Tinjauan Yuridis Perjanjian Pengangkutan Kernel Kelapa Sawit Antara CV. Lingga Bayu Raya dengan PT. Perkebunan Sumatera Utara (Sudi pada CV. Lingga Bayu Raya, Medan)

17

BAB II
PERJANJIAN PENGANGKUTAN KERNEL KELAPA SAWIT

A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian
Dalam dunia bisnis perjanjian sangat banyak dipergunakan orang, bahkan
hamper semua kegiatan bisnis diawali oleh adanya perjanjian, meskipun perjanjian
dalam tampilan yang sangat sederhana sekalipun. Karena itu, memang tepat jika
masalah perjanjian ini ditempatkan sebagai bagian dari hukum bisnis. Dalam
tampilannya yang klasik, untuk istilah kontrak ini sering disebut dengan istilah
“perjanjian”, sebagai terjemahan dari “agreement” dalam bahasa Inggris atau
“overeenkomst” dalam bahasa Belanda. Disamping itu, ada juga istilah yang
sepadan dengan istilah “kontrak”, yaitu istilah Inggris “contract” adalah yang
paling modern paling luas dan paling lazim digunakan, termasuk pemakaiannya
dalam dunia bisnis.19
Perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya,
hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara
demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para
pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah perjanjian orang-orang yang melakukan
tindakan hukum disebut pihak-pihak.20

Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perjanjian diartikan sebagai suatu
19

Munir Fuady, Op.Cit, hal 9
Herlien Budiono, Ajaran Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan,
Cetakan Ketiga, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hal 3
20

Universitas Sumatera Utara

13

18

perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu
pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak
melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 21
Atas dasar alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka perlu dirumuskan

kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. “Perjanjian adalah suatu
persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.22
Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana
seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu.23Perjanjian merupakan peristiwa hukum dimana dua
orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
perbuatan tertentu dan dilakukan secara tertulis.24 Dalam bentuknya perjanjian itu
berupa suatu rangkaian kata-kata yang mengandung janji-janji atau kesanggupan
yang diucapkan atau tertulis.
Pengangkutan bersumber pada persetujuan pengangkutan yang dalam dunia
perdagangan paling banyak jumpai disamping persetujuan jual beli. Persetujuan itu
sebagai suatu persetujuan yang timbul karena adanya penerimaan suatu pekerjaan,
sehingga merupakan suatu pemborongan kerja seperti diatur pasal 1604 KUHPer.25

21

Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Penerbit Mandar Maju, Bandung,

2011, hal 4

22

Komariah, Hukum Perdata, UMM Press, Malang, 2008, hal169
Ahmadi Miru, Hukum dan Kotrak Perancangan Kontrak, Cetakan ke-4, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal 2
24
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012,
hal 19
25
Sinta Uli, Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkut laut,
23

Angkutan Darat dan Angkutan Udara, Cetakan Pertama, USU Pers, Medan, 2006, hal 40-41

Universitas Sumatera Utara

19

Pengaturan tentang perjanjian, terdapat pada buku III KUH Perdata, yang
terdiri atas suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum terdiri dari

empat (IV) bab, dan bagian khusus terdiri dari lima belas (XV) bab. Dalam bab II
diatur ketentuan umum mengenai persetujuan sedangkan ketentuan khusus diatur
dalam bab V s/d XVIII ditambah bab VII A. Suatu perjanjian juga dinamakan
persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan
bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.
Dan juga pengertian kontrak lazimnya ditujukan pada suatu perjanjian yang
diadakan secara tertulis atau yang diadakan dikalangan bisnis (dunia usaha). R.
Subekti., Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Penerbit Alumni, Bandung,
1980, hal. 11. Pasal 1313 memberikan defenisi mengenai persetujuan sebagai
berikut : “Persetujuan adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Teranglah bagi kita bahwa
pasal 1313 KUH Perdata itu memberikan pengertian tentang arti perjanjian, lain
dari pada itu suatu perjanjian telah ada apabila ada perbuatan hukum dari satu
orang atau lebih mengikatkan diri.Sehingga oleh karena itu Pasal 1313 KUH
Perdata dapat dikatakan sebagai ketentuan dasar yang mengatur suatu perjanjian.
Pasal 1313 KUH Perdata ini dapat memberikan rumusan yang sangat
sederhana tentang perjanjian. Oleh karena itu adalah merupakan tugas ilmu
pengetahuan hukum untuk menguraikan selanjutnya serta melengkapi pengertian
yuridis dari perjanjian itu. Selanjutnya Pasal 1313 KUH perdata memberikan
batasan dari bunyi sebagai berikut : semua persetujuan, baik yang mempunyai

nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk
kepada peraturanperaturan umum yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.

Universitas Sumatera Utara

20

Pengertian suatu perjanjian dapat pula dibagi dalam pengertian :
1. Perjanjian arti sempit yaitu perjanjian itu berarti segala perjanjian yang diatur
dalam buku III KUH Perdata dan KUHD yang juga dikuasai oleh prinsip dalam
buku III KUH Perdata.
2. Perjanjian dalam arti luas yaitu segala macam hubungan hukum, dimana janji
itu merupakan inti pokok dari hubungan hukum itu. Jadi pengertiannya tidak
hanya mencakup perjanjian yang diatur dalam buku III KUH Perdata, tetapi
juga mencakup seluruh hubungan hukum, dimana janji itu merupakan inti
pokok.
Selanjutnya sebagai tambahan mengenai pengertian dari pada suatu
perjanjian dijelaskan juga bahwa, tidak semua perjanjian itu mempunyai akibat
hukum. Apabila tidak memenuhi syarat-syarat sahnya untuk suatu perjanjian
seperti yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata, misalnya : Judi.

Pengingkaran terhadap hubungan semacam ini, tidak akan menimbulkan akibat
hukum. Tetapi sebaliknya bila perjanjian itu tidak melanggar pasal 1320 KUH
Perdata, maka sekalipun tidak dinyatakan secara tegas bahwa perjanjian itu akan
menimbulkan akibat hukum bagi para pihak, dengan sendirinya perjanjian itu akan
menimbulkan akibat hukum.
Kesepakatan itu artinya tidak ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun.
Perjanjian itu benar-benar atas kemauan sukarela pihak-pihak. Hal ini berpedoman
dengan ketentuan Pasal 1321 KUH Perdata bahwa tiada sepakat yang sah apabila

Universitas Sumatera Utara

21

sepakat itu diberikan karena: kekhilafan / kekeliruan (dwaling), pemerasan /
paksaan (dwang) dan Penipuan (bedrug).
Unsur kekhilafan / kekeliruan dibagi dalam dua bagian yakni, kekhilafan
mengenai orangnya dinamakan error in persona, dan kekhilafan mengenai
barangnya dinamakan error in substantia. Mengenai kekhilafan / kekeliruan yang
dapat dibatalkan harus mengenai inti sari pokok perjanjian. Jadi harus mengenai
objek atau prestasi yang dikehendaki. Sedangkan kekhilafan / kekeliruan mengenai

orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat batal (Pasal 1322 KUH Perdata).
Paksaan (dwang) terjadi jika seseorang memberikan persetujuannya karena
ia takut pada suatu ancaman. Dalam hal ini paksaan tersebut harus benar-benar
menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan, misalnya ia akan
dianiaya atau akan dibuka rahasianya jika ia tidak menyetujui suatu perjanjian
(Pasal 1324 KUH Perdata).
Suatu penipuan adalah apabila ada keterangan-keterangan yang tidak benar
(palsu) disertai dengan kelicikan-kelicikan atau tipu muslihat dan harus ada
rangkaian kebohongan-kebohongan yang mengakibatkan orang menjadi percaya,
dalam hal ini pihak tersebut bertindak secara aktif untuk menjerumuskan
seseorang. Misalnya perbuatan memperjualbelikan sebuah rumah yang bukan
merupakan hak miliknya dengan memalsukan surat-suratnya.
Menurut Pasal 1329 KUH Perdata “setiap orang adalah cakap untuk
membuat perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”. Jadi
menurut ketentuan pasal ini, semua orang dianggap mampu atau cakap untuk
mengikatkan diri untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dinyatakan oleh
undang-undang. Dilihat dari sudut rasa keadilan memang benar-benar perlu bahwa

Universitas Sumatera Utara


22

orang yang membuat perjanjian yang nantinya akan terikat oleh perjanjian yang
dibuatnya itu harus benar-benar mempunyai kemampuan untuk menjalankan segala
tanggung jawab yang bakal dipikulnya karena perbuatan itu.
Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan kausa yang terlarang.
Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Sebab yang halal inilah yang menjadi tujuan para
pihak yang membuat perjanjian.26 Halal atau yang diperkenankan oleh
undangundang menurut Pasal 1337 KUH Perdata adalah “persetujuan yang tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan”. Akibat
hukum terhadap perjanjian berkausa tidak halal, maka perjanjian itu batal demi
hukum atau perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian tidak ada
dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian itu dimuka hakim.
Dengan demikian perjanjian mengandung kata sepakat yang diadakan
antara dua orang atau lebih dalam melaksanakan sesuatu hal tertentu. Perjanjian itu
merupakan suatu ketentuan antara mereka untuk melaksanakan prestasi. Pasal 1338
KUH Perdata menegaskan bahwa : “semua perjanjian itu yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.


B. Asas-asas dalam Penjanjian dan Syarat sahnya perjanjian
Asas-asas dalam hukum perjanjian yaitu:
1. Asas konsensualisme (Consensualisme)
Perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (consensus)
dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat
bentuk dan tercapainya tidak secara formil, tetapi cukup melalui konsensus
26

Salim H.S, Op.Cit, hal. 25

Universitas Sumatera Utara

23

belaka.27Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhan kesepakatan
untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak,
lahirnya kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal
ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan

hak dan kewajiban bagi mereka atau bisa juga disebut bahwa kontrak tersebut
sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk
memenuhi kontrak tersebut.28
Asas konsensualime dari suatu kotrak adalah bahwa jika suatu kontrak
tela dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan pada
prinsipnya persyaratan tertulis pun tidak disyaratkan oleh hokum, kecuali untuk
beberapa jenis kontrak tertentu, yang memang dipersyaratkan syarat tertulis. 29
Asas konsensualisme yang terdapat didalam Pasal 1320 KUHPerdata
mengandung arti kemauan para pihak untuk saling berprestasi, ada kemauan
untuk saling mengikat diri. Kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi atas
kepercayaan merupakan nilai etis yang bersumber pada moral. Asas
konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan
berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di Pasal 1338 ayat 1
KUHPerdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kata semua

27

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 29
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 3

29
Munir Fuady, Op.Cit, hal 13
28

Universitas Sumatera Utara

24

mengandung arti meliputi seluruh perjanjian baik yang namanya dikenal
maupun yang tidak dikenal oleh undang – undang.30
Asas konsensualitas menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat
antara dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan
kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian terebut, segera
setelah orang-orang terebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun
kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti
prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para
yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walau demikian, untuk menjaga
kepentingan pihak debitor (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi)
tertentu, maka diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan
adanya suatu tindakan nyata tertentu.31
2. Asas kekuatan mengikat (verbindende kracht der overeenkomst)
Para pihak harus memenuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian
yang telah dibuat. Dengan kata lain, asas ini melandasi pernyataan bahwa suatu
perjanjian akan mengibatkan suatu perjanjian hukum dan karena itu para pihak
terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual. Keterikatan suatu
perjanjian terkandung di dalam janji yang dilakukan oleh para pihak sendiri. 32
Para pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjiakan, terikatnya para pihak
pada perjanjian itu tidak semata – mata pada apa yang diperjanjikan, akan
tetapi juga ada beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki yaitu kebiasaan dan

30

Johanes Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman dan Asas Kebebasan Berkontrak, CV Utama,
Bandung, 2003, hal.27
31
Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 263
32
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 30-31

Universitas Sumatera Utara

25

kepatutan serta moral yang mengikat para pihak.33 Bahwa orang bebas
membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan
syarat – syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih
undang – undang mana yang akan dipakainya untuk perjanjian itu.34
Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum
perjanjian. Walaupun iktikad baik para pihak dalam perjanjian sangat
ditekankan pada tahap perjanjian, secara umum iktikad baik harus selalu ada
pada setiap tahap perjanjian, sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat
diperhatikan oleh pihak lainnya. 35
3. Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas dari hukum perjanjian dan
tidak berdiri sendiri, hanya dapat ditentukan setelah kita memahami posisinya
dalam kaitan yang terpadu dengan asas – asas hukum perjanjian yang lain,
secara menyeluruh asas – asas ini merupakan pilar, tiang, pondasi dari hukum
perjanjian. Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat
penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan
kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang
berkaitan dengan perjanjian, diantaranya bebas menentukan apakah ia akan
melakukan perjanjian atau tidak, bebas menentukan dengan siapa ia akan
melakukan perjanjian, bebas menentukan isi atau klausul perjanjian, bebas
menentukan bentuk perjanjian dan kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.36

33

Johanes Ibrahim, Op.Cit, hal 92
Wiryono Prodjodikoro, Op,Cit, hal. 5
35
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 5-7
36
Ibid, hal 4
34

Universitas Sumatera Utara

26

Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) ini merupakan
konsekuensi dari berlakunya asas kontrak sebagai hokum mengatur. Dalam hal
ini yang dimaksudkan dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas
yang mengajarkan bahwa para pihak dalam kontrak pada prinsipnya bebas
untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasannya
untuk mengatur sendiri isi kontak tersebut.37
Para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat
perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia
kehendaki. Pihak-pihak bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari
suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh
bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat
memaksa, ketertiban umum, maupun kesusilaan.38
Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu
kebebasan menentukan “apa“ dan dengan “siapa” perjanjian ini diadakan.
Perjanjian yang dibuat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata mempunyai
kekuatan mengikat. Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat
penting didalam hukum perjanjian, kebebasan adalah perwujudan dari
kehendak bebas pancaran hak asasi manusia.39
Asas kebebasan berkontrak memungkinkan para pihak untuk membuat dan
mengadakan perjanjian serta untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau

37

Munir Fuady, Op.Cit, hal 12
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 31
39
Mariam Darus Badrulzman, Hukum Perikatan dalam KUH Perdata, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2015, hal 12
38

Universitas Sumatera Utara

27

perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi
yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. 40
Para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat
perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia
kehendaki. Pihak-pihak juga bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan
dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh
bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat
memaksa, ketertiban umum maupun kesusilaan.
Adanya kebebasan untuk sepakat tentang apa saja dan dengan siapa saja
merupakan hal yang sangat penting. Sebab itu pula, asasa kebebasan
berkontrak dicakupkan sebagai bagian dari hak-hak kebebasan manusia.
Kebebasan berkontrak sebegitu pentingnya, baik bagi individu dalam konteks
kemungkinan pengembangan diri dalam kehidupan pribadi maupun dalam lalu
lintas kehidupan kemasyarakatan serta untuk menguasai atau memiliki harta
kekayaannya.41
4. Asas Keseimbangan (Evenwichtsbeginsel)
Asas keseimbangan adalah suatu asas yang dimaksudkan untuk
menyelaraskan pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian
yang dikenal di dalam KUPerdata yang mendasarkan pemikiran dan
latarbelakang individualism pada satu pihak dan cara piker bangsa Indonesia
pada lain pihak.42
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan
perjanjian, asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan, kreditur
40

Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 275
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 31-32
42
Ibid, hal 33
41

Universitas Sumatera Utara

28

mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat
menuntuk pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur
memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik, dapat
dilihat bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya
untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur
seimbang.43
Sah atau tidaknya perjanjian dapat dipastikan dengan mengujikannya
terhadap empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam
Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :44
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dua syarat pertama disebut syarat Subjektif, karena menyangkut subjeknya
atau para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir adalah
syarat objektif. Berikut ini uraian masing – masing syarat tersebut:
1. Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Dirinya
Sepakat mereka yang mengikat dirinya mengandung makna bahwa para pihak
yang membuat perjanjian telah sepakat ataua ada persesuaian kemauan atau
saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh pihak
dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan.45 Syarat pertama untuk
terjadinya perjanjian ialah “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya”.

43

Johanes Ibrahim, Op.Cit, hal 93
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 73
45
H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 205
44

Universitas Sumatera Utara

29

Sepakat tersebut mencakup pengertian tidak saja “sepakat” untuk mengikatkan
diri, tetapi juga “sepakat” untuk mendapatkan prestasi.46
Menurut Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan jika didalam suatu perjanjian
terdapat kekhilafan, paksaan dan penipuan, maka berarti di dalam perjanjian
itu terjadi cacat pada kesepakatan antar para pihak dan karena itu perjanjian
tersebut dapat dibatalkan.47Terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis
dan tidak tertulis, yang mana kesepakatan yang terjadi secara tidak tertulis
tersebut dapat berupa kesepakatan lisan, simbol-simbol tertentu atau diamdiam. Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya
dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik.48
2. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan
Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan
hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak
dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan sesuatu
perbuatan tertentu.49 Untuk mengadakan kontrak, para pihak harus cakap,
namun dapat saja terjadi bahwa para pihak ataua salah satu pihak yang
mengadakan kontrak adalah tidak cakap menurut hukum.50 Kecakapan adalah
ketentuan umum,s edangkan ketidakcakapan merupakan pengecualian darinya.
Terminologi yang digunakan undang-undang, kecakapan (bekwaamheid) dan
ketidakcakapan (onbekwaamheid) harus dimaknai secara berbeda dari arti
umum yang diberikan padanya dalam pergaulan sehari-hari dan juga tidak
merujuk pada sifat alamlah seseorang. Tidak cakap menurut hokum adalah
46

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 73
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit. hal 25
48
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 14
49
H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 208
50
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 29

47

Universitas Sumatera Utara

30

mereka yang oleh undang-undang dilarang melakukan tindakan hukum,
terlepas dari apakah secara faktual ia mampu memahami konsekuensi
tindakan-tindakannya.51
Menurut Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan setiap orang adalah cakap
untuk membuat suatu perikatan, kecuali jika undang – undang menyatakan
bahwa orang tersebut adalah tidak cakap, orang – orang yang tidak cakap
membuat perjanjian adalah orang – orang yang belum dewasa dan mereka
yang ditaruh di bawah pengampunan.52
3. Suatu Hal Tertentu
Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek suatu
perjanjian. Menurut Pasal 1333 BW barang yang menjadi obyek suatu
perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya,
sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapata
ditentukan atau diperhitungkan.53sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan
Pasal 1320 KUH Perdata yang dimaksud dengan “suatu hal tertentu” tidak lain
adala apa yang menjadi kewajiban dari debitor dan apa yang menjadi hak dari
kreditor.54
Menurut Pasal 1332 KUHPerdata menyebutkan hanya barang – barang yang
dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Pasal 1334
KUHPerdata menyebutkan barang-barang yang baru akan ada, di kemudian
hari dapat menjadi suatu pokok perjanjian.55

51

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 103
H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 25
53
Ibid, hal 210
54
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 107
55
H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 210
52

Universitas Sumatera Utara

31

4. Suatu Sebab Yang Halal
Istilah kata halal bukanlah lawan kata haram dalam hokum islam, tetapi yang
dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.56Suatu sebab yang halal
merupakan syarat yang keempat untuk sahnya perjanjian. Mengenai syarat ini
Pasal 1335 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang
telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai
kekuatan.57 Kausa yang palsu dapat terjadi jika suatu kausa yang tidak sesuai
dengan keadaan sebenarnya atau kausa yang disimulasikan. Kemungkinan
juga telah terjadi kekeliruan terhadap kausanya. Dengan demikian, yang
penting adalah bukan apa yang dinyatakan sebagai kausa, melainkan apa yang
menjadi kausa yang sebenarnya.58
Pengertian suatu sebab yang halal ialah bukan hal yang menyebabkan
perjanjian, tetapi isi perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian tidak boleh
bertentangan dengan undang – undang kesusilaan maupun ketertiban umum
menurut Pasal 1337 KUHPerdata.59

C. Ruang lingkup perjanjian Pengangkutan Kernel kelapa sawit dan
Kedudukan para pihak
Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba
di tenpat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang
ataupun barang yang diangkut. Tiba di tenpat tujuan artinya proses pemindahan

56

Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 30
H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 211
58
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 112
59
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 26
57

Universitas Sumatera Utara

32

dari satu tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan
sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selamat artinya barang yang
diangkut aman, tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, atau
kemusnahan. Meningkatkan nilai guna artinya nilai sumber daya manusia dan
barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi kepentingan manusia dan
pelaksanaan pembangunan.60
Bentuk perjanjian yang digunakan ialah perjanjian baku.61 Sebelum
membahas perjanjian pengangkutan yang berlaku antara PT. Perkebunan Sumatera
Utara selaku pengirim dengan CV. Lingga Bayu Raya sebagai pengangkutan
barang yang berupa kernel kelapa sawit, maka terlebih dahulu kita membahas
pengertian perjanjian itu sendiri.
Dalam hukum perjanjian atau persetujuan dikenal dengan asas hukum
perjanjian, yang harus ditaati oleh semua pihak untuk membuat perjanjian atau
persetujuan.62 Singkatnya perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan,
berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan
cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para
pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah perjanjian, orang-orang yang
melakukan tindakan hukum disebut pihak-pihak.63 Sebagai perwujudan tertulis
dari perjanjian, kontrak adalah salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain
undang-undang (lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/KUH Perdata pasal
1233) yang dapat menimbulkan perikatan.

60

Abdulkadir, Op.Cit, hal 15
Hasil Wawancara Tanggal 9 Desember 2015 dengan narasumber EdyIkhsan Lubis, SH
sebagai jabatan Wakil Direktur di CV Lingga Bayu Raya
62
H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Op.Cit, hal 56
63
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 3
61

Universitas Sumatera Utara

33

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia
yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu
barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah
kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan
masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan. 64
Istilah

“Pengangkutan”

berasal

dari

kata

“angkut”

yang

berarti

“mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan
sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.65
Menurut Abdulkadir dalam Hasim Purba dalam Undang-undang ditentukan
bawa pengangkutan barang diselenggarakan setelah biaya angkutan dibayar lebih
dahulu. Tetapi disamping ketentuan undang-undang juga berlaku kebiasaan
masyarakat yang dapat membayar biaya angkutan kemudian. Perjanjian
pengangkutan barang dilaut meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu
kegiatan memuat, membawa dan mengirimkan/membongkar, kecuali jika dalam
perjanjian ditentukan lain.66
Sebelum menyelenggarakan pengangkutan, terlebih dahulu harus ada
perjanjian pengangkutan antara pengangkutan dan penumpang/pemilik barang.
Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pengangkut mengikat diri
untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu
tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik
barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Perjanjian

64

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Pers, Medan, 2005, hal 3
Ibid
66
Ibid, hal 10
65

Universitas Sumatera Utara

34

pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang
membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat.67
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan
pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar
angkutan.68
Pihak-pihak yang terdapat dalam perjanjian pengangkutan adalah
pengangkut dan pengirim. Adapun sifat perjanjian pengangkutan adalah timbal
balik, artinya kedua belah pihak, baik pengangkut maupun pengirim masingmasing mempunyai kewajiban. Kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan
pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim adalah membayar uang angkutan
sebagai kontra prestasi dari penyelenggaraan pengangkutan yang dilakukan oleh
pengangkut.69
Perjanjian angkutan adalah suatu peristiwa yang telah mengikat seseorang
untuk melaksanakan pengangkutan karena orang tersebut berjanji untuk
melaksanakannya, sedang orang lain telah pula berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal yang berupa memberikan sesuatu yang berupa pemberian imbalan atau
upah.70
Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di

mana

pengangkut

mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau
67

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 41
Zainal Asikin, Op.Cit, hal 153
69
H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Cetakan Ketiga
belas, Djambatan, Jakarta, 2003, hal 2
70
Zainal Asikin, Op.Cit, hal 155
68

Universitas Sumatera Utara

35

barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang
atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.
Pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang
membuktikan bahwa perjanjian sudah teradi dan mengikat.71
Ruang lingkup perjanjian Pengangkutan Kernel kelapa sawit adalah para
pihak bersepakat dan setuju untuk menciptakan kerjasama dalam rangka
pengangkutan barang berupa Kernel Kelapa Sawit untuk keperluan PT.
Perkebunan Sumatera Utara. Kedua belah pihak dengan saling setuu dan sepakat
untuk mengaitkan diri dan tunduk dalam perjanjian pengangkutan barang berupa
Kernel Kelapa sawit untuk kebutuhan PT. Perkebunan Sumatera Utara, dengan
ketentuan Pasal 1 mengenai jenis, jumlah dan harga kernel Kelapa Sawit, Pasal 2
mengenai waktu dan penyerahan, sedangkan Pasal 3 mengenai cara pembayaran,
Pasal 4 mengenai sanksi, kemudian Pasal 5 mengenai pembatalan perjanjian dan
terakhir Pasal 6 mengenai domisili.
Perjanjian yang dikaji dalam penelitian ini adalah perjanjian produk inti
sawit (kernel). Kernel atau inti sawit adalah biji yang merupakan Endosperma
(cangkang pelindung inti) dan Embrio (inti) dengan kandungan minyak inti
berkualitas tinggi. Kernel ini dihasilkan dari pemisahan daging buah selama proses
pengolahan di Pabrik Kelapa Sawit.
Perjanjian yang dicapai antara CV. Lingga Bayu Raya dengan PT.
Perkebunan Nusantara Sumatera, diantara para pihak telah terdapat ikatan untuk
melaksanakan isi perjanjian CV. Lingga Bayu Raya sebagai pengangkut setuju

71

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, al 41

Universitas Sumatera Utara

36

melaksanakan pengangkutan sedangkan PT. Perkebunan Sumatera Utara setuju
untuk membayar biaya angkutan kernel kelapa sawit tersebut.
Sebelum terjadinya kesepakatan antara CV. Lingga Bayu Raya dengan PT.
Perkebunan Sumatera Utara mengenai isi dari perjanjian pengangkutan tersebut
tentu didahului dengan proses negosiasi atau penawaran dan penerimaan yang
dilakukan oleh masing-masing pihak. Kedua belah pihak disini mempunyai
kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya dalam mengatur segala hal mengenai
penyelenggaraan pengangkutan tersebut yang kemudian dituangkan dalam bentuk
perjanjian tertulis. Hal ini merupakan perwujudan dari system terbuka dari hokum
perjanjian yang mengandung asas kebebasan berkontrak, dimana masyarakat
diberikan kebebasan yang seluar-luasnya untuk mengadakan perjanjian yang berisi
apapun, mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam
perjanjian yang mereka adakan.
PT. Perkebunan Sumatera Utara dengan CV. Lingga Bayu raya telah
disepakati dan telah ditandatangani, maka sejak saat kesepakatan dan
penandatanganan tersebut, maka perjanjian itu telah berlaku sebagai undangundang yang harus dipatuhi/ditaati oleh kedua belah pihak tanpa kecuali.
Pengingkaran perjanjian tersebut oleh salah satu pihak akan mengakibatkan
terjadinya tuntutan hukum bagi pihak lain yang merasa diinginkan dengan
pengikaran tersebut. Klausula dalam perjanjian kerja Kernel kelapa sawit tersebut
tidak lagi mempunyai dampak hukum apabila perjanjian tersebut telah berakhir,
karena jangka waktunya atau karena diakhiri oleh para pihak atas dasar
kesepakatan bersama.

Universitas Sumatera Utara

37

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengangkut
dan pengirim sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana para
pihak tidak sama tinggi yakni, majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi dari si
buruh. Kedudukan tersebut disebut Subordinasi (gesubordineerd), sedangkan
dalam penanjian pengangkutan adalah kedudukan sama tinggi atau koordmasi
(Geeoordineerd).
Pasal 1601 KUH Perdata menentukan, selain persetujuan-persetujuan untuk
melakukaan sementara jasa-jasa yang diatur oleh.ketentuan-ketentuan yang khusus
untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada oleh
kebiasaan, maka adalah dua macam persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan
menerima persetujuan perburuhan dan pemborongan pekerjaan. Berdasarkan hai di
atas, ada beberapa pendapat mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan,
yaitu:72
1. Pelayanan berkala
Dalam meiaksanakan perjanjian itu, hubungan kerja antara pengirim dengan
pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya kadangkala, kalau pengirim
membutuhkan pengangkutan untuk pengiriman barang. Hubungan semacam ini
disebut pelayanan berkala, sebab pelayanan itu tidak bersifat tetap, hanya
kadangkala saja, bila pengirim membutuhkan pengangkutan.
2. Pemborongan
Seperti yang ditentukan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata yang menentukan,
Pemborongan pekerjaan adalah persetujuan, dengan mana pihak yang satu
72

http://www.kaskus.co.id/thread/51b0e97b20cb17006e00000a/hukum-tentang-perjanjianpengangkutan, diakses tanggal 5 Februari 2016

Universitas Sumatera Utara

38

sipemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu persetujuan
bagi pihak yang lain, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.
3. Campuran
Pada pengangkutan ada unsur melakuka pekerjaan (pelayanan berkala) dan
unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan
pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang diserahkan kepadanya
untuk diangkut (Pasal 466, 468 ayat (1) KUHD).
Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri yaitu berdasarkan suatu
perjanjian, kegiatan ekonomi di bidang jasa, berbentuk perusahaan dan
menggunakan alat angkut mekanik. Pengangkutan sebagai perjanjian, pada
umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen
angkutan. Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut meliputi memuat penumpang
dan/atau barang ke dalam alat pengangkut, membawa penumpang dan/atau barang
ke tempat tujuan dan menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di
tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu adanya sesuatu yang
diangkut, tersedianya kendaraan sebagai alat angkut dan ada tempat yang dapat
dilalui alat angkut.73

D. Prosedur pengikatan perjanjian pengangkutan kernel kelapa sawit
Perjanjian adalah salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut
mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban sebagaimana yang dojanjikan. Ini
berarti di antara para pihak yang membuat perjanjian lahirlah perikatan. 74 Sebelum
menyelenggarakan

pengangkutan,

terlebih

dahulu

harus

ada

perjanjian

73

http://meongmoo.blogspot.co.id/2015/05/hukum-pengangkutan.html, diakses tanggal 4
Februari 2016
74
Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 326

Universitas Sumatera Utara

39

pengangkutan antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang. Perjanjian
pengangkutan adalah persetujuan di mana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke
tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang
mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkut. Perjanjian pengangkutan
selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan
bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat.75
Fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu
tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. 76
Pada dasarnya pengangkutan bertujuan untuk memindahkan barang atau orang dari
suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.
Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barang-barang dari
suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat dimana barangbarang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat. Perpindahan barang atau orang dari
suatu tempat ketempat yang lain yang diselenggarakan dengan pengangkutan
tersebut harus dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat
ditinggalkan, yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada
perubahan bentuk tempat dan waktunya.
Semua perjanjian yang dibuat secara sah adalah mengikat para pihak yang
membuatnya. Hal ini merupakan tuntutan kepastian hukum, sedang dilain pihak
hukum itu harus dilaksanakan dengan itikad baik. Apabila karena kelalaian pihak
yang wajib melakukan prestasi telah melakukan Wanprestasi ini mempunyai
akibat hukum. Dalam bagian umum Buku III KUH Perdata ada suatu pasal yang
75
76

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 41
H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit, 1984,hal 10

Universitas Sumatera Utara

40

mengatur resiko ini, yaitu Pasal 1237 yang berbunyi sebagai berikut : “Dalam hal
adanya perikatan untuk memberikan suatu barang itu semenjak

perikatan

dilahirkan adalah atas tanggung jawab si berpiutang”. Pelaksanaan perjanjian
pengangkutan di dalam KUH Perdata dapat dihubungkan dengan Pasal 1601 b
KUH Perdata yaitu tentang perjanjian berkala. Dikatakan perjanjian berkala
karena perjanjian pengangkutan dilakukan sewaktu-waktu saja. Sedangkan apabila
kita lihat di dalam KUH Dagang maka perjanjian pengangkutan ini dapat dilihat di
dalam Pasal 468 ayat (1) KUH Dagang yang berbunyi “ Perjanjian pengangkutan
mewajibkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang diangkutnya,
mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut, juga di dalam
Pasal 346 KUH Dagang. Baik Pasal 1601 a KUH Perdata maupun pasal-pasal di
dalam

KUD Dagang mengandung prinsip bahwa perjanjian pengangkutan

adalah perjanjian campuran.
Di satu sisi pada dasarnya pelaksanaan perjanjian pengangkutan baik
di darat maupun di laut tidak dilakukan di atas suatu perjanjian secara tertulis.
Pelaksanaan perjanjian pengangkutan dalam hukum kebiasaan didasarkan kepada
dokumen-dokumen pengangkutan saja, yang di dalamnya menerangkan tujuan
pengiriman, nama pengirim, nama pengangkut serta biaya pengangkutan.
Berdasarkan hukum kebiasaan tersebut para pihak melakukan kewajibankewajibannya, sehingga apabila terjadi suatu sengketa di belakang hari maka yang
diajukan sebagai bukti adalah dokumen-dokumen tersebut, sedangkan hubungan
antara pengirim dan pengangkut diikat dengan perjanjian. Dengan keadaan
demikian adalah sangat menarik untuk mengetahui secara lebih dekat lagi tentang

Universitas Sumatera Utara

41

pelaksanaan perjanjian dalam hukum pengangkutan di laut ini terutama perihal
bagaimana sebenarnya perjanjian pengangkutan tersebut disepakati.77
Beberapa perjanjian yang kelihatannya berlaku secara sempurna, tetapi
mungkin seluruh atau sebagiannya tidak berdaya guna disebabkan oleh suatu cacat
ketika perjanjian-perjanjian tersebut dibuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
cacatnya perjanjian-perjanjian adalah kekeliruan perbuatan curang, paksaan,
pengaruh yang tidak pantas, dan ketidakcakapan dalam membuat perjanjian.78
Para pihak dalam perjanjian pengangkutan diberikan kebebasan untuk
menentukan isi dari perjanjian yang akan dibuatnya. Apabila terjadi kelalaian pada
salah satu pihak, maka akibatnya ditetapkan bagaimana berlaku untuk perjanjianperjanjian pada umumnya dalam buku ke tiga dari Kitab Undang- Undang Hukum
perdata.79
Pertumbuhan

perekonomian

selalu

meningkat

seiring

dengan

berkembangnya kebutuhan masyarakat. Dalam kaitannya dengan pemenuhan
kebutuhan agar dapat mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan hukum yang
jelas, diperlukan suatu perjanjian. Perjanjian beraneka ragam baik yang telah diatur
maupun yang belum diatur dalam buku III KUH Perdata. Hal tersebut dapat terjadi
karena memang perjanjian menganut sistem terbuka.
Penulisan ini yang menjadi obyek penelitian adalah: perjanjian kerjasama
pengangkutan PT. Perkebunan Sumatera Utara dengan CV. Lingga Bayu Raya
Perjanjian yang disepakati tersebut merupakan perjanjian standar atau perjanjian
baku. Perjanjian baku ini isinya telah ditentukan dalam bentuk formulir. Baku

77

http://skripsi-skripsiun.blogspot.co.id/2014/09/skripsi-hukum-keperdataantanggungjawab.html, diakses tanggal 5 Februari 2016
78
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, PT Alumni, Bandung, 2006, hal. 122
79
R. Subekti, Op.Cit, hal 70

Universitas Sumatera Utara

42

disini berarti sudah merupakan patokan, ukuran, acuan dimana yang menentukan
keberadaan format baku tersebut adalah salah satu pihak yang nantinya akan
ditandatangani oleh pihak yang lainnya bilamana pihak yang lain tersebut mau
menerima apa yang telah ditentukan dalam perjanjian tersebut.
Berdasarkan surat perjanjian pengangkutan kernel kelapa sawit diuraikan
sebagai berikut :
1. Drs H. Darwin Nasution, SH, MH sebagai Direktur Utama PT. Perkebunan
Sumatera Utara, alamat Jalan Letjend Jamin Ginting KM 13 No.43 Medan,
dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Direksi PT. Perkebunan Sumatera
Utara, selanjutnya dalam surat perjanjian ini disebut sebagai pihak pertama.
2. Amri Lubis sebagai Direktur CV. Lingga Bayu Raya, alamat Desa Simpang
Gambir Kec. Lingga Bayu Mandailing Natal, selanjutnya dalam surat
perjanjian ini disebut sebagai pihak kedua.
Menurut Pasal 2 dalam perjanjian antara PT. Perkebunan Sumatera Utara
dengan CV.

Lingga Bayu Raya berlaku sejak tanggal penandatanganan surat

perjanjian oleh kedua belah pihak. Untuk pengambilan seluruh Kernel kelapa sawit
oleh pihak CV. Lingga Bayu Raya adalah di PMKS PT. Perkebunan Sumatera
Utara simpang Gambir-Mandailing Natal dari tanggal 7 Agustus sampai dengan 28
Agustus 2015. Sedangkan Pasal 4 bahwa Pihak PT. Perkebunan Sumatera Utara
tidak akan membayar kepada pihak CV. Lingga Bayu Raya jasa ongkos angkut
Kernel kelapa sawit jika pihak CV. Lingga Bayu Raya tidak memenuhi ketentuan
dalam surat perjanjian ini.
Proses/prosedur pengikatan perjanjian pengangkutan antara PT. Perkebunan
Sumatera Utara dengan CV. Lingga Bayu Raya melalui 3 (tiga) tahap, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

43

1. Tahap Penawaran
Pengangkutan yang dilaksanakan CV. Lingga Bayu Raya kepada
konsumen PT. Perkebunan Sumatera Utara dimulai dengan adanya penawaran.
Dalam kebiasaan yang hidup dalam praktek pengangkutan, terdapat perbuatan
yang tidak ada pengaturannya dalam undang-undang yaitu perbuatan tentang
penawaran yang dilakukan kepada konsumen yang membutuhkan jasa
pengangkutan. Demikian pula CV. Lingga Bayu Raya, sebagai pihak
pengangkut juga melakukan penawaran jasa. Kemudian PT. Perkebunan
Sumatera Utara sebagai pihak yang membutuhkan jasa pengangkutan
menyodorkan dokumen perjanjian kerjasama jasa pengangkutan.
2. Tahap Kesepakatan Perjanjian
Perjanjian pengangkutan barang berupa kernel kelapa sawit antara CV.
Lingga Bayu Raya kepada konsumen PT. Perkebunan Sumatera Utara yang
membuat format perjanjian adalah pihak PT. Perkebunan Sumatera Utara.
Perjanjian tersebut disodorkan kepada pihak transportir yang merupakan
rekanan PT. Perkebunan Sumatera Utara. Perjanjian yang disodorkan tersebut
berisi mengenai: jenis, jumlah dan harga kernel kelapa sawit, waktu dan
penyerahan, cara pembayaran, sanksi, pemnbatalan perjanjian dan domisili.
Penandatanganan perjanjian tersebut, terdapat syarat yang ditentukan
oleh Undang-Undang yaitu berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata yang
menentukan mengenai orang-orang yang dianggap cakap untuk melakukan
perjanjian. Misalnya: kedewasaan, tidak dibawah pengampunan, sehat ingatan
dan sebagainya. Disamping keberadaan orang yang dianggap cakap oleh hukum
tersebut diperlukan juga unsur-unsur lain yaitu dalam pasal 1321 KUH Perdata

Universitas Sumatera Utara

44

yang berisi bahwa dalam perjanjian tidak ada unsur kekhilafan, paksaan dan
penipuan.

3. Tahap Pelaksanaan Perjanjian
Pelaksanaan perjanjian antara PT. Perkebunan Sumatera Utara dengan
CV. Lingga Bayu Raya terdapat permasalahan-permasalahan maupun keadaan
yang tidak diinginkan oleh para pihak, dan kejadian tersebut dapat terjadi baik
diketahui maupun tanpa sepengetahuan pengusaha angkutan maupun pihak PT.
Perkebunan Sumatera Utara. Beberapa permasalahan yang timbul antara lain
produk yang cacat, rusak atau tidak seperti semula kadang sudah terjadi terlebih
dahulu sebelum produk diterima CV. Lingga Bayu Raya untuk diangkut kepada
konsumen PT. Perkebunan Sumatera Utara, hal seperti itu bisa merupakan suatu
resiko yang kadang dapat terjadi saat proses pemindahan produk ke truk
pengangkut CV. Lingga Bayu Raya karena faktor human error. Hal-hal seperti
itu sebenarnya dapat diminimalisir dengan cara memastikan setiap box yang
telah diterima CV. Lingga Bayu Raya dari PT. Perkebunan Sumatera Utara
dalam kondisi yang masih baik dan sesuai dengan jumlah produk yang tertera
dalam SJ/CO sebelum diangkut keluar atau sebelum meninggalkan pabrik PT.
Perkebunan Sumatera Utara.
Permasalahan maupun kejadian-kejadian yang tidak diinginkan para pihak
seperti berupa berkurangnya jumlah barang yang telah diangkutkan oleh PT.
Perkebunan Sumatera Utara kepada CV. Lingga Bayu Raya untuk dikirimkan
kepada konsumen. Dalam keadaan demikian, bagaimanapun juga yang dituntut

Universitas Sumatera Utara

45

adalah pihak pengirim yaitu dalam hal ini adalah transportir untuk mengganti
kekurangan atau kerugian pihak pertama. Tarif angkutan yang akan dibayarkan
kepada CV. Lingga Bayu Raya sesuai dengan Pasal 3 dari Perjanjian Kerjasama
Angkutan antara PT. Perkebunan Sumatera Utara dengan CV. Lingga Bayu Raya
yang berisi: “pembayaran akan dilakukan oleh PT. Perkebunan Sumatera Utara
yaitu 2 (dua) minggu setelah barag diterima seluruhnya di gudang yang telah PT.
Perkebunan Sumatera Utara tentukan yaitu PT Agro Jaya Pedana, oleh pihak CV.
Lingga Bayu Raya dengan melampirkan surat pengantar barang (SPB) asli, Berita
Acara serah terima barang (BASTB) dan Berita acara yang dibuat oleh petugas
pemeriksa barang PT Agro Jaya Pedana dan ditransfer pada Bank BRI Cabang
Penyabungan A/N Edy Ikhsan Lubis”. PT Agro Jaya Pedana, oleh pihak CV.
Lingga Bayu Raya menandatangani tertanggal 7 Agustus 2015 yang mengacu pada
syarat dan ketentuan pada perjanjian kerja tersebut.”
Berdasarkan perjanjian pengangkutan antara CV. Lingga Bayu Raya
dengan PT. Perkebunan Sumatera Utara terdapat Pasal 1 ayat (1) tentang jenis,
jumlah dan harga Kernel kelapa sawit bahwa jenis yang akan diserahkan untuk
diangkut oleh pihak CV. Lingga Bayu Raya dari pihak PT. Perkebunan Sumatera
Utara. Ayat (2) bahwa Jumlah dan harga/ongkos angkut Kernel kelapa sawit adalah
jumlah Kernel kelapa sawit yang diangkut/dikirim berjumlah 500.000 kg (lima
ratus ribu) kg, sedangkan ongkos angkut 438/kg, tujuannya kiriman ke PT Agro
Jaya Perdana yang beralamat di Jalan K.L. Yos Sudarso Km 15.5 Medan. Harga
tersebut diatas sudah termasuk biaya muat dan bongkar Kernel kelapa sawit sampai
ke PT Agro Jaya Perdana.

Universitas Sumatera Utara