Kader dan Nonkader Calon Anggota Legislatif.

KADER DAN NON-KADER SEBAGAI CALON ANGGOTA LEGISLATIF
Oleh: GPB Suka Arjawa
Saat ini partai politik sedang sibuk-sibuknya menyusun calon legislatif sementara yang
kelak menjadi anggota legislatif. Untuk mendekatkan diri dengan konsep keterbukaan
dan demokrasi, mereka membuka pendaftaran untuk menjadi anggota kepada khalayak.
Cara ini menarik, pertama karena tidak lagi kaku seperti sebelumnya yang memandang
calon asal dari kalangan sendiri sebagai anggota. Dan kedua, memungkinkan bagi
siapapun untuk masuk menjadi anggota parlemen. Komentar yang bermunculan adalah
bahwa menjadi anggota legislatif itu mirip dengan melamar pekerjaan. Tidak masalah
kalau ada komentar seperti ini. Seperti juga orang mencari pekerjaan, tentu ada tujuan
bahkan missi yang ingin dicapai seseorang. Jadi, ketika seseorang melamar di partai
tertentu pasti mempiliki penilaian tersendiri terhadap partai tersebut. Memang
memungkinkan pengangguran pun juga bisa melamar menjadi anggota DPR (D) melalui
partai politik. Yang terakhir inilah mesti diperhatikan staf partai ketika mereka
mewawancara para calon untuk menjadi anggota legislatif itu.
Terbukanya calon di luar kader untuk masuk parlemen membuktikan satu hal bahwa
partai masih belum mampu mendidik kader sesuai dengan yang diperlukan. Mendidik
kader jelas harus mempunyai kemampuan menghubungan misi dan visi partai dengan
realitas di masyarakat. Partai mempunyai visi tersendiri, yakni sebuah tujuan masa depan
partai itu, yang kemudian dilaksanakan oleh aktivis partai. Tidak lain aktivis itu adalah
kader-kader partai politik. Melalui missi lah, yakni sebuah pentahapan tujuan dalam satu

rentang waktu demi mencapai tujuan jangka panjang, visi tersebut akan dicapai. Tetapi
tantangan terbesar dalam pencapaiann visi itu terletak pada missi yang dilaksanakan.
Dan pada titik inilah harus berbenturan dengan realitas sosial yang ada di lingkungan
masyarakat. Visi jelas tidak boleh berubah, demikian juga missi. Tetapi strategi untuk
menjalankan inilah yang boleh berubah. Pengubahan strategi tanpa melenceng dari missi
dan visi ini memerlukan apa yang disebut dengan seni bertindak.
Ketika partai politik misalnya ingin mewujudkan menciptakan masyarakat madani yang
sejahtera dalam konteks keadilan sebagai sebuah visi, maka missi yang dilakukan sebagai
pentahapan adalah dengan mendidik moral masyarakat. Upaya pendidikan ini harus
dilakukan oleh partai yang bersangkutan melalui kadernya. Namun, manakala kemudian
di masyarakat dijumpai korupsi merajelela dan kemiskinan, apakah yang dilakukan oleh
kader untuk membantu missi demi tercapainya visi? Kebanyakan kader mandeg dalam
ide dan kemudian justru terlibat dii dalam tindakan korupsi. Maka yang paling penting
dilakukan oleh kader adalah memberikan tindakan untuk meyakinkan masyarakat bahwa
korupsi itu salah, melanggar norma agama dan mempunyai resiko masuk neraka.
Tindakan untuk meyakinkan ini bisa saja dilakukan dengan memberikan percontohan,
pencerahan langsung ke masyarakat dengan berbagai alat (misalnya) audio visual, dan
bergai jenisnya. Ketika penyakit rabies melanda masyarakat, maka para kader harus
mampu memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa pengikatan anjing itu tidak
melanggar tradisi. Terlalu banyak masalah lain yang ada di masyarakat.


Kader partai politik belum berhasil mengikuti alur ini, sehingga tidak salah manakala
banyak masyarakat tidak puas oleh penggiat partai politik tersebut. Dengan titik pandang
demikian, merupakan satu keputusan yang positif apabila partai politik kemudian
membuka ”lowongan” bagi non-kader untuk masuk menjadi anggota legislatif. Pada titik
ini, partai politik dalam tingkat manapaun di Indonesia, harus mampu menghilangkan
kekakuan sikapnya yang ngotot untuk mempertahankana kader sendiri sebagai anggota
legislatif maupun sebagai pejabat eksekutif. Partai politik adalah sebuah organisasi biasa
yang memungkinkan merekrut orang luar manakala orang luar itu justru mampu
meningkatkan kualitas dan citra partai yang bersangkutan. Terlalu kuno, terlalu kaku, dan
anti teori apabila partai politik masih mempunyai pandangan seperti ini.
Dalam konteks teori pilihan rasional, orang masuk ke dalam satu kelompok (kesatuan
yang lebih besar) karena kedua pihak mampu merasakan manfaatnya. Pihak individu
yang masuk ke dalam organisasi tersebut mempunyai kesempatan untuk menuangkan
kemampuannya, memberikan ide-idenya dan secara prestise akan meningkatkan kualitas
pribadinya. Pendek kata ia mempunyai kesempatan positif disini. Sebaliknya, organisasi
pun mendapatkan keuntungan kedatangan orang yang dipandang mampu meningkatkan
kualitas organisasi. Maka, partai politik yang ada di Indonesia, harus meemperhatikan
betul hal ini, justru demi peningkatan kualitas partai yang bersangkutan. Dengan
demikian, tidak keliru apabila pihak luar masuk menjadi calon anggota legislatif. Karena,

sekali lagi, justru berpotensi memperbaiki kualitas dan citra partai yang bersangkutan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan manakala menerima calon luar itu. Yang
paling utama, adalah popularitas. Popularitas sering kali menjebak. Mereka yang populer,
belum tentu berkualitas secara politik. Memang benar apabila predikat tersebut mampu
mendongkrak perolehan suara. Tetapi hal itu akan langsung runtuh manakala tidak
disertai kemampuan berpolitik yang cakap. Kemampuan berpolitik dalam hal ini
menyangkut upaya mendistribusikan kekuasaan, mendelegasikan kekuasaan atau
melakukan pendekatan sosial, bahkan memegang prinsip-prinsip politik. Popularitas
biasanya mampu ”mengirit biaya”. Artinya, partai politik tidak perlu mengeluarkan uang
banyak-banyak sekedar untuk merebut pengaruh dan ”membeli” suara. Dengan
popularitas itu, suara akan datang sendiri. Tetapi, seperti yang telah diungkapkan tadi,
apabila prinsip politik itu tidak dipegang teguh, maka popularitas bisa mengancam partai.
Korupsi dan perbuatan tidak senonoh yang dilakukan oleh orang-orang populer justru
mencoreng citra partai.
Kedua, non-kader yang hanya mengandalkan kekuatan ekonomi untuk mendukung partai
sebagai jembatan menjadi anggota legislatif harus diseleksi, diteliti dan diperhatikan
secara seksama. Hati-hati, karena kemungkinan pihak seperti ini memiliki sifat
petualang, memuaskan keinginan dirinya. Orang yang berkepribadian seperti ini, hanya
ingin melengkapi pengalaman hidupnya sebagai politisi. Dalam arti mereka telah sukses
di bidang ekonomi, dan kini ingin menikmati pengalaman sebagai politisi. Jika memang

mempunyai komitmen kuat kepada partai yang bersangkutan, bisa dipertimbangkan
untuk menjadi anggota. Tetapi kelemahan lain dari orang seperti ini adalah menjadikan
politik sebagai lahan mencari keuntungan. Disinilah bahayanya karena akan mampu
menimbulkan korupsi, nepotisme dan kolusi. Dengan demikian, yang menjadi

pertimbangan adalah niat baik dari kader luar partai itu untuk membangun partai dan
politik untuk masyarakat. ****
Penulis adalah staf pengajar Sosiologi Politik FISIP dan Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana.

Dokumen yang terkait

Sistem Rekrutmen Calon Anggota Legislatif 2014 ( Studi Kasus: Penetapan Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra DPC Kota Medan )

0 34 98

Coping Stres Calon Anggota Legislatif Tidak Terpilih dalam Pemilu Legislatif 2009

0 26 98

AKTIVITAS KAMPANYE PEMILIHAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF DPRD I DAN EFEKNYA PADA PEROLEHAN SUARA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pemilihan Calon Anggota Legislatif DPRD I Daerah Pilihan Daerah Istimewa Yogyakarta 5).

0 3 16

AKTIVITAS KAMPANYE PEMILIHAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF DPRD I AKTIVITAS KAMPANYE PEMILIHAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF DPRD I DAN EFEKNYA PADA PEROLEHAN SUARA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pemilihan Calon Anggota Legislatif DPRD I Daerah Pilihan Daerah

0 2 7

PENDAHULUAN AKTIVITAS KAMPANYE PEMILIHAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF DPRD I DAN EFEKNYA PADA PEROLEHAN SUARA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pemilihan Calon Anggota Legislatif DPRD I Daerah Pilihan Daerah Istimewa Yogyakarta 5).

1 5 31

ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM BAHASA IKLAN KAMPANYE CALON ANGGOTA LEGISLATIF TAHUN 2014 DI BOYOLALI Analisis Tindak Tutur Dalam Bahasa Iklan Kampanye Calon Anggota Legislatif Tahun 2014 Di Boyolali.

0 0 12

ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM BAHASA IKLAN KAMPANYE CALON ANGGOTA LEGISLATIF TAHUN 2014 DI BOYOLALI Analisis Tindak Tutur Dalam Bahasa Iklan Kampanye Calon Anggota Legislatif Tahun 2014 Di Boyolali.

0 2 16

PERBANDINGAN STRATEGI POLITIK CALON ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN DALAM PEMILU LEGISLATIF 2009 di KOTA PADANG.

0 0 6

Pilihan Pemilih terhadap Calon Anggota DPRD Kabupaten Pati dalam Pemilu Legislatif 2009.

0 0 101

Sistem Rekrutmen Calon Anggota Legislatif 2014 ( Studi Kasus: Penetapan Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra DPC Kota Medan )

0 0 36