Pengaruh Fungsi Intermediasi Perbankan Terhadap Kinerja Keuangan Dan Harga Saham Bank Swasta Nasional Devisa Go Public Di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keberadaan sektor perbankan sebagai subsistem dalam perekonomian suatu
negara memiliki peranan cukup penting, bahkan dalam kehidupan masyarakat
modern sehari-hari sebagian besar melibatkan jasa dari sektor perbankan. Hal
tersebut dikarenakan sektor perbankan mengemban fungsi utama sebagai
perantara (intermediasi) keuangan antara unit-unit ekonomi yang surplus dana,
dengan unit-unit ekonomi yang kekurangan dana. Melalui sebuah bank dapat
dihimpun dana dari masyarakat dalam berbagai bentuk simpanan selanjutnya dari
dana yang telah terhimpun tersebut bank menyalurkan kembali, dalam bentuk
pemberian kredit kepada sektor bisnis atau pihak lain yang membutuhkan.
Bank merupakan lembaga intermediasi bagi pihak yang kelebihan dana
dengan pihak yang kekurangan dana. Di samping itu, bank juga sebagai suatu
industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan masyarakat
sehingga mestinya tingkat kesehatan bank perlu dipelihara (Merkusiwati, 2007).
Untuk bisa menjaga fungsi tersebut, bank harus tetap menjaga kelangsungan
kegiatan operasionalnya dengan cara menghasilkan laba tinggi sehingga
profitabilitasnya terus mengalami peningkatan.
Fenomena fungsi intermediasi perbankan di Indonesia saat ini bahwa kinerja

perbankan nasional sampai dengan tahun 2006 dianggap belum memuaskan
karena masih rendahnya tingkat fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan
oleh rasio jumlah kredit yang disalurkan terhadap jumlah simpanan masyarakat

Universitas Sumatera Utara

yang berhasil dikumpulkan (LDR/Loan to Deposit Ratio). Jika dilihat dari rasio
LDR atas dasar posisi, maka LDR September 2006 yang sebesar 61,92%
sebenarnya telah membaik dibandingkan dengan LDR Desember 2005 yang
hanya sebesar 61,62%. Namun jika angka LDR dilihat dari delta kredit terhadap
delta simpanan, maka rasio nya sejak tahun 2005 telah berada di bawah 100%,
yaitu 82,62% (2005) dan 65,45% (September 2006). Ini berarti bahwa sejak tahun
2005, jumlah dana masyarakat yang berhasil dikumpulkan oleh perbankan tidak
seluruhnya dapat disalurkan ke bentuk kredit. Dengan mengetahui permasalahan
yang dihadapi perbankan, maka perlu dicarikan jalan keluar agar bank dapat
meningkatkan fungsi intermediasi (Retnadi,2007).
Menurut Haryati (2009) kebijakan pemerintah dalam hal intermediasi
perbankan juga menunjukkan hal yang positif. Hal ini ditunjukkan pada masa
krisis keuangan pertumbuhan kredit perbankan melebihi pertumbuhan kredit yang
telah ditargetkan. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi melebihi pertumbuhan

Dana Pihak Ketiga (DPK) mendorong terjadinya peningkatan loan to deposit
ratio. Pertumbuhan kredit yang terjadi pada tahun 2008 dibiayai dengan
secondary reserve yang tercermin dari turunnya ekses likuiditas sebesar 30,18%
yang sebagian terjadi pada Sertifikat Bank Indonesia.
Sinungan (1992) dalam bukunya Manajemen Dana Bank mendefinisikan
manajemen dana sebagai: “Suatu proses pengelolaan penghimpunan dana-dana
masyarakat ke dalam bank dan pengalokasian dana-dana tersebut bagi
kepentingan bank dan masyarakat pada umumnya serta pemupukannya secara
optimal melalui pergerakan semua sumber daya yang tersedia demi mencapai

Universitas Sumatera Utara

tingkat rentabilitas yang memadai sesuai dengan batas ketentuan peraturan yang
berlaku”.
Rentabilitas atau profitabilitas merupakan rasio mengukur efektivitas
perusahaan dalam memperoleh laba, atau dengan kata lain profitabilitas
merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba. Profitabilitas dalam dunia perbankan dapat dihitung dengan Return on Asset
(selanjutnya disingkat ROA). ROA penting bagi bank karena ROA digunakan
untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan

dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Menurut ketentuan Bank
Indonesia, standar yang paling baik untuk Return on Asset dalam ukuran bank
Indonesia minimal 1,25% (Mintarti, 2009).
Untuk menunjang kinerja perbankan dan untuk memperkuat permodalan maka
bank memerlukan tambahan modal untuk melakukan kegiatan usahanya, baik
untuk membiayai kegiatan yang sedang dilaksanakan maupun untuk melakukan
ekspansi yang bertujuan untuk meningkatkan keuntungan bank. Oleh karena itu
bank dapat memutuskan untuk go public. Alasan lain bank memutuskan untuk go
public adalah untuk meningkatkan ekspansi kredit, meningkatkan likuiditas bank
dan meningkatkan transparansi. Investor yang akan menanamkan dananya di
saham emiten perbankan akan memilih emiten yang kokoh dan stabil kinerjanya
dalam berbagai kondisi perekonomian. Dengan keikutsertaan masyarakat luas
menjadi pemilik bank, maka kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan
operasional perbankan menjadi semakin besar. Sebagai konsekuensinya,
diharapkan bank-bank tersebut akan mampu melaksanakan good corporate
governance dengan baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja bank-

Universitas Sumatera Utara

bank go public tersebut. Disamping itu, dengan semakin besarnya kontrol

masyarakat terhadap bank-bank go public tersebut maka manajemen bank tersebut
akan lebih professional serta memiliki visi dan strategi yang jelas. Bank Indonesia
juga mendorong perbankan untuk menjadi perusahaan terbuka (go public)
sehingga dapat memperluas pengawasan
Dalam menjalankan kegiatan intermediasinya, perbankan harus dapat
memperhatikan likuiditas, yaitu terjadinya penarikan dana simpanan maupun
pinjaman dengan tetap berupaya menjaga profitabilitasnya, untuk itu bank harus
berhati-hati

dalam

menjalankan

kegiatan

operasionalnya.

Studi

empiris


menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan persentase kredit terhadap total
aset, diikuti dengan penurunan surat-surat berharga dan kas (Scot dan Timothy,
2006).
Rivai, Veithzal, dan Idroes (2007) dalam bukunya yang berjudul Bank and
Financial Institution Management menguraikan sasaran lembaga intermediasi
keuangan adalah multidimensional. Untuk mencapai tujuan manajemen lembaga
intermediasi keuangan tersebut, beberapa masalah pokok atau bidang yang perlu
diperhatikan manajemen dalam pengambilan keputusan antara lain :
a. Manajemen modal, tercermin dari Capital Adequacy Ratio (CAR)
b. Manajemen utang, tercermin dari Net Interest Margin (NIM) dan terkait
dengan Non Performing Loan (NPL)
c. Kebijakan pemasaran, tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR)
d. Pengendalian

biaya,

tercermin

dari


Biaya

Operasional

terhadap

Pendapatan Operasional (BOPO)

Universitas Sumatera Utara

e. Manajemen aktiva (terutama kredit dan surat-surat berharga), tercermin
dari total kredit yang diberikan.
Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kecukupan
modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Semakin tinggi CAR maka
semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap
kredit atau aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi (sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia sebesar 8%) berarti bahwa bank tersebut mampu
membiayai operasi bank, dan keadaan yang menguntungkan tersebut dapat

memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas bank (ROA) yang
bersangkutan (Dendawijaya, 2003).
Rasio Net Interest Margin (NIM) mencerminkan risiko pasar yang timbul
akibat berubahnya kondisi pasar, di mana hal tersebut dapat merugikan bank.
Rasio NIM juga digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
menghasilkan pendapatan dari bunga dengan melihat kinerja bank dalam
menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank sangat tergantung
dari selisih bunga dari kredit yang disalurkan. Semakin besar NIM yang dicapai
oleh suatu bank, maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif
yang dikelola oleh bank yang bersangkutan, sehingga laba bank (ROA) akan
meningkat (Hasibuan, 2007).
Rasio Non Performing Loan (NPL) digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank.
Risiko kredit yang diterima oleh bank merupakan salah satu risiko usaha bank,
yang diakibatkan dari ketidakpastian dalam pengembaliannya atau yang

Universitas Sumatera Utara

diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan oleh pihak bank
kepada debitur (Hasibuan, 2007). Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin

buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin
besar dan menyebabkan kerugian, sebaliknya jika semakin rendah NPL maka laba
atau profitabilitas bank (ROA) tersebut akan semakin meningkat.
Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk mengukur kemampuan
bank tersebut mampu membayar hutang-hutangnya dan membayar kembali
kepada deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan. LDR
adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak
ketiga. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan
bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun
banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi (Kasmir, 2004).
Rasio Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO) digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan
operasinya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak
sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, maka
biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil
bunga. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya
laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas
(ROA) bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2003).
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan

pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutang setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil

Universitas Sumatera Utara

keuntungan. Darmawan (2004) menyatakan bahwa rasio pertumbuhan kredit
dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar upaya bank dalam meningkatkan
penyaluran kredit. Pertumbuhan kredit yang semakin meningkat menunjukkan
semakin tinggi pula kinerja bank dalam menyalurkan kreditnya. Hal tersebut
berdampak pada peningkatan ROA karena semakin tinggi pertumbuhan kredit
yang disalurkan akan meningkatkan laba operasional, dengan meningkatnya laba
operasional maka semakin tinggi pula ROA karena besarnya ROA sangat
dipengaruhi oleh besarnya laba bank.
Manajemen adalah faktor utama yang mempengaruhi laba atau return suatu
bank. Seluruh manajemen suatu bank, baik yang mencakup manajemen
permodalan (CAR), manajemen kualitas aktiva (NPL dan Total Kredit),
manajemen umum, manajemen rentabilitas (NIM dan BOPO), dan manajemen
likuiditas (LDR) pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan
laba atau return perusahaan perbankan (Payamta dan Machfuedz, 1999 dalam
Wedayani, 2003). Return perbankan diukur dengan menggunakan profitability

analysis. Return yang dihasilkan akan berkaitan dengan risiko yang harus
dihadapi oleh perusahaan. Return yang tinggi akan terkait dengan risiko yang
tinggi pula. Oleh karena itu dengan manajemen yang efektif dan efisien, risikorisiko yang dihadapi bisa diketahui saat mengharapkan tingkat return tertentu.
Dalam perbankan, besar kecilnya return dan risk yang melekat dalam perusahaan
tersebut tercermin dalam laporan keuangannya. Dengan membaca laporan
keuangan suatu perusahaan, dapat diketahui bagaimana kinerja keuangan
perusahaan tersebut (Hempel, 1986, dalam Mahardian, 2008). Kinerja keuangan
merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di manapun,

Universitas Sumatera Utara

karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam
mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Bank sebagai sebuah perusahaan
wajib mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank yang
bersangkutan, oleh karena itu diperlukan transparansi atau pengungkapan
informasi laporan keuangan bank yang bertujuan untuk menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan, serta
sebagai dasar pengambilan keputusan (Gunawan dan Dewi, 2003).
Penilaian


kinerja

keuangan

perbankan

dimaksudkan

untuk

menilai

keberhasilan manajemen di dalam mengelola suatu badan usaha. Penilaian ini
dapat diproksi dengan (Achmad dan Kusuno, 2003):
1. Indikator Financial Ratio.
2. Ketentuan penilaian kesehatan perbankan (peraturan Bank Indonesia), dan
3. Fluktuasi harga saham dan return saham (bank publik).
Dalam riset-riset yang berkaitan dengan penilaian kinerja keuangan perbankan
pada umumnya para peneliti dalam memilih proksi kinerja perusahaan
berdasarkan pertimbangan (Payamta, 1998 dalam Achmad dan Kusuno, 2003) :
1. Hasil riset-riset sejenis pada masa sebelumnya.
2. Menggunakan tolok ukur yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang.
3. Kelaziman dalam praktek.
4. Mengembangkan model pengukuran melalui pengujian secara statistik untuk
memilih tolok ukur yang sesuai dengan tujuan risetnya.
Dalam penelitian ini digunakan indicator financial ratio dalam menilai kinerja
keuangan bank. Indicator financial ratio yang digunakan terdiri dari Return on
Asset (ROA) sebagai variabel dependen. ROA merupakan ukuran dari kinerja

Universitas Sumatera Utara

keuangan bank dalam memperoleh laba sebelum pajak, yang dihasilkan dari total
aset (total aktiva) bank yang bersangkutan (Surat Edaran BI No. 3/30DPNP
tanggal 14 Desember 2001). Adapun indicator financial ratio lainnya yang
digunakan sebagai variabel independen adalah fungsi intermediasi perbankan
terdiri dari capital adequacy ratio (CAR), net interest margin (NIM), non
performing loan (NPL), loan to deposit ratio (LDR), BOPO, dan total kredit
Pada masa krisis ekonomi tahun 1997, sektor perbankan merupakan salah satu
industri yang terkena dampak langsung paling parah. Selanjutnya, perbankan
terus mengalami masa-masa sulit dimana banyak bank yang mengalami
kemunduran kinerja akibat terus terjadinya krisis kepercayaan dari masyarakat.
Namun pada tahun 2005 kinerja perbankan mengalami penurunan hingga
merosotnya nilai rupiah dan ditandai dengan meningkatnya NPL. Adanya krisis
keuangan global memberi dampak buruk terhadap kinerja perbankan. Pada
November 2008 kinerja perbankan mengalami perlambatan, pertumbuhan kredit
mengalami penurunan meskipun masih tinggi yaitu sebesar 30% (Daniri, 2009).
Analisis profitabilitas dapat digunakan untuk mengukur kinerja suatu
perusahaan yang dalam hal ini pasti berorientasi pada profit motif atau
keuntungan yang diraih oleh perusahaan tersebut. Menurut Shapiro (1992),
Profitability analysis yang diimplementasikan dengan profitability ratio, disebut
juga operating ratio. Dalam operating ratio tersebut, terdapat dua tipe rasio yaitu
margin on sale dan return on asset. Profit margin, digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk mengendalikan pengeluaran yang berhubungan
dengan penjualan, yaitu meliputi gross profit margin, operating profit margin,
dan net profit margin. Hubungan antara return on asset dan share holder equity

Universitas Sumatera Utara

ada dua ukuran, yakni Return on Asset (ROA) yang biasanya juga disebut Return
on Investment (ROI) dan Return on Equity (ROE). Return on Asset (ROA) dalam
hal ini lebih memfokuskan kemampuan perusahaan dalam memperoleh earning
dalam operasi perusahaan, sementara Return on Equity (ROE) hanya mengukur
return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut
(Mawardi, 2005).
Menurut Sofyan (2003), kinerja perbankan dapat diukur dengan menggunakan
rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata-rata tingkat bunga simpanan, dan
profitabilitas perbankan. Lebih lanjut lagi dalam penelitiannya menyatakan bahwa
tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan menimbulkan
masalah, sehingga dalam penelitiannya diisimpulkan bahwa profitabilitas
merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank.
Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah rate of return equity (ROE) untuk
perusahaan pada umumnya dan return on asset (ROA) pada industri perbankan.
Return on Asset (ROA) memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh
earning dalam operasi perusahaan, sedangkan Return on Equity (ROE) hanya
mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis
tersebut (Mawardi, 2005). Sehingga dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai
ukuran kinerja keuangan perbankan. Alasan dipilihnya Return on Asset (ROA)
sebagai ukuran kinerja adalah karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas
perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang
dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset.
Semakin besar ROA menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena
tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila ROA meningkat, berarti

Universitas Sumatera Utara

profitabilitas

perusahaan

meningkat,

sehingga

dampak

akhirnya

adalah

peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham (Husnan, 2004).
Return on Asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk
mengukur kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva
yang dimiliki untuk menghasilkan laba (Tangkilisan, 2003). Menurut Tandelilin
(2001) menyatakan bahwa besarnya tingkat pengembalian perusahan dapat dilihat
melalui besar kecilnya laba perusahaan tersebut. Jika laba perusahaan tinggi maka
tingkat pengembalian investasi (ROA) perusahaan akan tinggi sehingga para
investor akan tertarik untuk membeli saham tersebut, sehingga harga saham
tersebut akan mengalami kenaikan.
Dari uraian pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
profitabilitas (ROA) mempengaruhi harga saham suatu perusahaan. Apabila
tingkat ROA yang dihasilkan tinggi maka harga saham pun akan tinggi atau
mengalami kenaikan.
Perkembangan Return on Asset (ROA) Bank Swasta Nasional Devisa go
public yang di duga dipengaruhi oleh fungsi intermediasi perbankan yang terdiri
dari capital adequacy ratio (CAR), net interest margin (NIM), non performing
loan (NPL), loan to deposit ratio (LDR), BOPO, dan total kredit mengalami
fluktuasi tiap periodenya. Bank yang diteliti dalam penelitian ini adalah Bank
Swasta Nasional Devisa go public di Indonesia. Alasan pemilihan Bank Swasta
Nasional Devisa go public sebagai objek penelitian karena sebagai berikut :
1. Bank Swasta Nasional Devisa Go Public merupakan entitas ekonomi yang
sangat rentan terhadap krisis ekonomi global dan krisis perbankan,
merupakan salah satu penyebab dari krisis ekonomi di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

2. Mendominasi sistem finansial di Indonesia sehingga menarik perhatian
bagi para investor, maupun masyarakat umum.
3. Bank Swasta Nasional Devisa dapat melakukan transaksi luar negeri, salah
satunya adalah transaksi valuta asing yang memungkinkan Bank Swasta
Nasional Devisa tersebut untuk memperoleh pendapatan yang tinggi dari
selisih kurs jual dan kurs beli (Kuncoro dan Suhardjono, 2002).
Bank Swasta Nasional Devisa go public yang merupakan bagian dari
Perbankan Nasional Devisa yang dalam menyalurkan kredit sangat selektif dalam
melakukan analisa pemberian kredit kepada nasabah, guna menghindari kredit
macet. Pendapatan yang tinggi seharusnya dapat meningkatkan laba atau
profitabilitas (ROA), tetapi pada kenyataannya besarnya ROA pada Bank
Nasional Devisa selama periode pengamatan tahun 2007-2010 mengalami
fluktuasi yang cenderung menurun, adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1 Perkembangan Kinerja Keuangan,Tingkat Kesehatan
Perbankan, Total Kredit dan Harga Saham Bank Nasional
Devisa Periode 2007 sampai 2010
Keterangan
2007
2008
2009
2010
ROA (%)
2,44
1,25
2,20
2,61
CAR (%)
18,21
14,82
16,61
17,05
NIM (%)
5,43
5,32
5,64
5,40
NPL (%)
2.61
2,73
2,88
2,67
LDR (%)
67,18
74,72
71,14
72,47
BOPO (%)
81,85
93,76
86,27
85,89
Total Kredit (Rp)
407.742 524.295 555.617 686.115
Harga Saham (Rp)
501,94
761,13
921,64 1093,01
Sumber : www.bi.go.id (2011)
Keterangan :
CAR = Capital Adequacy Ratio
NIM = Net Interest Margin
NPL = Non Performing Loan
LDR = Loan to Deposit Ratio
BOPO = Biaya Operasional/Pendapatan Operasional

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa besarnya perolehan rata-rata Return on Asset
(ROA) Bank Devisa mengalami kecenderungan berfluktuasi. Rata-rata ROA pada
tahun 2007 sebesar 2,44%, ROA pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi
sebesar 1,25%. Pada tahun 2009 ROA naik menjadi sebesar 2,20%. Pada tahun
2010 ROA naik menjadi sebesar 2,61%. Jadi kinerja Bank Devisa periode tahun
2007-2010 menunjukkan trend yang fluktuasi, sehingga akan mempengaruhi
kinerja operasional bank pada periode berikutnya.
Rata-rata Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Devisa pada tahun 2007
sebesar 18,21%. Pada tahun 2008 rata-rata CAR mengalami penurunan menjadi
sebesar 14,82% dan ROA ikut turun menjadi sebesar 1,25%. Pada tahun 2009
rata-rata CAR mengalami penurunan menjadi sebesar 16,61%, tetapi ROA naik
menjadi sebesar 2,20%. Pada tahun 2010 rata-rata CAR naik menjadi sebesar
17,05% tetapi ROA naik menjadi sebesar 2,61%.
Rata-rata Net Interest Margin (NIM) Bank Devisa mengalami kecenderungan
berfluktuasi. Rata-rata NIM pada tahun 2007 sebesar 5,43%. Pada tahun 2008 rata
rata NIM turun menjadi sebesar 5,32%, tetapi ROA turun menjadi sebesar 1,25%
hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan jika NIM naik seharusnya ROA
juga ikut naik. Pada tahun 2009 rata-rata NIM mengalami kenaikan menjadi
sebesar 5,64%, ROA naik menjadi sebesar 2,20% hal tersebut tidak sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007), yakni Net Interest Margin (NIM)
dapat mempengaruhi ROA yang didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko
bank yang bermuara pada profitabilitas bank (ROA). Rasio NIM mencerminkan
risiko pasar yang timbul akibat berubahnya kondisi pasar, di mana hal tersebut
dapat merugikan bank. Rasio NIM juga digunakan untuk mengukur kemampuan

Universitas Sumatera Utara

manajemen bank dalam menghasilkan pendapatan dari bunga dengan melihat
kinerja bank dalam menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank
sangat tergantung dari selisih bunga dari kredit yang disalurkan. Semakin besar
NIM yang dicapai oleh suatu bank maka akan meningkatkan pendapatan bunga
atas aktiva produktif yang dikelola oleh bank yang bersangkutan, sehingga laba
bank (ROA) akan meningkat. Pada tahun 2010 rata-rata NIM naik menjadi
sebesar 5,40%, ROA naik menjadi sebesar 2,61% hal tersebut sesuai dengan teori
yang menyatakan jika NIM naik seharusnya ROA juga ikut naik.
Rata-rata

Non

Performing

Loan

(NPL)

Bank

Devisa

mengalami

kecenderungan berfluktuasi menurun. Rata-rata NPL pada tahun 2007 sebesar
2,61%. Pada tahun 2008 rata rata NPL mengalami kenaikan menjadi sebesar
2,73%, tetapi ROA ikut turun menjadi sebesar 1,25% hal tersebut sesuai dengan
teori yang menyatakan jika NPL naik seharusnya ROA turun. Pada tahun 2009
rata-rata NPL mengalami kenaikan menjadi sebesar 2,88% dan ROA naik menjadi
sebesar 2,20%. Pada tahun 2010 rata-rata NPL turun menjadi sebesar 2,67% dan
ROA naik menjadi sebesar 2,61% hal tersebut sesuai dengan teori yang
menyatakan jika NPL turun seharusnya ROA akan naik,yakni kenaikan NPL yang
semakin tinggi menyebabkan cadangan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP) yang ada tidak mencukupi sehingga pemacetan kredit tersebut harus
diperhitungkan sebagai beban (biaya) yang langsung berpengaruh terhadap
keuntungan bank dan karena keuntungan atau akumulasi keuntungan juga habis,
maka harus dibebankan kepada modal (Z. Dunil, 2005). Dengan demikian
kenaikan NPL mengakibatkan laba menurun sehingga ROA menjadi semakin
kecil.

Universitas Sumatera Utara

Rata-rata Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Devisa mengalami
kecenderungan berfluktuasi. Rata-rata LDR pada tahun 2007 sebesar 67,18%.
Pada tahun 2008 rata-rata LDR naik menjadi sebesar 74,72%, ROA juga turun
menjadi sebesar 1,25%, hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
jika LDR naik seharusnya ROA juga ikut naik bahkan sebaliknya. Pada tahun
2009 rata-rata LDR naik menjadi sebesar 71,14% dan ROA ikut naik menjadi
sebesar 2,20%. Pada tahun 2010 rata-rata LDR naik menjadi sebesar 72,47%,
ROA naik menjadi sebesar 2,61%. Peningkatan LDR berarti penyaluran dana ke
pinjaman semakin besar sehingga laba akan meningkat. Peningkatan laba tersebut
mengakibatkan kinerja bank yang diukur dengan ROA semakin tinggi
(Prasaunagrah,2007).
Rata-rata BOPO Bank Devisa mengalami kecenderungan berfluktuasi naik.
Rata-rata BOPO pada tahun 2007 sebesar 81,35%. Pada tahun 2008 rata-rata
BOPO naik menjadi sebesar 93,76% dan ROA turun menjadi sebesar 1,25%. Pada
tahun 2009 rata-rata BOPO naik menjadi sebesar 86,27%, tetapi ROA juga ikut
naik menjadi sebesar 2,20% hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang
menyatakan jika BOPO naik seharusnya ROA akan turun. Pada tahun 2010
ratarata BOPO naik menjadi sebesar 85,89% dan ROA naik menjadi sebesar
2,61%. Hasil penelitian Prasaunagrah (2007) yang menunjukkan bahwa rasio
efisiensi berpengaruh terhadap ROA. Sesuai dengan logika teori yang menyatakan
bahwa efisiensi bank dapat tercapai dengan beberapa cara salah satunya dengan
meningkatkan pendapatan operasi dengan memperkecil biaya operasi, atau dengan
biaya operasi yang sama akan dapat meningkatkan pendapatan operasi sehingga

Universitas Sumatera Utara

pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan bank yang pada akhirnya dapat
meningkatkan ROA.
Total kredit menunjukkan kondisi yang naik dalam kurun waktu 2 (dua) tahun
terakhir. Total kredit pada tahun 2007 sebesar Rp 407.742 miliar. Pada tahun
2008 total kredit naik menjadi sebesar Rp 524.295 miliar. Pada tahun 2009 sampai
dengan tahun 2010 total kredit yang disalurkan bank devisa menjadi Rp 686.115
miliar. Harga saham bank devisa nasional periode 2007 sampai dengan periode
2010 mengalami peningkatan.
ROA pada tahun 2007 sampai dengan periode 2010 mengalami kenaikan
sehingga harga saham mengalami kenaikan juga, hal ini sejalan dengan pendapat
yakni menurut Syamsudin (2004), yakni para pemegang saham menaruh perhatian
pada tingkat keuntungan (profitabilitas) masa yang akan datang. Menurut
Tandelilin (2001) menyatakan bahwa besarnya tingkat pengembalian perusahan
dapat dilihat melalui besar kecilnya laba perusahaan tersebut. Jika laba perusahaan
tinggi maka tingkat pengembalian investasi (ROA) perusahaan akan tinggi
sehingga para investor akan tertarik untuk membeli saham tersebut, sehingga
harga saham tersebut akan mengalami kenaikan.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah:
a.

Bagaimana pengaruh fungsi intermediasi perbankan yang terdiri dari
capital adequacy ratio (X1), net interest margin (X2), non performing
loan (X3), loan to deposit ratio (X4), BOPO (X5), dan total kredit (X6)
terhadap kinerja keuangan (return on asset/Y) bank swasta nasional
devisa go public di Indonesia periode Desember 2006-Desember 2010?

Universitas Sumatera Utara

b. Bagaimana pengaruh kinerja keuangan (return on asset) terhadap harga
saham bank swasta nasional devisa go public di Indonesia periode
Desember 2006-Desember 2010?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a.

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh fungsi intermediasi
perbankan yang terdiri dari capital adequacy ratio (X1), net interest
margin (X2), non performing loan (X3), loan to deposit ratio (X4), BOPO
(X5), dan total kredit (X6) terhadap kinerja keuangan (return on asset/Y)
bank swasta nasional devisa go public di Indonesia periode Desember
2006-Desember 2010.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kinerja keuangan (return
on asset) terhadap harga saham bank swasta nasional devisa go public di
Indonesia periode Desember 2006-Desember 2010.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Bank Indonesia
Sebagai salah satu dasar pada saat melakukan audit terhadap bank swasta
nasional devisa go public, dalam menjalankan fungsi intermediasi
perbankan.
2. Bagi Bank Swasta Nasional Devisa Go Public
Sebagai salah satu pedoman dalam menjalankan fungsi intermediasi
perbankan sesuai dengan ketentuan dari Bank Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

3. Bagi Investor
Sebagai bahan pertimbangan investor dalam menilai kinerja Bank Swasta
Nasional Devisa go public di Indonesia sehingga dapat membantu dalam
membuat keputusan investasi.
4. Bagi Bursa Efek Indonesia
Sebagai kebijakan pelaku pasar dalam pengambilan keputusan khususnya
mengenai fungsi intermediasi perbankan.
5. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dalam bidang Ilmu
Manajemen

Keuangan,

khususnya

mengenai

pengaruh

fungsi

intermediasi perbankan terhadap kinerja keuangan.
6. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji
masalah yang sama di masa mendatang mengenai fungsi intermediasi
perbankan terhadap kinerja keuangan.

Universitas Sumatera Utara