Faktor Yang Mempengaruhi Non-Performing Loan Pada Bank Pemerintah Dan Bank Asing Di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bank berperan penting dalam pembangunan dunia usaha, berpengaruh
terhadap sistem perekonomian nasional dan bank juga berperan sebagai agen
perantara (financial intermediary) yang mendukung usaha pembangunan terkait
dalam berbagai bidang (Rizal, 2013 : 1). Berdasarkan UU No.10 tahun 1998
tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Dengan demikian, Melalui sebuah bank dapat dihimpun dana
dari masyarakat dalam berbagai bentuk simpanan dan dana yang telah terhimpun
tersebut, disalurkan kembali dalam bentuk pemberian kredit (Dendawijaya, 2001 :
190).
Kredit yang disalurkan oleh bank merupakan bagian asset terbesar yang
dimiliki oleh bank tapi setiap kredit yang disalurkan mengandung berbagai resiko
yang disebabkan adanya kemungkinan tidak dilunasi kredit oleh debitur pada
akhir masa (jatuh tempo) kredit itu. Sehingga bank harus berhati-hati dalam
memberikan pinjaman terhadap calon debitur (peminjam), karena mereka tidak
ikut menanggung risiko yang sudah menjadi tanggung jawab manajemen bank.
Sehingga dalam menentukan apakah bank akan memberikan suatu pinjaman atau

tidak, maka bank harus bisa memperkirakan atau mengukur risiko kredit
bermasalah (Darmawi, 2012 : 104).

1
Universitas Sumatera Utara

Terjadinya kredit bermasalah pada bank sering disebut sebagai rasio Non
Performing Loans (NPL) (Siamat, 2005 : 358). Rasio NPL merupakan salah satu
faktor untuk menilai suatu bank dapat dikatakan sehat atau tidak, semakin tinggi
tingkat NPL maka semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah
kredit bermasalah semakin besar. Rasio NPL dihitung dengan rumus, jumlah
kredit bermasalah (kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet)
dibagi jumlah kredit yang disalurkan (SE BI N0 3/30DPNP tgl 14 Desember
2001). Dalam ketentuannya Bank Indonesia menetapkan ukuran maksimal tingkat
rasio NPL adalah 5%. Bank dapat dikatakan mengalami kegagalan kredit apabila
memiliki tingkat NPL lebih dari 5%.
Widjonarto (dalam Dendawijaya, 2001 : 172) menjelaskan bahwa, krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1997 berdampak buruk bagi perekonomian
Indonesia termasuk industri perbankan, karena pemerintah melikuidasi 16 bank
nasional. Hal ini dikarenakan kinerja dan kesehatan bank tidak baik. Menurut

Dendawijaya (2001 : 189), untuk mempercepat pemulihan ekonomi sebagai
dampak dari krisis moneter, maka pemerintah melakukan program rekapitalisasi
perbankan (perbaikan menyeluruh disektor perbankan). Dalam rekapitalisasi
perbankan, kredit yang diberikan (khususnya kredit bermasalah) menjadi “pemain
utama” selain faktor modal. Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan yang
berkaitan dengan penilaian kesehatan bank, setiap bank umum yang memberikan
kredit wajib membentuk cadangan aktiva yang diklasifikasikan. Cadangan
dibentuk nilainya harus diambil dari modal bank, semakin besar kredit bermasalah
maka modal bank akan “digerogoti” karena semakin besar cadangan yang

2
Universitas Sumatera Utara

dibentuk dari modal dan berakibat modal bank kemungkinan negatif. Berdasarkan
hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kredit bermasalah berpengaruh
terhadap tingkat kesehatan bank.
Meskipun kredit bermasalah berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank,
namun kegagalan kredit (kredit bermasalah) masih dialami oleh perbankan di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari Non Performing Loan (NPL) bank pemerintah
dan bank asing periode 2006-2012 pada Tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1
Non Performing Loan (NPL) Bank Pemerintah dan Bank Asing
Periode 2006-2012 (Periode Desember)
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: www.bi.go.id

Rasio NPL (%)
Bank Pemerintah
10,70
6,50
3,74
3,46
2,80

2,55
2,21

Bank Asing
3,64
5,23
5,83
7,40
3,14
2,50
1,54

Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa rasio NPL bank pemerintah pada tahun
2006 dan 2007, masing-masing sebesar 10,70% dan 6,50%. Sementara bank asing
pada tahun 2007, 2008, dan 2009, masing-masing sebesar 5,23%, 5,83% dan
7,40%. Data tersebut menunjukkan bahwa NPL bank pemerintah dan bank asing
berada diatas ketentuannya Bank Indonesia. Berdasarkan ketentuannya Bank
Indonesia menetapkan ukuran maksimal tingkat rasio NPL adalah 5%, dan Tabel
1.1 juga menunjukkan Non Performing Loans (NPL) seluruh bank pemerintah dan
bank asing mengalami fluktuatif pada periode 2006-2012.


3
Universitas Sumatera Utara

Peningkatan dan penurunan NPL pada suatu bank dapat dipengaruhi berbagai
faktor. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat Non
Performing Loans (NPL) adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit
Ratio (LDR), Net Interest Margin (NIM), Kualitas Aktiva Produktif (KAP),
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Bank Size, Return
on Equity (ROE), Gross Domestic Product (GDP) dan Tingkat Inflasi.
Kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR), Net Interest Margin (NIM), Kualitas
Aktiva Produktif (KAP), Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) dan Non Performing Loan (NPL) bank pemerintah dan bank asing
selama periode penelitian (2008-2012), dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai
berikut:
Tabel 1.2
Rata-rata LDR, NIM, KAP, BOPO dan NPL Bank Pemerintah dan Bank
Asing Periode 2008 – 2012
Rasio (%)
Tahun

Bank Asing
Bank Pemerintah
LDR NIM KAP BOPO NPL LDR NIM KAP BOPO NPL
2008 70,27 6,07 3,33 89,92 3,74 88,31 4,29 3,67 83,38 5,83
2009 69,55 5,81 3,03 92,35 3,46 85,05 3,78 4,18 78,78 7,40
2010 71,54 6,11 2,64 88,23 2,80 90,86 3,54 2,40 88,61 3,14
2011 74,75 6,55 2,40 91,94 2,55 96,47 3,62 1,60 83,24 2,50
2012 79,84 5,95 2,60 70,53 2,21 111,21 3,47 1,50 80,78 1,54
Sumber : www.bi.go.id
Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa NIM, KAP dan BOPO bank pemerintah
selama tahun 2008-2012 mengalami fluktuatif dan LDR mengalami peningkatan.
Sedangkan bank asing selama tahun 2008-2012 NIM dan BOPO mengalami
fuktuatif, LDR mengalami peningkatan dan KAP mengalami penurunan.

4
Universitas Sumatera Utara

Ratio LDR menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank (Dendawijaya,
2001 : 118). Likuiditas adalah kemampuan bank untuk membayar kewajibannya.
Menurut Irmayanto et al, (2009 : 90), semakin tinggi rasio LDR berarti semakin

rendah likuiditas bank, karena terlalu besar jumlah dana masyarakat yang
dialokasikan ke kredit. Oleh karena itu maksimal LDR yang diperkenankan oleh
Bank Indonesia adalah sebesar 110% (Riyadi, 2004 : 146), jika lebih maka jumlah
kredit yang disalurkan terlampau besar sehingga memungkinkan terjadinya resiko
kredit bermasalah. Dengan demikian semakin tinggi presentase LDR maka NPL
juga semakin tinggi. LDR bank pemerintah tahun 2008-2009 mengalami
penurunan sebesar 0,72% dan NPL bank pemerintah juga mengalami penurunan
sebesar 0,28%. Pada LDR bank asing tahun 2008-2009 mengalami penurunan
sebesar 3,26% tetapi NPL bank asing justru mengalami kenaikan sebesar 1,57%.
Teori sesuai bagi bank pemerintah tetapi bertentangan bagi bank asing.

NIM adalah rasio yang menggambarkan penghasilan bunga bank dari aktiva
produktif, semakin besar NIM maka biaya bunga yang harus dikeluarkan terus
meningkat sementara pendapatan bunga kredit tidak meningkat, karena kualitas
pembayaran kredit menurun yang nantinya mengarah pada kredit macet (NPL)
(Dendawijaya, 2001 : 185). Dengan demikian semakin tinggi presentase NIM
maka NPL juga semakin tinggi. NIM bank pemerintah tahun 2008-2009
mengalami penurunan sebesar 0,26% dan NPL bank pemerintah mengalami
penurunan sebesar 0,28%. Pada NIM bank asing tahun 2009-2010 mengalami
penurunan sebesar 0,24% dan NPL bank asing juga mengalami penurunan sebesar

4,26% dan hal ini sesuai dengan teori.

5
Universitas Sumatera Utara

Menurut Rivai (2013 : 474), Kualitas aktiva produktif (KAP) adalah
perbandingan antara aktiva produktif yang dikasifikasikan/classified assets (kredit
kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet) dengan total aktiva
produktif/earning assets. Semakin kecil rasio ini semakin baik karena aktiva
produktif yang bermasalah semakin kecil. Aktiva produktif yang dianggap
bermasalah adalah aktiva produktif yang tingkat tagihannya atau kolektibilitasnya
tergolong kurang lancar, diragukan dan macet (Rivai, 2013 : 474). pengertian
aktiva produktif dalam hal ini salah satunya adalah kredit bermasalah (NPL).
Dengan demikian semakin kecil persentase KAP menggambarkan jumlah NPL
semakin menurun. KAP bank pemerintah tahun 2011-2012 mengalami kenaikan
sebesar 0,2% dan NPL bank pemerintah juga mengalami penurunan sebesar
0,34%. Pada KAP bank asing tahun 2011-2012 mengalami penurunan sebesar
0,1% dan NPL bank asing juga mengalami penurunan sebesar 0,96%. Teori sesuai
bagi bank asing tetapi bertentangan bagi bank pemerintah.


BOPO adalah rasio perbandingan antara biaya operasional dengan
pendapatan operasional dalam mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank
dalam melakukan kegiatan operasinya. Semakin kecil rasio BOPO akan lebih
baik, karena bank yang bersangkutan dapat menutup biaya (beban) operasional
dengan pendapatan operasionalnya (Rivai, 2013 : 482). Dengan demikian semakin
kecil persentase rasio BOPO maka bank dapat menutupi kredit macet yang
merupakan salah satu beban operasional bank dengan pendapatan operasionalnya.
BOPO bank pemerintah tahun 2011-2012 mengalami penurunan sebesar 21,41%
dan NPL bank pemerintah juga mengalami penurunan sebesar 0,34%. Pada BOPO

6
Universitas Sumatera Utara

bank asing tahun 2011-2012 mengalami penurunan sebesar 2,46% dan NPL bank
asing juga mengalami penurunan sebesar 0,96%. Sesuai dengan teori, jika BOPO
menurun maka NPL juga mengalami penurunan ataupun sebaliknya.
Kondisi Gross Domestic Product (GDP), Tingkat Inflasi dan Non Performing
Loan (NPL) Bank Pemerintah dan Bank Asing, dapat dilihat pada Tabel 1.3
sebagai berikut:
Tabel 1.3 : Rata-rata GDP, Inflasi dan NPL Bank Pemerintah dan

Bank Asing Periode 2008 – 2012 (dalam %)
Tahun
GDP
Inflasi
NPL Bank Pemerintah NPL Bank Asing
2008
6,01
11.06
3,74
5,83
2009
4,63
2.78
3,46
7,40
2010
6,22
6.96
2,80
3,14

2011
6,49
3.79
2,55
2,50
2012
6,26
4.30
2,21
1,54
Sumber : www.bi.go.id dan www.bps.go.id
Menurut Bakti et al (2010 : 17), pengertian pendapatan domestik bruto
(Gross Domestic Product) sebagai total output yang diproduksi didalam negeri
termasuk pendapatan dari perusahaan milik asing. Pertumbuhan GDP yang lebih
tinggi mengakibatkan pendapatan masyarakat meningkat sehingga kemampuan
melunasi hutang semakin tinggi (Klein, 2013). Dengan demikian semakin tinggi
persentase GDP maka NPL semakin menurun. Pertumbuhan GDP pada tahun
2009-2010 sebesar 1,59% dan NPL bank pemerintah dan bank asing pada tahun
2009-2010 mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,66% dan 4,26%. Hal
ini sesuai dengan teori, jika pertumbuhan GDP meningkat maka NPL menurun.
Menurut Rosyidi (2006 : 131), inflasi adalah gejala kenaikan harga yang
berlangsung secara terus-menerus. Inflasi yang tinggi melemahkan daya beli
masyarakat dan melumpuhkan kemampuan produksi suatu perusahaan yang

7
Universitas Sumatera Utara

mengarah pada krisis produksi dan konsumsi, karena tingkat pendapatan menurun
(Andjaswati, 2010 : 140). Pendapatan menurun akan mempengaruhi kemampuan
baik masyarakat atau perusahaan dalam membayar angsuran kredit yang nantinya
mengarah pada kredit macet. Dengan demikian semakin tinggi persentase inflasi
maka NPL semakin tinggi. Pertumbuhan inflasi pada tahun 2009-2010 mengalami
peningkatan sebesar 4,18% dan NPL bank pemerintah dan bank asing pada tahun
2009-2010 mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,66% dan 4,26%. Hal
ini bertentangan dengan teori dimana semakin tinggi inflasi maka NPL semakin
tinggi.
Soebagio (2005) menemukan bahwa CAR dan LDR berpengaruh negatif
signifikan terhadap Non Performing Loan, Inflasi dan KAP berpengaruh
berpengaruh positif signifikan terhadap Non Performing Loan dan GDP
berpengaruh positif tidak signifikan. Sedangkan menurut Khemraj dan
Sukrishnalall (2005), Size berpengaruh berpengaruh positif signifikan terhadap
Non Performing Loan, GDP berpengaruh negatif signifikan terhadap Non
Performing Loan, dan Inflasi tidak berpengaruh terhadap Non Performing Loan.
Menurut Adisaputra (2012), CAR, LDR dan BOPO berpengaruh positif signifikan
terhadap Non Performing Loan dan NIM berpengaruh positif tidak signifikan
terhadap Non Performing Loan. Menurut Greenidge dan Grosvenor (2010),
pertumbuhan GDP berpengaruh negatif terhadap Non Performing Loan dan
Inflasi berpengaruh positif terhadap Non Performing Loan. Menurut Shingjergji
(2013), CAR berhubungan negatif tidak signifikan terhadap Non Performing

8
Universitas Sumatera Utara

Loan, NIM berhubungan positif terhadap Non Performing Loan dan ROE
berhubungan negatif terhadap Non Performing Loan.
Berdasarkan pada fenomena gap dan keragaman argumentasi (research gap)
hasil penelitian yang ada mengenai pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi
Non Performing Loans (NPL) perbankan, maka saya ingin melakukan penelitian
ini kembali dengan judul “Faktor yang mempengaruhi Non Performing Loan
(NPL) pada Bank Pemerintah dan Bank Asing di Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to
Deposits Ratio (LDR), Net Interest Margin (NIM), Kualitas Aktiva Produktif
(KAP), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Bank Size,
dan Return on Equity (ROE) berpengaruh terhadap Non Performing Loan (NPL)
pada bank pemerintah dan bank asing di Indonesia?
2. Apakah Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposits Ratio (LDR), Net
Interest Margin (NIM), Kualitas Aktiva Produktif (KAP), Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Bank Size, Return on Equity (ROE),
Gross Domestic Product (GDP) dan Inflasi berpengaruh terhadap Non Performing
Loan (NPL) pada bank pemerintah dan bank asing di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
1.

Perbandingan pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposits
Ratio (LDR), Net Interest Margin (NIM), Kualitas Aktiva Produktif (KAP),

9
Universitas Sumatera Utara

Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Bank Size dan
Return on Equity (ROE) terhadap Non Performing Loan (NPL) antara bank
pemerintah dan bank asing di Indonesia
2.

Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposits Ratio (LDR), Net
Interest Margin (NIM), Kualitas Aktiva Produktif (KAP), Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Bank Size, Return on Equity
(ROE), Gross Domestic Product (GDP) dan Inflasi terhadap Non Performing
Loan (NPL) bank pemerintah dan bank asing di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam
mengambil kebijakan perbankan, khususnya dalam hal Non Performing Loan
(NPL).
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan, serta informasi
mengenai analisis kesehatan bank, khususnya mengenai faktor- faktor yang
mempengaruhi Non Performing Loan (NPL) Bank Pemerintah dan Bank Asing di
Indonesia.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan referensi, informasi dan wawasan untuk
mendukung penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan faktor- faktor yang
mempengaruhi Non Performing Loan (NPL), atau sebagai bahan kepustakaan serta
sumber pengetahuan.

10
Universitas Sumatera Utara