Gambaran Perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Janin di Kelurahan Tanjung Morawa Pekan Tahun 2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dewasa ini HIV/AIDS sudah menjadi penyakit yang pandemik, menyerang
jutaan penduduk dunia. Di Indonesia, HIV/AIDS sudah memasuki sebuah kondisi
yang disebut dengan tahap feminisme , tidak hanya menyerang populasi kunci tetapi
juga menyerang kelompok yang sebelumnya termasuk dalam kelompok dengan risiko
kecil yaitu ibu rumah tangga (KPAN, 2010).
HIV/AIDS bahkan sedang memberikan ancaman yang nyata terhadap
pembangunan kualitas hidup dan produktifitas manusia di Indonesia saat ini. Hal ini
ditunjukkan oleh tingginya tingkat penularan penyakit yang disebabkan oleh virus
HIV (KPAN, 2010).
Berdasarkan namanya, Acquired Immuno Deficiency Sindrome (AIDS) berarti
suatu kondisi yang dapat ditemukan pada individu pasien pengidap penyakit yaitu
sekumpulan gejala (sindroma) khas kekurangan imunitas (daya pertahanan alam –
kekebalan) menahan infeksi. Penyebab dari sindroma adalah virus HIV ( Human
Immunodeficiency Virus) (Supari SF, 2006).

AIDS yang pertama kali ditemukan pada tahun 1981 telah berkembang
menjadi masalah kesehatan global. Sekitar 60 juta orang di dunia telah tertular HIV

dan 25 juta telah meninggal akibat AIDS, sedangkan saat ini orang yang hidup
dengan HIV sekitar 35 juta. Setiap hari terdapat 7400 orang baru terkena HIV atau 5

Universitas Sumatera Utara

orang per menit. Pada tahun 2007 terjadi 2,7 juta infeksi baru HIV dan 2 juta
kematian akibat AIDS (UNAIDS, 2008).
Di Asia terdapat 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV, 440.000 diantaranya
adalah infeksi baru dan telah menyebabkan kematian pada 300.000 orang di tahun
2007. Cara penularan di Asia sangat bervariasi, namun yang mendorong epidemi
adalah tiga perilaku yang berisiko tinggi: seks komersial yang tidak terlindungi,
berbagi alat suntik di kalangan pengguna napza, dan seks antar lelaki yang tidak
terlindungi (KPAN, 2010).
Indonesia merupakan negara di Asia dengan epidemi yang berkembang paling
cepat (UNAIDS, 2008). Kasus AIDS pertama di Indonesia dilaporkan di Bali pada
bulan April tahun 1987. Penderitanya adalah wisatawan Belanda yang meninggal di
RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya. Sampai dengan akhir
tahun

1990,


peningkatan

kasus

HIV/AIDS

nampaknya

masih

belum

mengkhawatirkan banyak pihak, tetapi sejak awal tahun 1991, waktu yang
dibutuhkan untuk peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat ( doubling
time ) sudah kurang dari setahun (Muninjaya, 1998).

Sejak kasus pertama AIDS terdeteksi pada tahun 1987, epidemi HIV telah
tumbuh perlahan-lahan. Sampai pada tahun 1999, sebuah peningkatan pesat dalam
prevalensi HIV ditemukan di beberapa provinsi, terutama di kalangan pekerja seks

dan penasun. Sejak tahun 2000, Indonesia telah memiliki epidemi terkonsentrasi dan
total kasus HIV diperkirakan sekitar 110.000 (kisaran 53.000-180.000, sekitar 10.000
diantaranya telah berkembang menjadi AIDS, sementara lebih dari 16 juta orang
beresiko tinggi terhadap HIV (Beck, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Data Kemenkes RI menunjukkan sampai dengan tahun 2012, jumlah
kabupaten/kota

tertular

HIV-AIDS

sebanyak

341

kabupaten/kota


dengan

kemungkinan angka tersebut akan terus bertambah jika epidemi ini tidak ditangani
dengan lebih serius. Sementara itu, jumlah kabupaten/kota yang tidak ditemukan
/belum dilaporkan kasus HIV-AIDS sebanyak 156 kabupaten/kota. Kabupaten/kota
tertular, yaitu ditemukan satu atau lebih kasus HIV dan AIDS pada penduduk yang
berdomisili di kabupaten/kota tersebut (Kemenkes, 2012).
Data dari Laporan Kementerian Kesehatan Triwulan III tahun 2012
menunjukkan bahwa jumlah kasus HIV di Indonesia yang dilaporkan sejak tahun
2005 hingga September 2012 berjumlah 92.251 orang dan untuk kasus AIDS
berjumlah 36.822 orang. Jumlah tersebut diyakini masih jauh dari jumlah sebenarnya
dan masih akan terus meningkat (Kemenkes, 2012).
Di Sumatera Utara, kasus HIV tidak mengalami penurunan yang berarti.
Berdasarkan data terbaru dari Laporan Kementerian Kesehatan tahun 2012, diketahui
bahwa kasus HIV hingga tahun 2012 di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 5.935
orang. Padahal pada tahun 1994 - 2007, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
sebelumnya mencatat jumlah kumulatif pengidap HIV 1157 orang (Kemenkes, 2012).
Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi MDGs,
Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakannya serta menjadi bagian yang
tak terpisahkan dengan program pembangunan nasional baik jangka pendek,

menengah, dan panjang. Salah satu tujuan program MDGs adalah memerangi
HIV/AIDS, dengan target mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai
menurunnya jumlah kasus baru pada tahun 2015. Tujuan ini juga sejalan dengan

Universitas Sumatera Utara

penurunan angka kematian ibu dan anak, khhususnya yang terkait dengan penyakit
ini. Namun melihat tren yang cenderung meningkat, dikhawatirkan tujuan dan target
MDGs akan sulit tercapai jika tidak ada langkah yang strategis untuk menanggulangi
penyakit ini (MDG‟s, 2015).
Hal yang paling mengkhawatirkan saat ini adalah tingkat penularan HIV pada
kelompok usia reproduktif tinggi, yaitu mencapai tingkat penularan HIV pada
kelompok sebesar 90 %. Dari data persentase kumulatif kasus AIDS menurut
kelompok umur sejak tahun 2010 hingga tahun 2012, kasus HIV-AIDS di Indonesia
didominasi oleh kelompok usia 25 sampai 49 tahun. Kesimpulan yang sama juga
dapat dilihat dari data Surveilans Terpadu HIV dan Perilaku (STHP) di provinsi
Papua dan Papua Barat. Terdapat pergerakan kasus ke arah generalized epidemic
yaitu epidemi HIV sudah masuk ke dalam masyarakat umum dan telah masuk ke
dalam epidemi terkonsentrasi dengan prevalensi HIV sebesar 2,4% pada penduduk
25-49 tahun yang merupakan penduduk reproduktif tinggi (KPAN, 2010).

Perempuan saat ini mewakili populasi dengan peningkatan tercepat dalam
infeksi HIV. Di negara - negara yang paling terpukul dari Sub-Sahara Afrika, lebih
dari 60% dari semua Infeksi baru HIV terjadi pada wanita, bayi, dan anak-anak.
Diketahui bahwa sudah 1.400 anak di bawah usia 15 tahun yang terinfeksi HIV setiap
hari. Lebih dari 90% infeksi baru pada bayi dan anak - anak terjadi melalui MTCT
(Mother to Child Transmission) (WHO, 2007).
Kasus penularan HIV dari ibu ke bayi jumlahnya juga semakin
mengkhawatirkan di Indonesia. Saat ini, penyebaran HIV telah menyebar ke ibu

Universitas Sumatera Utara

rumah tangga yang terinfeksi HIV dari suaminya dan sebagian besar telah melahirkan
bayi-bayi HIV positif (Maryunani, 2009).
Data jumlah kumulatif kasus HIV sejak tahun 1987 hingga September 2012
menunjukkan bahwa kelompok populasi ibu rumah tangga memiliki peringkat ketiga
terbesar dari 20 jenis populasi berdasarkan pekerjaan yang ada, yaitu sebesar 4251
kasus. Pada tahun 2012, sejak Januari hingga September kasus HIV pada ibu rumah
tangga berjumlah 561 kasus. Kondisi ini akan memperbesar kemungkinan terjadinya
penularan HIV AIDS dari ibu rumah tangga kepada janin yang dikandung
(Kemenkes, 2012).

Jumlah kasus HIV menurut kelompok umur kurang dari 4 tahun pada tahun
2010 yaitu 390 kasus. Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi
547 kasus. Namun hingga September 2012 jumlah yang dilaporkan mengalami
penurunan menjadi 416 kasus Penurunan yang terjadi kemungkinan karena data yang
dilaporkan hanya sampai September 2012. (Kemenkes, 2012).
Sementara itu, jumlah kasus untuk kelompok anak usia 5-14 tahun sebesar
405 kasus pada tahun 2010. Jumlah tersebut mengalami penurunan menjadi 242 pada
tahun 2011 dan mengalami penurunan kembali hingga September 2012 menjadi 162
kasus (Kemenkes, 2012). Namun perlu diingat kembali bahwa data ini hanya sampai
bulan September 2012.
Pada kasus AIDS, jumlah kumulatif kasus sejak tahun 1987 mengalami
peningkatan setiap tahun pada kelompok umur