Nilai-Nilai Akhlak Dalam Komunikasi Edukatif Ayah-Anak di Dalam Al-Qur`Ān : studi tematis terhadap kisah Āzar-Nabi Ibrāhīm, Nabi Ibrāhīm –Nabi Ismā’il, Nabi Ya’qūb-Nabi Yūsuf.

(1)

ABSTRAK

NILAI-NILAI AKHLAK DALAM KOMUNIKASI EDUKATIF AYAH-ANAK DI DALAM AL-QUR` N

(Studi Tematis Terhadap Kisah zar-Nabi Ibr hīm, Nabi Ibr hīm –Nabi Ism ’il, Nabi Ya’qūb-Nabi Yūsuf)

Oleh: Fitri Hardiyanti

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dekadensi moral anak muda zaman sekarang yang kian menurun, salah satunya tentang kedurhakaan anak terhadap orangtua. Pendidikan informal dalam keluarga yang tidak sesuai dengan ajaran Islam mengakibatkan hal tersebut terjadi. Salah satu bentuk pendidikan informal yang diberikan orangtua terhadap anak ialah penanaman nilai-nilai akhlak.Dalam penelitian ini akan dibahas tentang penanaman nilai-nilai akhlak dalam komunikasi ayah-anak di dalam al-Quran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi dan nilai-nilai akhlak dari kisah Azar-Nabi Ibr him, Nabi Ibr him-Ism ’il,Nabi Ya’qūb-Yūsuf dan implikasinya dalam pembelajaran PAI. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Adapun metode yang digunakan adalah metode tafsir maudū’i, teknik

pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah dilālaħ dan munāsabaħ. Data yang diperoleh dari al-Quran sebagai sumber utama juga dilengkapi dengan tafsir lainnya beserta buku-buku yang ada relevansinya dengan masalah penelitian sebagai sumber sekunder. Dari hasil penelitian ditemukan komunikasi yang ideal dalam kisah Nabi Ibr him-Ism ’il dan Nabi Ya’qūb-Yūsuf karena keduanya memiliki kesamaan iman sehingga dapat mewujudkan komunikasi yang efektif, keduanya mendiskusikan suatu permasalahan dan meminta pendapat lawan bicara sehingga terdapat keterbukaan pikiran dan perasaan. Adapun komunikasi antara Nabi Ibr him dengan azar menjadi suatu pembelajaran bagi seorang anak dalam menghadapi orang tua yang kafir, bentuk komunikasi Nabi Ibr him kepada ayahnya berupa seruan kebaikan, mengingatkan pada kebenaran dan menasehati dengan penuh kelembutan. Dalam penelitian ini juga ditemukan nilai-nilai akhlak dalam komunikasi tersebut diantaranya akhlak kepada Allah: mentaati perintah Allah, berserah diri kepada Allah dan sabar juga rela atas ketetapan Allah. Akhlak kepada manusia: berkata halus dan lembut, merendahkan diri dan mendoakan orang tua, sabar, ikhlas, tidak menyinggung perasaan orang lain dalam berbicara. Kemudian implikasinya dalam pembelajaran PAI Sebagai pengembangan komunikasi edukatif diantaranya: prinsip kasih-sayang, prinsip ketulusan, dan prinsip komunikasi verbal (Qaulan sadidan, Qaulan layyinan, Qaulan ma’rufan dan Qaulan kariman); dan pengembangan sistem instruksional pembelajaran, diantaranya perlu: metode pembelajaran edukatif, guru sebagai role model, dan interaksi pembelajaran intrapersonal-interpersonal


(2)

ABSTRACT

MORAL VALUES IN FATHER-CHILD COMMUNICATION EDUCATION IN AL-QUR` N

(A Thematic Study of the Stories of Azar-Prophet Ibr hīm, Prophet Ibr hīm -Ism ’il, Prophet Ya’qūb - Prophet Yūsuf)

By: Fitri Hardiyanti

The research is prompted by moral decadence among today’s younger generation, such as shown in a child’s disobedience to parents. Informal education in the family not in accordance with Islamic teachings causes such disobedience. One of the forms of informal education given by parents to children is the cultivation of moral values. Hence, this research will discuss the cultivation of moral values in the father-child communication contained in al-Quran. It specifically aims to find the communication and moral values in the stories of Azar-Prophet Ibr him, Prophet Ibr him-Ism ’il, Prophet Ya’qūb-Yūsuf and their implications in the teaching and learning of Islamic education. The research adopted qualitative approach, whereas the method employed was maudū’i

tafsir/interpretation, and the data were gathered through literature review. Meanwhile, the

techniques used in data analysis consisted of dilālaħ and munāsabaħ. The data obtained from al-Quran as the primary source are buttressed with other exegeses as well as books relevant to the issue under research as the secondary sources. The results show that there is ideal communication in the stories of Prophet Ibr him-Ism ’il and Prophet Ya’qūb -Yūsuf as both father-child dyads share the same faith so that they can realize effective communication. Both of them discuss an issue and ask the opinion of their interlocutors, thereby opening the mind and feelings. Meanwhile, the communication between Prophet Ibr him and Azar is made a lesson for children in facing a kafir parent, where the communication of Prophet Ibr him to his father takes the form of a call for virtues, warning for the truth, and advice with gentleness. This research also reveals moral values in the communication, namely the morals towards Allah: to be faithful to Allah, surrender to Allah, be patient and accepting Allah’s decrees. The morals to other human beings: speak softly and gently, be polite and pray for one’s parents, be patient, be willing, and not insult others in speech. Then, the implications for the teaching and learning of Islamic education in terms of development of educative communication are as follows: the principles of affection, the principles of sincerity, and the principles of verbal communication (Qaulan sadidan, Qaulan layyinan, Qaulan ma’rufan and Qaulan kariman); and regarding development of instructional system, the following are required:

educative learning method, teacher as role model, and intrapersonal-interpersonal learning interaction.

Keywords: Moral decadence, Moral values, Communication, Islamic Education teaching and learning


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Jenis pendekatan penelitian pustaka ini menggunakan salah satu jenis pendekatan yaitu jenis penelitian kualitatif. Menurut Sukmadinata (2013, hal. 60) penelitian kualitatif (Qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini menekankan analisis proses dari proses berpikir secara induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dan senantiasa menggunakan logika ilmiah. Penelitian kualitatif lebih ditekankan pada kedalaman berpikir formal dari peneliti

dalam menjawab permasalahan yang dihadapi (Gunawan, 2013, hal. 80). Sukmadinata (2013, hal. 60) menyatakan bahwa Penelitian kualitatif

mempunya dua tujuan utama, yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and explore) dan kedua menggambarkan dan menjelaskan (to describe and to explain). Sehingga penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena kajian yang dibahas ini mengkaji nilai-nilai akhlak dalam komunikasi ayah-anak di dalam al-Qur` n.

B. Instrumen Penelitian

Kualitas hasil penelitian ditentukan dari kualitas instrumen penelitan karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Jadi, instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2013, hal. 148).

Dalam penelitian kualitatif ini yang menjadi isntrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya (Sugiyono, 2013, hal. 306).


(4)

Maka dari itu dalam penelitian ini, yang menjadi isntrumennya ialah peneliti sendiri. Peneliti memulai kajian dengan mencari ayat-ayat yang berkaitan dengan komunikasi ayah-anak di dalam al-Qur` n. Al-Qur` n sendiri pun menjadi sumber utama dan juga kitab-kitab tafsir, dalam penelitian ini juga buku-buku yang relevan dengan pembahasan penelitian menjadi sumber penunjangnya.

C. Metode Penelitian

Kata metode berasal dari bahasa Yunani, methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, sedangkan bangsa Arab menerjemahkannya dengan ṭarīqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata

tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan (Izzan, 2011, hal. 97).

Jadi, metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah yang diteliti (Sugiyono, 2013, hal. 6).

Secara konseptual penelitian ini menggunakan metode hermeneutika, metode hermeneutika merupakan satu upaya pemahaman teks untuk selanjutnya menangkap makna dan semangat dari suatu teks, kemudian melakukan reproduksi makna teks tersebut ke zaman saat teks tersebut ditafsirkan (kontekstualisasi) (Saleh, 2007, hal. 65).

Sedangkan dalam pelaksanaanya, penelitian ini menggunakan metode tafsir mauḍū’i untuk mengetahui nilai-nilai akhlak dalam komunikasi ayah-anak di dalam al-Qur` n. Jadi, metode merupakan suatu sarana yang sangat penting dalam suatu penelitian.

Adapun pengertian dari tafsir mauḍū’i adalah menjelaskan konsep

al-Qur` n tentang suatu masalah/tema tertentu dengan cara menghimpun seluruh ayat al-Qur` n yang membicarakan tema tersebut. kemudian ayat-ayat tersebut dikaji secara komprehensif, mendalam, dan tuntas dari berbagai aspek kajiannya.


(5)

Baik dari segi asbāb al-Nuzūl nya, munāsabaħ nya, makna kosa katanya dll (Hermawan, 2011, hal. 118).

Sejalan dengan definisi di atas, ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh seorang yang hendak membahas masalah-masalah tertentu berdasarkan tafsir mauḍū’i. Langkah-langkah yang dimaksud Abd hayy al-Farmawi dan Musthafa Muslim ( (dalam Izzan, 2011, hal. 115):

1. Memilih dan menetapkan topik kajian yang akan dibahas berdasarkan ayat-ayat al-Qur` n. Kajian dalam penelitian ini adalah ayat tentang komunikasi edukatif ntara ayah-anak yang terdapat dalam kisah zar-Nabi Ibr hīm, Nabi

Ibr hīm-Ism ’il, Nabi Ya’qūb-Yūsuf.

2. Mengumpulkan atau menghimpun ayat-ayat al-Qur` n yang membahas topik atau objek tersebut. ayat-ayat yang dikaji dalam penelitian ini ialah ayat yang berkaitan dengan komunikasi edukatif ayah-anak yang terdapat dalam kisah

zar-Nabi Ibr hīm, Nabi Ibr hīm-Ism ’il, Nabi Ya’qūb-Yūsuf, sehingga dari ayat tersebut dapat memunculkan nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam komunikasi tersebut. peneliti menghimpun ayat tersebut diantaranya: Q.S.

al-An’ m: [6] 74, Q.S. Maryam [19] 42-48, Q.S. al-Ṣ ff t [37] 102, QS. Yūsuf [12] 4-5, Q.S. Yūsuf [12] 100.

3. Mengurutkan tertib turunnya ayat-ayat itu berdasarkan waktu atau masa penurunannya.

4. Mempelajari penafsiran ayat-ayat yang telah dihimpun itu dengan penafsiran yang memadai dan mengacu pada kitab-kitab tafsir yang ada dengan mengindahkan ilmu munasabah dan hadis.

5. Menghimpun hasil penafsiran di atas sedemikian rupa untuk kemudian mengistimbatkan unsur-unsur asasi darinya.

6. Membahas unsur-unsur dan makna-makna ayat untuk mengaitkannya sedemikian rupa berdasarkan metode ilmiah yang benar-benar sistematis. 7. Memaparkan kesimpulan tentang hakikat jawaban al-Qur` n terhadap topik


(6)

D. Definisi Oprasional

1. Akhlak

Dalam penelitian ini mengandung pengertian sebagai tabiat/perilaku anak terhadap ayah dan juga sebaliknya yang mencerminkan bentuk sopan santun tutur kata dalam berinteraksi.

2. Komunikasi

Dalam penelitian ini mengandung pengetian sebagai bentuk interaksi antara ayah dengan anak dan sebaliknya sehingga menimbulkan timbal balik diantara keduanya dalam suatu percakapan

3. Ayah

Dalam penelitian ini mengandung pengertian sebagai orang tua kandung laki-laki yang mewakili dirinya selaku orang tua dalam hubungan keluarga. 4. Anak

Anak merupakan suatu amanah yang perlu dididik, dalam penelitian ini mengandung pengertian kedudukan Nabi sebagai keturunan yang berasal dari orang tua yakni langsung dari ayah dan ibu

E. Jenis data dan Sumber Data

Data ialah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan, baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukkan fakta. Dan perolehan data pun harus relevan yaitu data yang ada hubungannya langsung dengan masalah penelitian, dan data menurut jenisnya ada dua yaitu data kualitatif dan data kuantitatif (Riduwan, 2003, hal. 5).

Untuk data yang disiapkan dalam penelitian ini bersumber literatur yakni dengan mengadakan riset pustaka (library research), untuk mengumpulkan data informasi dengan bantuan bermacam-macam buku yang terdapat di ruang perpustakaan. Menurut Zed (2008, hal. 2) penelitian kepustakaan memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Tegasnya riset pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan.

Ada dua sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni sumber data primer dan data sekunder:


(7)

1. Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya. Sumber primer dari penulisan ini ialah al-Qur` n, dan dari sumber ini dicari dan dikumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan komunikasi edukatif ayah-anak dalam kisah zar-Nabi Ibr hīm, Nabi Ibr hīm-Ism ’il, Nabi

Ya’qūb-Yūsuf di antaranya adalah:

Q.S. al-An’ m: [6] 74, Q.S. Maryam [19] 42-48, Q.S. al-Ṣ ff t [37] 102, Q.S. Yūsuf [12] 4-5, Q.S. Yūsuf [12] 100.

Selain al-Qur` n adapula tafsir-tafsir yang digunakan sebagai sumber data primer dalam penelitian ini yaitu diantaranya:

a. Tafsir Al-Misbāh karya Quraisy Shihab

b. Tafsir Al-Azhār karya Abd al-Malik Karim Amrullah (Hamka) c. Tafsir An-Nūr karya Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy

2. Data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung. Adapun data-data sekunder dalam skripsi ini ialah semua buku-buku yang relevan dengan permasalahan penelitian sebagai penunjang. Data sekunder ini berfungsi sebagai pelengkap dari data primer yang digunakan dalam penelitian ini.

F. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013, hal. 193) hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian yaitu, kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Kualitas pengumpulan data yaitu berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Teknik ini merupakan cara yang dibutuhkan untuk dapat menjawab rumusan masalah penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi dokumentasi, dengan cara mencari data yang berkaitan dengan pembahasan. Studi kepustakaan dan studi dokumentasi ini bahwasannya peneliti berhadapan langsung dengan teks bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan.


(8)

Data-data yang terkumpul dalam penelitian ini yang berbentuk catatan atau dokumentasi yang di ambil dari sumber primer yaitu al-Qur` n dan kitab-kitab tafsir juga sumber lainnya seperti buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan yaitu Nilai-Nilai Akhlak Dalam Komunikasi Ayah-Anak di Dalam al-Qur` n.

G. Analisis Data

Analisis data menurut sugiyono (2013, hal. 334) adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Dalam penelitian ini dilakukan analisis kandungan ayat-ayat yang sudah dipilih dan berkaitan dengan pembahasan, ayat tersebut meliputi: Q.S. al-An’ m: [6] 74, Q.S. Maryam [19] 42-48, Q.S. al-Ṣ ff t [37] 102, Q.S. Yūsuf [12] 4-5, Q.S. Yūsuf [12] 100.

Dalam melakukan analisis data terdapat langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam melakukan analisis data menurut Sugiyono (2013, hal. 338-345) terdapat tiga langkah dalam menganalisis data diantaranya:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Setelah melakukan pengumpulan data dan didapatkan data yang cukup banyak. Peneliti mencatat secara teliti dan rinci, setelah itu melakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas.

Data yang sudah diperoleh dari sumber utama yaitu al-Qur` n yang didapat melalui teknik pengumpulan data, setelah itu peneliti dapat menghasilkan data yang banyak. Peneliti mulai merangkum dan memilih hal-hal yang pokoknya saja karena data yang diperoleh masih tercampur aduk dan dari sana lah diambil hal-hal yang penting yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.


(9)

2. Data Display (Penyajian data)

Setelah data berhasil direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data, yakni menyajikan data melalui deskripsi yang jelas. Biasanya penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan menggunakan teks yang bersifat naratif sebagaimana pernyataan Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2013, hal. 341) “the most frequent form of display data for qualitative

research data in the past has been narative tax”. Yang paling sering digunakan

untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Peneliti menganalisis data yang sudah direduksi yakni menganalisis data yang diambil dari data primer yaitu kandungan ayat-ayat al-Qur` n yang meliputi: Q.S. al-An’ m: [6] 74, Q.S. Maryam [19] 42-48, Q.S. al-Ṣ ff t [37] 102, Q.S. Yūsuf [12] 4-5, Q.S. Yūsuf [12] 100.

Selanjutnya peneliti menganalisis ayat-ayat tersebut sesuai dengan penafsiran tafsir-tafsir al-Qur` n dengan menggunakan kitab-kitab tafsir yakni tafsir Al-Miṣbāḥ, tafsir Al-Azhār, dan tafsir An-Nūr. Selain itu peneliti pun membutuhkan kaidah-kaidah yakni kaidah dilālah dan kaidah munāsabaħ.

Dilālah artinya memahami sesuatu dari sesuatu yang lain, sesuatu yang pertama disebut al-Madlūl dan segala sesuatu yang kedua disebut al-dall (petunjuk, penerang atau yang memberi dalil) (Yusuf, 2012, hal. 96).

Sedangkan munāsabaħ secara bahasa berarti keserasian dan kedekatan. Hubungan tersebut dapat berbentuk keterkaitan makna anatara ayat atau surah. Makna tersebut dapat dipahami, bahwa apabila suatu ayat atau surah sulit ditangkap maknanya secara utuh, maka menurut metode munasabah ini mungkin dapat dicari penjelasannya di ayat atau di surat lain yang mempunyai kesamaan atau kemiripan (Anwar, 2009, hal. 61).

3. Verification

Langkah selanjutnya setelah mereduksi dan meyajikan data dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal. Setelah peneliti mereduksi data dari al-Qur` n mengenai komunikasi edukatif dalam kisah zar-Nabi Ibr hīm,


(10)

Nabi Ibr hīm-Ism ’il, Nabi Ya’qūb-Yūsuf lalu peneliti menyajikan data dan mengaitkannya dengan teori sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam bab 2 skripsi ini, selanjutnya peneliti mulai menyimpulkan hasil penelitian untuk menjawab pertanyaan dari rumusah masalah penelitian ini.


(11)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi ayah-anak yang terdapat dalam kisah Nabi, menurut pandangan para mufasir dalam Tafsir al-Miṣbāḥ, Tafsir al-Azhār, dan Tafsir al-Nūr terhadap kisah Azar-Nabi Ibrāhīm dalam Q.S. al-An’ām [6]: 74, Q.S. Maryam [19]: 42-48; kisah Nabi Ibrāhīm - Ismā’il dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 102; juga kisah Nabi Ya’qūb - Yūsuf dalam Q.S. Yūsuf [12]: 4-5, Q.S. Yūsuf [12]: 100 di dalamnya menjelaskan:

Secara umum nilai-nilai akhlak dalam komunikasi edukatif ayah-anak dalam al-Quran ialah orang tua baiknya memperhatikan etika berkomunikasi dengan anak dan menanamkan nilai akhlak di dalam nya sehingga pesan yang disampaikan lewat nasihat ataupun tata cara berbicara menjadi teladan yang baik bagi anak. Begitupun sebaliknya sang anak diwajibkan untuk berkata lemah lembut ketika berkomunikasi dengan orang tuanya sekalipun orang tua tersebut dzalim.

Adapun kesimpulan secara khusus bentuk komunikasi antara Nabi

Ibrāhim dengan ayahnya berupa seruan dalam kebaikan, mengingatkan kepada

kebenaran, dan menasehati karena orang tua Nabi Ibrāhim termasuk golongan orang-orang yang kafir, sedangkan bentuk komunikasi Nabi Ibrāhim-Ismā’il dan Nabi Ya’qūb-Yūsuf berupa musyawarah yakni mendiskusikan permasalahan untuk mengambil suatu keputusan dan meminta pendapat dari lawan bicara, juga terdapat nasihat-nasihat untuk menghindarkan diri dari suatu muḍarat.

Bentuk komunikasi antara Nabi Ibrāhīm dengan ayahnya berupa seruan dalam kebaikan, mengingatkan kepada kebenaran, dan menasehati karena orang tua Nabi Ibrāhīm termasuk golongan orang-orang yang kafir, sedangkan bentuk komunikasi Nabi Ibrāhīm-Ismā’il dan Nabi Ya’qūb-Yūsuf berupa musyawarah yakni mendiskusikan permasalahan untuk mengambil suatu keputusan dan meminta pendapat dari lawan bicara, juga terdapat nasihat-nasihat untuk menghindarkan diri dari suatu muḍarat.


(12)

Komunikasi yang terdapat dalam kisah Nabi Ibrāhīm dengan ayahnya yang bertentangan tentang suatu kepercayaan akidah dapat menjadi teladan bagi seorang anak agar tetap berbuat baik dan mengingatkan kepada kebenaran. Beruntung apabila orang tua dan anak memiliki kesamaan iman, seperti dalam kisah Nabi Ibrāhīm-Ismā’il dan Nabi Ya’qūb-Yūsuf, hal tersebut menjadi contoh ideal orang tua dan anak dalam berkomunikasi.

Komunikasi yang ideal inilah mewujudkan komunikasi yang efektif dalam pembelajaran karena di dalamnya terdapat keterbukaan pikiran dan perasaan. Melalui komunikasi, isi pesan yang disampaikan berupaya agar nilai-nilai akhlak dapat terealisasikan.

Dalam pembahasan ini pun dipaparkan nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam komunikasi tersebut, terdapat dua ruang lingkup akhlak diantaranya: akhlak kepada Allah dan akhlak kepada sesama manusia.

1. Akhlak kepada Allah diantaranya: mentaati perintah Allah, berserah diri kepada Allah dan juga sabar dan rela atas ketetapan Allah. Akhlak kepada Allah menunjukkan suatu ketaatan seseorang kepada sang pencipta sehingga dapat membangun keluarga yang harmonis karena menyadari setiap gerak dan perilakunya dalam pengawasan Allah.

2. Akhlak terhadap sesama manusia diantaranya: dalam berkomunikasi hendaknya seorang anak menggunakan perkataan yang halus dan lembut, merendahkan diri, mendoakan orang tua dan berbuat baik walaupun kedua orang tuanya dzalim. Begitupun sebaliknya orang tua, dalam berkomunikasi hendaklah berkata halus dan lembut, memiliki sifat sabar dan ikhlas agar dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya. Dalam komunikasi baik anak maupun orang tua hendaknya menyampaikan pesan yang membuat hati seorang gembira juga tidak menggunakan kata-kata yang dapat menyakiti orang yang menerima pesan tersebut.

Komunikasi ayah-anak dalam kisah nabi ini terikat dengan perintah agama sebagai bukti ketaatan seorang hamba kepada tuhannya, sehingga pesan yang disampaikan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan dalam pembicaraan dengan sesama tidak menyinggung perasaan orang lain.


(13)

Nilai-nilai akhlak dalam komunikasi ayah-anak memiliki implikasi dalam pembelajaran PAI yang meliputi: sebagai pengembangan komunikasi edukatif dan pengembangan sistem isntruksional pembelajaran.

pengembangan komunikasi edukatif diantaranya: prinsip kasih-sayang yakni segala tindakan dalam pembelajaran diharapkan untuk mengedepankan rasa kasih sayang, selanjutnya prinsip ketulusan yaitu guru yang memberikan pengajaran dengan rasa penuh ketulusan dapat memberikan rasa kenyamanan terhadap peserta didik, dan terakhir prinsip komunikasi verbal meliputi Qaulan sadidan, Qaulan layyinan, Qaulan ma’rufan dan Qaulan kariman.

Kemudian pengembangan sistem instruksional pembelajaran, dalam hal ini perlunya metode pembelajaran edukatif yakni kisah-kisah qurani mempunyai fungsi edukatif sebagai penanaman nilai-nilai islami, fungsi tersebut dapat dijadikan metode pengajaran dan juga bahan pelajaran. Kemudian guru sebagai role model yaitu seorang guru perlu memiliki akhlak yang baik karena guru menjadi seorang teladan bagi muridnya. Terakhir interaksi pembelajaran intrapersonal-interpersonal yakni menunjukkan adanya komunikasi yang melibatkan para pihak secara emosional dan keakraban diantara keduanya, dan menjadikan komunikasi antara keduanya menjadi harmonis.

B. Saran

1. Bagi program studi IPAI

Penelitian ini berusaha untuk memberikan sumbangan dalam dunia pendidikan dan dapat menjadi masukan dan informasi tentang nilai-nilai akhlak dalam komunikasi bagi para calon guru pendidikan agama Islam untuk menanamkan perilaku akhlaq al-Karīmah.

2. Bagi orang tua

Keluarga merupakan lingkungan pertama anak untuk mendapatkan pendidikan, sebagai orang tua perlu untuk membangun interaksi yang baik karena efektivitas pendidikan sangat ditentukan dalam komunikasi yang edukatif dan tujuan utama para orang tua ialah membiasakan berakhlak mulia lewat komunikasi tersebut, karena nilai-nilai agama menjadi kerangka pendidikan untuk membentuk pribadi yang seutuhnya.


(14)

3. Bagi pendidikan formal

Diharapkan dalam proses pembelajaran pada pendidikan formal dapat mengembangkan komunikasi yang edukatif agar interaksi antara guru dengan siswa dapat terjalin dengan baik sehingga tujuan dari pelaksanaan pendidikan agama Islam dapat tercapai melalui komunikasi yang edukatif.

4. Bagi penelitian selanjutnya

Terakhir ditujukan untuk penelitian selanjutnya, yang hendak melakukan penelitian perihal nilai-nilai akhlak dalam komunikasi di dalam al-Quran. Dalam penelitian ini, dari komunikasi ayah-anak dalam kisah-kisah Nabi penulis menemukan komunikasi yang baik pada diri seorang nabi itu disebabkan karena kedekatannya dengan Allah karena komunikasi dengan Allah merupakan dasar utama dalam menata hubungan yang sakinah. Salah satunya tercermin melalui interaksi Ibrahim dengan Tuhannya sehingga harapannya peneliti selanjutnya bisa meneliti mengenai hal tersebut.


(15)

(1)

39

Nabi Ibr hīm-Ism ’il, Nabi Ya’qūb-Yūsuf lalu peneliti menyajikan data dan mengaitkannya dengan teori sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam bab 2 skripsi ini, selanjutnya peneliti mulai menyimpulkan hasil penelitian untuk menjawab pertanyaan dari rumusah masalah penelitian ini.


(2)

96

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi ayah-anak yang terdapat dalam kisah Nabi, menurut pandangan para mufasir dalam Tafsir al-Miṣbāḥ, Tafsir al-Azhār, dan Tafsir al-Nūr terhadap kisah Azar-Nabi Ibrāhīm dalam Q.S. al-An’ām [6]: 74, Q.S. Maryam [19]: 42-48; kisah Nabi Ibrāhīm - Ismā’il dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 102; juga kisah Nabi Ya’qūb - Yūsuf dalam Q.S. Yūsuf [12]: 4-5, Q.S. Yūsuf [12]: 100 di dalamnya menjelaskan:

Secara umum nilai-nilai akhlak dalam komunikasi edukatif ayah-anak dalam al-Quran ialah orang tua baiknya memperhatikan etika berkomunikasi dengan anak dan menanamkan nilai akhlak di dalam nya sehingga pesan yang disampaikan lewat nasihat ataupun tata cara berbicara menjadi teladan yang baik bagi anak. Begitupun sebaliknya sang anak diwajibkan untuk berkata lemah lembut ketika berkomunikasi dengan orang tuanya sekalipun orang tua tersebut dzalim.

Adapun kesimpulan secara khusus bentuk komunikasi antara Nabi

Ibrāhim dengan ayahnya berupa seruan dalam kebaikan, mengingatkan kepada

kebenaran, dan menasehati karena orang tua Nabi Ibrāhim termasuk golongan orang-orang yang kafir, sedangkan bentuk komunikasi Nabi Ibrāhim-Ismā’il dan Nabi Ya’qūb-Yūsuf berupa musyawarah yakni mendiskusikan permasalahan untuk mengambil suatu keputusan dan meminta pendapat dari lawan bicara, juga terdapat nasihat-nasihat untuk menghindarkan diri dari suatu muḍarat.

Bentuk komunikasi antara Nabi Ibrāhīm dengan ayahnya berupa seruan dalam kebaikan, mengingatkan kepada kebenaran, dan menasehati karena orang tua Nabi Ibrāhīm termasuk golongan orang-orang yang kafir, sedangkan bentuk komunikasi Nabi Ibrāhīm-Ismā’il dan Nabi Ya’qūb-Yūsuf berupa musyawarah yakni mendiskusikan permasalahan untuk mengambil suatu keputusan dan meminta pendapat dari lawan bicara, juga terdapat nasihat-nasihat untuk menghindarkan diri dari suatu muḍarat.


(3)

97

Komunikasi yang terdapat dalam kisah Nabi Ibrāhīm dengan ayahnya yang bertentangan tentang suatu kepercayaan akidah dapat menjadi teladan bagi seorang anak agar tetap berbuat baik dan mengingatkan kepada kebenaran. Beruntung apabila orang tua dan anak memiliki kesamaan iman, seperti dalam kisah Nabi Ibrāhīm-Ismā’il dan Nabi Ya’qūb-Yūsuf, hal tersebut menjadi contoh ideal orang tua dan anak dalam berkomunikasi.

Komunikasi yang ideal inilah mewujudkan komunikasi yang efektif dalam pembelajaran karena di dalamnya terdapat keterbukaan pikiran dan perasaan. Melalui komunikasi, isi pesan yang disampaikan berupaya agar nilai-nilai akhlak dapat terealisasikan.

Dalam pembahasan ini pun dipaparkan nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam komunikasi tersebut, terdapat dua ruang lingkup akhlak diantaranya: akhlak kepada Allah dan akhlak kepada sesama manusia.

1. Akhlak kepada Allah diantaranya: mentaati perintah Allah, berserah diri kepada Allah dan juga sabar dan rela atas ketetapan Allah. Akhlak kepada Allah menunjukkan suatu ketaatan seseorang kepada sang pencipta sehingga dapat membangun keluarga yang harmonis karena menyadari setiap gerak dan perilakunya dalam pengawasan Allah.

2. Akhlak terhadap sesama manusia diantaranya: dalam berkomunikasi hendaknya seorang anak menggunakan perkataan yang halus dan lembut, merendahkan diri, mendoakan orang tua dan berbuat baik walaupun kedua orang tuanya dzalim. Begitupun sebaliknya orang tua, dalam berkomunikasi hendaklah berkata halus dan lembut, memiliki sifat sabar dan ikhlas agar dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya. Dalam komunikasi baik anak maupun orang tua hendaknya menyampaikan pesan yang membuat hati seorang gembira juga tidak menggunakan kata-kata yang dapat menyakiti orang yang menerima pesan tersebut.

Komunikasi ayah-anak dalam kisah nabi ini terikat dengan perintah agama sebagai bukti ketaatan seorang hamba kepada tuhannya, sehingga pesan yang disampaikan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan dalam pembicaraan dengan sesama tidak menyinggung perasaan orang lain.


(4)

98

Nilai-nilai akhlak dalam komunikasi ayah-anak memiliki implikasi dalam pembelajaran PAI yang meliputi: sebagai pengembangan komunikasi edukatif dan pengembangan sistem isntruksional pembelajaran.

pengembangan komunikasi edukatif diantaranya: prinsip kasih-sayang yakni segala tindakan dalam pembelajaran diharapkan untuk mengedepankan rasa kasih sayang, selanjutnya prinsip ketulusan yaitu guru yang memberikan pengajaran dengan rasa penuh ketulusan dapat memberikan rasa kenyamanan terhadap peserta didik, dan terakhir prinsip komunikasi verbal meliputi Qaulan

sadidan, Qaulan layyinan, Qaulan ma’rufan dan Qaulan kariman.

Kemudian pengembangan sistem instruksional pembelajaran, dalam hal ini perlunya metode pembelajaran edukatif yakni kisah-kisah qurani mempunyai fungsi edukatif sebagai penanaman nilai-nilai islami, fungsi tersebut dapat dijadikan metode pengajaran dan juga bahan pelajaran. Kemudian guru sebagai

role model yaitu seorang guru perlu memiliki akhlak yang baik karena guru

menjadi seorang teladan bagi muridnya. Terakhir interaksi pembelajaran intrapersonal-interpersonal yakni menunjukkan adanya komunikasi yang melibatkan para pihak secara emosional dan keakraban diantara keduanya, dan menjadikan komunikasi antara keduanya menjadi harmonis.

B. Saran

1. Bagi program studi IPAI

Penelitian ini berusaha untuk memberikan sumbangan dalam dunia pendidikan dan dapat menjadi masukan dan informasi tentang nilai-nilai akhlak dalam komunikasi bagi para calon guru pendidikan agama Islam untuk menanamkan perilaku akhlaq al-Karīmah.

2. Bagi orang tua

Keluarga merupakan lingkungan pertama anak untuk mendapatkan pendidikan, sebagai orang tua perlu untuk membangun interaksi yang baik karena efektivitas pendidikan sangat ditentukan dalam komunikasi yang edukatif dan tujuan utama para orang tua ialah membiasakan berakhlak mulia lewat komunikasi tersebut, karena nilai-nilai agama menjadi kerangka pendidikan untuk membentuk pribadi yang seutuhnya.


(5)

99

3. Bagi pendidikan formal

Diharapkan dalam proses pembelajaran pada pendidikan formal dapat mengembangkan komunikasi yang edukatif agar interaksi antara guru dengan siswa dapat terjalin dengan baik sehingga tujuan dari pelaksanaan pendidikan agama Islam dapat tercapai melalui komunikasi yang edukatif.

4. Bagi penelitian selanjutnya

Terakhir ditujukan untuk penelitian selanjutnya, yang hendak melakukan penelitian perihal nilai-nilai akhlak dalam komunikasi di dalam al-Quran. Dalam penelitian ini, dari komunikasi ayah-anak dalam kisah-kisah Nabi penulis menemukan komunikasi yang baik pada diri seorang nabi itu disebabkan karena kedekatannya dengan Allah karena komunikasi dengan Allah merupakan dasar utama dalam menata hubungan yang sakinah. Salah satunya tercermin melalui interaksi Ibrahim dengan Tuhannya sehingga harapannya peneliti selanjutnya bisa meneliti mengenai hal tersebut.


(6)