Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Kadar Kolesterol Dan Tingkat Oksidasi Plasma Darah Tikus Wistar Jantan Hiperkolesterolemik Yang Diinduksi Dengan Kuning Telur

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Kardiovakular
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, pembuluh darah, dan darah (Aeronson et
al. 2007).
Secara sederhana, fungsi utama sistem kardiovaskular adalah :
1. Distribusi O2 dan nutrien (misalnya glukosa, asam amino) ke seluruh tubuh.
2. Transportasi CO2 dan produk sisa metabolik (misalnya urea) dari jaringan tubuh ke
paru-paru dan organ eksresi.
3. Distribusi air, elektrolit, dan hormon ke seluruh tubuh.
4. Berperan dalam infrastruktur sistem imun.
5. Termoregulasi. (Aeronson et al. 2007)
Darah terdiri dari plasma, suatu larutan aqueous yang mengandung elektrolit, protein,
dan molekul lain, dengan sel-sel yang terlarut di dalamnya. Sel menyusun 40-45 %
volume darah dan terutama terdiri dari eritrosit, juga sel darah putih dan trombosit.
Volume darah sekitar 5,5 L pada seorang pria ‘rata-rata’ dengan berat badan 70 kg
(Aeronson et al. 2007).

31
Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Ilustrasi sistem kardiovaskular manusia (Mader, 1997, dimodifikasi).

2.2 Jantung
Jantung terdiri atas empat ruang. Darah mengalir ke dalam atrium kanan melalui vena
kava superior dan inferior. Atrium kiri dan kanan masing-masing terhubung ke ventrikel
melalui katup atrioventrikular (AV) mitral (dua daun katup) dan trikuspid (tiga daun katup).
Katup AV bersifat pasif dan menutup ketika ventrikel melebihi tekanan atrium. Katup-katup
ini dicegah agar tidak mengalami eversi ke dalam atrium selama sistol oleh berkas-berkas
tipis (korda tendinea) yang melekat di antara tepi bebas tonjolan katup dan otot papilaris,
yang berkontraksi selama sistol. Aliran dari ventrikel kanan keluar melalui katup pulmonal
semilunaris ke arteri pulmonalis, dan aliran dari ventrikel kiri memasuki aorta melalui katup
aorta semilunaris. Katup-katup ini menutup secara pasif pada akhir sistol, ketika tekanan

32
Universitas Sumatera Utara

ventrikel menurun sampai di bawah tekanan arteri. Kedua katup semilunaris memiliki tiga
tonjolan katup (Aeronson et al. 2007).
Kekuatan kontraksi dihasilkan oleh otot jantung, yaitu miokardium. Atrium memiliki
dinding yang tipis. Tekanan yang lebih besar dihasilkan oleh ventrikel kiri dibandingkan

dengan ventrikel kanan yang tercermin dari ketebalan dindingnya yang lebih besar. Sisi
dalam jantung dilapisi oleh lapisan tipis sel yang disebut endokardium, yang serupa dengan
endotel pembuluh darah. Permukaan luar miokardium dilapisi oleh epikardium, yang
merupakan lapisan sel mesotel. Keseluruhan jantung terselubung dalam perikardium, yang
merupakan suatu selubung atau kantung fibrosa tipis, yang mencegah pelebaran jantung
secara berlebihan. Rongga perikardium mengadung cairan interstisial sebagai pelumas
(Aeronson et al. 2007).

Gambar 2.2 Anatomi jantung manusia (materisekolah.com, dimodifikasi).

2.3 Pembuluh Darah
Pembuluh darah yang lebih besar umumnya memiliki struktur tiga lapis. Lapisan
dalam yang tipis, tunika intima, terdiri dari selapis (monolayer) sel endotel (endotelium) yang
disokong oleh jaringan ikat. Sel-sel endotel yang melapisi lumen vaskular dirapatkan oleh

33
Universitas Sumatera Utara

suatu tight junction (taut erat), yang membatasi difusi molekul besar melewati endotelium.
Sel-sel endotel memiliki peran krusial dalam mengendalikan permeabilitas vaskular,

vasokonstriksi, angiogenesis (pembuluh darah baru), dan regulasi hemostasis (Mudau et al.
2012).

Sel-sel endotel tunika intima juga dapat dijadikan sebagai prediksi terjadinya

aterosklerosis (Ogeng’o et al. 2010). Intima relatif lebih tebal pada arteri yang lebih besar,
dan mengandung beberapa sel otot polos dalam arteri dan vena yang berukuran besar dan
sedang (Aeronson et al. 2007).
Sel-sel endotel melepaskan sekelompok senyawa yang menjaga keutuhan dari dinding
pembuluh darah substansi tersebut di tunjukan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Senyawa-senyawa yang dilepaskan oleh sel-sel endotel.
Substansi
Vasodilators

Contoh-contoh
Nitric oxide; Bradykinin; Prostacyclin; Endothelium-derived
hyperpolarizing factor; Serotonin; Histamine; Substance P
Vasoconstrictors
Angiotensin II (AII); Endothelin (ET-1); Thromboxane A2;
Serotonin; Arachidonic acid; Prostaglandin H2; Thrombin

Promoters
Platelet derived growth factor (PDGF); Basic fibroblast growth
factor (PGF); Insulin-like growth factor – I (IGF-I); Endothelin
(ET1); Angiotensin
Inhibitors
Nitric oxide; Prostacyclin; Bradykinin; Heparin sulfate;
Transforming growth factor I (TGFB)
Adhesion molecules
Endotheial leukocyte adhesion molecule; Intercellular adhesion
molecule (ICAM); Vascular cell adhesion molecule (VCAM)
Thrombolitic factors
Tissue-type plasminogen activator; Plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-I); Thrombomodulin
Disfungsi endotel sekarang dianggap sebagai suatu keadaan dini dari proses terjadinya
aterosklerosis (Mudau et al. 2012). Disfungsi endotel dapat didefinisikan sebagai “hilangnya
keseimbangan sebagian atau secara keseluruhan antara vasocontrictor dan vasodilators
factor, growth promoting dan growth inhibiting factor, proaterogenic dan anti-atherogenic
factor” (Mudau et al. 2012).
Lapisan tengah yang tebal, tunika media, dipisahkan dari tunika intima oleh suatu
selubung berfenestrasi (berperforasi), lamina elastika interna, yang sebagian besar tersusun

atas elastin. Lapisan media ini mengandung sel otot polos yang terbenam dalam matriks

34
Universitas Sumatera Utara

ekstraseluler yang terutama tersusun atas kolagen, elastin, dan proteoglikan, sel-sel tersebut
berbentuk seperti gelendong atau silinder yang memanjang dan irreguler dengan ujung
tumpul, dan memiliki panjang 15-100 µm (Aeronson et al. 2007).
Dalam sistem arterial, sel-sel ini tersusun secara sirkular atau dalam spiral bersusun
rendah, sehingga lumen vaskular menyempit saat sel-sel berkontraksi. Masing-masing sel
cukup panjang untuk melapisi sekeliling arteriol kecil beberapa kali (Aeronson et al. 2007).
Sel-sel otot polos yang berdekatan membentuk gap juction. Ini merupakan area dari
kontak selular yang berdekatan di mana susunan kanal besar yang disebut konekson
menghubungkan kedua membran sel, memungkinkan ion mengalir dari satu sel ke sel lain.
Oleh sebab itu, sel otot polos membentuk sinsitium, di mana depolariasi menyebar dari satu
sel ke sel di sebelahnya(Aeronson et al. 2007).
Lamina elastika eksterna memisahkan tunika media dari lapisan bagian luar, tunika
adventisia. Lapisan ini mengandung jaringan kolagen yang menyokong fibroblast dan saraf.
Pada arteri dan vena besar, adventisia mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil
yang juga menembus ke dalam bagian luar media dan mensuplai dinding vaskular dengan

oksigen dan nutrien (Aeronson et al. 2007). Ketiga lapisan ini juga terdapat dalam sistem
vena, namun sedikit berbeda. Dibandingkan dengan arteri, vena memiliki tunika media yang
lebih tipis yang mengandung jumlah sel otot polos lebih sedikit, yang juga cenderung
memiliki orientasi lebih acak (Aeronson et al. 2007).
Protein elastin didapatkan terutama dalam arteri. Molekul elastin tersusun menjadi
jalinan serabut yang berbentuk kumparan acak. Molekul seperti pegas ini memungkinkan
arteri melebar selama sistol dan kemudian kembali mengecil selama diastol agar menjaga
darah tetap mengalir ke depan. Hal ini sangat penting untuk aorta dan arteri elastik besar
lainnya, dimana media mengadung lapisan elastin berfenestrasi yang memisahkan sel-sel otot
polos menjadi lapisan konsentrik multipel (lamela) (Aeronson et al. 2007).

35
Universitas Sumatera Utara

Protein fibrosa kolagen terdapat dalam ketiga lapisan dinding vaskular, dan berfungsi
sebagai kerangka yang menahan sel otot polos tetap pada tempatnya. Pada tekanan internal
yang tinggi, jalinan kolagen menjadi sangat kaku, yang membatasi pelebaran pembuluh
darah. Hal ini sangat penting untuk vena, yang memiliki kandungan kolagen lebih banyak
dibandingkan arteri (Aeronson et al. 2007).


Gambar 2.3 Anatomi pembuluh darah (Ambulance technician study, 2006,
dimodifikasi).

2.4 Kolesterol
Kolesterol adalah substansi lemak yang terdapat hampir di seluruh sel tubuh manusia
(Nhlbi, 2010). Kolesterol merupakan lipid amfipatik (memiliki gugus yang bersifat hidrofilik
dan hidrofobik) dan merupakan komponen struktural esensial pada membran dan lapisan luar
lipoprotein plasma, kolesterol disintesis di banyak jaringan dari asetil-KoA dan merupakan
prekursor semua steroid lain di tubuh, termasuk kortikosteroid, hormon seks, asam empedu,
dan vitamin D ( Bothman et al., 2006).

36
Universitas Sumatera Utara

Kolesterol berasal dari dua sumber : yaitu dalam tubuh kita sendiri dan dari makanan
yang kita makan, hati dan sel-sel lain di dalam tubuh menghasilkan sekitar 75 persen dari
total kolesterol dalam darah dan 25 persen sisanya dihasilkan dari makanan (AHA, 2012).
Sebagai produk tipikal metabolisme hewan, kolesterol terdapat dalam makanan yang berasal
dari hewan misalnya kuning telur, daging, hati, dan otak (Bothman et al. 2006).
Kolesterol termasuk dalam lipid plasma, agar lipid plasma dapat diangkut dalam

sirkulasi, maka susunan molekul lipid tersebut perlu dimodifikasi, yaitu dalam bentuk
lipoprotein yang bersifat larut dalam air (Suyatna, 2008). Struktur lipoprotein pada intinya
terdapat trigliserida dan ester kolesterol yang dikelilingi oleh fosfolipid, kolesterol non ester
dan apolipoprotein (Suyatna, 2008). Lipoprotein berdensitas rendah (LDL) plasma adalah
kendaraan untuk membawa kolesterol dan ester kolesterol ke banyak jaringan. Kolesterol
bebas dikeluarkan dari jaringan oleh protein berdensitas tinggi (HDL) plasma dan diangkut
ke hati, tempat senyawa ini dieliminasi dari tubuh tanpa diubah atau setelah diubah menjadi
asam empedu dalam proses yang dikenal sebagai transport kolesterol terbalik (Bothman et al.
2006).

2.5 Aterosklerosis dan Hiperkolesterolemia
Sebagaimana telah diketahui bahwa yang termasuk di dalam faktor resiko terjadinya
aterosklerosis adalah hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes dan merokok. Pada keadaan
aterosklerosis yang disebabkan oleh hiperkolesterolemia, penyebabnya dikaitkan dengan
LDL yang teroksidasi (ox-LDL) (Herman, 2005). Oksidasi dari lipoprotein membanjiri tunika
intima dapat dihasilkan dari produksi reactive oxygen intermediates, terutamanya
perocynitrite (ONOO¯ ) atau dari aktivitas 15- lipoxygenase pada sel-sel endotel. Ox-LDL
adalah pada gilirannya bersifat sitotoksik terhadap sel-sel endotel karena terjadi
metalcatalisis sebagai hasil dari radikal bebas yang dikandung lipid peroksida yang merubah


37
Universitas Sumatera Utara

lipid peroksida (Buettner , 1996). Ox-LDL terakumulasi pada sel-sel endotel, tunika intima
dan sel-sel otot polos. Selanjutnya, ox-LDL akan melepaskan zat-zat kemotaktik bagi
monosit dan t-limposit. Epitop pada ox-LDL selanjutnya mengeluarkan cell-mediated dan
respon imun humoral. Perubahan sedikit saja pada struktur LDL akan menstimulasi sel-sel
endotel dan sel otot polos untuk mensekresi monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) dan
growth factor yang terlibat dalam diferensiasi dan proliferasi monosit. Selain itu, ox-LDL
dapat bersinergi dengan cytokin, mendorong perlekatan mononuklear lekosit ke endotel
melalui induksi dari vaskular cell adhesion molecules (VCAM-1) dan intracellular cel
adhesion molecules (ICAM-1). Monosit yang berubah menjadi makrofag menginternalisasi
ox-LDL melalui scavenger reseptor. Reseptor ini tidak menurunkan regulasi level kadar
kolesterol, jumlah kolesterol yang banyak terakumulasi terjadi dan makrofag berubah bentuk
menjadi sel busa (foam sel), dimana seterusnya sel tersebut direkrut oleh pembuluh darah
untuk memindahkan partikel lipoprotein yang telah menginvasi. Ox-LDL kolesterol
bertambah dengan sintesis dari caveolin-1 (CAV-1); struktur partikel dari caveolae berikatan
dengan kolesterol, yang menghambat produksi dari NO dengan menginaktivasi endotelial
NO syntase (eNOS). Sebaliknya, pelepasan normal dari NO mencegah modifikasi dari LDL
kolesterol (Herman, 2005).


38
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Proses terjadinya aterosklerosis (Herman, 2005).

2.6 Plasma Malondialdehyde sebagai Biomarker Stres Oksidatif
Sel secara terus menerus memproduksi radikal-radikal bebas dan reactive oxygen
species (ROS) sebagai bagian dari proses metabolik. ROS juga dapat dihasilkan oleh
rusaknya ikatan kovalen lainya, bertambahnya elektron ke sebuah molekul ataupun hilangnya
hydrogen oleh radikal lainnya. Hal yang terpenting dari radikal atau molekul-molekul prooxidant yang terlibat dalam proses terjadinya penyakit adalah superoxida (O2¯ ), Hydroxyl
radical (OH+), hydrogen peroksida (H2O2) dan beberapa okidasi nitrogen, seperti nitric oxide
(NO) dan peroxynitrite (ONOO¯ ) (Grotto et al. 2009).
Produksi yang berlebihan dari reactive species terjadi pada kasus stres oksidatif,
dengan kata lain, hal tersebut dapat terjadi dari sebuah kombinasi dari bertambahnya susunan
dari oxygen-nitrogen yang mengendalikan radikal dan berkurangnya kapasitas antioksidan
yang pada akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan yang mungkin dapat menimbulkan
kerusakan dalam komponen selular, terutama lipid, dimana hal tersebut dikaitkan dengan
patogenesis berbagai macam penyakit seperti diabetes, cancer, dan aterosklerosis (Grotto et
al. 2009).


39
Universitas Sumatera Utara

Peningkatan stres oksidatif merupakan suatu hasil dari ketidakseimbangan antara
reaktif oksigen spesies (termasuk didalamnya anion superoxida, hidrogen peroksida, dan
hidroksil radikal) dan mekanisme pertahanan antioksidan endogen (Braunwald, 2008).
Ketidakseimbangan ini menyebabkan efek yang sangat buruk pada fungsi endotelial. Stres
oksidatif dapat merusak protein seluler dan menyebabkan terjadinya myocyte apoptosis dan
nekrosis (Braunwald, 2008). Karena sulitnya untuk mengukur kadar reaktive oxygen species
secara langsung pada tubuh manusia, penanda tak langsung dari stres oksidatif telah dicari.
Penanda tersebut termasuk di dalamnya plasma-oxidized low-density lipoprotein,
malondialdehyde dan myeloperoxidase (Braunwald, 2008). Malondialdehyde dapat kita ukur
kadarnya di dalam plasma, serum, saliva, urin dan exhaled breath condensate yang dapat
dilakukan dengan pemeriksaan colorimetry, spectrophotometry, HPLC+fluorescene (Janicki,
2010).

2.7 Lipid Peroksida dan Malondialdehyde
Peroksidasi lipid adalah rantai radikal bebas yang merupakan hasil dari kerusakan
oksidatif lipid polyunsaturated. Umumnya target-targetnya adalah komponen dari membranmembran biologis. Penyebarannya dalam membran biologis dapat dipicu atau ditingkatkan
oleh sejumlah produk toksik, termasuk didalamnya endoperoxide and aldehyde.
Konsep dari mekanisme terbentuknya malondialdehyde didasarkan atas fakta bahwa
hanya peroksidasi yang dimiliki

α atau β unsaturations terhadap grup peroksida yang

memungkinkan menjalani siklisasi untuk akhirnya membentuk MDA (Grotto et al. 2009).

40
Universitas Sumatera Utara

R

CH

CH

CH2

R I = Polyunsaturated fatty acid

R

CH

CH

C’H

R

R

CH

CH

CH

R III = Lipid peroxyl radical

II = Lipid free radical

O

R

CH

CH

R

CH

CH2

O

O’
CH
O
OH
CH

R IV = Lipid hydroperoxide

V = Malondialdehyde

O

Gambar 2.5 Proses pembentukan Malondialdehyde (Grotto et al. 2009).

2.8 Sampel Biologis untuk Pengukuran Malondialdehyde
Pengukuran terhadap kadar malondialdehyde dapat diperoleh dari berbagai sampel
biologis. Penggunaan dari Tiobarbituric acid reactive substance (TBARS) assay dapat
diperiksa dari plasma, serum, jaringan lain dan kadang-kadang dari urin, namun penggunaan
plasma merupakan hal yang paling sering digunakan (Grotto et al. 2009).
Plasma merupakan sampel biologis yang sering digunakan, data literatur
mengindikasikan bahwa berbagai anti-koagulan dapat digunakan dalam pemeriksaan MDA
assay seperti: sodium heparin, sodium citrat dan tripotasium EDTA (Grotto et al. 2009).

2.9 Metode Pengukuran Malondialdehyde
Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat pendek sehingga sulit diukur dalam
laboratorium. Kerusakan jaringan lipid akibat ROS dapat diperiksa dengan mengukur
senyawa Malondialdehyde (MDA) yang merupakan produk peroksidasi lipid. Produksi ROS

41
Universitas Sumatera Utara

secara tidak langsung dinilai dengan kadar peroksidasi lipid. Pengukuran kadar MDA plasma
dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu sebagai berikut :
1. Tes thiobarbituric acid-reactive subtance (TBARS)
Dasar pemeriksaan adalah reaksi spektrofotometrik sederhana, dimana satu molekul
MDA akan terpecah menjadi 2 molekul 2-asam thiobarbiturat. Reaksi ini berjalan pada pH 23. TBA akan memberikan warna pink-chromogen yang dapat diperiksa secara
spektrofotometer. Tes TBA selain mengukur kadar MDA yang terbentuk karena proses
peroksidasi lipid juga mengukur produk aldehid lainnya termasuk produk non-volatil yang
terjadi akibat panas yang ditimbulkan pada saat pengukuran kadar MDA plasma yang
sebenarnya. Kadar MDA dapat diperiksa baik di plasma, jaringan maupun urin (Grotto el al.
2009; Nwk-mda n.d. 2013; Devasagayam et al. 2003).
Beberapa metode pengukuran TBA adalah sebagai berikut :
a. Pengukuran reaksi TBA
a.1. Pengukuran reaksi TBA dengan metode kolorimetri
Pengukuran reaksi TBA dengan metode kolorimetri dengan spektrofotometer
merupakan kadar MDA yang paling sering dilakukan. Metode yang digunakan adalah
metode Yagi. Metode ini mudah dilakukan akan tetapi bersifat tidak spesifik oleh
karena mengukur produk aldehid lainnya.
a.2. Pengukuran reaksi TBA dengan metode fluorosensi
Metode ini memiliki keunggulan dibanding metode kolorimetri oleh karena
tidak terganggu oleh beberapa substansi produk reaksi TBA yang larut air.
Pemeriksaan dilakukan dengan metode spektrofluorometri (Tüközkan et al. 2006).
b. Pengukuran MDA-TBA dengan HPLC (High Performance Liqiud
Chromatography)

42
Universitas Sumatera Utara

Metode ini secara spesifik dapat mengukur kompleks MDA-TBA, sehingga
pengukuran kadar MDA lebih akurat. Namun demikian metode ini membutuhkan
kondisi asam dengan suhu tinggi sehingga tetap ada kemungkinan terbentuknya MDA
yang bukan karena peroksidasi lipid.
2. Pengukuran kadar MDA serum bebas dengan metode HPLC (High Performance
Liqiud Chromatography).
Merupakan metode pengukuran kadar MDA serum yang paling sensitif dan
spesifik. MDA bukan produk yang spesifik dari proses peroksidasi lipid sehingga
dapat menimbulkan positif palsu yang berakibat nilai duga positif yang rendah, dan
telah dilaporkan dapat meningkatkan spesifisitas pada pemeriksaan kadar MDA
serum (Grotto et al, 2009).

2.10 Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)
2.10.1 Taksonomi Pepaya (Carica papaya L.)
Taksonomi tanaman pepaya
Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super divisi

: Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub kelas

: Dilleniidae

Ordo

: Violales

Famili

: Caricaceae

Genus

: Carica

Spesies

: Carica papaya L. (Muktiani, 2011)

43
Universitas Sumatera Utara

2.10.2 Morfologi Pepaya (Carica papaya L.)
Pepaya merupakan tanaman berbatang tunggal dan tumbuh tegak. Batang berkayu,
silindris, berongga, dan berwarna putih kehijauan Tanaman ini termasuk perdu. Tinggi
tanaman berkisar antara 5-10 meter, dengan perakaran yang kuat. Tanaman pepaya tidak
mempunyai percabangan. Daun tersusun spiral menutupi ujung pohon. Daun termasuk
tunggal, bulat, ujung meruncing, pangkal bertoreh, tepi bergerigi, berdiameter 25-75 cm.
Pertulangan daun menjari dan panjang tangkai 25-100 cm. Daun pepaya berwarna hijau.
Helai daun pepaya menyerupai telapak tangan manusia. Apabila daun pepaya tersebut dilipat
menjadi dua bagian persis di tengah, akan nampak bahwa daun pepaya tersebut simetris.
Bunga pepaya berwarna putih dan berbentuk seperti lilin. Bunga pepaya kelihatan di atas
daun. Berdasarkan keberadaan bunganya, pepaya termasuk monodioesious yaitu berumah
tunggal. Bunga ini berbentuk bintang, terletak di ketiak daun. Selain itu, ada tanaman yang
berumah dua. Bunga jantan mempunyai kelopak kecil, berwarna kuning, mahkota berbunga
terompet, Adapun bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik berjumlah lima,
dan berwarna putih kekuningan. Berdasarkan bunganya, Tanaman pepaya dikenal tiga
macam, yaitu pepaya jantan, betina dan lengkap atau banci (Muktiani, 2011).
2.10.3 Unsur Gizi Buah Pepaya (Carica papaya L.)
Kandungan gizi dan unsur penting dalam pepaya per 100 gram bahan
Zat Gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)

Buah Pepaya Masak
46
0,5
0
12,2
23
12
17
365
0,04
78
86,7

Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1992) (Muktiani,2011).
44
Universitas Sumatera Utara

2.9.4. Pepaya Sebagai Antioksidan dan Penurun Kolesterol
Buah pepaya merupakan salah satu buah sebagai sumber antioksidan. Buah pepaya
(Carica papaya L.) mengandung antioksidan yang sangat tinggi, vitamin C, A, E, B,
flavanoid, folat, asam panthotenik, mineral, magnesium dan serat (Muktiani, 2011).
Kandungan vitamin C dalam pepaya lebih tinggi dari pada jeruk, vitamin A nya lebih tinggi
dibanding wortel (Sunarti, 2008). Pepaya kaya akan vitamin C dan merupakan sumber
antioksidan yang baik. Vitamin C dapat membantu menjaga kesehatan sel, meningkatkan
penyerapan asupan zat besi dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh (Kumalaningsih, 2006).
Selain vitamin C, buah pepaya juga mengandung betakaroten yang merupakan salah
satu bentuk pigmen dari karoten (carotenoid). Karoten berfungsi sebagai antioksidan,
sedangkan betakaroten merupakan salah satu bentuk senyawa karoten sebagai penawar yang
kuat untuk oksigen reaktif, dan menstimulasi kemampuan tubuh untuk mengubah substansi
toksik menjadi senyawa tidak berbahaya .
Menurut Kumalaningsih (2006) dengan mengkonsumsi 100 gram buah pepaya per
hari sudah mampu mencukupi kebutuhan vitamin C dan betakaroten per harinya.
Sedangkan kandungan serat dalam buah pepaya berguna sebagai penstimulasi saluran cerna,
mampu membersihkan saluran cerna sehingga efek jangka panjangnya dapat menurunkan
kadar kolesterol di dalam darah (Sunarti, 2008; Sutomo, 2012).
Vitamin E merupakan komponen penting dari mekanisme pertahanan antioksidan
pada tubuh manusia, disajikan sebagai antioksidan primer dalam kompartemen lipid (Sunarti,
2008). Struktur dari vitamin E, khususnya cincin fenolik memungkinkannya untuk
menyumbangkan ion-ion hidrogen ke radikal bebas dan yang kemudian menstabilkannya. Ion
hidrogen dari tokoferol sangat efektif dan sangat cepat bereaksi dan kemudian menghentikan

45
Universitas Sumatera Utara

reaksi berbagai macam radikal bebas sebelum mereka merusak membran sel dan berbagai
komponen lain seperti DNA (Sunarti, 2008).
Vitamin E terdapat di dekat permukaan membran sel, dimana dapat bereaksi dengan
radikal-radikal peroxyl sebelum mereka beraksi dengan polyunsaturated fatty acid (PUFA)
pada membran sel atau komponen lain. Karena itu, vitamin E dapat menghentikan rangkaian
reaksi-reaksi propagasi. Atas dasar ini, vitamin E teroksidasi untuk menyumbangkan ion
hidrogen pada radikal bebas. Vitamin E yang teroksidasi harus direduksi kembali untuk
digunakan kembali. Proses regenerasi ini membutuhkan agen pereduksi seperti misalnya
vitamin C. Vitamin E dan C tampil untuk bekerja secara bersinergi untuk menghambat
oksidasi (Sunarti, 2008; Sutomo, 2012).

46
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya (Carica Papaya L ) Terhadap Gambaran Histopatologis Fatty Streak Pada Dinding Aorta Abdominalis Tikus Wistar Jantan Hiperkolesterolemik

2 60 109

Uji Antimuagenik Ekstrak Etanol Bunga Jantan Pepaya (Carica papaya L.) pada Mencit Jantan yang Diinduksi dengan Siklofosfamid

3 63 76

Pemulihan Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) dengan Vitamin C setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU).

0 55 85

Pengaruh Ekstrak Etanol Biji Pepaya (Carica Papaya Linn) terhadap Kadar Kolesterol Total Tikus Wistar Jantan yang diinduksi Pakan Tinggi Lemak.

0 7 29

Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Kadar Kolesterol Dan Tingkat Oksidasi Plasma Darah Tikus Wistar Jantan Hiperkolesterolemik Yang Diinduksi Dengan Kuning Telur

0 1 21

Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Kadar Kolesterol Dan Tingkat Oksidasi Plasma Darah Tikus Wistar Jantan Hiperkolesterolemik Yang Diinduksi Dengan Kuning Telur

0 0 2

Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Kadar Kolesterol Dan Tingkat Oksidasi Plasma Darah Tikus Wistar Jantan Hiperkolesterolemik Yang Diinduksi Dengan Kuning Telur

0 0 9

Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Kadar Kolesterol Dan Tingkat Oksidasi Plasma Darah Tikus Wistar Jantan Hiperkolesterolemik Yang Diinduksi Dengan Kuning Telur

0 2 4

Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Kadar Kolesterol Dan Tingkat Oksidasi Plasma Darah Tikus Wistar Jantan Hiperkolesterolemik Yang Diinduksi Dengan Kuning Telur

0 0 65

PENGARUH PEMBERIAN JUS BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS JANTAN GALUR WISTAR HIPERKOLESTEROLEMIAPENGARUH PEMBERIAN JUS BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS JANTAN GALUR

0 0 13