Analisis Tingkat Pengangguran di Kota Medan

(1)

SKRIPSI

ANALISIS TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA

MEDAN

OLEH

RANI HAYATI

090501022

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF UNEMPLOYMENT RATE IN MEDAN CITY

The purpose of this study was to determine the development of the unemployment rate in the city of Medan and analyze how the relationship between unemployment and inflation, unemployment and economic growth, unemployment and population, and the level of unemployment and poverty. The data used in this study is a secondary data obtained from the Central Bureau of Statistics. Regression method used in this study is the method of Granger Causality Test with the program E-Views 5.1 using time series data (time series) from the years 2000-2010.

Cointegrasi Test results showed that the variables of unemployment and population as well as unemployment and poverty variables indicates a long-term relationship between the variables, but for the variables of unemployment and inflation and unemployment variables and economic growth does not show any long-term relationship.

Granger Causality Test results showed that the variables of unemployment and inflation, unemployment and economic growth, and unemployment and poverty, showed no causal relationship or mutual influence between variables, but for the unemployment and population variables, showed one-way relationship that affects the population unemployment.

Keywords: Unemployment, Inflation, Economic Growth, Total Population and Poverty, Granger Causality Test


(3)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan tingkat pengangguran di Kota Medan serta menganalisis bagaimana hubungan antara tingkat pengangguran dan inflasi, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan jumlah penduduk, serta tingkat pengangguran dan kemiskinan. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Metode regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Granger Causality Test dengan program E-Views 5.1 dengan menggunakan data runtun waktu (time series) dari tahun 2000-2010.

Hasil Cointegrasi Test menunjukan bahwa variabel pengangguran dan jumlah penduduk serta variabel pengangguran dan kemiskinan menunjukan adanya hubungan jangka panjang antara variabel-variabel tersebut, namun untuk variabel pengangguran dan inflasi serta variabel pengangguran dan pertumbuhan ekonomi tidak menunjukan adanya hubungan jangka panjang.

Hasil Granger Causality Test menunjukan bahwa antara variabel pengangguran dan inflasi, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi, serta pengangguran dan kemiskinan, menunjukan tidak adanya hubungan kausalitas atau saling mempengaruhi antar variabel, namun untuk variabel pengangguran dan jumlah penduduk, menunjukan hubungan satu arah yaitu jumlah penduduk mempengaruhi tingkat pengangguran.

Kata kunci: Tingkat Pengangguran, Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk, dan Kemiskinan, Granger Causality Test


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul : “Analisis Tingkat Pengangguran di Kota Medan”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi jurusan Ekonomi Pembangunan dan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kepada orang tua penulis, AyahandaRusliansyah, S.Pdi dan Ibunda Cut Zaleha, SH yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik berupa moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Alm.Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec untuk mengenang jasa-jasanya selama menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Drs. Syahrir Hakim

Nasution, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara,

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Siselaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

6. Bapak Dr.H.B.Tarmizi, SE, SU selaku Dosen Pembaca Penilai.

7. Bapak Drs.Rahmat Sumanjaya, MSi selaku Dosen Penasehat Akademik. 8. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan


(5)

memberikan banyak ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

9. Seluruh pegawai dan Staff Administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam penyelesaian kelengkapan administrasi penulis. 10.Teman-teman angkatan 2009 di Ekonomi Pembangunan, terimakasih telah

memberikan dukungan, kerja sama, inspirasi dan kebersamaan selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membacanya.

Medan, Februari 2013 Penulis

NIM. 090501022 Rani Hayati


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Permasalahan... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... ...4

1.4.Kegunaan Penelitian ... ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Definisi dan cara pengukuran tingkat penganggura ... 6

2.1.1 Teori Pengangguran ... 7

2.1.1.1 Teori Klasik ... 7

2.1.1.2 Teori Keynes ... 8

2.1.2Pengaruh Pengangguran ... 8

2.1.2.1 Dampak Ekonomi ... 8

2.1.2.2 Dampak Sosial ... 9

2.2. Inflasi ... 10

2.2.1Biaya Sosial Inflasi ... 11

2.2.2 Hubungan Antara Inflasi Dengan Tingkat Pengangguran ... 12

2.3. Pertumbuhan Ekonomi ... 14

2.3.1 Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat pengangguran ... 17

2.4. Pertumbuhan Penduduk ... 18

2.4.1 Hubungan Antara Jumlah Penduduk Dengan Tingkat pengangguran ... 20

2.5. Kemiskinan ... 21

2.5.1 Hubungan Antara Tingkat Kemiskinan Dengan Tingkat Pengangguran ... 22

2.6. Penelitian Terdahulu ... 23

2.7. Kerangka Pemikiran ... 26

2.8. Hipotesis ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN... 28

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 28

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 28

3.3. Pengolahan Data ... 28


(7)

3.4.1 Uji Akar Unit ... 29

3.4.2 Kointegrasi ... 29

3.4.3 Uji Kausalitas Granger ... 30

3.5. Variabel Penelitian Dan Variabel Operasional ... 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Gambaran Umum Wilayah Kota Medan ... 33

4.1.1 Kondisi Geografis ... 33

4.1.2 Kondisi Demografi ... 35

4.2. Kondisi Perekonomian ... 37

4.3. Perkembangan Pengangguran Kota Medan ... 38

4.4. Analisis Data Dan Pembahasan ... 40

4.4.1 Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) dan Derajat Integrasi ... 40

4.4.2 Hasil Uji Kointegrasi... 43

4.4.3 Hasil Uji Granger Kausality (Granger Causality Test) .... 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1. Kesimpulan ... 51

5.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(8)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

4.1 Luas Wilayah Kota Medan ... 35

4.2 Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun 2000-2010 ... 36

4.3 Produk Domestik Regional Bruto, Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi 2000-2010 ... 38

4.4 Tingkat Pengangguran ... 39

4.5 Hasil Uji Akar Unit Menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) ... 41

4.6 Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen (INFLASI UN) ... 44

4.7 Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen (JUMLPEND UN) ... 44

4.8 Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen (PERTUM UN) ... 45

4.9 Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen (KEMISKINAN UN) ... 45

4.10 Hasil Uji Granger Causality ... 46

4.11 Hasil Uji Granger Causality ... 47

4.12 Hasil Uji Granger Causality ... 48


(9)

DAFTAR GAMBAR

NO. GAMBAR JUDUL HALAMAN 2.1 Kurva Philips ... 13 2.2 Kerangka Konseptual ... 26


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

NO. LAMPIRAN JUDUL HALAMAN 1. Data Statistik Tingkat pengangguran, Inflasi,

Pertumbuhan Ekonomi,Jumlah Penduduk,

Kemiskinan Kota Medan ... 55 2. Hasil Uji Akar Unit untuk Pengangguran (UN) pada

Level-intercept ... 56 3. Hasil Uji Akar Unit untuk Pengangguran (UN) pada

2nd Difference-None ... 57 4. Hasil Uji Akar Unit untuk Inflasi (INFLASI pada

Level-intercept ... 58 5. Hasil Uji Akar Unit untuk Inflasi (INFLASI) pada

2nd Difference-None ... 59 6. Hasil Uji Akar Unit untuk Jumlah Penduduk

(JUMLHPEND) Pada Level-intercept ... 60 7. Hasil Uji Akar Unit untuk Jumlah Penduduk

(JUMLHPEND) Pada 2nd Difference-None ... 61 8. Hasil Uji Akar Unit untuk Kemiskinan

(KEMISKINAN) Pada Level-intercept ... 62 9. Hasil Uji Akar Unit untuk Kemiskinan

(KEMISKINAN) Pada 2nd Difference-None ... 63 10.Hasil Uji Akar Unit untuk Pertumbuhan Ekonomi

(PERTUM) Pada Level-intercept ... 64 11.Hasil Uji Akar Unit untuk Pertumbuhan Ekonomi

(PERTUM) Pada 2nd Difference-None ... 65 12.Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode

Johansen antara Inflasi dengan pengangguran ... 66 13.Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode

Johansen antara Jumlah Penduduk dengan

pengangguran ... 68 14.Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode

Johansen antara Kemiskinan dengan

pengangguran ... 70 15.Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode

Johansen antara Pertumbuhan Ekonomi dengan

pengangguran ... 72 16.Hasil Uji Granger Causality Test antara

Inflasi dengan pengangguran dan jumlah penduduk Dengan pengangguran ... 74 17.Hasil Uji Granger Causality Test antara

kemiskinan dengan pengangguran dan pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran ... 75


(11)

ABSTRACT

ANALYSIS OF UNEMPLOYMENT RATE IN MEDAN CITY

The purpose of this study was to determine the development of the unemployment rate in the city of Medan and analyze how the relationship between unemployment and inflation, unemployment and economic growth, unemployment and population, and the level of unemployment and poverty. The data used in this study is a secondary data obtained from the Central Bureau of Statistics. Regression method used in this study is the method of Granger Causality Test with the program E-Views 5.1 using time series data (time series) from the years 2000-2010.

Cointegrasi Test results showed that the variables of unemployment and population as well as unemployment and poverty variables indicates a long-term relationship between the variables, but for the variables of unemployment and inflation and unemployment variables and economic growth does not show any long-term relationship.

Granger Causality Test results showed that the variables of unemployment and inflation, unemployment and economic growth, and unemployment and poverty, showed no causal relationship or mutual influence between variables, but for the unemployment and population variables, showed one-way relationship that affects the population unemployment.

Keywords: Unemployment, Inflation, Economic Growth, Total Population and Poverty, Granger Causality Test


(12)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan tingkat pengangguran di Kota Medan serta menganalisis bagaimana hubungan antara tingkat pengangguran dan inflasi, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan jumlah penduduk, serta tingkat pengangguran dan kemiskinan. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Metode regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Granger Causality Test dengan program E-Views 5.1 dengan menggunakan data runtun waktu (time series) dari tahun 2000-2010.

Hasil Cointegrasi Test menunjukan bahwa variabel pengangguran dan jumlah penduduk serta variabel pengangguran dan kemiskinan menunjukan adanya hubungan jangka panjang antara variabel-variabel tersebut, namun untuk variabel pengangguran dan inflasi serta variabel pengangguran dan pertumbuhan ekonomi tidak menunjukan adanya hubungan jangka panjang.

Hasil Granger Causality Test menunjukan bahwa antara variabel pengangguran dan inflasi, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi, serta pengangguran dan kemiskinan, menunjukan tidak adanya hubungan kausalitas atau saling mempengaruhi antar variabel, namun untuk variabel pengangguran dan jumlah penduduk, menunjukan hubungan satu arah yaitu jumlah penduduk mempengaruhi tingkat pengangguran.

Kata kunci: Tingkat Pengangguran, Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk, dan Kemiskinan, Granger Causality Test


(13)

BABI PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengangguran merupakan masalah ekonomi makro yang berpengaruh langsung bagi standart kehidupan masyarakat baik di negara maju maupun negara berkembang yang menjadi bagian penting dalam pembangunan ekonomi yang ditandai dengan volume pertumbuhan ekonomi suatu negara yang sampai saat ini belum bisa diatasi oleh pemerintah nasional pada umumnya dan pemerintah daerah pada khususnya. Penurunan pertumbuhan ekonomi suatu negara akan menurunkan penyerapan tenaga kerja yang kemudian di ikuti dengan meningkatnya pengangguran

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam menilai kinerja perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu daerah (Farid, 2010). Pertumbuhan ekonomi dapat berjalan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi menunujukan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat.Penurunan pertumbuhan ekonomi suatu negara akan menurunkan penyerapan tenaga kerja yang kemudian diikuti dengan meningkatnya pengangguran. Oleh karena itu, peningkatan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu upaya untuk mengatasi pengangguran. Namun dari satu sisi, argumen lain mengemukakan bahwa angka pengangguran tidak selalu berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi karena dalam realitanya pada saat


(14)

kondisi pertumbuhan relatif tinggi, tingkat pengangguran juga masih cukup besar. Proses pembangunan suatu bangsa tidak dapat dipandang secara terbatas pada pertumbuhan ekonomi, namun juga harus memuat proses pembangunan manusia (Harmadi, 2007). Angka pengangguran semata-mata merupakan cerminan dari perubahan demografis dan bukan perubahan perekonomian (Ananta, 1991).

Pembangunan ekonomi adalah sebuah proses multidimensi yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap manusia, dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengangguran, ketidakmerataan dan pemberantasan kemiskinan mutlak (Todaro, 1988 dalam Farid Alghofari, 2010). Bagaimana pembangunan itu dikatakan akan berhasil jika mampu memberikan kesejahteraan pada masyarakat secara massal. Pengangguran kerapkali menjadi hambatan dari proses pembangunan nasional maupun daerah. Pengangguran ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja yang terjadi sebagai akibat dari tingginya tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja yang disebabkan karena rendahnya pertumbuhan penciptaan lapangan kerja dan ketidakmampuan dari sumberdaya manusia itu sendiri.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah mampu bekerja sama dengan masyarakat dalam mengelola sumberdaya yang berpotensi yang ada di daerah tersebut dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan swasta untuk mampu menciptakan lapangan kerja baru.Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah


(15)

mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomia daerah (Lincolin Asyad, 1999 dalam Liza Adytia Surya, 2011).

Kualitas sumber daya manusia menaruh peran penting dalam proses dinamika pembangunan ekonomi dalama jangka panjang. Suatu kebijakan juga tidak akan berpengaruh apabila prosesnya tidak diimbangi dengan kualitas yang tersedia.

Masalah pengangguran di negara-negara berkembang jauh lebih rumit dan lebih serius jika dibandingkan dengan yang dihadapi di negara-negara maju. Permasalahan terletak pada ketidak-seimbangan diantara sumber-sumber ekonomi yang dimiliki kebanyakan negara-negara berkembang. Disatu pihak negara-negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang sangat berlebihan.

Jumlah penduduk yang terus berkembang pesat menunjukan bahwa fenomena pengangguran sudah menjadi hal yang biasa tetapi menjadi masalah bagi perekonomian suatu negara. Untuk tahun 2010, tercatat bahwa sekitar 143.366 orang jumlah pengangguran di Kota Medan dengan tingkat kemiskinan 8.58%.

Selama kurun waktu 2006 – 2010, tingkat pengangguran terbuka di kota Medan mengalami sedikit penurunan, yakni dari 15.01% pada tahun 2006 menjadi 13.11% di tahun 2010. Hal ini memberikan gambaran bahwa dari 100 orang yang termasuk angkatan kerja pada tahun 2010 masih terdapat sekitar lebih kurang 15


(16)

orang yang menganggur. Angka pengangguran ini relative tinggi dan hal lain masih perlu menjadi perhatian baik yang berkaitan langsung dengan upaya setiap orang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga dapat hidup layak dan tidak menjadi beban sosial maupun muntuk mendorong mereka supaya dapat aktif secara ekonomi. Jumlah angkatan kerja yang tinggi dan tidak sebanding dengan kesempatan kerja yang tersedia menyebabkan tidak tertampunya seluruh angkatan kerja yang ada. Untuk itu, kebijakan anggaran pada masa yang akan datang seharusnya lebih menitikberatkan dan meningkatkan anggaran di bidang ekonomi dan investasi di samping bidang-bidang yang lainnya.

Melalui uraian diatas, dengan berbagai permasalahan berkaitan dengan pengangguran, serta fenomena ekonomi yang terjadi didalamnya. Penulis tertarik dan ingin melihat sejauh mana hubungan pengangguran dengan indikator-indikator ekonomi lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil judul “Analisis Tingkat Pengangguran di Kota Medan”.

1.2 Perumusan Masalah

Dari berbagai penjelasan diatas, dapat ditarik permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana hubunganinflasi terhadap pengangguran?

2. Bagaimana hubunganpertumbuhan ekonomiterhadap pengangguran? 3. Bagaimana hubunganjumlah penduduk terhadap pengangguran? 4. Bagaimana hubungan kemiskinan terhadap pengangguran? 1.3. Tujuan Penelitian


(17)

1. Untuk menganalisis hubungan tingkat inflasi terhadap tingkat pengangguran yang terjadi di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis hubunganpertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran di Kota Medan.

3. Untuk mengalinasis hubunganjumlah penduduk terhadap tingkat pengangguran di Kota Medan

4. Untuk menganalisis hubungan kemiskinan terhadap tingkat pengangguran di Kota Medan.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan bacaan, sumber informasi, dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

2. Sebagai sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dan masukan untuk mahasiswa/mahasiswi dibidang ekonomi.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemeritah dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan mengenai rencana peningkatan kesempatan kerja pengangguran di Kota Medan

4. Bagi penulis, menambah pengalaman dalam melatih memampuan menganalisis secara sistematis yang diperoleh dari proses pembelajaran selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dan Cara Pengukuran Tingkat Pengangguran

Pengangguran merupakan seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Pengangguran yang diperhatikan bukanlah mengenai jumlah penganggurannya, tetapi mengenai tingkat pengangguran yang dinyatakan sebagai presentasi dari angkatan kerja.

Untuk dapat menentukan tingkat (presentase) pengangguran yang terdapat dalam perekonomian, perlu pula ditentukan jumlah angkatan kerja pada bulan tersebut. Menurut Sadono Sukirno (2000), golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara 15 hingga 64 tahun, kecuali: (i) ibu rumah tangga yang lebih suka menjaga keluarganya daripada bekerja, (ii) penduduk muda dalam lingkungan umur tersebut yang masih meneruskan pelajarannya di sekolah dan universitas, (iii) orang yang belum mencapai umur 65 tetapi sudah pensiun dan tidak mau bekerja lagi, dan (iv) pengangguran sukarela yaitu golongan penduduk dalam lingkungan umur tersebut yang tidak secara aktif mencari pekerjaan.

Pendudduk dalam lingkungan umur 15-64 tahun, yaitu PL, dapat dipandang sebagai tenaga kerja potensial. Mereka sudah dapat digolongkan sebagai tenaga kerja apabila mereka benar-benar memilih untuk bekerja atau mencari pekerjaan. Tetapi sebagian dari mereka, berdasarkan kepada pilihan


(19)

mereka sendiri, memutuskan untuk tidak bekerja. Oleh karena itu jumlah jumlah tenaga kerja yang sebenarnya terdapat dalam perekonomian (L), yang digolongkan sebagai angkatan kerja atau labour force. Perbandingan di antara angkatan kerja yang sebenarnya dengan penduduk dalam lingkungan umur 15-64 tahun dinamakan tingkat penyertaan tenga kerja (labour participation rate).

2.1.1 Teori pengangguran 2.1.1.1 Teori Klasik

Menurut teori klasik permintaan tenaga kerja adalah merupakan fungsi dari upah rill. Menurut hukum semakin berkurangnya hasil (the law minishing return), produk marginal dari tenaga kerja akan berkurang dengan bertambahnya jumlah tenaga kerja yang di pekerjakan. Berdasarkan hukum ini, maka employment (tenaga krja) hanya dapat bertambah apabila upah rill turun. Pada penawaran tenaga kerja juga tergantung pada upah rill. Tenaga kerja tidak akan bertambah makmur, bilamana upah dan harga naik 2 kali lipat.

Keseimbagan di pasar barang ditentukan upah rill, dimana penawaran tenaga kerja sama dengan permintaan tenaga kerja. Pengangguran terpaksa (involuntary unemployment), yaitu suatu kondisi dimana jumlah orang yang bersedia bekerja pada suatu tingkat upah rill yng sedah berlaku lebih besar dari jumlah tenaga kerja yang di pekerjakan sektor industri (pengusaha). Pengangguran terpaksa ini dapat dihilangkan dengan menurunkan upah rill melalui penurunan upah uang, sama halnya dengan kelebihan penawaran pada setiap pasar dapat dihilangkan dengan menurunkan tingkat harga.


(20)

2.1.1.2. Teori Keynes

Dalam hal ini pemahaman Keynes memiliki pandangan yang berbeda dari aliran klasik yang tertuang dalam kesimpulan sebagai berikut :

1. Keseimbangan employment dan tingkat pendapatan rill tidak hanya satu, tetapi bisa berbentuk beberapa keseimbangan.

2. Yang menentukan tingkat keseimbangan employment bukanlah persaingan dalam pasar perburuhan, tetapi tingkat pendapatan, dan tingkat pendapatan ini sendiri ditentukan oleh permintaan total barang dan jasa.

2.1.2Pengaruh Pengangguran

Pengangguran yang tinggi termasuk kedalam masalah ekonomi dan sosial. Pengangguran merupakan masalah ekonomi karena hal tersebut menyia-nyiakan sumberdaya yang berharga. Pengangguran juga merupakan masalah sosial yang besar karena mengakibatkan penderitaan besar untuk pekerja yang menganggur yang harus berjuang dengan pendapatan yang berkurang. Jika pengangguran tinggi, keadaan ekonomi yang sulit meluap dan mempengaruhi emosi masyarakat dan kegidupan keluarga.

2.1.2.1Dampak ekonomi

Ketika angka pengangguran meningkat, sebagai dampaknya ekonomi membuang barang dan jasa yang sebenarnya dapat diproduksi oleh pengangguran. Kerugian ekonomi selama periode tingginya pengangguran adalah pembuangan terbesar yang didokumentasikan dalam perekonomian modern. Kerugian tersebut beberapa kali lebih besar dari perkiraan inefisiensi dari pembuangan mikroekonomi sehubungan dengan monopoli atau dari pembuangan yang


(21)

disebabkan oleh tarif bea cukai dan kuota. Kecilnya penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian akan menyebabkan siklus (konjungtur) perekonomian tidak berjalan sesuai yang diinginkan. Pada siklus ekonomi mengadakan ekspansi akan membutuhkan tenaga kerja yang besar, begitu juga pada saat perekonomian mengalami resesi penggunaan tenaga kerja akan mengalami penurunan. Setiap penurunan aktivitas perekonomian akan menimbulkan proses pemulihan kembali. Berdasarkan kaidah Okun saat terjadi pengangguran yang tinggi menyertai jumlah output yang tidak diproduksi.

2.1.2.2 Dampak Sosial

Berapapun besarnya biaya ekonomi yang terbuang secara sia-sia sebagai akibat terjadinya pengangguran yang tinggi, jumlah ini mencakup seluruh penderitaan batin, sosial, juga psikologis yang timbul sebagai akibat pengangguran yang berkepanjangan. Karena pengangguran ini menyebabkan rusaknya kesehatan fisik, mental, dan ini akan menimbulkan kerawanan sosial yang akan dapat mengganggu proses produksi secara keseluruhan, kalau pengangguran yang tinggi ini berkepanjangan. Biaya ekonomi dari pengangguran jelas besar, namun tidak ada jumlah dolar yang dapat mengungkapkan secara tepat tentang korban psikologi dan manusia pada periode panjang. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan adalah direksi dengan gaji yang bagus, ahli serupa yang tak pernah mengira akan berhenti kerja. Bagi mereka, menjadi pengangguran merupakan guncangan yang berat.


(22)

2.2 Inflasi

Inflasi merupakan salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering muncul dan dialami oleh hampir semua negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa memerangi laju inflasi merupakan salah satu bentuk kebijakan ekonomi yang sering dikenal dengan stabilitas harga. Definisi yang sederhana mengenai inflasi adalah merupakan kecenderungan kenaikan harga-harga umum secara terus menerus. Dari definisi ini dapat dikatakan bahwa kenaikan satu atau beberapa pada suatu saat tertentu dan hanya “sementara” belum tentu menimbulkan inflasi.

Inflasi dapat disebabkan oleh sektor rill dan sektor moneter. Inflasi dalam jangka panjang mungkin terjadi jika pertumbuhan penawaran uang nominal yang berlebihan dipertahankan oleh otoritas moneter. Inflasi dari sisi penawaran disebabkan oleh tidak sempurnanya permintan dan penawaran tenaga kerja. Kekuatan monopolistik dapat menyebabkan tingkat harga naik, tetapi bukan menyebabkan inflasi yang berlanjut, jika konsentrasi kekuatan monopolistik tidak ditingkatkan secara berkelanjutan. Perserikatan tenaga kerja yang monopolistik dapat menyebabkan tingkat harga naik melalui permintaan upah rill melebihi keseimbangan upah rill, namun bukan penyebab inflasi yang konsisten jika pemerintah tidak meningkatkan penawaran uang nominal dalam usaha untuk mencapai full employment.

Menurut Dwi Eko Waluyo (2007) ada beberapa sebab yang dapat menimbulkan inflasi antara lain :


(23)

1. Pemerintah yang terlalu berambisi untuk menyerap sumber-sumber ekonomi lebih besar daripada sumber-sumber ekonomi yang dapat dilepaskan oleh pihak bukan pemerintah pada tingkat harga yang berlaku.

2. Berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha memperoleh tambahan pendapatan relatif lebih besar daripada kenaikan produktivitas mereka.

3. Adanya harapan yang berlebihan dari masyarakat sehingga permintaan barang-barang dan jasa naik lebih cepat daripada tambahan keluarnya (output) yang mungkin dicapai oleh perekonomian yang bersangkutan. 4. Adanya kebijakan pemerintah baik yang bersifat ekonomi atau non ekonomi

yang mendorong kenaikan harga.

5. Penagruh alam yang dapat mempengaruhi produksi dan kenaikan harga. 6. Pengaruh inflasi luar negeri, khususnya bila negara yang bersangkutan

mempunyai sistem perekonomian terbuka. Pengaruh inflasi luar negeri ini akan terlihat melalui pengaruh terhadap harga-harga barang impor.

2.2.1 Biaya Sosial Inflasi

Inflasi merupakan masalah sosial karena inflasi dapat membuat semakin miskin, asumsinya jika tidak ada inflsi maka masyarkat akan mengkonsumsi barang lebih banyak. Komplain terhadap inflasi adalah hal yang umum, kita tahu bahwa kenaikan dalam daya beli tenaga kerja berasal dari akumulasi modal dan kemajuan teknologi. Biasanya upah rill tak bergantung pada beberapa banyak uang yang dicetak pemerintah. Jika pemerintah menurunkan inflasi dengan memperlambat tingkat pertumbuhan uang. Para pekerja tidak akan melihat upah


(24)

rill mereka naik dengan lebih cepat. Padahal ketika inflasi lebih lambat perusahaan atau sedikit menaikan harga produk mereka setiap tahun dan akibatnya akan memberi para pekerja kenaikan upah yang lebih kecil.Menurut teori uang klasik, perubahan dalam tingkat harga keseluruhan adalah seperti perubahan dalam unit-unit ukuran.

2.2.2 Hubungan Antara Inflasi Dengan Tingkat Pengangguran

Inflasi mempunyai hubungan positif atau negatif terhadap jumlah pengangguran. Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum, maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga (pinjaman). Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi investasi untuk mengembangkan sekto-sektor yang produktif. Hal in akan berpengaruh pada jumlah pengangguaran yang tinggi karena rendahnya kesempatan kerja sebagai akibat dari rendahnya investasi (Sadono Sukirno, 2000) dalam Yeny Dharmayanti (2011).

Hasil temuan Profesor Philips diadopsi oleh ekonom Keynesian untuk menjelaskan adanya trade off (imbang korban atau harga yang harus dibayar) antara tingkat inflasi dan pengangguran. Jika ingin mengurangi tingkat pengangguran, harga yang harus dibayar adalah meningginya inflasi. Artinya dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja karena dalam hal ini tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat


(25)

meningkatkan output. Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja, maka dengan naiknya harga-harga pengangguran menjadi berkurang.

Dan Penelitian A.W.Philips yang menghasilkan hubungan dalam suatu kurva yang terkenal dengan kurva philips. Penelitian yang berjudul “The Relation Between Unemployment and ther of Change of Money Wages Rate in The United Kingdom” (1861-1975). Dalam hal ini Philips ingin mengetahui hubungan antar tingkat inflasi dan pengangguran (Unemployment). Full employment adalah suatu keadaan di mana setiap orang mau bekerja pada tingkat upah yang berlaku untuk memperoleh pekerjaan. Pada kenyataannya, keadaan full employment sebagaimana yang dikatakan di atas tidak mungkin terjadi, sebab adanya ketidak sempurnaan dalam perekonomian, sebagai contoh ketidaksempurnaan informasi mengenai tersedianya lapangan kerja, ketidak sempurnaan dalam pasar barang dan pasar tenaga kerja, dan adanya pengangguran friksional.

Inflation (%)

Tingkat Pengangguran (%)

Sumber : Dwi Eko Muluyo, 2007

Gambar 2.1 Kurva Philips


(26)

Dari kurva diatas dapat disimpulkan adanya hubungan timbal balik antara tingkat pengangguran dan tingkat inflasi, yaitu apabila pemerintah ingin menetapkan tingkat pengangguran yang rendah, maka hal ini dapat dicapai dengan tingkat inflasi yang tinggi, dan begitu sebaliknya.

2.3 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi membahas gerakan perekonomian dalam jangka panjang yaitu aspek-aspek dinamis dari ekonomimakro. Kemampuan sebuah negara untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang negara tersebut. Kemampuan suatu bangsa untuk memberikan standart kehidupan yang membaik bagi rakyatnya tergantung pada rata-rata jangka panjang terutama pertumbuhan ekonominya. Dalam periode yang lama bahkan perbedaa yang sangat kecil dalam tingkat pertumbuhan ekonomi dapat diterjemahkan ke dalam perbedaan besar dalam pendapatan adro rata-rata orang atau pribadi.

Menurut Sadono Sukirno (2008) dalam Farid (2010), pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Dengan demikian untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai perlu dihitung pendapatan nasional rill menurut harga tetap yaitu pada harga-harga yang berlaku ditahun dasar yang dipilih. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian.

Menurut dinamika pertumbuhan Solow, pertumbuhan dirancang untuk menunjukan bagaimana pertumbuhan dalam persedian modal, pertumbuhan dalam


(27)

angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian dan bagaimana pengaruhnya terhadap output total barang dan jasa suatu negara. Meskipun akunting pertumbuhan memberikan informasi yang berguna mengenai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, namun dia tidak sepenuhnya bisa menjelaskan kinerja pertumbuhan suatu negara. Karena akunting pertumbuhan input perekonomian di negara itu sebagaimana adanya dia tidak dapat menjelaskan mengapa modal dan tenaga kerja meningkat seperti itu. Pertumbuhan persediaan modal terutama merupakan penyebab banyaknya keputusan tabungan dan investasi pada rumah tangga-rumah tangga dan perusahaan-perusahaan. Dengan menggunakan pertumbuhan persediaan modal sebagaimama adanya, metode akunting pertumbuhan berati menghilangkan bagian penting cerita pertumbuhan ekonomi tersebut.

Robert Solow sebagai paham Neo Klasik berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh karenanya, menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif.

Penjelasan dari perubahan produktivitas Solow mempunyai dua prinsip penting yaitu :

Pertama, beberapa ahli teori pertumbuhan baru telah telah memfokuskan pada

bagian dari kapital manusia, seperti yang dinamakan ahli ekonomi untuk pengetahuan, keterampilan, dan melatih individu. Hubungan antara capital


(28)

manusia dan pertumbuhan mengalir dalam dua jalan, pada satu sisi, ketika perekonomian menjadi lebih kaya mereka menjadi lebih condong untuk “invest kepada masyarakat” melalui nutrisi yang berkembang, sekolah, dan on-the-job training. Disisi lain tenaga kerja trampil yang lebih sehat dan lebih produktif yang mengarah kepada standart kehidupan yang berkembang

Kedua, dari teori pertumbuhan baru menekankan kepentingan dari inovasi

teknologi oleh perusahaan-perusahaan pribadi sebagai sebuah sumber dari pertumbuhan produktifitas.

Faktor-faktor yang dianggap sebagai sumber penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi menurut Sasono Sukirno (1994) dalam Farid (2010) antara lain :

1) Tanah dan Kekayaan lainnya.

2) Jumlah, Mutu Penduduk dan Tenaga Kerja. 3) Barang Modal dan Tingkat Teknologi. 4) Barang Modal dan Tingkat Teknologi 5) Luas Pasar dan Sumber Pertumbuhan

Menurut rostow pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang berdimensi banyak. Rostow berkeyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi ekonomi akan tercipta sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan hanya dari corak ekonomi tetapi mencakup juga dari kehidupan sosial politik dalam suatu masyarakat dan negara.


(29)

2.3.1 Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Pengangguran

Pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan tingkat pengangguran. Setiap adanya peningkatan terhadap persentase pertumbuhan ekonomi diharapkan akan menyerap tenaga kerja.Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu menunjukan hasil yang berbeda, hubungan pertumbuhan ekonomi dan Pengangguran bersifat positif dan negatif. Pertumbuhan ekonomi yang bersifat positif dikarenakan pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi oleh peningkatan kapasitas produksi, sehingga pengangguran tetap meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat ini berorientasi pada padat modal, dimana kegiatan produksi untuk memacu output dan menghasilkan pendapatan yang meningkat lebih diutamakan ketimbang pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada padat karya.Penelitian lain yang menyatakan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang meningkat di Indonesia memberikan peluang besar baru ataupun memberikan kesempatan kerja dan berorientasi pada padat karya, sehingga pertumbuhan mengurangi jumlah pengangguran.Berbagai negara tidak selalu dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan perkembangan kemampuan memproduksi yang dimiliki oleh faktor-faktor produksi yang semakin meningkat. Di banyak negara kerap kali didapati keadaan di mana pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya adalah jauh lebih rendah dari potensi pertumbuhan yang dapat dicapai. Hal ini adakalanya menyebabkan jumlah dan tingkat pengangguran menjadi semakin meningkat.


(30)

Besarnya tingkat pengangguran disuatu wilayah atau negara tertentu akan sangat tergantung pada faktor sosial ekonomi dari wilayah atau negara tersebut, faktor-faktor tersebut antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan tingkat kesempatan kerja. Menurut pendekatan Gainful Worker beranggapan bahwa dalam perekonomian suatu wilayah atau daerah, tingakat keberhasilan yang dicapai dapat diukur melalui luasnya kesempatan kerja yang dapat diciptakan atau dapat dihitung dari jumlah orang yang berhasil mendapatkan pekerjaan. Pendekatan ini didasarkan pada kegiatan yang bisa dilakukan dalam kurun waktu yang relatif panjang (misal 6 bulan atau 12 bulan) oleh seseorang dan yang memberikan pendapatan kepadanya.

2.4 Pertumbuhan Penduduk

Perubahan jumlah penduduk baik itu pertambahan maupun pengurangan disebut “pertumbuhan” yang sifatnya dapat berupa positif maupun negatif. Pertambahan penduduk yang semakin besar akan menghambat pembangunan ekonomi jika pertambahannya tidak diimbangi oleh kualitas sumberdaya manusianya.

Berdasarkan penjelasan ahli-ahli ekonomi klasik dalam kutipan farid (2010), dikemukakan suatu teori yang menjelaskan perkaitan diantara pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Dari uraian tersebut dapat dilihat apabila kekurangan penduduk, produksi marjinal adalah lebih tinggi daripada pendapatan per kapita. Akibatnya pertambanhan penduduk akan menaikkan pendapatan per kapita. Di sisi lain, apabila penduduk sudah terlalu banyak, hukum hasil pertambahan yang semakin


(31)

berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, maka produksi marginal akan mulai mengalami penurunan. Berdasarkan hal tersebut, pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya.

Dalam penjelasan Whisnu (dikutip dari Mudjarat Kuncoro, 1997) dikalangan para pakar pembangunan telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap supply bahan pangan, namun juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan sumberdaya manusia. Terdapat tiga alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memperlambat pembangunan.

1. Pertumbuhan penduduk yag tinggi akan dibutuhkan untuk membuat konsumsi dimasa mendatang semakin tinggi. Rendahnya sumberdaya perkapita akan menyebabkan penduduk tumbuh lebih cepat, yang gilirannya membuat investasi dalam “kualitas manusia” semakin sulit.

2. Banyak negara dimana penduduknya masih sangat tergantung dengan sektor pertanian, pertumbuhan penduduk mengancam keseimbangan antara sumberdaya alam yang langka dan penduduk. Sebagian karena pertumbuhan penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari sektor pertanian yang rendah produktifitasnya ke sektor pertanian modern dan pekerja modern lainya.

3. Pertumbuhan penduduk yang cepat membuat semakin sulit melakukan perubahan yang dibutuhkan untk meningkatkan perubahan ekonomi dan sosial. Tingginya tingkat kelahiran merupakan penyumbang utama pertumbuhan kota yang cepat. Bermekarnya kota-kota di Medan membawa


(32)

masalah-masalah baru dalam menata maupun mempertahankan tingkat kesejahteraan warga kota.

2.4.1 Hubungan Antara Jumlah Penduduk Dengan Tingkat Pengangguran Dari menelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa jumlah pernduduk yang bertambah taip tahunnya ternyata memiliki hubungan searah dengan jumlah pengangguran. Dengan bertambahnya jumlah penduduk akan mengakibatkan bertambahnya jumlah pengangguran. Hal ini mengindikasikan hubungan positif dan kuat antara jumlah penduduk dan jumlah pengangguran. Kenaikan jumlah penduduk akan mengakibatkan lonjakan angkatan kerja. Akan tetapi terbatasnya dan sempitnya lapangan pekerjaan, para angkatan kerja tersebut tidak akan terserap sepenuhnya, bahkan tidak terserap dalam jumlah yang banyak. Akibatnya pengangguran pun meningkat, hal ini sejalan dengan pendapat kaum klasik yang mengaitkan antara pendapatn perkapita dan jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Teori ini menjelaskan apabila kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan perkapita. Akibatnya pertambahan penduduk akan menaikan pendapatan perkapita.

Di sisi lain, apabila penduduk sudah terlalu banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, maka produksi marjinal akan mulai mengalami penurunan. Berdasarkan hal tersebut, pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya, hal ini berdampak secara tidak langsung terhadap tingkat pengangguran.


(33)

2.5Kemiskinan

Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang disandang oleh seseorang sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah negara yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak keadilan, terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia, hilangnya generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara. Negara-negara maju yang lebih menekankan pada “kualitas hidup” yang menyatakan dengan perubahan lingkungan hidup melihat bahwa laju pertumbuhan industri tidak mengurangi bahkan justru menambah tingkat polusi udara, air, mempercepat penyusutan sumber daya alam, dan mengurangi kualitas lingkungan. Sementara untuk negara-negara yang sedang berkembang, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada tahun 1960 sedikit sekali pengaruhnya dalam mengurangi tingkat kemiskinan (Whisnu Adhi Putra, 2011). Dan dalam penelitian juga menjelaskan kemiskinan menurut World Bank yang isinya “The denial of choice and opportunities most basic for human development to lead a long healthy, creative life and enjoy a decent standard of living freedom, self esteem and the respect of other” yang menjelaskan bahwa kemiskinan itu merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standard hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain.

Ukuran kemiskinan menurut Nurkse (1953) dalam Mudjara kuncoro (1997) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :


(34)

1. Kemiskinan Absolut

Seseorang dikatakan termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Seperti tidak dapat memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidupnya.

2. Kemiskinan Relatif

Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhu kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya. Terdapatnya ketimpangan sosial yang membedakan antara golongan atas dan golongan bawah.

3. Kemiskinan Kultural

Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya yang pemalas yang tidak mau memperbaiki kondisinya.

2.5.1 Hubungan Antara Tingkat Kemiskinan Dengan Tingkat Pengangguran Menurut Sadono Sukirno (2004) dalam Whisnu Adhi Saputra (2011), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarkat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki


(35)

pendapatan. Apabila pengangguran disuatu negara sangat buruk, kekacauan politik, sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.

Lincolin Arsyad (1997) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya pengangguran dan kemiskinan. bagi sebagian besar masyarakat, yang tidak mempunyai pekerjaan tetap atau hanya part-time selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin.

Pengangguran akan mengakibatkan masalah berbagai tindakan kriminal dan sosial lainnya. Rumah tangga di indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar atas pendapatan gaji atau upah yag diperoleh saat ini. Hilangnya lapangan pekerjaan menyebabkan berkurangnya sebagian besar penerimaan yang digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Lebih jauh, jika masalah pemgangguran ini terjadi pada kelompok masyarakat bependapatan rendah (terutama kelompok masyarakat yang tingkat pendapatannya sedikit berada diatas garis kemiskinan), maka insiden pengangguran akan dengan mudah menggeser posisi mereka menjadi kelompok masyarakat miskin. Yang artinya bahwa semakin tingginya tingkat pengangguran maka akan meningkatnya kemiskinan. 2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Ronny Pitartono dan Banatul Hayati (2012) yang berjudul Analisa Tingkat Pengangguran Di Jawa Tengah, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan studi yang diterapkan adalah metode analisis statistik deskriptif dan analisis korelasi yang diolah dengan menggunakan


(36)

SPSS. Dengan kesimpulan bahwa jumlah penduduk menunjukan adanya hubungan positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran, tingkat inflasi menunjukan adanya hubungan negatif dan tidak signifikan dengan tingkat pengangguran, dan tingkat upah menunjukan hubungan positif terhadap tingkat pengangguran.

Penelitian yang dilakukan oleh Dhanie Nugroho (2006) dengan judul Pengangguran Struktural Di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan VAR yang memasukkan pengaruh dan mengakomodasi seluruh interaksi dinamis yang terjadi antar variabel. Yang mencoba menjelaskan dalam kerangka hysteresis berbagai perubahan yang terjadi pada teknologi, permintaan dan kejutan lain terhadap perilaku penentuan upah rill, tingkat pengangguran serta produktivitas tenaga kerja.

Penelitian oleh Yeny Dharmayanti (2011) dengan judul penelitian Analisis Pengaruh PDRB Upah Dan Inflasi Terhadap Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menganalisis nilai PDRB, upah dan inflasi secara individu terhadap tingkat pengangguran terbuka. Dimana pada penelitian ini menggunakan Metode Regresi Linear Berganda. Dan hasil penelitian menunjukan pengaruh PDRB terhadap pengangguran memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap pengangguran. Sedangkan Tingkat upah memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pengangguran. Dan inflasi memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pengangguran.

Penelitian oleh Whisnu Adhi Putra (2011) dengan judul Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan


(37)

Di Kabupaten/Kota Jawa Tengah. Dalam penelitian ini Model regresi yang digunakan adalah Metode Analisis Regresi Linier Berganda (Ordinary Least Squares Regression Analysis) dengan menggunakan Data Panel dengan menggunakan pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model). Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, dan pengangguran berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah.

Penelitian Farid Alghofari (2007) tentang Analisis Tingkat Pengangguran Di Indonesia. Penelitian ini menganalisis hubungan jumlah penduduk, tingkat inflasi, besaram upah, dan pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah pengangguran di Indonesia dari tahun 1980-2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis kuantitatif dengan pendekatan statistik deskritif, yaitu mendeskrisikan data dan grafik yang teruji dan analisis korelasi untuk mengetahui besarnya tingkat hubungan antar variabel. Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukan bahwa jumlah penduduk, besarnya upah, dan pertumbuhan ekonomi memiliki kecenderungan hubungan positif dan kuat terhadap jumlah pengangguran. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan jumlah penduduk dan angkatan kerja, besarnya upah, dan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan kenaikan jumlah pengangguran. Sedangkan tingkat inflasi hubungan positif dan lemah, dalam hal ini mengindikasikan tingkat inflasi tidak memiliki hubungan terhadap jumlah pengangguran.


(38)

2.7 Kerangka Pemikiran

Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang dilakukan serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut digambarkan suatu kerangka pemikiran yang skematis adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

2.8Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang sebenarnya harus diuji secara empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Didugaa tidakterdapat hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran.

2. Diduga tidak terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pengangguran.

jumlah Penduduk Inflasi

Pertumbuhan Ekonomi

Kemiskinan


(39)

3. Diduga terdapat hubungan antara jumlah penduduk dengan tingkat pengangguran.

4. Diduga terdapat hubungan antara tingkat kemiskinan dengan tingkat pengangguran.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah melihathubungan antara tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, dan kemiskinan dengan tingkat pengangguran di kota Medan

3.2 Jenis Dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk “time series” yang bersifat kuantitatif yaitu data berbentuk angka dari tahun 2000 - 2010. Data ini didapatkan melalui studi kepustakaan baik yang diambil dari buku, jurnal, penelitian, serta sumber data terbitan beberapa instansi tertentu antara lain BPS Kota Medan .

3.3 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program E-views 5.1 sebagai software utama untuk mengolah data dalam laporan penelitian ini. Selain itu juga digunakan Software Microsoft exel 2007 untuk mengetik data yang telah dikumpulkan, kemudian di konversikan ke software utama.

3.4 Model Analisis data

Untuk menganalisis hubungan antara variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, kemiskinan dengan pengangguran, maka Metode analisis data yang digunakan adalah Uji Kausalitas Granger (Granger Causaility test).


(41)

Dalam kaitan dengan metode tersebut, maka pengujian terhadap prilaku data runtun waktu (time series) dan integrasinya dapat dipandang sebagai uji persyarat bagi digunakannya metode tersebut, maka terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

3.4.1 Uji Akar Unit ( Unit Root Test)

Stasioner merupakan salah satu prasyarat penting dalam model ekonomertika untuk data runtut waktu (time series). Uji Akar Unit merupakan pengujian yang populer, dikembangkan oleh David Dickey Fuller maupun Phillips-Perron adalah untuk melihat stasioneritas data time series yang diteliti dengan program Eviews 5.1. Adapun formula dari Uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dapat dinyatakan sebagai berikut :

DUEt= αt + �Yt-1 + ∑ �� iDUEt-1+1 + �t...(1)

Uji dilakukan dengan hipotesis null � = 0 untuk ADF. Stasioner tidaknya data berdasarkan pada nilai statistik ADF yang diperoleh dari nilai t hitung koefisien � dengan nilai kritis statistik dari Mackinnon. Jika nilai absolut dan jika sebaliknya maka data stasioner.

3.4.2 Uji Kointegrasi (Cointegration Test)

Pengujian kointegrasi dilakukan untuk mengetahui apakah antara variabel dependen dengan variabel independennya terdapat hubungan atau keterkaitan sehingga dapat digunakan sebagai estimasi jangka panjanguntuk melihat hubungan jangka panjang antara inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, kemiskinan dengan tingkat pengangguran.


(42)

Untuk menentukan jumlah dari arah kointegrasi tersebut, maka Johansen menyarankan untuk melakukan data uji statistik.

Uji statistik pertama adalah uji trace (trace test �trace) yaitu menguji hipotesis nol (null hypothesis) yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama dengan p dan uji ini dapat dilakukan sebagai berikut :

λtrace (r) = -T∑�=�+���(1-λi) ...(2)

Dimana λ adalah nilai eigenvectors terkecil (p-r). Null hypothesis yang disepakati adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Dengan kata lain, jumlah vektor kointegrasi lebih kecil atau sama dengan (≤) r, dimana r= 0,1,2 dan seterusnya.

Untuk uji statistik yang kedua adalah uji maksimum eigenvalue (λ) yang dilakukan dengan formula sebagai berikut :

λmax(r,r+1) = -T in (1-λr+1)...(3)

Uji ini didasarkan pada uji null hypothesis bahwa terdapat r dari vektor kointegrasi yang berlawanan (r+1) dengan vektor kointegrasi. Untuk melihat hubungan kointegrasi tersebut, maka dapat dilihat besarnya nilai Trace statistic dan Max-Eigen statistic dibandingkan dengan nilai criticalvalue pada tingkat kepercayaan 5 persen.

3.4.3 Uji Kausalitas Granger (Uji Granger Causality)

Uji Kausalitas Granger merupakan sebuah metode untuk mengetahui dimana suatu variabel dependen (variabel tidak bebas) dapat dipengaruhi oleh variabel lain (variabel independen) dan di sisi lain variabel independen tersebut dapat


(43)

menempati posisi dependen variabel. Pengujian ini untuk melihat hubungan kausalitas antara inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan kemiskinan dengan tingkat pengangguran sehingga dapat diketahui variabel tersebut secara statistik saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak ada hubungan (tidak saling mempengaruhi), berikut ini metode Granger Causality Test sebagai berikut:

Xt =c + ∑�=1�i Yt – i + ∑ � �

�=1 i Xt – i + µ1t

Yt = c + ∑�=1�i Xt – i + ∑ � �

�=1 i Yt – i + µ2t...(4)

Dari perasamaan tersebut, kita dapat membedakan 4 keadaan hubungan yakni : 1. Adanya hubungan searah antara inflasi dengan pengangguran jika :

∑�=1�i ≠ 0; ∑ �

�=1 i = 0

2. Adanya hubungan searah antara pengangguran dengan inflasi jika : ∑�=1�i ≠ 0; ∑ �

�=1 i = 0

3. Adanya hubungan dua arah antara inflasi dengan pengangguran jika: ∑�=1�i ≠ 0; ∑ �

�=1 i ≠ 0

4. Tidak adanya saling hubungan antara inflasi dengan pengangguran jika : ∑�=1�i = 0; ∑ �

�=1 i = 0

Untuk memperkuat indikasi keberadaan berbagai bentuk kausalitas seperti yang disebutkan diatas, maka dilakukan F-test untuk masing-masing model regresi. 3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Inflasi adalah kenaikan harga barang atau jasa yang diukur menggunakan indeks harga konsumen yang dinyatakan dalam satuan persen.


(44)

2. Pertumbuhan Ekonomi adalah persentase kenaikan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Medan setiap tahunnya yang dinyatakan dalam satuan persen.

3. Jumlah Penduduk adalah kenaikan penduduk setiah tahun

4. Kemiskinan adalah presentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan yang inyatakan dalam satruan persen


(45)

BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Medan 4.1.1 Kondisi Geografis

Secara geografis Kota Medan terletak antara : 2º.27’- 2º.47’Lintang Utara dan 98º.35’ - 98º.44’ Bujur Timur. Kota Medan memliki luas 28.510 Hektar atau 265,10 Km2 atau sama dengan 3.6% dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Oleh arena itu, selain memiliki modal dasar pembangunan dengan jumlah penduduk dan letak geografis serta peranan regional yang re;atif besar, Kota Medan juga memiliki keterbatasan ruang sebagai bagian daya dukung lingkungan.

Luas Kota Medan dapat dikaitkan relatif kecil dibandingkan denganluasan beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Keterbatasan ruang kebih dirasakan karena bentuk wilayah administratif Kota Medan yang sangat ramping di tengah, sehingga secara alami dapat menghambat pengembangan perkotaan ke wilayah utara, khususnya di bidang penyediaan sarana prasarana kota. Kondisi tersebut juga menyebabkan kurang seimbang dan terintegrasi ruang kota di Bagian Utara dengan Bagian Selatan. Namum demikian, sebgai salah satu pusat perekonomian regional terpenting dipulau Sumatera dan salah satu dari tiga Kota Metropolitan terbesar di Indonesia. Kota Medan memiliki posisi dan kedudukan stategi sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa perdagangan barang dan jasa domestik secara regional/internasional di kawasan barat indonesia.


(46)

 Sebelah Utara : berbatasan dengan selat malaka

 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang  Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang  Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2007 berkisar antara 23,2º C – 24,2º C dan suhu maksimum berkisar antara 30,4º C – 33,6º C serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 31,6º C – 35,8º C dan suhu maksimum berkisar antara 29,1ºC – 32,9ºC. Selanjutnya mengenai kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata 79% - 93,5%. dan sebesar 1,42 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 3,81 mm. hari hujan di Kota Medan pada tahun 2007 rata-rata per bulan 17 hari dengan rata-rata curah hujan menurut Stasiun Sampali perbulannya 227,67 mm pada Stasiun Polonia perbulannya 209,42 mm.


(47)

Tabel 4.1

Luas Wilayah Kota Medan

No Kecamatan Luas(Ha)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Medan Tuntungan Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Petisah Medan Barat Medan Timur Medan Perjuangan Medan Tembung Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan 2.068 1.458 1.119 905 552 584 298 901 584 1.281 1.544 1.316 533 682 776 409 799 2.084 3.667 2.382 2.625 26.510 sumber : Badan Pusat Statistk

4.1.2 Kondisi Demografi

Istilah demografi mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan mulai menurun. Kependudukan


(48)

Kota Medan juga menggambarkan berbagai dinamika masyarakat, baik secara sosial maupun kultur

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Kota Medan tahun 2000-2010 Tahun Jumlah penduduk

2000 1904273

2001 1926520

2002 1963882

2003 1993602

2004 2006142

2005 2036185

2006 2067288

2007 2083156

2008 2102105

2009 2121053

2010 2097610

sumber : Badan Pusat Statistk

Berdasarkan data tabel diatas diketahui bahwa perkembangan jumlah penduduk Kota Medan pada kurun waktu sepuluh tahun terakhir terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Terlihat di tahun 2009 yang peningkatannya lebih tinggi dibandingkan di tahun 2008 dan di tahun 2010. Tingkat kepadatan ini yang relatif merupakan salah satu masalah perkotaan yang harus diantisipasi, terutama dengan semakin menyempitnya luas lahan yang ada, sehingga berpeluang menjadi tidak seimbang dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada. Kombinasi antara kepadatan, commuter dan peran Kota Medan sebagai pusat pelayanan regional menyebabkan tuntutan pelayanan daasar menjadi tinggi pula.

Faktor alami yang mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran dan kematian, sedang faktor lainnya adalah disebabkan meningkatnya arus urbanisasi dan commuters serta kaum pencari


(49)

kerja ke Kota Medan. berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, faktor utama yang menyebabkan komutasi ke Kota Medan adalah adanya pandangan bahwa : (1) bekerja di Kota Medan lebih bergengsi (2) di kota lebih gampang mencari kerja, (3) tidak ada lagi yang dapat diolah (dikerjakan) di daerah asalnya, dan (4) upaya mencari nafkah yang lebih baik. Keadaan seperti inilah yang menjadikan Kota Medan terus mengalami pertambahan tingkat pengangguran dan kemiskinan.

4.2Kondisi Perekonomian

Perekonomian kota dapat dilihat dengan berjalannya pertumbuhan ekonomi kota dan peningkatan PDRB setiap tahunnya. Tercatat pada saat krisis ekonomi nasional di tahun 1998 pertumbuhan ekonomi kota medan sangat menurun drastis hingga mencapai minus 18.11%. Namun pada saat ini, ekonomi kota medan sudah berangsur pulih, dan pertumbuhan ekonomi juga dapat berjalan cukup baik.

Selain itu perekonomian juga dapat berjalan dengan baik jika tingkat inflasi mengalami angka yang stabil. Namun ditahun 2005 angka inflasi memuncak hingga mencapai 22.91%, hal ini disebabkan karena kebijakan pemerintah dalam menaikan harga BBM nasional sehingga berimbas kepada Kota. Namun hal ini tidak berlangsung lama. Tercatat pada tahun 2006 inflasi kembali lebih stabil menjadi 5.97%. dan pada tahun 2007 inflasi sedikit mengalami peningkatan sebesar 6.42%. dan pada tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga menjadi 2.69%. berikut tabel perkembangan indikator perekeonomian secara makro di Kota Medan :


(50)

Tabel 4.3

Produk Domestik Regional Bruto,Pertumbuhan Ekonomi, inflasi 1990-2000 Tahun PDRB HargaBerlaku

(Rp Milyar)

Pertumbuhan Ekonomi (%)

Inflasi (%)

2000 13 958 606,54 4,40 5.09

2001 17 145 663,88 4,60 15.51

2002 19 660 542,05 4,50 9.49

2003 22 542 021,05 5,06 4.46

2004 26 329 403,23 5,46 6.64

2005 42 792 450,19 5,48 22.91

2006 48 849 946,89 7,77 5.97

2007 55 455 584,62 7,78 6.42

2008 65 221 770,81 6,89 10.63

2009 72 630 208,14 6,55 2.69

2010 83 315 016,03 7,16 7.65

sumber: Badan Pusat Statistik

Kegiatan perekonomian untuk kota Medan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan perubahan PDRB yang berjalan secara stabil. Pada tahun 2007, pertumbuhan ekonomi kota Medan mengalami kenaikan sebesar 7.78 persen, angka yang lebih tinggi jika dibandingkan pada tahun 2006 yang sebesar 7.77%

4.3Perkembangan Pengangguran Kota Medan

Salah satu persoalan pokok pembangunan kota yang dihadapi adalah relatif tingginya tingkat pengangguran terbuka. Untuk menekan angka pengangguran, berbagai program ketenagakerjaan diarahkan pada perluasan kesempatan kerja di segala bidang. Bidang yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Kota Medan adalah sektor perdagangan, jasa dan industri. Perluasan kesempatan kerja diupayakan dapat membuka peluang bagi teciptanya lapangan kerja baru, khususnya di sektor jasa, sektor industri rumah tangga maupun industri kecil lainnya.


(51)

Tabel 4.4

Tingkat Pengangguran Tahun 2000 – 2010 Tahun Pengangguran

(%)

2000 12.28

2001 13.35

2002 13.28

2003 15.23

2004 19.43

2005 12.46

2006 15.01

2007 14.49

2008 13.08

2009 14.27

2010 13.11

sumber: Badan Pusat Statistik

Tercatat bahwa setiap tahunnya pengangangguran selalu mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Di tahun 2004tercatat kenaikan pengangguran cukup tinggi hingga mencapai 19.43%. dibanding pada tahun 2003 sebesar 25.23%. namum ditahun 2005 mengalami penurunan menjadi 12.46%. Tingginya pengangguran disebabkan karena sumber daya manusia yang masih sangat lemah selain itu juga meningkatnya tenaga kerja yang terampil tetapi belum terserap di pasar kerja, belum seimbangnya jumlah pencari kerja dengan pertumbuhan lapangan kerja, penggunaan teknologi, dan jumlah penduduk yang semakin tidak terkendali. sehubungan kebijakan nasional yang memperngaruhi perekonomian kota secara umum. Akibat pertumbuhan angkatan kerja jauh lebih tinggi dari lapangan kerja baru yang tersedia, tingkat pengangguran secara fluktuasi cenderung relatif lebih tinggi. Oleh karena itu persoalan pengangguran berkaitan langsung dengan upaya setiap orang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,


(52)

sehingga dapat hidup layak dan tidak menjadi beban sosial, maka berapapun angka pengangguran, tetap harus menjadi perhatian yang serius dari semua pihak, agar mereka dapat aktif secara ekonomi. Kebijakan dasar pemerintah kota juga belum terlalu menunjukan perubahan yang signifikan terhadap masalah pengangguran ini. masuknya investasi-investasi baru, ternyata juga tidak dapat menampung seluruhnya angkatan kerja yang tersedia, sehingga tetap menjadi masalah sosial yang harus terus dicarikan jalan keluarnya melalui sinergitas pelaku-pelaku ekonomi. Kebijakan anggaran pada masa yang akan datang seharusnya dapat lebih meningkat di dibidang ekonomi dan investasi, disamping bidang-bidang lainnya.

4.4Analisis data dan pembahasan

Sebelum dilakukan Cointegration Test dan Granger Causality Test, maka terlebih dahulu dilakukan uji akar unit dan drajat integrasi untuk mengetahui apakah data dalam keadaan stasioner. Konsep ini berlaku umum pada seluruh model yang menggunakan data time series untuk menghindari spurious regression (regresi palsu) sebagai akibat dari tidak stasionernya observasi.

4.4.1 Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) dan Derajat Integrasi

Dalam teoritis untuk menguji prilaku data atas time series, yaitu variabel pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, dan kemiskinan di Kota Medan menggunakan Uji Akar Unit (Unit Root Test) dan Derajat Integrasi yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller atau lebih dikenal dengan nama Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Uji akar unit ini menggunakan ADF


(53)

statistik dari ke lima variabel tersebut selama kurun waktu 2000-2010. Berikut ini merupakan hasil Uji Akar Unit dari variabel-variabel tersebut :

Tabel 4.5

Hasil uji akar unit menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Variabel ADF Critical Value Derajat Integrasi Pengangguran -3.778463 -4.297073 I (0)

Inflasi -3.231799 -4.420595 I (0)

Pertumbuhan ekonomi -1.153831 -4.297073 I (0) Jumlah penduduk -2.188213 -4.297073 I (0)

Kemiskinan -0.815975 -4.297073 I (0)

Variabel ADF Critical Value Derajat Integrasi Pengangguran -7.102837 -2.937216*** I (2) Inflasi -4.549683 2.937216*** I(2) Pertumbuhan ekonomi -3.083465 -2.937216*** I (2) Jumlah penduduk -2.346164 -1.598068* I (2) Kemiskinan -5.227332 -2.937216*** I (2) Catatan: *** = Signifikan pada α = 1%

** = Signifikan pada α = 5% * = signifikan pada α = 10%

Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa hasil Uji Akar Unit variabel pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, dan kemiskinan telah stasioner pada derajat kedua. Artinya bahwa variabel pengangguran stasioner pada data second difference dengan tingkat signifikasi pada α = 1% , inflasi telah stasioner pada data second difference dengan tingkat signifikasi pada

α = 1%, dan juga pertumbuhan ekonomi stasioner pada data second difference

dengan tingkat signifikasi pada α = 1%, untuk jumlah penduduk stasioner pada data second difference dengan tingkat signifikasi pada α = 10%, dan kemiskinan stasioner pada data second difference dengan tingkat signifikasi pada α = 1% yang


(54)

dipergunakan dalam penelitian ini stasioner pada data second difference dengan

tingkat signifikasi pada α = 1% dan 10%.

Hal ini terlihat berdasarkan angka ADF statistik yang diperoleh pada variabel pengangguran memiliki angka ADF statistik yang diperoleh adalah -7.102837 sedangkan nilai kritisnya yaitu -2.937216 pada tingkat signifikasi 1%, tingkat signifikasi 5% sebesar 2.937216, dan tingkat signifikasi 10% sebesar -1.598068. Hasil ini menunjukan bahwa nilai ADF lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data stasioner pada integrasi 2 or I (2).

Untuk inflasi berdasarkan angka ADF statistik yang diperoleh pada variabel inflasi memiliki angka ADF statistik yang diperoleh adalah -4.549683 sedangkan nilai kritisnya yaitu -2.937216 pada tingkat signifikasi 1%, tingkat signifikasi 5% sebesar-2.006292, dan tingkat signifikasi 10% sebesar -1.598068. Hasil ini menunjukan bahwa nilai ADF lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data stasioner pada integrasi 2 or I (2).

Berdasarkan angka ADF statistik yang diperoleh pada variabel pertumbuhan ekonomi memiliki angka ADF statistik yang diperoleh adalah --3.083465 sedangkan nilai kritisnya yaitu --2.937216 pada tingkat signifikasi 1%, tingkat signifikasi 5% sebesar2.006292, dan tingkat signifikasi 10% sebesar -1.598068. Hasil ini menunjukan bahwa nilai ADF lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data stasioner pada integrasi 2 or I (2).


(55)

Berdasarkan angka ADF statistik yang diperoleh pada variabel jumlah penduduk memiliki angka ADF statistik yang diperoleh adalah -2.346164 sedangkan nilai kritisnya yaitu -2.346164 pada tingkat signifikasi 5%, tingkat signifikasi 10% sebesar -1.598068. Hasil ini menunjukan bahwa nilai ADF lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data stasioner pada integrasi 2 or I (2).

Berdasarkan angka ADF statistik yang diperoleh pada variabel kemiskinan memiliki angka ADF statistik yang diperoleh adalah -5.227332 sedangkan nilai kritisnya yaitu --2.937216 pada tingkat signifikasi 1%, tingkat signifikasi 5% sebesar-2.006292, dan tingkat signifikasi 10% sebesar -1.598068. Hasil ini menunjukan bahwa nilai ADF lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data stasioner pada integrasi 2 or I (2).

Dengan dimikian dapat disimpulkan bahwa semua variabel yaitu variabel pengangguran, variabel inflasi, variabel pertumbuhan ekonomi, variabel jumlah penduduk, dan variabel kemiskinan telah stasioner pada derajat integrasi 2 or I (2).

4.4.2 Hasil Uji Kointegrasi

Setelah diketahui bahwa variabel pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan adalah stasioner, maka selanjutnya akan diuji apakah ada keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel terebut. Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel tersebut dengan menggunakan Johansen Test. Berikut ini merupakan hasil uji kointegrasi antara variabel-variabel tersebut.


(56)

Tabel 4.6

Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen Series : INFLASI UN

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.815380 15.30583 15.49471 0.0534 At most 1 0.011127 0.100704 3.841466 0.7510

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa tidak terdapat kointegrasi antara variabel pengangguran dengan inflasi pada lag 1-1 dengan nilai trace statistic lebih kecil dari critical valuepada α = 5%. Hal ini berarti menunjukan bahwa kedua variabel tidak memiliki hubungan jangka panjang. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat kointegrasi antara variabel independen(inflasi) tehadap variabel dependen (pengangguran) di Kota Medan dalam kurun waktu penelitian. Artinya sesuai dengan teori Milton Friedman bahwa variabel inflasi dan variabel pengangguran ini hanya terjadi pada jangka pendek, tetapi tidak dalam jangka panjang, karena pada jangka pendek masih berlaku harga kaku (sticky price), sedangkan pada jangka panjang berlaku harga fleksibel. Dengan kata lain, tingkat pengangguran bagaimanapun juga akan kembali pada tingkat alamiahnya.

Tabel 4.7

Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen Series : JUMLPEND UN

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.897578 27.95126 15.49471 0.0004 At most 1 * 0.562659 7.443370 3.841466 0.0064


(57)

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat kointegrasi antara variabel jumlah penduduk dengan pengangguran pada lag 1-1 dengan nilai trace statistic lebih besar dari critical value pada α = 5%. Hal ini berarti menunjukan bahwa kedua variabel memiliki hubungan jangka panjang. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat kointegrasi antara variabel independen (jumlah penduduk) terhadap variabel dependen (pengangguran) di Kota Medan dalam kurun waktu penelitian.Artinya antara variabel ini memilki hubungan dalam proses panjang, mengingat perubahan pengangguran yang terjadi dapat dilihat dari perkembangan penduduk setiap tahunnya.

Tabel 4.8

Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen Series PERTUM UN

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.671380 11.28969 15.49471 0.1943 At most 1 0.131995 1.274022 3.841466 0.2590

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa tidak terdapat kointegrasi antara variabel pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran pada lag 1-1 dengan nilai trace statistic lebih kecil dari critical value pada α = 5%. Hal ini berarti menunjukan bahwa kedua variabel tidak memiliki hubungan jangka panjang. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat kointegrasi antara variabel independen (pertumbuhan ekonomi) terhadap variabel dependen (pengangguran) di Kota Medan dalam kurun waktu penelitian. Artinya kedua variabel tersebut menggambarkan asosiasi pergerakan jangka pendek. Pergerakanekonomi tidak


(58)

dibarengi oleh peningkatan kapasitas produksi, sehingga pengangguran tetap meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi yang meningkat ini berorientasi pada padat modal.

Tabel 4.9

Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen Series : KEMISKINAN UN

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.845508 17.50519 15.49471 0.0246 At most 1 0.074490 0.696694 3.841466 0.4039

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat kointegrasi antara variabel kemiskinan dengan pengangguran pada lag 1-1 dengan nilai trace statistic lebih besar dari critical value pada α = 5%. Hal ini berarti menunjukan bahwa kedua variabel memiliki hubungan jangka panjang. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat kointegrasi antara variabel independenterhadap variabel dependen di Kota Medan dalam kurun waktu penelitian. Artinya keduanya memiliki hubungan dalam proses panjang, perihal dimana keduanya merupakan masalah pokok yang selalu dan akan dihadapi setiap negara pada umumnya dan Kota Medan pada khususnya.

4.4.3 Hasil Uji Granger Kausalitas (Granger Causality Test)

Pada intinya Uji Granger Kausalitas digunakan untuk mengetahui arah hubungan antara dua variabel secara statistik, yaitu hubungan inflasi dengan pengangguran, hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran, hubungan jumlah penduduk dengan pengangguran, dan hubungan kemiskinan dengan


(59)

pengangguran di Kota Medan selama kurun waktu 2000-2010. Melalui uji ini dapat dilihat apakah kedua variabel tersebut memiliki :

a. Hubungan dua arah (saling mempengaruhi) b. Hubungan satu arah

c. Sama sekali tidak ada hubungan (tidak mempengaruhi)

Berikut ini adalah hail estimasi Uji Granger Causality antara variabel-variabel tersebut :

Tabel 4.10

Hasil Uji Granger Causality

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability UN does not Granger Cause INFLASI 8 2.11830 0.45862 INFLASI does not Granger Cause UN 0.41298 0.78246

Berdasarkan hasil estimasi dari Uji Granger Causality diatas, menunjukan bahwa tidak ada hubungan kausalitas satu arah ataupun timbal balik antara variabel inflasi dan pengangguran hingga pada pengujian lag ke 3. Ini terlihat dari nilai probabilitas variabel pengangguran terhadap infasi lebih besar dari 0.05 (0.45862 > 0.05) dan variabel inflasi terhadap pengangguran juga lebih besar dari 0.05 (0.78246 > 0.05) yang artinya apabila tingkat pengangguran meningkat maka tidak ada hubungannya dengan perubahan inflasi dan juga sebaliknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tidak memiliki hubungan selama kurun waktu penelitian.Ini menunjukan bahwa inflasi tidak bisa menyebabkan pengangguran dan pengangguran tidak bisa menyebabkan inflasi.Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi dan


(60)

adanya kekakuan harga dan upah. Jumlah lapangan kerja yangg dibutuhkan lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia setiap tahunnya.Dimana hasil temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh A.W. Philips yang menganalisis hubungan inflasi dan pengangguran di Inggris untuk tahun 1861-1957 dan juga temuan Sri (2009) yang menyatakan bahwa antara inflasi dan pengangguran tidak terdapat hubungan yang signifikan.

Tabel 4.11

hasil estimasi Uji Granger Causality

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability UN does not Granger Cause PERTUM 8 1.01722 0.60547 PERTUM does not Granger Cause UN 0.52694 0.73789

Berdasarkan hasil estimasi dari Uji Granger Causaliti diatas, menunjukan bahwa tidak ada hubungan kausalitas satu arah ataupun timbal balik antara variabel pertumbuhan ekonomi dan pengangguran hingga pada pengujian lag ke 3. Ini terlihat dari nilai probabilitas variabel pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi lebih besar dari 0.05 (0.60547 > 0.05) dan variabel pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran juga lebih besar dari 0.05 (0.73789 > 0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pengangguran dan variabel inflasi tidak memiliki hubungan selama kurun waktu penelitian. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi ternyata belum bisa sepenuhnya menyerap tambahan tenaga kerja dan menciptakan lapangan kerja baru. Dan


(61)

sesuai hukum Okun yang menyatakan bahwa untuk setiap penurunan 2 persen GDP, maka akan meningkat sekitar 1 persen angka pengangguran.

Tabel 4.12

hasil estimasi Uji Granger Causality

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability UN does not Granger Cause JUMLHPEND 9 1.60218 0.30827 JUMLHPEND does not Granger Cause UN 25.1987 0.00541

Berdasarkan hasil estimasi dari Uji Granger Causality diatas, menunjukan bahwa ada hubungan kausalitas satu arah antara variabel jumlah penduduk dengan pengangguran. Ini terlihat dari nilai probabilitas variabel jumlah penduduk terhadap pengangguran lebih kecil dari 0.05 (0.00541 < 0.05).Tetapi pengangguran tidak mempunyai hubungan terhadap jumlah penduduk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pengangguran dan variabel jumlah penduduk memiliki hubungan satu arah selama kurun waktu penelitian. Ini menunjukan bahwa perkembangan jumlah penduduk akan mempengaruhi tingkat pengangguran, setiap pertambahan penduduk akan menuntut perluasan lapangan kerja, namun kenyataannya lapangan kerja tidak dapat mengikuti laju angkatan kerja dengan kata lain tidak tercapai keseimbangan antara supplydan demand. Ini berarti penawaran tenaga kerja dipasar tenaga kerja melebihi permintaan tenaga kerja untuk mengisi kesempatan kerja yang tersedia.


(62)

Tabel 4.13

hasil estimasi Uji Granger Causality

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability UN does not Granger Cause KEMISKINAN 8 6.48925 0.27912 KEMISKINAN does not Granger Cause UN 2.36563 0.43807

Berdasarkan hasil estimasi dari Uji Granger Causality diatas, menunjukan bahwa tidak ada hubungan kausalitas satu arah ataupun timbal balik antara variabel kemiskinan dan pengangguran hingga pada pengujian lag ke 3. Ini terlihat dari nilai probabilitas variabel pengangguran terhadap kemiskinan lebih besar dari 0.05 (0.27912 > 0.05) dan variabel kemiskinan terhadap pengangguran juga lebih besar dari 0.05 (0.43807 > 0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pengangguran dan variabel kemiskinan tidak memiliki hubungan selama kurun waktu penelitian. Ini mengindikasikan bahwa adanya dimensi dari aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan, keterampilan dan aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Artinya disini bahwa pengangguran tidak mengukur atau menggambarkan kemiskinan seseorang. Dan kemiskinan bisa disebabkan karena manusianya baik secara individual maupun kolektif.


(1)

LAMPIRAN 14

Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen antara Kemiskinan Dengan

pengangguran

Date: 01/22/13 Time: 11:02 Sample (adjusted): 2002 2010

Included observations: 9 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: KEMISKINAN UN

Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.845508 17.50519 15.49471 0.0246 At most 1 0.074490 0.696694 3.841466 0.4039 Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level

* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.845508 16.80850 14.26460 0.0194 At most 1 0.074490 0.696694 3.841466 0.4039 Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level

* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): KEMISKINAN UN

-2.163365 2.285567 5.459825 -1.155267

Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(KEMISKINA

N) -0.185665 -0.224313 D(UN) -1.202699 -0.051595


(2)

1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -17.46203 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)

KEMISKINAN UN 1.000000 -1.056487

(0.15016)

Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(KEMISKINA

N) 0.401662 (0.79885) D(UN) 2.601877 (0.52995)


(3)

LAMPIRAN 15

Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen antara Pertumbuhan

Ekonomi Dengan pengangguran

Date: 01/22/13 Time: 11:03 Sample (adjusted): 2002 2010

Included observations: 9 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: PERTUM UN

Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.671380 11.28969 15.49471 0.1943 At most 1 0.131995 1.274022 3.841466 0.2590 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level

* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.671380 10.01567 14.26460 0.2109 At most 1 0.131995 1.274022 3.841466 0.2590 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level

* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I):

PERTUM UN

0.056448 1.612029 0.937120 -0.812927

Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(PERTUM) -0.408045 -0.226456


(4)

1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -19.20184 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)

PERTUM UN

1.000000 28.55786 (9.18995)

Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(PERTUM) -0.023033

(0.01731) D(UN) -0.061173 (0.01924)


(5)

LAMPIRAN 16

Hasil Uji Granger Causality antara Inflasi dengan Pengangguran

Pairwise Granger Causality Tests Date: 01/29/13 Time: 17:20 Sample: 2000 2010

Lags: 3

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability UN does not Granger Cause INFLASI 8 2.11830 0.45862 INFLASI does not Granger Cause UN 0.41298 0.78246

Hasil Uji Granger Causality antara Jumlah Penduduk dengan Pengangguran

Pairwise Granger Causality Tests Date: 01/29/13 Time: 17:21 Sample: 2000 2010

Lags: 3

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability UN does not Granger Cause JUMLHPEND 8 0.71408 0.67811 JUMLHPEND does not Granger Cause UN 290.619 0.04309


(6)

Hasil Uji Granger Causality antara Kemiskinan dengan Pengangguran

Pairwise Granger Causality Tests Date: 01/29/13 Time: 17:22 Sample: 2000 2010

Lags: 3

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability UN does not Granger Cause KEMISKINAN 8 6.48925 0.27912 KEMISKINAN does not Granger Cause UN 2.36563 0.43807

Hasil Uji Granger Causality antara Pertumbuhan Ekonomi dengan

Pengangguran Ekonomi

Pairwise Granger Causality Tests Date: 01/29/13 Time: 17:24 Sample: 2000 2010

Lags: 3

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability UN does not Granger Cause PERTUM 8 1.01722 0.60547 PERTUM does not Granger Cause UN 0.52694 0.73789