Aspek Hukum Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam Pemberian Kredit oleh Bank (Studi di Bank Mandiri Cabang Batam)

BAB II
PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan
dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori baru tersebut
tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat
perbuatanperbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya.10
Beberapa Sarjana Hukum juga memberikan definisi mengenai perjanjian
antara lain sebagai berikut:
Menurut Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling
janji melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan
perikatan.11
Menurut Syahmin AK, dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu
rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang
diucapkan atau ditulis.12
Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan
dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam
lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut, secara jelas terdapat konsensus


10

Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), hal. 61
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata , (Jakarta, Intermasa, 2003), hal. 5
12
Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006) ,

11

hal.140

14
Universitas Sumatera Utara

15

antara para pihak, yaitu persetujuan antara pihak satu dengan pihak lainnya. Selain
itu juga, perjanjian yang dilaksanakan terletak pada lapangan harta kekayaan.13
Menurut Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih.14
Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian maksudnya adalah hubungan hukum
yang menyangkut hukum kekayaan antara 2 (dua) orang atau lebih, yang memberi
hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.15
Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum
mengenai benda antara dua pihak dalam mana salah satu pihak berjanji untuk
melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak
menuntut pelaksanaan janji itu.16
Pengertian mengenai perjanjian ini ada diatur di dalam KUHPerdata dalam
Pasal 1313, yaitu suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih.
Ada beberapa kelemahan dari pengertian perjanjian yang diatur dalam
ketentuan di atas, seperti yang dinyatakan oleh Mariam Darus Badrulzaman (dkk)
dalam bukunya Kompilasi Hukum Perikatan bahwa:
Definisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata
adalah tidak lengkap dan terlalu luas, tidak lengkap karena yang dirumuskan
itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas
karena dapat mencakup perbuatan-perbuatan di dalam lapangan hukum
13


Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1990) hal.4
Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan , (Bandung, Penerbit Alumni, 1979) , hal. 4
15
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum perjanjian, (Bandung, Penerbit Alumni, 1986),
hal. 6
16
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu ,
(Bandung, Jakarta, Sumur, 1981) hal. 11
14

Universitas Sumatera Utara

16

keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya
berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III,
perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai
secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.17
Abdul Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan pasal tersebut adalah

sebagai berikut:18
1.

Hanya menyangkut sepihak saja
Hal tersenit dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya pada satu orang lain atau lebih”. Kata “mengikatkan
diri” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak
seharusnya dirumuskan saling mengikatkan diri, jadi antara consensus antara
pihak-pihak.
2. Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa consensus
Pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa
kuasa, tidakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus,
seharusnya digunakan kata persetujuan.
3. Pengertian perjanjian terlalu luas
Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga
pelangsungan perkawinan, yaitu janji kawin yang diatur dalam lapangan
hukum keluarga. Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur
dengan debitur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang
dikehendaki oleh buku III KUHPerdata sebenarnya adalah perjanjian yang
bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.

4. Tanpa menyebut ujuan mengadakan perjanjian
Tanpa menyebut tujuan mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak yang
mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian yaitu suatu hubungan
hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi
kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus
mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.
Dari pengertian singkat di atas kita jumpai didalamnya beberapa unsur yang
memberi

wujud

pengertian

perjanjian,

antara

lain:


hubungan

hukum

(rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara 2 (dua) orang atau

17

Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan , (Jakarta, Citra Aditya Bakti,
2001) hal. 65
18
Abdul Kadir Muhammad, Op.cit., hal. 78

Universitas Sumatera Utara

17

lebih, yang memberi hak kepada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang
suatu prestasi.19
Di dalam Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi adalah perbuatan-perbuatan yang

meliputi:
1.

Memberikan sesuatu
Pasal 1235 KUHPerdata menyebutkan bahwa dalam tiap-tiap perikatan untuk
memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk
menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai
seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan. Dari pasal ini
maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perikatan, pengertian “memberi
sesuatu” mencakup pula kewajiban untuk menyerahkan barangnya dan untuk
memeliharanya

hingga

waktu

penyerahannya.

Misalnya:


melakukan

pembayaran harga dalam perjanjian jual-beli barang.
Istilah memberikan sesuatu di dalam Pasal 1235 KUHPerdata tersebut dapat
mempunyai 2 (dua) pengertian, yaitu:
a.

Penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang menjadi objek perjanjian

b.

Penyerahan hak milik atas barang yang menjadi objek perjanjian, yang
dinamakan penyerahan yuridis.

2.

Berbuat sesuatu
Berbuat sesuatu adalah melakukan suatu perbuatan yang telah ditetapkan
dalam perjanjian. Misalnya: membangun rumah, memperbaiki barang yang
rusak.

19

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung, Penerbit Alumni, 1986),

hal. 6

Universitas Sumatera Utara

18

3.

Tidak berbuat sesuatu
Tidak

berbuat

sesuatu

adalah


tidak

melakukan

sesuatu

perbuatan

sebagaimana juga yang telah ditetapkan dalam perjanjian, Misalnya; tidak
membuat pagar, tidak bekerja di tempat lain selain di perusahaann tempatnya
bekerja di dalam perjanjian kerja.
Dari beberapa definisi mengenai perjanjian yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian, yaitu:
1.

Adanya pihak sekurangnya dua orang
Yang dimaksud dengan pihak disini, yaitu subjek perjanjian, yaitu bisa saja
manusia yang cakap hukum untuk melakukan perbuatan hukum dan bisa juga
badan hukum. Di dalam perjanjian, selalu ada 2 (dua pihak) yang terlibat di

dalamnya, yaitu debitur (pihak yang berprestasi) dan kreditur (pihak yang
berhak atas prestasi).

2.

Adanya kata sepakat atau persetujuan
Kata sepakat atau persetujuan yang dimaksudkan disini adalah sepakat atau
setuju terhadap syarat-syarat yang dibuat dan objek yang diperjanjikan.

3.

Adanya tujuan yang ingin dicapai
Dengan dibuatnya suatu perjanjian, maka pihak yang mengadakan perjanjian
harus secara sukarela mengikatkan diri untuk melakukan prestasi, yang dapat
berupa menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu
untuk mencapai kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia
telah berjanji atau mengikatkan diri dengan jaminan atau tanggungan berupa
harta kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat

Universitas Sumatera Utara

19

perjanjian atau yang telah mengikatkan diri tersebut. Dalam hal ini berarti,
perjanjian harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan
maksud para pihak yang membuat perjanjian.
4.

Adanya prestasi atau kewajiban yang akan dilaksanakan
Prestasi yang dimaksud adalah sebagai kewajiban ara pihak untuk
melaksanakannya

sesuai

dengan

apa

yang

disepakati.

Perjanjian

mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain, ini berarti
dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu orang atau
lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak
atas prestasi tersebut.20
5.

Adanya bentuk tertentu
Bentuk tertentu yang dimaksudkan adalah perjanjian yang dibuat oleh para
pihak harus jelas bentuknya agar dapat menjadi alat pembuktian yang sah
bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Untuk beberapa perjanjian
tertentu, undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, yaitu bentuk
tertulis sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak
sah. Dengan demikian, bentuk tertulis tidaklah hanya semata-mata hanya
merupakan pembuktian saja, tetapi juga syarat untuk adanya perjanjian itu.21

6.

Adanya syarat-syarat tertentu
Syarat-syarat ini berarti substansi perjanjian yang telah disepakati oleh para
pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perjanjian tidak boleh sembarangan

20

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir
dari Perjanjian), (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003) hal. 2
21
Mariam Darus Badrulzaman , Op.cit., hal. 66

Universitas Sumatera Utara

20

dibuat. Agar suatu perjanjian tersebut dikatakan sah, maka harus memenuhi
syarat-syarat seperti yang dikandung di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Maksud dari sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung
makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian saling menyetujui
keinginan masing-masing pihak. Namun, kesepakatan tersebut bisa
menjadi tidak sah atau cacat apabila kesepakatan itu diberikan karena
kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Hal ini ada
diatur di dalam Pasal 1321 KUHPerdata.
b. Cakap untuk membuat suatu perikatan
Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa tiap orang berwenang untuk
membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.
Sedangkan pada Pasal 1330 KUHPerdata mengkategorikan orang-orang
yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu:
1) Orang-orang yang belum dewasa
2) Orang-orang yang berada di bawah pengampuan
3) Perempuan yang telah kawin. Namun ketentuan ini telah dihapuskan
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang

Perkawinan

karena

di

dalam

Undang-Undang

ini

menyatakan bahwa kedudukan suami dan istri adalah seimbang.
c. Suatu hal tertentu
Maksud dari suatu hal tertentu ini adalah objek perjanjian. Setiap
perjanjian haruslah mempunyai objek perjanjian dan hal ini diatur pada

Universitas Sumatera Utara

21

pasal 1332, 1333, dan 1334 KUHPerdata yang dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1) Barang yang merupakan objek perjanjian tersebut haruslah barang
yang dapat diperdagangkan.
2) Barang yang merupakan objek perjanjian tersebut minimal harus
dapat ditentukan jenisnya.
3) Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian
dapat ditentukan atau dihitung.
4) Barang yang menjadi objek perjanjian dapat berupa barang yang
baru akan ada pada waktu yang akan datang.
5) Tidak dapat dibuat perjanjian terhadap barang yang masih dalam
warisan yang belum terbuka.
d. Suatu sebab yang halal
Maksudnya adalah bahwa suatu perjanjian tersebut tidak dilarang oleh
undang-undang dan tidak bertentangan dengan norma kesusilaan dan
ketertiban umum. Hal ini dapat ditemukan dalam Pasal 1337
KUHPerdata. Sedangkan menurut Pasal 1335 KUHPerdata bahwa suatu
perjanjian tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu
atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.
Di dalam hukum perjanjian, dikenal juga asas-asas perjanjian yang meliputi:
1.

Asas kebebasan berkontrak
Asas ini adalah asas yang termasuk sangat penting di dalam perjanjian.
Dengan adanya asas ini maka orang dapat menciptakan hak-hak perseorangan

Universitas Sumatera Utara

22

yang tidak diatur di dalam Buku III KUHPerdata, tetapi diatur sendiri di
dalam perjanjian. Pasal-pasal di dalam Buku III KUHPerdata baru mengikat
bagi para pihak yang membuatnya apabila mereka tidak mengatur sendiri
kepentingannya. Kebebasan kontrak memberikan jaminan kepada seseorang
untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian,
diantaranya:
a.

Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

b.

Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

c.

Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

d.

Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

e.

Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.

2.

Asas konsensualisme
Asas ini disebut juga sebagai asas persesuaian kehendak. Dengan adanya kata
sepakat diantara kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut sudah mengikat
bagi para pihak yang membuatnya. Asas konsensualisme ini dapat ditemukan
pada pasal 1320 KUHPerdata mengenai sahnya perjanjian yang menyatakan
bahwa satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan diantara para
pihak.

3.

Asas kepastian hukum
Asas ini dikenal juga dengan asas pacta sunt servanda . Asas ini dapat
ditemukan di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan
bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku

Universitas Sumatera Utara

23

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan adanya
konsensus dari para pihak, maka kesepakatan itu menimbulkan kekuatan
mengikat perjanjian sebagaima layaknya undang-undang. Apa yang
dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan hukum menjadi hukum bagi
mereka.
4.

Asas itikad baik
Asas itikad baik ini dapat ditemukan di dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata yang menyatakan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Makana itikad baik yang dimaksud dalam Pasal 1338
KUHPerdata ini adalah bahwa orang harus mematuhi atau perkataannya
dalam segala keadaan atau suatu tindakan yang mencerminkan

standar

keadilan dan kepatutan masyarakat yang mensyaratkan adanya penghormatan
tujuan hukum. Dengan adanya asas itikad baik ini maka perjanjian
dimaksudkan tidak untuk merugikan baik bagi pihak debitur, kreditur,
ataupun pihak ketiga lainnya di luar perjanjian.
5.

Asas Kepribadian
Asas kepribadian ini disebut juga asas personalia dan dapat ditemukan pada
Pasal 1315 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pada umumnya tak
seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu perjanjian daripada untuk dirinya sendiri. Suatu
perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban antara para pihak yang
membuatnya.

Universitas Sumatera Utara

24

B. Pengertian Perjanjian Kredit
Perjanjian ada berbagai macam, salah satunya adalah perjanjian kredit. Dalam
Pasal 3 dan 4 Undang-undang Perbankan disebutkan bahwa fungsi utama
perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Dalam menyalurkan dana masyarakat tersebut, bank memberikan berbagai macam
kredit kepada masyarakat.
Istilah kredit bukan hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat, sebab sering dijumpai di dalam masyarakat bahwa anggota
masyarakat melakukan jual beli barang secara kredit. Jual berli tersebut tidak
dilakukan secara tunai atau kontan, tetapi dilakukan dengan cara mengangsur.
Selain itu juga banyak anggota masyarakat yang menerima kredit baik dari
koperasi maupun dari bank untuk memenuhi kebutuhannya.
Sebenarnya kata “kredit” itu berasal dari bahasa Romawi, yaitu Credere yang
artinya “percaya”. Bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian
bahwa bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada
nasabah/debitur, karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar
lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.22 Dalam masyarakat
umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan popular
dan merakyat, sehingga dalam bahasa sehari-hari istilah kredit sering disamakan
dengan istilah utang. Savelberg menyatakan “kredit” mempunyai arti antara lain:
1.

Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorag berhak
menuntut sesuatu dari orang lain.

22

Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 28

Universitas Sumatera Utara

25

2.

Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain
dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu
(commodatus, depositus, regulare, pignus)
Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:
“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara
bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan
pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah
pinjaman itu di belakang hari.”23
M. Jakile mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari

seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti dari
janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu.24
Menurut Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan pengertian

kredit

yang ditetapkan oleh undang-undang

sebagaimana tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan
sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

23

Mariam Darus Badrulzaman, SH., Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit
Bank dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-Hambatannya dalam Praktek di Medan,
(Bandung, Penerbit Alumni, 1978) hal. 21
24
Ibid, hal. 22

Universitas Sumatera Utara

26

1.

Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan
uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia dana dengan
menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah
kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian
(penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk pembukaan
letter of credit (LC).

2.

Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain
Persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam merupakan dasar dari
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan
uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh
bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit.
Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada ketentuan
hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan tentang
perjanjian terdapat dalam ketentuanketentuan KUH Perdata, Buku Ketiga
tentang Perikatan. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320
KUH Perdata) merupakan undang-undang bagi bank dan debitur. Ketentuan
Pasal 1338 KUH Perdata menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku
sebagai undang-undang bagi pihak yang berjanji.

Universitas Sumatera Utara

27

3.

Adanya kewajiban melunasi hutang
Pinjam-meminjam uang adalah suatu hutang bagi peminjam. Pinjam
meminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian
kredit oleh bank kepada debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan
kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakatinya, yang
biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit
perbankan bukan suatu bantuan dana yang diberikan secara cuma-cuma.
Kredit perbankan adalah suatu hutang yang harus dibayar kembali oleh
debitur.

4.

Adanya jangka waktu tertentu
Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka waktu tertentu. Berdasarkan
jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas pemberian kredit, maka kredit
perbankan dapat dibedakan atas kredit jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang. Kredit jangka pendek adalah kredit yang mempunyai jangka
waktu satu tahun atau dibawah satu tahun. Kredit jangka menengah adalah
yang mempunyai jangka waktu di atas satu tahun sampai dengan tiga tahun,
dan kredit jangka panjang adalah kredit yang mempunyai jangka waktu di
atas tiga tahun. Jangka waktu suatu kredit ditetapkan berdasarkan kebijakan
yang berlaku pada masing-masing bank dan mempertimbangkan tujuan
penggunaan kredit serta kemampuan membayar dari calon debitur setelah
dinilai kelayakannya. Berdasarkan pengertian kredit tentang jangka waktu
tertentu dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit harus ditetapkan secara
tegas karena menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Universitas Sumatera Utara

28

5.

Adanya pemberian bunga kredit
Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan
adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang
yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan
dan disetujui bank kepada debitur. Namun, sering pula disebut sebagai balas
jasa atas penggunaan uang bank oleh debitur. Sepanjang terhadap bunga
kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayarannya oleh
debitur, merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi bank.25

C. Kredit Bank dalam Perspektif Hukum Perdata
KUH Perdata membedakan antara perjanjian yang mempunyai nama tertentu
(perjanjian bernama) dan yang tidak mempunyai nama tertentu (perjanjian tidak
bernama). Perjanjian bernama adalah perjanjian yang ditentukan oleh undangundang secara khusus, terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku III KUH
Perdata, antara lain perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar, perjanjian
sewa-menyewa dan perjanjian pinjam-meminjam.
Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara tegas dan khusus dalam KUH
Perdata, unsur-unsur perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan prinsipprinsip yang diatur oleh KUH Perdata. Hal ini tegaskan oleh Pasal 1319 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian, baik yang mempunyai nama
khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus, harus tunduk pada
peraturan-peraturan umum yang termuat dalam Bab I dan Bab II.
25

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia , (Jakarta,
Rajawali Pers, 2012), hal. 75-78

Universitas Sumatera Utara

29

Beberapa pakar hukum berpendapat demikian, bahwa perjanjian kredit pada
hakikatnya adalah perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana yang diatur di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Menurut Subekti, semua pemberian kredit pada hakekatnya merupakan
perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 s/d 1769 KUH
Perdata. Perjanjian pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini
mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula (Pasal
1754 KUH Perdata). Dalam hal ini, Subekti melihat kredit sebagai suatu hal yang
umum. Sementara, perjanjian kredit yang diberikan oleh bank memiliki
karakteristik yang khusus, terutama berkaitan dengan konsep utang. Pada
perjanjian kredit dalam bentuk Rekening Koran, utang yang timbul sebagai akibat
perjanjian tersebut bukanlah nilai pagu kredit yang diberikan oleh bank,
melainkan jumlah yang benar-benar dipakai oleh debitur. Menurut yurisprudensi
Mahkamah Agung, dalam hal peminjaman uang, utang yang terjadi karenanya
hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian.
Sumardi Mangunkusumo melihat bahwa obyek hukum dalam perjanjian
kredit adalah uang yang digolongkan sebagai benda yang dapat digunakan sampai
habis. Jadi, perjanjian kredit termasuk perjanjian peminjaman benda yang dapat
habis/diganti (verbruikleen). Perjanjian peminjaman merupakan perjanjian yang
riil (nyata) yang berarti bahwa perikatan baru dianggap terjadi apabila obyek
hukumnya (uang) dengan nyata telah diserahkan. Sementara, perjanjian

Universitas Sumatera Utara

30

pemberian kredit merupakan perjanjian konsensual (consensuele overeenkomst)
yang berarti perikatannya sudah terjadi walaupun uang belum diserahkan. Dalam
hal ini, perjanjian pemberian kredit atau membuka kredit hanya merupakan
kesanggupan saja dan dapat digolongkan sebagai perjanjian bersyarat dengan
syarat tangguh atau penundaan (opschortende voorwaarde) sampai nantinya
debitur mengambil atau menerima uangnya.
Mariam Darus Badrulzaman menggolongkan perjanjian kredit bank sebagai
perjanjian bernama. Dengan demikian, perjanjian kredit digolongkan dalam
perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian peminjaman yang terbagi dalam
perjanjian pinjam-meminjam secara pinjam pakai yang obyek hukumnya berupa
benda yang tidak dapat diganti (bruikleen ) dan yang obyek hukumnya merupakan
benda yang dapat dihabiskan dalam pemakaian dan dapat diganti dengan benda
yang sejenis (verbruikleen)..26
Pendapat di atas disangkal oleh pakar hukum lainnya Sutan Remy Sjahdeini
menyatakan bahwa sifatnya yang konsensual dari suatu perjanjian kredit ban
itulah yang merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian
peminjaman uang yang bersifat riil. Dengan kata lain bahwa perjanjian kredit
adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris yang dapat bersifat riil
maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman uang menurut hukum
Indonesia yang bersifat riil. Bagi perjanjian kredit yang jelas-jelas mencantumkan
syarat-syarat tangguh tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan
perjanjian yang konsensual sifatnya. Setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh

26

https://bh4kt1.wordpress.com/2012/08/24/14/, diakses pada 20 September 2015

Universitas Sumatera Utara

31

bank dan nasabah debitur, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau
melakukan penarikan kredit.Atau sebaliknya setelah ditandatanganinya kredit oleh
kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk
menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk
dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih tergantung
kepada telah terpenuhinya seluruh syarat yang ditentukan di dalam perjanjian
kredit.
Ciri kedua yang menurut beliau membedakan perjanjian kredit dengan
perjanjian peminjaman uang adalah bahwa kredit yang diberikan oleh bank
kepada nasabah debitur tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau
tujuan yang tertentu oleh nasabah debitur, seperti yang dilakukan oleh peminjam
uang (debitur) pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit,
kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian
dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada bank
untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak, maka berarti nasabah debitur
bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya berdasarkan
perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya perjanjian kredit itu adalah
perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian kredit bank tidak
mempunyai ciri yang sama dengan perjanjin pinjam-meminjam atau pinjam
mengganti. Oleh karena itu, terhadap perjanjian kredit bank tidak berlaku
ketentuan-ketentuan Bab Ketiga belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

32

Ciri ketiga, kata Sutan Remy Sjahdeini, perjanjian kredit bank yang
membedakannya dari perjanjian peminjaman uang ialah mengenai syarat cara
penggunaannya. Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu
dengan menggunakan cek atau perintah pemindahbukuan. Cara lain hampir dapat
dikatakan tidak mungkin atau tidak diperbolehkan. Pada perjanjian peminajaman
uang biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur kepada
kekuasaan debitur dengan tidak diisyaratkan bagaimana caranya debitur akan
menggunakan uang pinjaman itu. Pada perjanjian kredit bank, kredit tidak pernah
diserahkan oleh bank ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitur. Kredit selalu
diberikan dalam bentuk rekening Koran yang penarikan dan penggunaannya
selalu di bawah pengawasan bank.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit bank tidak identic
dengan perjanjian pinjam-meminjam uang sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian kredit ini tidak tunduk kepada
ketentuan-ketentuan bab ketiga belas dari Buku Ketiga Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Dengan kata lain, perjanjian kredit bank adalah perjanjian tidak
bernama (onbeniemde overeentskomst) sebab tidak terdapat ketentuan khusus
yang mengaturnya, baik di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun
dalam Undang-Undang Perbankan yang diubah. Dasar hukumnya dilandaskan
kepada persetujuan atau kesempatan antara bank dan calon debiturnya sesuai
dengan asas kebebasan kontrak.27

27

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia , (Jakarta, PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001), hal. 262-263

Universitas Sumatera Utara

33

D. Jenis-Jenis Kredit Bank
Di dalam Undang-Undang Perbankan tidak ada diatur atau dijelaskan
mengenai jenis-jenis kredit bank. Namun, jenis-jenis kredit bank ini dapat
dijumpai di dalam praktek perbankan yang memberikan kredit kepada
nasabahnya. Dilihat dari prakteknya, jenis-jenis kredit dapat dilihat dari beberapa
segi, yaitu:
1.

Menurut jangka waktunya
Dari segi jangka waktunya terdapat 3 (tiga) macam kredit yaitu kredit
jangka pendek, kredit jangka menengah, dan kredit jangka panjang. Ketiga
macam kredit tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1 huruf (d) UndangUndang Perbankan 1967 dan walaupun sudah berlaku Undang-Undang
Perbankan yang baru namun pelaksanaannya kini tidak menjadi masalah,
karena jangka waktu kredit dipandang dari pemakaiannya masih belum ada
pembatasan yang pasti. Hal ini disebabkan karena pengertian tentang lamanya
pemakaian suatu kredit ditentukan oleh kebutuhan dan kemampuan nasabah
untuk memakai dan mengembalikannya pada suatu waktu tertentu.
Adapun yang disebut kredit jangka pendek adalah kredit yang berjangka
waktu paling lama satu tahun. Dalam kredit ini juga termasuk untuk tanaman
musiman yang berjangka waktu lebih dari satu tahun.
Kredit jangka menengah adalah kredit yang berjangka waktu antara satu
tahun sampai dengan tiga tahun, kecuali kredit untuk tanaman musiman
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

34

Kredit jangka panjang adalah kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga
tahun.
2.

Menurut Kegunaannya
Ditinjau dari segi kegunaannya, maka kredit dapat digolongkan menjadi
tiga macam, masing-masing yaitu kredit investasi, kredit modal kerja, dan
kredit profesi.
a. Kredit Investasi
Kata investasi artinya adalah penanaman modal. Dengan demikian kredit
investasi ialah kredit yang diberikan kepada nasabah untuk keperluan
penanaman

modal

yang bersifat

ekspansi,

modernisasi

maupun

rehabilitasi perusahaannya. Misalnya kredit yang diberikan kepada
perusahaan angkutan dimana kredit ini untuk keperluan membeli
tambahan sejumlah kendaraan. Juga kredit untuk keperluan memberikan
suatu proyek seperti tambak udang, dan sebagainya.
b. Kredit modal kerja
Yang dimaksud adalah kredit yang diberikan untuk kepentingan
kelancaran modal kerja nasabah. Jadi kredit ini sasarannya untuk
membiayai biaya operasi usaha nasabah. Kredit bank dipergunakan untuk
membeli bahan dasar, alat-alat bantu, maupun membayar biaya lainnya.
c. Kredit profesi
Kredit ini diberikan bank kepada nasabah semata-mata untuk kepentingan
profesinya. Misalnya kredit yang diberikan kepada seorang dokter gigi
untuk membeli seperangkat peralatan medis. Meskipun namanya kredit

Universitas Sumatera Utara

35

profesi, namun sebenarnya kredit tersebut tidak berbeda dengan kredit
investasi, yang berbeda hanya terletak pada kedudukan (status) nasabah.
3.

Menurut pemakaiannya
Menurut pemakaiannya kredit dapat digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu kredit konsumtif dan kredit produktif.
a. Kredit konsumtif
Kredit konsumtif adalah kredit yang diberikan kepada nasabah untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Contohnya adalah kredit yang
diberikan untuk membeli alat-alat rumah tangga seperti meja-kursi,
televisi, mobil. Semua barang-barang yang dibiayai bank itu tujuannya
untuk dipakai sampai habis oleh nasabah.
b. Kredit produktif
Berbeda dengan konsumtif, pada kredit produktif ini pembiayaan bank
ditujukan untuk keperluan usah nasabah agar produktifitas akan
bertambah meningkat. Bentuk kredit produktif dapat berupa kredit
investasi maupun kredit modal kerja, karena kedua kredit tersebut
diberikan untuk nasabah meningkatkan produktifitas usahanya.
Di atas telah dikenal kredit profesi, yang menurut hemat kami tidak dapat
dimasukkan ke dalam bentuk kredit produktif, karena kemampuan nasabah
yang menerima kredit profesi sangat terbatas sekali sehingga sulit
diharapkan produktifitas meningkat dengan pesat. Kalau seorang dokter
gigi mendapat kredit profesi untuk membeli kursi untuk mengobati pasien
empat buah, maka ia tidak akan mampu mengobati pasien sekaligus lebih

Universitas Sumatera Utara

36

dari seorang. Jadi disini dasarnya nasabah ini tidak mungkin dapat
berkembang usahanya secara kuantitatif.
4.

Menurut sektor yang dibiayai
Di samping macam-macam kredit yang diterangka di atas, masih ada
beberapa macam kredit yang diberikan nasabah dipandang dari sektor yang
dibiayai bank, sebagai berikut: kredit perdagangan, kredit pemborongan,
kredit pertanian, kredit peternakan, kredit perhotelan, kredit percetakan,
kredit pengangkutan, kredit perindustrian.28
Kamsir menambahkan 1 (satu) jenis kredit lagi di dalam bukunya, yaitu:

5.

Dilihat dari segi jaminan
a. Kredit dengan jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. jaminan tersebut
dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.
artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi minimal senilai
jaminan atau untuk kredit tertentu jaminan harus melebihi jumlah kredit
yang diajukan si calon debitur.
b. Kredit tanpa jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang
tertentu. kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter
serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan
bank atau pihak lain.29

28

29

Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 29-31
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta, Rajawali Pers, 2010) hal. 76

Universitas Sumatera Utara

37

E. Syarat-Syarat Perjanjian Kredit Bank
Mengenai ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh
bank terdiri dari 9 (Sembilan) persyaratan sebagai berikut:
1.

Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan
konsultan yang terkait.

2.

Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta
perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Izini Usaha
Perdagangan (SIUP), dan lain-lain.

3.

Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu
(grace period) maksimum 4 tahun.

4.

Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan agunan
tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan
melibatkan pejabat penilai (appraiser) independen untuk menentukan nilai
agunan.

5.

Maksimum pembiayaan bank adalah 65% (enam puluh lima persen) dan self
financing adalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

6.

Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi
proyek. Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen
untuk menentukan progres proyek.

7.

Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.

8.

Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun berdasarkan
analisis dalam feasibility study.

Universitas Sumatera Utara

38

9.

Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapka.30

F. Prinsip-Prinsip Hukum Kredit Bank
1.

Prinsip kepercayaan
Prinsip ini menyatakan bahwa debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk
memenuhi perikatannya, hal ini menuju kepada arti hukum kredit pada
umumnya. Sesuai dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan, maka
setiap pemberian sebenarnya mestilah diikuti oleh kepercayaan, yakni
kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi debitur sekaligus
kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya.
Tentunya untuk bisa memenuhi unsur kepercayaan ini oleh kreditur mestilah
dilihat apakah calon debitur memenuhi berbagai kriteria yang biasanya
diberlakukan terhadap suatu kredit. Karena itu timbul suatu prinsip lain yang
disebut prinsip kehati-hatian.

2.

Prinsip Kehati-hatian
Prinsip kehati-hatian (prudent) ini adalah salah satu konkretisasi dari prinsip
kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Disamping pula sebagai suatu
perwujudan dari prinsip prudent bankin dari seluruh kegiatan perbankan.
Untuk mewujudkan prinsip ini dalam pemberian kredit berbagai usaha
pengawasan dilakukan baik pengawasan internal (dalam bank itu sendiri)
maupun eksternal (pihak luar). Untuk itulah Bank Indonesia mengeluarkan

30

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia , (Jakarta, Kencana, 2008), hal. 61-

62

Universitas Sumatera Utara

39

berbagai macam ketentuan antara lain mengenai batas maksimum pemberian
kredit (legal-lending-limit).
3.

Prinsip 5-C
Prinsip ini dikenal dalam dunia perbankan yang merupakan singkatan dari
unsur-unsur character – capacity – capital – condition of economy dan
collateral.31

a. Penilaian watak (character)
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon
debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak
akan menyulitkan bank di kemudian hari. Penilaian watak ini dapat juga
diperoleh oleh pihak bank dari pihak lain yang mengetahui kepribadian
calon debitur dalam kehidupan sehari-hari.
b. Penilaian kemampuan (capacity)
Kemampuan debitur juga harus diteliti oleh bank sebelum memberikan
kredit kepada si debitur. Yang harus dilihat adalah kemampuan si debitur
di dalam bidan usaha dan kemampuan mengatur atau mengelolanya
supaya bank yakin bahwa dalam jangka waktu yang telah ditentukan si
debitur dapat melunasi pinjamannya.
c. Penilaian terhadap modal (capital)
Bank harus mengetahui keuangan si debitur secara menyeluruh sehingga
kemampuan permodalan si debitur dapat diketahui oleh bank. Namun
pada prakteknya, bank tidak memberikan kredit untuk membiayai seluruh
31

https://kuliahade.wordpress.com/2010/06/27/hukum-perbankan-kredit-bank-ii/, diakses pada 16
September 2015

Universitas Sumatera Utara

40

dana yang dibutuhkan oleh si debitur. Bank hanya memberikan tambahan
modal untuk si debitur tersebut.
d. Penilaian terhadap agunan (collateral)
Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitur umumnya
wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan
mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau
pembiayaan yang diberikan kepadanya. Untuk itu sudah seharusnya bank
wajib meminta agunan tambahan dengan maksud jika calon debitur tidak
dapat melunasi kreditnya, maka agunan tambahan tersebut dapat dicairkan
guna menutupi pelunasan atau pengembalian kredit atau pembiayaan yang
tersisa.
e. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy)
Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar negeri baik
masa lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran
dari hasil proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai bank dapat
diketahui.32
4.

Prinsip 5-P
a. Para pihak (party)
Para pihak adalah hal yang utama yang harus diperhatikan dalam
pemberian kredit. Pemberian kredit tidak bisa sembarangan diberikan oleh
si kreditur dikarenakan si kreditur harus yakin terlebih dahulu kepada si
debitur sebelum memberikan kredit.

32

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 247

Universitas Sumatera Utara

41

b. Tujuan (purpose)
Kreditur harus mengetahui tujuan si debitur melakukan pinjaman kredit.
Kreditur harus mengawasi juga apakah kredit yang diberikan kepada si
debitur dipergunakan sesuai dengan tujuan awal atau tidak. Kreditur harus
melihat juga apakah kredit yang digunakan oleh debitur dipakai untuk
hal-hal yang postif dan menaikkan pendapatan si debitur atau tidak.
c. Pembayaran (payment)
Kreditur harus mengetahui apakah pendapatan debitur ini tersedia untuk
membayar apabila kredit dikeluarkan oleh si kreditur. Kreditur harus
yakin terlebih dahulu sebelum memberikan kredit bahwa si debitur dapat
membayar kembali kredit yang diberikan kepadanya.
d. Perolehan laba (profitability)
Unsur perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya dalam
suatu pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus berantisipasi apakah
laba yang akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga
jaminan dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran
kembali kredit, cash flow, dan sebagainya.
e. Perlindungan (protection)
Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitur.
Untuk itu, perlindungan dari kelompok perusahaan, atau jaminan dari
holding, atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penting diperhatikan.

Terutama untuk berjaga-jaga sekiranya terjadi hal-hal di luar scenario atau
di luar prediksi semula.

Universitas Sumatera Utara

42

5.

Prinsip 3-R
a. Returns (hasil yang diperoleh)
Returns, yakni hasil yang diperoleh oleh debitur, dalam hal ini ketika
kredit telah dimanfaatkan dan dapat diantisipasi oleh calon kreditur.
Artinya perolehan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kredit
beserta bunga, ongkos-ongkos, di samping membayar keperluan
perusahaan yang lain seperti untuk cash flow, kredit lain jika ada, dan
sebagainya.
b. Repayment (pembayaran kembali)
Kemampuan

bayar

dari

pihak

debitur

tentu

saja

juga

mesti

dipertimbangkan. Dan apakah kemampuan bayar tersebut macth dengan
schedule pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan itu. Ini juga

merupakan hal yang tidak boleh diabaikan.
c. Risk Bearing Ability (kemampuan menanggung resiko)
Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah sejauh mana terdapatnya
kemampuan debitur untuk menanggung resiko. Misalnya dalam hal terjadi
hal-hal di luar antisipasi kedua belah pihak. Terutama jika dapat
menyebabkan timbulnya kredit macet. Untuk itu harus diperhitungkan
apakah misalnya jaminan dan/atau asuransi barang atau kredit sudah
cukup aman untuk menutupi resiko tersebut.
Di samping prinsip-prinsip di atas, beberapa prinsip lain dalam hal
pemberian kredit yang berhubungan dengan debitur yang mesti diperhatikan oleh
suatu bank adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

43

a. Prinsip Matching, yaitu harus match antara pinjaman dengan aset
perseroran. Jangan sekali-kali memberikan suatu pinjaman berjangka
waktu pendek untuk kepentingan pembiayaan/investasi yang berjangka
panjang. Karena hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya mismatch.
b. Prinsip Kesamaan Valuta. Maksudnya adalah penggunan dana yang
didapatkan dari suatu kredit sedapat-dapatnya haruslah digunakan untuk
membiayai atau investasi dalam mata uang yang sama. Sehingga resiko
gejolak nilai valuta dapat dihindari. Meskipun untuk itu tersedia apa yang
disebut dengan currency hedging.
c. Prinsip Perbandingan antara Pinjaman dan Modal. Maksudnya mestilah
ada hubungan yang prudent antara jumlah pinjaman dengan besarnya
modal. Jika pinjamannya terlalu besar disebut perusahaan yang high
gearing. Sebaliknya jika pinjamannya kecil dibandingkan dengan

modalnya disebut low gearing. Post permodalan earnings yang akan
didapat oleh perusahaan tidak fixed, yaitu dalam bentuk dividen,
sementara cost terhadap suatu pinjaman yaitu dalam bentuk bunga relatif
tetap. Karena itu, kelangsungan suatu perusahaan akan terancam jika
antara jumlah pinjaman dengan besarnya modal tidak reasonable.
d. Prinsip Perbandingan antara Pinjaman dan Aset. Alternatif lain untuk
menekan resiko dari suatu pinjaman adalah dengan memperbandingkan
antara besarnya pinjaman dengan aset, yang juga dikenal dengan gearing
ratio.33

33

Ibid, hal. 249-250

Universitas Sumatera Utara