NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR’AN Nilai Pendidikan Akhlak Pada Kisah Nabi Yusuf Dalam Al-Qur’an.

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH
NABI YUSUF DALAM AL-QUR’AN

PUBLIKASI

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:
Nia Fatmawati S
NIM : G000 070 003

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

ABSTRAK
Imam Ibnu Katsir mengatakan, ketika Nabi Yusuf masih kecil dan belum
mencapai usia baligh, ia pernah bermimpi seakan melihat sebelas bintang, dan

sebelas bintang itu diumpakanan sebagai kesebelas saudara-sadaraunya yang lain,
lalu ia juga melihat matahari dan bulan yang diumpakanan sebagai ayah dan
ibunya, namun kesemuanya itu tunduk tersujud kepadanya, ia pun menjadi
bingung dengan arti dari mimpi tersebut. Nilai-nilai pendidikan akhlak kisah nabi
Yusuf dapat dijadikan sebagai landasan dasar dalam meningkatkan keimanan,
walaupun ada berbagai macam godaan-godaan. Hal ini mengandung pengertian
bahwa akhlak Nabi Yusuf dapat dijadikan sebagai salah satu landasan dasar dalam
meningkatkan pendidikan akhlak.
Rumusan masalah dalam penelitian ini : Apa saja nilai-nilai pendidikan
akhlak pada kisah Nabi Yusuf dalam Al-Qur’an? Tujuan yang diharapkan dalam
penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan nilai-nilai pendidikan akhlak pada
Nabi Yusuf dalam Al-Qur’an. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif, yang mana seluruh data yang diperoleh melalui pustaka kemudian
dianalisis disesuaikan dengan sumber data yang sebenarnya. Teknik pengumpulan
menggunakan dokumentasi dengan menelaah berbagai nara sumber dari bukubuku ilmiah, kamus, Al-Qur’an dan lain sebagainya.
Analisis data bahwa pada malam itu Nabi Yusuf melihat dalam mimpinya
seakan-akan sebelas bintang, matahari dan bulan yang berada di langit turun dan
sujud di depannya. Terburu-buru setelah bangun dari tidurnya, ia datang
menghampiri ayahnya, menceritakan kepadanya apa yang ia lihat dan alami dalam
mimpi namun ayahnya berpesan jangan sampai mimpinya diberitahukan kepada

orang lain, karena kelak akan menjadi orang yang dihormati dan diteladani.
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa : Kisah nabi
Yusuf dalam Al Qur’an surat Yusuf ayat 4 – 10 mengisahkan tentang tabir mimpi
suatu saat nanti Yusuf akan menjadi orang yang terhormat walaupun saudara
kandungnya tidak senang dan berencana untuk melenyapkannya. Nabi Yusuf
pada usia 12 tahun sudah menerima wahyu dari Allah SWT lewat mimpi karena
memiliki kemurnian jiwa. Nabi Yusuf seorang yang sabar dan tabah pada saat
dibuang ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya yang tidak senang keberadaan
Nabi Yusuf karena dinilai sangat dicintai oleh ayahnya. Nabi Yusuf memiliki
keimanan yang kuat pada saat di goda oleh Zulaikha yang cantik jelita, tetapi tetap
dalam keimanan walaupun masuk ke dalam penjara. Nabi Yusuf menolak jabatan
dari raja ketika menafsirkan tabir mimpinya sebelum fitnah yang menimpa dirinya
dengan Zulaikha benar-benar bersih atau dapat dibuktikan. Nabi Yusuf memiliki
sifat amanah dan profesional kerja serta mampu menahan amarah ketika saudara
kandung yang membuangnya datang untuk meminta bantuan. Nabi Yusuf
merupakan sosok nabi yang memiliki sifat amar ma’ruf nahi mungkar, hal ini
terbukti ketika saudaanya meminta bantuan walaupun dahulu yang membuang ke
sumur segera dibantu dan dibimbing supaya betaubat.
Kata Kunci : Nilai Pendidikan Akhlak, Kisah Nabi Yusuf, Al Qur’an


PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam Al Qur’an ada yang namanya surat Yusuf. Surat Yusuf ini seluruh
isinya berkisar pada cerita Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya beserta orang tua
mereka. Cara penuturan kisah Nabi Yusuf ini kepada Nabi Muhammad berbeda
dengan kisah-kisah nabi-nabi yang lain, yaitu kisah Nabi Yusuf ini khusus
diceritakan dalam satu surat sedang kisah-kisah nabi-nabi yang lain disebutkan
dalam beberapa surat. Isi dari kisah Nabi Yusuf ini berlainan pula dengan kisahkisah nabi-nabi yang lain. Dalam kisah nabi-nabi yang lain Allah menitik
beratkan kepada tantangan yang bermacam-macam dari kaum mereka, kemudian
mengakhiri kisah itu dengan kemusnahan para penantang para nabi itu. Didalam
kisah Nabi Yusuf ini, Allah menonjolkan akibat yang baik daripada kesabaran,
dan bahwa kesenangan itu datangnya sesudah penderitaan.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, masalah-masalah
yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut: Apa saja nilai-nilai pendidikan
akhlak pada kisah Nabi Yusuf dalamt Al-Qur’an?

Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan

nilai-nilai pendidikan akhlak Nabi Yusuf menurut Al-Qur’an.

KERANGKA TEORITIK
Pengertian Pendidikan Akhlak
Menurut Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
1

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.1 Secara etimologis (lughowi) akhlak (dalam Bahasa Arab) adalah bentuk
jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat.2
Akhlak menurut kamus bahasa Indonesia adalah : ”budi pekerti;
kelakuan”3 Budi pekerti merupakan tingkah laku seseorang dalam kehidupan
sehari-hari baik dilakukan secara sengaja maupun dilakukan dengan tidak
bersengaja. Ibn Miskawaih dalam buku Abudin Nata mengatakan akhlak adalah :
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.4 Sementara itu Iman al-Ghazali

dalam buku Abudin Nata memberikan komentar tentang pengertian akhlak adalah
: “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. 5
Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak pada prinsipnya akan nampak nilai-nilainya apabila
seseorang telah melakukan perbuatan baik kepada Allah, kepada sesama dan
kepada lingkungan. Selanjutnya Da’irul Ma’arif mengatakan, bahwa pendidikan
akhlak

adalah : ”ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya

hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga
jiwa kosong daripadanya”.6

Pendidikan akhlak ialah : ”Suatu usaha untuk

memimpin dan menuntut pertumbuhan dan perkembangan sikap mental, untuk
menuju terbentuknya kepribadian manusia muslim”.7
Macam-macam Akhlak
1


Himpulan Perundang-Undangan Republik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Dilengkapi
Peraturan Perundangan yang Terkait, (Bandung : Nuansa Aulia, 2012), hlm. 2.
2
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2003), hlm. 469.
3
Tri Kurnia Nurhayati, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta : Eska Media, 2003),
hal. 24.
4
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1999), hal. 3.
5
Ibid., hal. 4.
6
Ibid., hal. 8
7
Barmawie Umary., Materi Akhlak, hal. 1.

2


Akhlak pada prinsipnya di bedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu akhlak
mahmudah (baik) dan akhlak mazmumah (tidak baik). Akhlak seseorang dalam
kehidupan sehari-hari akan ada dua penilain yaitu baik atau buruk. Baik adalah :
”sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasaan, kesenangan,
persesuaian dan seterusnya”.8
Kebaikan disebut nilai, apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi
kebaikan yang kongret. Baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai
manusia. Contoh tawakal, ikhtiar, sabar, syukur dan qanaah. Secara singkat akan
disampaikan penjelasan ke lima akhlak di atas.
Lawan dari akhlak baik adalah akhlak buruk. Dengan demikian yang
dikatakan berakhlak buruk adalah : ”sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang
baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia”.9
buruk : ananiah, putus asa, tamak, takabur.

Misalnya akhlak yang

10

Sumber Hukum Akhlak

Sumber hukum akhlak merupakan salah satu rujukan yang dapat
dijadikan sebagai landasan dasar. Sumber hukum akhlak dibedakan menjadi 2
sumber yaitu :
1. Al Qur’an, yaitu firman Allah SWT berupa wahyu yang disampaikan oleh
Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Al Hadist, yaitu perkataan, perbuatan atau pengakuan Muhammad Rasulullah
SAW.
               
 
Artinya

: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang

8

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf., hal. 102
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf., hal. 103.
10
T. Ibrahim & Darsono, Membangun Akidah dan Akhlak, hal. 46.

9

3

mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab (33) : 2111

Macam-macam Nilai Akhlak
Macam-macam nilai akhlak dalam hal ini terbagi menjadi 2 macam yaitu
internal (Islam) dan eksternal (budaya). Akhlak terbentuk dalam perkembangan
individu, karenanya faktor pengalaman individu mempunyai peranan yang sangat
penting dalam rangka pembentukan sikap atau kepribadian individu yang
bersangkutan.

Namun demikian pengaruh luar itu sendiri belumlah cukup

meyakinkan untuk dapat menimbulkan atau membentuk kepribadian tersebut,
sekalipun diakui bahwa faktor pengalaman adalah faktor yang penting. Karena itu
dalam pembentukan kepribadian faktor individu sendiri akan ikut serta
menentukan terbentuknya kepribadian tersebut (Bimo Walgito, 2003 : 135).

a.

Internal (Islam)
Nilai akhlak di tinjau dari segi internal dalam hal ini pendidikan agama

Islam

secara langsung mampu

memberikan pembentukan akhlak bagi

perkembangan anak sejak dini sesuai dengan tingkat dan kemampuan dalam
menjalankan ajaran agama Islam.
Ahmad D. Marimba mengemukakan ”Pendidikan agama Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.”12
b.

Eksternal (Budaya)
Budaya merupakan salah satu faktor yang secara langsung mempengaruhi


perkembangan seseorang. Dalam hal ini dapat terjadi dengan langsung, dalam arti
adanya hubungan secara langsung antara individu dengan individu yang lain,
antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok. Di
samping itu dapat secara tidak langsung, yaitu dengan perantaraan alat-alat
komunikasi, misal media massa baik yang elektronik maupun yang nonelektronik.
11
12

Departemen Agama RI., Al Qur’an dan Terjemahnya., hlm 356.
Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan.(Jakarta : Rineke Cipta, 1989), hal. 110.

4

Tujuan Akhlak
Tujuan Akhlak adalah

untuk memberikan pengetahuan, penghayatan

kemauan yang kuat untuk mengamalkan akhlak yang baik, dan menjauhi akhlak
yang buruk, baik dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri,
dengan sesama manusia, maupun dengan alam lingkungannya. 13
Pada prinsipnya akhlak memiliki tujuan untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia, hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad yang di riwayatkan oleh
Ahmad: ”Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan perangai (budi
pekerti) yang mulia”.14 Oleh karena itu tujuan akhlak tidak terlepas dari tujuan
pendidikan Islam, karena pendidikan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan
Islam. Sebagaimana dikatakan oleh M. Athiyah Al-Abrasyi di dalam buku dasardasar pendidikan Islam, bahwa : ”Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah
tujuan sebenarnya dari pendidikan”.15

METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian studi kepustakaan (Library
research) yang dimaksud disini adalah : Pengumpulkan data penelitian
kepustakaan dengan cara mencari dan membaca serta menelaah buku-buku yang
berhubungan dengan permasalahan

yang diteliti.16

Penelitian kepustakaan

bertujuan “untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan pelbagai
literatur perpustakaan, seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan dan kisahkisah sejarah, ensiklopedi, biografi dan lain-lain.17 Metode pengumpulan data
melalui kepustakaan dalam penelitian ini dilakukan dengan menelaah berbagai

13

Ibid., hal. 40.
Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, diterjemahkan oleh H. Muhammad
Rifai’i, (Semarang : Wicaksana, 1986), cet. 1, hlm. 10.
15
M. Athiyah Al Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, diterjemahkan oleh H.
Bustami A.Gani, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), hlm. 1
16
Sutrisno Hadi, Statistik, (ogyakarta : Andi, 2000), hlm. 230.
17
Mahasri Shobahiya, Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, (Surakarta : Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013), hlm. 7.
14

5

nara sumber buku-buku ilmiah, kamus, Al Qur’an dan nara sumber lain, yang
kesemuanya itu memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilaksanakan
tentang nilai pendidikan akhlak pada kisah nabi Yusuf dalam Al-Qur’an.

Sumber Data
Seluruh sumber data diperoleh “melalui berbagai macam nara sumber dari
buku-buku referensi, ensiklopedi, dokumen undang-undang dan sejenisnya.”18
Sumber data dalam penelitian ini mengacu dari berbagai macam nara sumber baik
dari buku-buku ilmiah atau yang lainnya yang kesemuanya memiliki kaitannya
dengan tujuan yang diharapkan dalam penelitian.

Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul secara keseluruhan sesuai tujuan yang diharapkan,
selanjutnya dianalisis

dengan bahasa baik yang sesuai dengan permasalahan

penelitian, langkah untuk selanjutnya mengadakan analisis dengan pendekatan
berpikir yang menggunakan beberapa metode yaitu metode deduktif dan metode
induktif. Metode deduktif yaitu : “menggunakan cara-cara berpikir dari hal-hal
yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang bersifat khusus.”19

Sedangkan

metode induktif menerangkan “fakta-fakta yang bersifat khusus menjadi suatu
pemecahan yang bersifat umum.”20
HASIL PENELITIAN
Kisah Nabi Yusuf
Nabi Yusuf keturunan dari nabi Ya’kub berjumlah dua belas bersaudara,
dari dua belas bersaudara itu hanya nabi Yusuflah yang mendapatkan
keistimewaan yang luar biasa.

Nabi Yusuf merupakan salah satu nabi yang

diberikan kemampuan dalam menafsirkan tabir mimpi, sejak kecil sudah pernah
mengajukan pertanyaan kepada ayahnya tentang tabir mimpi yang dialami. Di
18

Mahasri Shobahiya, Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, hal. 8.
Abdul Rahmah Shoheh, Psikologi Suatu Pendekatan dalam Perspektif Islam, (Jakarta :
Kencana, 2004), hlm. 233.
20
Ibid.
19

6

dalam penjara Nabi Yusuf selalu berusaha untuk berbuat baik dan berdakwah, dari
2 teman sepenjara yang telah bermimpi kemudian minta Nabi Yusuf untuk
memberikan keterangan tentang mimpi yang dialami ternyata sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya, kemudian dua orang tersebut dibimbing oleh Nabi
Yusuf sampai beriman kepada Allah.
Kemudian raja Mesir memiliki mimpi yang buruk, dari sekian prajurit
tidak ada yang bisa memberikan tabir mimpi yang dialami, selanjutnya dua orang
yang pernah jadi satu dengan Nabi Yusuf dalam penjara memberikan saran
kepada raja untuk meminta bantuan Nabi Yusuf dalam menterjemahkan mimpi
yang dialami oleh raja.

Akhirnya Nabi Yusuf memberikan penjelasan, dan

penjelasannya itu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga Nabi Yusuf
dibebaskan dari penjara.
Bukti lain bahwa Yusuf adalah satu-satunya anak Ya’qub yang diangkat
menjadi nabi adalah tidak adanya keterangan Al-Qur’an yang menunjukkan
tentang kenabian saudara-sadara Yusuf.

Ketidak adanya keterangan tersebut

menunjukkan bahwa memang tidak ada anak Ya’qub yang diangakat menjadi nabi
selain Yusuf.21
Para ulama tafsir mengatakan, ketika Nabi Yusuf masih kecil dan belum
mencapai usia baligh, ia pernah bermimpi seakan melihat sebelas bintang, dan
sebelas bintang itu diumpamakan matahari dan bulan yang diumpakan sebagai
ayah dan ibunya. Namun kesemuanya itu tunduk bersujud kepadanya, maka ia
pun menjadi bingung dengan arti dari mimpi tersebut.
bercerita tentang mimpinya itu kepada ayahnya.

Di pagi harinya, ia

Dan ayahnya pun langsung

memahami bahwa anaknya akan mendapatkan kedudukan yang tinggi dan derajat
yang agung, baik di dunia maupun di akhirat. Pasalnya, di dalam mimpi tersebut
ia mendapatkan kehormatan dengan ketundukan kedua orang tuanya dan saudarasaudaranya di hadapannya. Maka Ya’qub pun memerintahkan kepada anaknya itu
untuk tidak menceritakan mimpinya tersebut dan menyembunyikannya dari

21

Imam Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2012), hal. 383.

7

saudara-saduaranya yang lain, agar mereka tidak iri dan berbuat sesuatu yang
buruk terhadapnya.22
Sifat-sifat inilah yang menjadi bukti bahwa saudara-saudara Yusuf tidak
ada yang diangkat menjadi Nabi. Perintah dari Ya’qub ini sesuai dnegan makna
dari sebuah atsar yang menyebutkan apabila kalian ingin mewujudkan suatu
mimpi, maka

bantulah dari kalian sendiri dengan menutupinya (tidak

menceritakannya kepada orang lain), karena setiap orang yang memiliki
kenikmatan itu pasti akan dicemburui.
Setelah Yusuf dilemparkan ke dalam sumur, Allah mewahyukan kepada
Yusuf, “Kamu harus tetap merasa gembira, ikhlas, dan yakin bahwa kamu pasti
akan dikeluarkan dari kesulitan ini, dan kamu nanti juga akan memberitahukan
kepada saudara-saudaramu itu tentang keburukan perbuatan mereka ini ketika
kamu menjadi seorang yang terhormat nantinya, sementara mereka sangat
membutuhkan bantuanmu dan merasa takut terhadap jabatanmu, sedangkan
mereka tidak menyadari.
Setelah saudara-saudara Yusuf melemparkan saudara mereka sendiri ke
dalam sumur dan mengambil bajunya, mereka kembali ke rumah. Ketika di
perjalanan, mereka melumuri baju Yusuf dengan darah untuk mengelabui ayah
mereka. Kemudian sesampainya mereka di rumah mereka menangis tersedu-sedu.
Kejadian inilah yang kemudian oleh para ulama salaf dijadikan ungkapan
“Janganlah kalian tertipu dengan tangisan orang yang berpura-pura dizhalimi,
karena berapa banyak orang yang zhalim tapi mereka dapat menangis tersedusedu, seperti yang dilakukan oleh saudara-saudara Yusuf.23
Ketika terlihat oleh Ya’qub tanda-tanda keraguan pada anak-anaknya itu,
maka mereka pun tidak dapat lagi meyakinkan ayah mereka dengan cerita yang
mereka rekayasakan.

Sebab, Ya’qub memang sebelumnya sudah mengendus

kebencian dan rasa iri anak-anaknya itu terhadap Yusuf, yang disebabkan lebih
besarnya rasa cintanya terhadap Yusuf dibandingkan yang lain, dan ia pun
memang merasa
22
23

demikian, karena Yusuf sejak dari kecil sudah terlihat

Ibid.
Ibid., hal. 389.

8

kewibawaan dan keagungannya sebagai sinyalemen dari bibit kenabiannya. Dan
juga karena anak-anaknya itu terlalu memaksa ketika hendak membawa Yusuf
bermain dengan mereka. Maka setelah mereka berhasil membawanya, mereka
langsung memanfaatkan kesempatan tersebut dan melenyapkannya, lalu mereka
pulang dengan berpura-pura menangis dan segala tipu daya yang mereka
upayakan. Oleh karena itu Ya’qub berkata sebenarnya hanya dirimu sendirilah
yang memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang
terbaik (bagiku) dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa
yang kamu kerjakan.24
Setiap ada yang melihat nabi Yusuf baik di penjara maupun di luar
penjara, mereka akan terkagum-kagum dengan aklak Yusuf, budi pekertinya,
kesehariannya, kewibawaannya, perkataannya, perbuatannya, peribadatannya, dan
pergaulan yang baik dengan sesama.25 Nabi Yusuf merupakan salah satu Nabi
yang memiliki keistimewaan

untuk menafsirkan mimpi, baik mimpi dari

masyarakat maupun raja, dan seluruh penafsirannya dalam mimpi semuanya benar
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Nabi Yusuf merupakan salah satu sosok
nabi yang memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak di miliki oleh nabi-nabi yang
lain.

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF
Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
Nilai-nilai pendidikan akhlak Nabi Yusuf sejak kecil sudah tertanam
akhlak yang mulia dalam dirinya. Hal ini terbukti dari 12 bersaudara kandung,
Nabi Yusuf merupakan salah satu sosok yang memiliki akhlak yang paling baik.
Sehingga orang tua Yusuf sangat sayang terhadap Yusuf di waktu kecil, sehingga
teman sekandung Yusuf iri dan memiliki rencana lain untuk membunuhnya.
Ketika saudara-saudara Yusuf mengajak pergi bermain kehutan, Yusuf
tidak merasa ada keanehan, akan tetapi Yusuf menyambut ajakan mereka dengan
gembira. Ketika dimasukkan ke dalam sumurpun Yusuf tidak membrontak,
24
25

Ibid., hal. 390.
Ibid., hal. 403.

9

namun dalam hatinya selalu berdoa kepada Allah supaya diselamatkan dan ada
pertolongan.
Kisah Nabi Yusuf dalam Al Qur’an
Allah berfirman dalam QS. Yusuf (12) : 1-3
               
            
 

Artinya : Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Quran) yang nyata
(dari Allah). Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran
dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.Kami
menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan
Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami
mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum
Mengetahui.26
Al Qur’an adalah kitab dengan bahasa yang paling jelas dan lugas, apabila
menuturkan tentang kisah-kisah terdahulu atau yang akan datang, maka
penuturannya sungguh sangat jelas dan sangat baik sekali. Bahkan keterangan
pun adalah keterangan yang benar.

Meskipun ada juga kisah yang sama

diceritakan.
Pada malam di mana para saudaranya mengadakan pertemuan sulit yang
mana untuk merancangkan muslihat dan rancangan jahat terhadap diri adiknya
yang ketika itu Nabi Yusuf sedang tidur nyenyak, mengawang di alam mimpi
yang sedap dan mengasyikkan, tidak mengetahui apa yang oleh takdir di
rencanakan atas dirinya dan tidak terbayang olehnya bahwa penderitaan yang
akan dialaminya adalah akibat dari perbuatan saudara-saudara kandungnya
sendiri, yang diilhamkan oleh sifat-sifat cemburu, iri hati dan dengki.
Pada malam itu Nabi Yusuf melihat dalam mimpinya seakan-akan sebelas
bintang, matahari dan bulan yang berada di langit turun dan sujud di depannya.
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Dirjen Kelembagaan
Agama Islam, 2011), hlm. 221.
26

10

Terburu-buru setelah bangun dari tidurnya, ia datang menghampiri ayahnya,
menceritakan kepadanya apa yang ia lihat dan alami dalam mimpi.
Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Nabi Yusuf dalam Al Qur’an
Nabi Yusuf telah memberi contoh dan teladan bagi kemurnian jiwanya
dan keteguhan hatinya tatkala menghadapi godaan Zulaikha, isteri majikannya. Ia
diajak berbuat maksiat oleh Zulaikha seorang isteri yang masih muda belia, cantik
dan berpengaruh, sedang ia sendiri berada dalam puncak kemudaannya, di mana
biasanya nafsu berahi seseorang masih berada di tingkat puncaknya. Nabi Yusuf
memberi contoh tentang sifat seorang kesatria yang enggan dikeluarkan dari
penjara sebelum persoalannya dengan Zulaikha dijernihkan. Ia tidak mahu
dikeluarkan dari penjara karena memperoleh pengampunan dari Raja, tetapi ia
ingin dikeluarkan sebagai orang yang bersih, suci dan tidak berdosa. Karenanya ia
sebelum menerima undangan raja kepadanya untuk datang ke istana, ia menuntut
agar diselidik lebih dahulu tuduhan-tuduhan palsu dan fitnah-fitnah yang
dilekatkan orang kepada dirinya dan dijadikannya alasan untuk memenjarakannya.
Terpaksalah raja Mesir yang memerlukan Yusuf sebagai penasihatnya,
memerintahkan pengusutan kembali peristiwa Yusuf dengan Zulaikha yang
akhirnya dengan terungkapnya kejadian yang benar, di mana mereka bersalah dan
memfitnah mengakui bahawa Yusuf adalah seorang yang bersih suci dan tidak
berdosa dan bahwa apa yang dituduhkan kepadanya itu adalah palsu belaka.
Suatu sifat utama pembawaan jiwa besar Nabi Yusuf menonjol tatkala ia
menerima saudara-saudaranya yang datang ke Mesir untuk memperoleh hak
pembelian gandum dari gudang pemerintah karajaan Mesir. Nabi Yusuf pada
masa itu, kalau ia mahu ia dapat melakukan pembalasan terhadap saudarasaudaranya yang telah melemparkannya ke dalam sebuah sumur dan
memisahkannya dari ayahnya yang sangat dicintai.

11

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.

Kisah nabi Yusuf dalam Al Qur’an mengisahkan tentang tabir mimpi suatu
saat nanti Yusuf akan menjadi orang yang terhormat walaupun saudara
kandungnya tidak senang dan berencana untuk melenyapkannya. (QS. Yusuf :
4-10)

2.

Nabi Yusuf memiliki keimanan yang kuat pada saat di goda oleh Zulaikha
yang cantik jelita, tetapi tetap dalam keimanan walaupun masuk ke dalam
penjara. (QS. Yusuf : 23)

3.

Nabi Yusuf menolak jabatan dari raja ketika menafsirkan tabir mimpinya
sebelum fitnah yang menimpa dirinya dengan Zulaikha benar-benar bersih
atau dapat dibuktikan. (QS. Yusuf : 50)

4.

Nabi Yusuf memiliki sifat amanah dan profesional kerja serta mampu
menahan amarah ketika saudara kandung yang membuangnya datang untuk
meminta bantuan. (QS. Yusuf : 55)

5.

Nabi Yusuf merupakan sosok nabi yang memiliki sifat amar ma’ruf nahi
mungkar, hal ini terbukti ketika saudaanya meminta bantuan walaupun dahulu
yang membuang ke sumur segera dibantu dan dibimbing supaya betaubat.
(QS. Yusuf : 90)

Saran
1. Kisah Nabi Yusuf ini merupakan salah satu kisah yang dapat dijadikan sebagai
landasan dasar bagi seorang muslim terutama dalam keteguhan akhlak, karena
dalam kehidupan ini selalu ada rintangan, godaan dan tantangan.
2. Sebagai pemimpin di suatu daerah, wilayah bahkan negara harus mampu
mengambil kebijakan untuk menanamkan dan meningkatkan pendidikan
akhlak mulai dari rakyat sampai pemimpin.
3. Nilai pendidikan akhlak pada kisah Nabi Yusuf dalam Al Qur’an dapat
dijadikan sebagai landasan dasar dalam melakukan penelitian selanjutnya.

12

DATAR PUSTAKA
Abdul Rahmah Shoheh, 2004. Psikologi Suatu Pendekatan dalam Perspektif
Islam, Jakarta: Kencana.
Abuddin Nata, 1999. Akhlak Tasawuf, Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Arifin, 1991. Ilmu Pendidikan Islam¸ Jakarta : Bumi Aksara.
Barmawie Umary, 1990. Materi Akhlak, Solo : CV. Ramadhani, Cet. 9.
Depag RI., Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum/GBPP Pendidikan Agama Islam
Sekolah Dasar, 1994. Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam.
Departemen Agama RI., 2011. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Dirjen
Kelembagaan Agama Islam.
Himpulan Perundang-Undangan Republik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Dilengkapi Peraturan Perundangan yang Terkait, 2012.
Bandung : Nuansa Aulia.
Humaidi Tatapangarsa, 1980. Akhlaq Yang Mulia, Surabaya : PT Bina Ilmu.
Imam Ibnu Katsir, 2002. Kisah-kisah Para Nabi, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar.
Lexy J. Moleong, 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
M. Athiyah Al Abrasy, 1970.
Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,
diterjemahkan oleh H. Bustami A.Gani, Jakarta : Bulan Bintang.
Mahasri Shobahiya, Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, 2013. Surakarta :
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Muhammad Al-Ghazali, 1986. Akhlak Seorang Muslim, diterjemahkan oleh H.
Muhammad Rifai’i, Semarang : Wicaksana, cet. 1.
Quraish Shihab, 2003. Tafsir Al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati.
Sutrisno Hadi, 2000. Statistik, Yogyakarta : Andi.
T. Ibrahim & Darsono, 2009. Membangun Akidah dan Akhlak, Solo : PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.
Tri Kurnia Nurhayati, 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta : Eska
Media.
Wiji Suwarno, 2009. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jogjakarta : Ar-Russ Media
Group.
13