Optimasi Penggunaan Absorben Pada Pengering Sistem Integrasi Energi Surya dan Desikan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia ditandai sebagai negara agraris dengan 41 juta petani yang rumah
tangganya bergantung pada hasil pertanian untuk hidup mereka. Peran pertanian
terhadap perekonomian Indonesia sangat penting, tidak hanya sebagai sumber
penghasilan keluarga tetapi juga karena secara historis pertanian telah dianggap
sebagai cara hidup sebagian besar masyarakat Indonesia [1]. Indonesia terletak di
daerah khatulistiwa yaitu pada 6oLU –11oLS dan 95oBT – 141oBT sehingga memiliki

sumber energi matahari yang cukup besar. Potensi energi surya rata-rata nasional
adalah 16 MJ/hari. Meskipun energi surya dipandang sebagai energi yang ramah
lingkungan namun secara alamiah sifatnya adalah intermittent (tidak kontinu) dan
temperatur maksimum yang dapat dicapai adalah 35 °C. Oleh karena itu, kelayakan
energi surya ini dapat ditambah dengan memanfaatkan teknologi energi surya buatan
(solar dryer dengan sistem kolektor plat datar) untuk dapat menaikkan temperatur
udara pemanas higga mencapai 45 – 60 °C pada siang hari (sunshine) dan dilanjutkan
dengan menyimpan sebagian energi surya ini pada bahan-bahan penyimpan panas
(phase change material’s = PCM’s) untuk melanjutkan proses pengeringan pada saat
malam hari atau yang disebut sebagai sistem contiuous. Desikan termasuk jenis
PCM’s yang mempunyai afinitas tinggi terhadap uap air. Secara khas kandungan air

desikan merupakan fungsi humiditas relatif dari udara lingkungan yang nilainya
berbanding lurus. Terdapat dua kategori desikan yang dijumpai yakni absorben dan
adsorben. Absorben bekerja melalui suatu perubahan kimia ketika beratraksi dan
mengikat/ menahan uap air. Lithium klorida dan kalsium klorida adalah absorben
yang paling umum digunakan sebagai desikan. Bahan-bahan adsorben menangkap
dan menahan molekul air didalam pori-pori permukaannya dan disini tidak terjadi
perubahan kimia. Senyawa alumina silikat seperti silica gel dan molecular sieve
adalah adsorben komersial yang banyak dijumpai di pasaran [2]. Indonesia
memproduksi sekitar 15% biji kakao dunia, dan menempati urutan ketiga dalam hal
statistik produksi internasional [3]. Pada produk pertanian yang berbentuk butiran
seperti kacang, kopi, padi, dan lainnya proses pengeringan memegang peranan
penting

dalam

pengawetannya.

Selain

itu


pengeringan

juga

membantu

1
Universitas Sumatera Utara

2
mempermudah penyimpanan produk pertanian dalam rangka pendistribusian baik
dalam skala domestik maupun ekspor. Proses pengeringan butiran bertujuan untuk
mengurangi kandungan airnya sampai batas-batas tertentu, agar tidak terjadi
kerusakan akibat aktivitas metabolisme oleh mikroorganisme [4].
Pengeringan yang biasa dilakukan oleh petani adalah langsung dibawah
matahari. Tetapi cara ini tidak bersih karena hasil pertanian dapat terkontaminasi
oleh hewan ataupun bakteri [5] debu, reaksi enzimatik [6]. Juga sistem ini
membutuhkan waktu dan pekerja yang sangat intensif, karena tanaman harus ditutupi
di malam hari dan selama cuaca buruk, dan tanaman terus harus dilindungi dari

serangan hewan domestik [6]. Pengering surya dianggap sebagai metode yang murah
dan mudah asalkan ketersediaan matahari yang cukup dan biji tertutup selama hujan
dan pada malam hari, dan dalam kondisi seperti itu mereka cukup kering.
Pengeringan biji kakao mengacu pada penghilangan air dari biji kakao yang
difermentasikan ataupun biji kakao yang tidak difermentasikan dengan kadar air
yang aman untuk penyimpanan 6 - 7%. Laju pengeringan lambat memiliki
keuntungan untuk mencegah biji kakao dari kerutan dan pengerasan. Senyawa asam
di dalam biji yang dihasilkan dari fermentasi akan menguap lebih mudah bersama
uap air ke udara sekitar [7].
Penelitian terbaru mengenai pengering kakao menggunakan energi surya ialah
dengan menggabungkannya dengan energi termokimia yaitu dengan menggunakan
desikan penyimpan panas adsorpsi dan absorpsi. Untuk adsorpsi digunakan
molecular sieve 13X dan untuk absorpsi digunakan CaCl2. Penggunaan desikan
penyimpan panas dapat menaikkan suhu didalam pengering sekitar 9-12 oC lebih
tinggi dari suhu sekitar, dan juga dapat menurunkan humiditas yang ada didalam
pengering. Hasilnya, penggunaan desikan penyimpan panas dapat menurunkan
konsumsi energi spesifik dan lama waktu pengeringan dan membuat kualitas kakao
menjadi lebih bagus [2].
Berikut ini adalah penelitian yang telah dilakukan mengenai alat pengering
kakao :


Universitas Sumatera Utara

3
Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya Tentang Alat Pengering Kakao
Nama

Tahun Judul Penelitian

Hasil Penelitian

Fotios Zorbas, B.S

1987

Low Temperature

Rentang

Drying Using Liquid


digunakan adalah 12% dan

Dessicant

40%, dan rentang LiCl yang

CaCl2

digunakan

yang

27%-41%.

Hasil

optimum terjadi saat CaCl2
40% dan LiCl 41% pada 30oC
[8].

Kate

Gold

and 2014

Fiona Hay

Equilibrating seeds

Untuk menyeimbangkan benih

to specific moisture

ke

levels

tertentu, digunakan LiCl untuk


tingkat

kelembaban

menghasilkan

RH

yang

diinginkan. Dimana hasil yang
diperoleh yaitu dengan massa
LiCl (174, 147, 128, 104, 88,
74, 60, 50, 34, 26, 20, 8) gram
dihasilkan RH (11, 15, 20, 30,
40, 50, 60, 70, 80, 85, 90, 95)
% untuk 100 gram biji [9].
Sari Farah Dina,

2015


Study on

Daya adsorpsi molecular sieve

Farel H.

effectiveness of

(Na86[(AlO2)86(SiO2)106]•

Napitupulu, Himsar

continuous solar

264H2O) adalah 20,9% dari

Ambarita

dryer integrated with berat


kering

adsorben.

desiccant thermal

Sedangkan

storage for drying

CaCl2 adalah 38,4% dari berat

cocoa beans

kering absorben. Kadar air
akhir

biji


pengeringan

daya

absorpsi

kakao,
dan

lama

Konsumsi

Energi Spesifik (KES) dari
pengeringan energi surya +
adsorben, pengeringan energi
surya

+


absorben

dan

Universitas Sumatera Utara

4
pengeringan

dengan

penjemuran langsung adalah
berturut-turut : 6,39 %, 5,98 %
dan

5,21%;

pengeringan

dengan

lama

masing-masing:

41 jam, 30 jam dan 55 jam
serta KES: 18,83; 13,16 dan
59,11 MJ/kg air teruapkan [2].
Berdasarkan uraian tersebut, agar dapat menaikkan kualitas biji kakao kering
maka alat pengering surya hendaknya mempunyai desikan penyimpan panas untuk
menurunkan humiditas udara sekitar penyimpanan biji kakao pada malam hari.
Dilakukanlah penelitian mengenai optimasi penggunaan absorben pada pengering
sistem integrasi energi surya dan desikan.

1.2 Perumusan Masalah
Pengeringan biji kakao fermentasi dengan energi surya pada siang hari dapat
menurunkan kadar air dari biji kakao tersebut. Namun pada malam hari humiditas di
sekitar biji kakao meningkat sehingga mempengaruhi massa dari biji kakao tersebut.
Selain massa, juga dapat mempengaruhi kualitas dari biji kakao itu sendiri. Maka
untuk menurunkan humiditas disekitar biji kakao pada malam hari digunakan energi
termokimia dari suatu absorben untuk menyerap uap air yang ada di udara sekitar biji
kakao pada malam hari. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan kepada optimasi
penggunaan absorben pada pengering sistem integrasi energi surya dan desikan.

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui bagaimana efektivitas pengeringan pada siang hari.
2. Mengkaji bagaimana optimasi penggunaan absorben pada pengering sistem
integrasi energi surya dan desikan (secara kontinu) ditinjau dari RH dan
temperatur minimum yang dicapai, kadar air akhir, jumlah air yang diserap
pada malam hari, dan waktu pengeringan.
3. Mengetahui nilai difusifitas efektif kakao.
4. Mengetahui model kinetika pengeringan yang sesuai untuk menggambarkan
pengeringan kakao.

Universitas Sumatera Utara

5
5. Mengetahui jumlah konsumsi energi spesifik
6. Mengetahui hubungan laju pengeringan terhadap waktu dan kadar air

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi bagaimana efektivitas pengeringan pada siang hari.
2. Memberikan informasi bagaimana optimasi penggunaan absorben pada
pengering sistem integrasi energi surya dan desikan (secara kontinu) ditinjau
dari RH da Temperatur minimum yang dicapai, kadar air akhir, jumlah air
yang diserap pada malam hari, dan waktu pengeringan.
3. Memberikan informasi nilai difusifitas efektif kakao.
4. Memberikan informasi model kinetika pengeringan yang sesuai untuk
menggambarkan pengeringan kakao.
5. Memberikan informasi jumlah konsumsi energi spesifik
6. Memberikan informasi hubungan laju pengeringan terhadap waktu dan kadar
air

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Medan yang terletak pada posisi 3,43oLU –
98,44oBT dan ketinggian 37,5 meter dari permukaan laut. Adapun bahan utama yang
digunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao fermentasi dan absorben LiCl.
Variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 1.2 Variabel Tetap Yang Dilakukan Dalam Penelitian
No.

Variabel

Keterangan

1

Berat biji kakao

1 kg

2

Waktu pengeringan menggunakan matahari

09.00-17.00 WIB

3

Waktu pengeringan menggunakan absorben LiCl

17.00-09.00 WIB

Variabel berubah dalam penelitian ini adalah jumlah absorben LiCl yang
digunakan yaitu 1 kg, 2 kg, dan 3 kg.

Universitas Sumatera Utara