. Hal ini berarti semakin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan
atau menganggur.Dengan keadaan seperti ini, mewujudkan pembangunan ekonomi
merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk mengatasi masalah
pengangguran, menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan perkapita
penduduk

dan

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat.Salah

satu


tujuan

pembangunan nasional adalah penyediaan lapangan kerja untuk mengejar
pertumbuhan angkatan kerja terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang
peningkatan jumlah angkatan kerjanya tidak disertai dengan tersedianya lapangan
pekerjaan yang cukup.Hal ini menimbulkan tingkat pengangguran yang cukup tinggi.
Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997
membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Padahal masalah
pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan
ekonomi ada, otomatis penyarapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan 1 %,
tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi
setiap tahunnya hanya mampu menyerap tenaga kerja lebih kecil dari jumlah pencari
kerja maka akan menyebabkan adanya sisa pencari kerja yang tidak memperoleh

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran di indonesia bertambah setiap
tahunnya.
Pengangguran adalah kegiatan seseorang yang sedang tidak bekerja dan pada

saat survei orang tersebut sedang mencari pekerjaan seperti mereka yang belum
pernah bekerja dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan, mereka yang
sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan bekerja dan
sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan. Pengangguran umumnya disebabkan
karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah
lapangan kerja yang ada. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan
masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan
masalah-masalah sosial lainnya.
Pengangguran merupakan masalah makro ekonomi yang mempengaruhi
manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat.Bagi kebanyakan orang,
kehilangan

pekerjaan

berarti

menurunkan

standar kehidupan


dan

tekanan

psikologis.Masalah Pengangguran dalam hal ini adalah keadaan terkendalanya
pemenuhan hak atas kesejahteraan dan hak atas pekerjaan.Tingginya angka
pengangguran dapat membawa bangsa berada pada kehancuran yang sulit
dihindarkan. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan
jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.

Universitas Sumatera Utara

Secara ekonomi makro, pengangguran menjadi permasalahan pokok baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.Pengangguran dapat terjadi sebagai
akibat dari tingginya tingkat perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan
adanya lapangan pekerjaan yang cukup luas serta penyerapan tenaga kerja yang
cenderung kecil persentasenya, hal ini disebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan
penciptaan lapangan kerja untuk menampung tenaga kerja yang siap bekerja. Atau
dengan kata lain, di dalam pasar tenaga kerja jumlah penawaran akan tenaga kerja

yang ada lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah permintaan tenaga kerja.
Pengangguran ini merupakan masalah yang selalu menjadi persoalan di
Sumatera utara yang sulit untuk dipecahkan. Hal ini mengingat jumlah kepadatan
penduduk di Sumatera utara

yang terus bertambah dan tidak diiringi dengan

tingginya permintaan akan tenaga kerja dan kurangnya jumlah lapangan pekerjaan
yang ada. Jumlah penduduk yang besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja
yang semakin besar pula.Hal ini berarti semakin besar pula jumlah orang yang
mencari pekerjaan atau menganggur.
Inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu
perekonomian. Semua negara di dunia selalu menghadapi permasalahan inflasi ini.
Oleh karena itu, tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu
ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara.
Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara
2-4 persen per tahun. Dengan persentase sebesar itu, dapat dikatakan inflasi yang

Universitas Sumatera Utara


rendah sedangkan tingkat inflasi yang tinggi berkisar lebih dari 30 persen . Namun
ada juga negara yang menghadapi tingkat inflasi yang sangat tinggi,yang disebut
dengan hiper inflasi (hyper inflation). Jika suatu negara mengalami hiper inflasi bisa
dipastikan jumlah pengangguran di negara tersebut akan bertambah secara drastis.
Karena dengan kenaikan harga-harga di semua sektor, maka perusahaan-perusahaan
akan mengambil kebijakan mengurangi biaya untuk memproduksi barang atau jasa
dengan cara mengurangi pegawai atau tenaga kerja. Akibatnya, angka pengangguran
yang tinggi tidak dapat dihindari dan dapat membuat perekonomian negara tersebut
mengalami kemunduran.
Pada tahun 1990-an, Pemerintahan Soeharto juga sebenarnya telah mampu
menjaga tingkat inflasi dengan rata-rata di bawah 10%. Hanya saja ketika memasuki
masa krisis moneter Indonesia dan Asia 1997 Inflasi kembali meningkat menjadi
11,10% dan kemudian melompat menjadi 77,63% pada tahun 1998, di mana saat itu
nilai tukar rupiah juga anjlok dari Rp 2.909,- per dolar AS (1997) menjadi Rp
10.014,- per dolar AS (1998). Setelah itu Pemerintahan Habibie melakukan kebijakan
moneter yang sangat ketat dan menghasilkan tingkat inflasi yang (paling) rendah
yang pernah dicapai yaitu sebesar 2,01% pada tahun 1999.
Selanjutnya pada tahun 2000 hingga 2006 Inflasi terus terjadi dengan nilai
yang terbilang tinggi, yaitu dengan rata-rata mencapai 10%. Inflasi tahun 2005
dengan nilai sebesar 17,11% adalah inflasi tertinggi pasca krisis moneter Indonesia

(1997/1998), tekanan akan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM)

Universitas Sumatera Utara

diperkirakan menjadi faktor utama tingginya inflasi tahun 2005. Tingginya harga
minyak

di

pasar

internasional

menyebakan

Pemerintah

berusaha

untuk


menghapuskan subsidi BBM. Hal tersebut sangat mempengaruhi kondisi makro
ekonomi Indonesia mengingat konsumsi BBM mencapai 47.4 % (tahun 2000) dari
total konsumsi energi Indonesia.
Inflasi bergerak pada angka yang sangat mendekati yaitu 6,60% (2006) dan
6,59% (2007). Bila saja inflasi yang terjadi pada tahun 2005 dapat diabaikan dengan
alasan bahwa BBM sebagai faktor utama yang mempengaruhi inflasi tahun 2005
berada diluar kendali Pemerintah, maka tingkat inflasi dalam 2000-2006 tahun
terakhir dapat dikatakan cukup terkendali.
Pemerintah (pasca reformasi) sepertinya telah berusaha keras menjaga tingkat
inflasi, namun berbagai tekanan dari dalam dan luar negeri pasca reformasi (1997)
masih sangat tinggi mempengaruhi pergerakan perekonomian Indonesia. Inflasi yang
terjadi di Indonesia masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat inflasi
Malaysia dan Thailand yang berkisar 2%, bahkan Singapura yang berada di bawah
1%. Bila sektor-sektor riil dalam negeri tidak dibangkitkan maka upaya di sektor
moneter menjaga kestabilan makro ekonomi dalam jangka panjang hanya akan
menjadi hal yang sia-sia.
Terjadi inflasi sebesar 3,35 persen sepanjang 2015, dari Januari hingga
Desember.Sementara


secara year-on-year dibandingkan

dengan

2014,

inflasi

Universitas Sumatera Utara

desember 2015 tumbuh juga sebesar 3,35 persen.Bila dibedah lebih dalam, untuk
komponen inti inflasi yang terjadi adalah sebesar 3,95 persen baik untuk 2015
maupun secara year-on-year antara Desember 2015 dan 2014.Inflasi komponen inti
adalah komponen inflasi yang cenderung menetap atau di dalam pergerakan inflasi
dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, yaitu:

1. Interaksi permintaan-penawaran
2. Lingkungan eksternal: Nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra
dagang
3. Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen

Sementara lebih spesifik pada Desember 2015, terjadi inflasi sebesar 0,96
persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 122,99. Dari 82 kota yang
IHK-nya diukur, seluruhnya mengalami inflasi.Inflasi tertinggi terjadi di Merauke
yaitu 2,87 persen dengan IHK 131,04 dan terendah terjadi di Cirebon yaitu 0,27
persen dengan IHK 118,94.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, empat kota indeks
harga konsumen (IHK) mengalami inflasi dengan rincian Sibolga 2,57 persen, Siantar
0,77persen, Medan 2,18

persen

dan

Padangsidimpuan

1,07

persen,”

Kepala BPS Sumut Wien Kusdiatmono, Jumat(1/4/2016).

Universitas Sumatera Utara

Namun dari sisi andil, Medan merupakan kota penyumbang inflasi tertinggi
selama Januari– Maret 2016. Sebab, andil Medan terhadap inflasi mencapai 82%.
Karena itu jika harga bahan kebutuhan pokok naik di kota ini, akan membuat inflasi
tinggi.Dengan besaran inflasi pada periode ini, maka secara year on year (yoy) angka
inflasi di Sumut sebesar 7,16% yang juga jauh lebih tinggi dari nasional yang hanya
4,45%.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menetapkan aturan membatasi
penjualan ke luar daerah. Sebab, banyak produk pertanian Sumut dijual ke daerah lain
padahal kebutuhan di sini juga tidak mencukupi.
Jumlah penduduk yang terus berkembang pesat menunjukan bahwafenomena
pengangguran sudah menjadi hal yang biasa tetapi menjadi masalahbagi
perekonomian suatu negara. Untuk tahun 2010, tercatat bahwa sekitar 143.366 orang
jumlah pengangguran di Kota Medan dengan tingkat kemiskinan8.58%.
Selama kurun waktu 2006–2010, tingkat pengangguran terbuka di kota Medan
mengalami sedikit penurunan, yakni dari 15.01% pada tahun 2006 menjadi13.11% di
tahun 2010. Hal ini memberikan gambaran bahwa dari 100 orang yangtermasuk
angkatan kerja pada tahun 2010 masih terdapat sekitar lebih kurang 15orang yang
menganggur.

Angka pengangguran ini relative tinggi dan hal lain masih perlu

menjadi perhatian baik yang berkaitan langsung dengan upaya setiap orang untuk

Universitas Sumatera Utara

memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga dapat hidup layak dan tidak menjadi beban
sosial maupun muntuk mendorong mereka supaya dapat aktif secara ekonomi.
Jumlah angkatan kerja yang tinggi dan tidak sebanding dengan kesempatan kerja
yang tersedia menyebabkan tidak tertampunya seluruh angkatan kerja yang ada.
Untuk itu, kebijakan anggaran

pada masa yang akan datang seharusnya lebih

menitikberatkan dan meningkatkan anggaran di bidang ekonomi dan investasi di
samping bidang-bidang yang lainnya.
Melalui uraian diatas, dengan berbagai permasalahan berkaitan dengan
pengangguran, serta fenomena ekonomi yang terjadi didalamnya. Penulis tertarik dan
ingin melihat sejauh mana hubungan pengangguran dengan inflasi. Oleh karena itu,
penelitian ini mengambil judul “Analisis Tingkat Inflasi dan Tingkat Pengangguran
di Kota Medan”.
1.2

Rumusan Masalah
1) Bagaimana tingkat Inflasi dikota medan?
2) Bagaimana tingkat Pengangguran dikota medan?
3) Bagaimana hubungan Inflasi dan Pengangguran dikota Medan?

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat inflasi, tingkat

pengangguran dan bagaimana hubungan tingkat inflasi dan pengangguran dikota
medan.

Universitas Sumatera Utara

1.4

Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membacanya maupun yang secara langsung terkait didalamnya. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah:
1) Untuk Pengambilan Kebijakan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
pemerintah provinsi dalam menentukan kebijakan.
2) Untuk Masyarakat
Memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak yang terkait dan
berkepentingan, serta hasil dari penelitian ini sebagai referensi atau acuan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
3) Untuk Peneliti
Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam menerapkan teori yang
telah diperoleh sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara