Pengaruh Elemen Desain Interior Dan Material Terhadap Kenyamanan Audial Pada Sebuah Concert Hall Bergaya Klasik.

(1)

i

ABSTRAK

Sejak jaman dahulu desain akustik sudah mulai diperhatikan, akustik merupakan suatu bagian penting dari pembangunan arsitektur. Para arsitek mulai merasakan bahwa akustik dapat mempengaruhi suatu desain, untuk mengasilkan bunyi atau suara didalamnya dan dapat menentukan kenikmatan bunyi. Desain akustik dapat digunakan pada macam-macam ruangan musik, khususnya ruang audiotorium untuk musik klasik.

Sekarang ini desain audiotorium sudah mulai diperhatikan oleh desainer-desainer Indonesia, khususnya bagi audiotorium musik klasik. Sebuah desain audiotorium musik klasik membutuhkan ketentuan dan perhitungan yang akurat agar dapat dinikmati oleh pendengar musik klasik. Baru-baru ini Indonesia mempunyai ruang audiotorium musik klasik yang didirikan oleh Dr. Stephen Tong, yaitu Aula Simfonia Jakarta, yang berada didalam gedung Reformed Millennium Center of Indonesia (RMCI). Aula ini adalah ruang konser yang mempunyai desain akustik yang baik dan termasuk audiotorium terbaik di Indonesia.1

Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti tentang desain akustik pada Aula Simfonia Jakarta. Analisa tersebut membuat saya melakukan pertanyaan dengan bagaimana penerapan elemen desain dan material dalam ruang interiornya sudah memenuhi standarisasi untuk sebuah ruang musik klasik dan bagaimana ruang konser klasik tersebut mengalami cacat akustik dan kebisingan.

Dengan mengunakan pengukuran kekerasan suara dalam suatu ruang dan pengukuran waktu dengung serta dibandingkan dengan literatur, didapatkan suatu analisa yang mampu membuat suatu analisa mendapatkan suatu permasalahan yang tidak sesuai dengan literatur yang ada.

1


(2)

ii

ABSTRAK

Since a long time ago, acoustic design already noted, the acoustic is very an important part of the development architecture. The architects began to feel that the acoustics can affect a design, to have a sound inside the theater and can determine the enjoyment of sound. Acoustic design can be used in various rooms of music, especially audiotorium space for classical music.

Currently designing audiotorium already noticed by Indonesian designers, especially for audiotorium for classical music. A classical music audiotorium design requires an accurate calculation of provisions and in order to enjoy the classical music listeners. Recently, Indonesia has had a classical music audiotorium space founded by Dr. Stephen Tong, namely Aula Simfonia Jakarta building located within the Reformed Millennium Center of Indonesia (RMCI). This hall is a concert hall that has a good acoustic design and the best audiotorium in Indonesia.

Then the writer is interested in researching an acoustic design in the Aula Simfonia Jakarta. The writer analysis with the question how the application of design elements and materials in the interior space is a space to meet the standard for classical music and how these classical concert hall acoustics and noise disability.

With using a sound detector and using reverbtions time and to compare with the literature, found an analysis that not compare to suitable existing literature.


(3)

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK

i

ABSTRACT

ii

KATA PENGHANTAR

iii

DAFTAR ISI

iv

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR TABEL

xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah 1

1.2 Batasan masalah 2

1.3 Identifikasi masalah 3

1.4 Tujuan penelitian dan kegunaan penelitian 3

1.4.1 Tujuan penelitian 3

1.4.2 Kegunaan penelitian 3

1.5 Metode penelitian 4

1.5.1 Pengumpulan data 4

1.5.2 Pemilihan objek 4

1.5.3 Analisa data 5

1.5.3.1 Kuantitatif 5

1.5.3.2 Kualitatif 5

1.5.4 Tahapan peneltian 5

1.5.5 Kesimpulan 6

1.6 Kerangka pemikiran 7

1.7 Sistematika penulisan 8

BAB II ELEMEN DESAIN INTERIOR DAN KENYAMANAN AUDIAL

PADA RUANG KONSER MUSIK KLASIK BERGAYA BAROQUE

2.1 Elemen Desain Interior 9

2.1.1 Bentuk 10

2.1.2 Skala 10

2.1.3 Warna 10


(4)

iv

2.1.5 Pola 11

2.1.6 Cahaya 11

2.2 Desain akustik 11

2.2.1 Pengertian akustik 12

2.2.1.1 Gelombang suara 14

2.2.1.2 Transmisi bunyi 15

2.2.1.3 Perambatan bunyi 16

2.2.2 Wanted Sound 17

2.2.2.1 Pengertian wanted sound 17

2.2.2.1.1 Difusi 17

2.2.2.1.2 Difraksi 19

2.2.2.1.3 Absorbsi (penyerapan bunyi) 20

2.2.2.1.4 Pemantulan 21

2.2.2.2 Pengendalian akustik 23

A. Plafon 24

B. Dinding 25

C. Lantai 28

D. Material 33

D.1 Material pada elemen interior 34

D.1.1Lantai ruang 34

D.1.2Plafon ruang 35

D.1.3Dinding ruang 36

D.2 Jenis-jenis material 36


(5)

v

D.2.2Material berserat 38

D.2.3Material Berserat membran tidak tembus

(Imprevious) 38

D.2.4Material serat dilapisi panel berpori 39

D.2.5Panel penyerap 39

2.2.3 Unwanted sound 40

2.2.3.1 Pengertian bising dan kategori bising 40

2.2.3.1.1 Bising luar 43

2.2.3.1.2 Bising interior 43

2.2.3.2 Pengendalian Bising 44

2.2.3.2.1 Insulasi bising 44

2.2.3.2.2 Cacat akustik 46

A. Gema 47

B. Gaung 47

C. Pemantulan yang berkepanjangan 48

D. Pemusatan bunyi 48

E. Ruang gandeng 48

F. Distrosi 49

G. Resonasi bunyi 49

H. Bayangan bunyi 49

I. Serambi bisikan 50

2.3 Musik klasik dan ruang konser musik klasik 50

2.3.1 Pengertian musik klasik 50

2.3.2 Pengertian ruang konser 51


(6)

vi

2.4.1 Ciri-ciri umum gaya Baroque 52

2.4.2 Perkembangan arsitektur Baroque 53

2.4.3 Elemen estetis gaya Baroque 54

BAB III OBJEK STUDI RUANG KONSER MUSIK KLASIK

3.1 Pemilihan Objek Studi 56

3.1.1 Ruang pada Aula Simfonia Jakarta 57

3.1.1.1 Ruang audio dan lighting 62

3.1.1.2 Lobby lantai 2 62

3.1.1.3 Ruang artis 63

3.1.1.4 Lobby utama 64

3.1.1.5 Ruang tiket 65

3.1.1.6 Drop off mobil 65

3.1.1.7 Ruang Reherseal 66

3.1.2 Interior ruang okestra 67

3.1.2.1 Elemen estetis 67

3.1.2.2 Dinding 67

3.1.2.3 Plafon 68

3.1.2.4 Lantai 69

3.2 Material 70

3.2.1 Tempat duduk 71

3.2.2 Elemen estetis 71

3.2.3 Dinding 73

3.2.4 Lantai 74

3.2.5 Plafon 75

3.2.6 Pipa organ 76

BAB IV PENGARUH ELEMENT INTERIOR DAN MATERIAL

TERHADAP KENYAMANAN AUDIAL PADA SEBUAH

CONCERT HALL

4.1 Elemen Desain 77

4.1.1

Bentuk 77

4.1.2

Skala 80

4.1.3

Pola 85


(7)

vii

4.2.1

Suara 86

4.2.2

Wanted sound 88

A. Difusi 88

B. Difraksi 89

C. Absorbsi 89

D. Pemantulan 90

4.2.3

Unwanted sound 90

A. Bising luar 90

B. Bising interior 92

4.2.4

Cacat akustik 93

A. Gema 93

B. Gaung 95

C. Pemantulan yang berkepanjangan 96

D. Pemusatan bunyi 97

E. Ruang gandeng 98

F. Distrosi 98

G. Resonasi bunyi 100

H. Bayangan bunyi 100

I. Serambi bisikan 101

4.2.5

Pengendalian akustik 102

4.2.5.1 Plafon 102

4.2.5.2 Dinding 105

4.2.5.3 Lantai 107

4.2.5.4 Material 109

4.2.4.4.1 Plafon 109

4.2.4.4.2 Lantai 110

4.2.4.4.3 Dinding 112

4.2.4.4.4 Tempat duduk 114

4.2.4.4.5 Elemen estetis 115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 118


(8)

viii

DAFTAR PUSTAKA

124


(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

BAB II ELEMEN DESAIN INTERIOR DAN KENYAMANAN AUDIAL

PADA RUANG KONSER MUSIK KLASIK BERGAYA BAROQUE

Gambar 2.1 Tiap situasi akustik mempunya tiga, yaitu sumber bunyi, jejak perambat, penerima

Gambar 2.2 Range Frekuensi dan energi suara Gambar 2.3 Kelakuan bunyi dalam ruang tertutup

Gambar 2.4 Sumber-sumber bunyi pada struktur bangunan (Structure-borne sound) Gambar 2.5 Sumber-sumber bunyi udara (Suara Air-borne sound)

Gambar 2.6 Perambatan bising udara pada ruang bangunan (perambatan bising langsung dan perambatan bising samping)

Gambar 2.7 Difusi bunyi (penyebaran), yang merata pada audiotorium Gambar 2.8 Pantulan difusi

Gambar 2.9 Pantulan difraksi

Gambar 2.10 Pemantulan bunyi dari permukaan-permukaan bentuk berbeda. Gambar 2.11 Pantulan refleksi

Gambar 2.12 Pemantul cembung, pantulan menfokus. Gambar 2.13 Pemantul cekung, pantulan baur. Gambar 2.14 Pemantul datar, pantulan menyebar.

Gambar 2.15 Potongan A, hanya menyediakan pemnatulan dengan waktu tunda singkat yang terbatas, potongan B. permukaan langit-langit yang dimiringkan dengan tepat lebih menyumbang pengadaan pemantulan bunyi yang bergunam yaitu kekerasaan yang cukup.

Gambar 2.16 Langit-langit pemantul yang diletakan dengan tepat, dengan pemantulan bunyi yang makin banyak ke tempat duduk yang jauh secara efektif menyumbang kekerasan yang cukup.

Gambar 2.17 (a) dinding belakang pemantul bunyi memungkinkan gema, (b) harus diberi lapisan akustik

Gambar 2.18 (c) dibuat difusi, atau (d) dimiringkan untuk mendapatkan pemantulan waktu tunda yang singkat dan menguntungkan.


(10)

x

Gambar 2.19 Dalam ruang konser huruf D tidak boleh melebihi ukuran huruf H, karena simfoni musik dibutuhkan suara refribriasi suara seperti suara difusi.

Gambar 2.20 Tempat duduk di balkon harus mempunyai kemiringan 26-30 derajat Gambar 2.21 Tempat duduk seperti ini membuat pemantulan suara dari sumber suara

tidak terdengar sampai belakang

Gambar 2.22 Tempat duduk yang disarankan bagi semua audiotorium

Gambar 2.23 Pantulan plafon, membuat pantulan terdengar sampai belakang tetapi harus dengan tempat duduk seperti

Gambar 2.24 Jarak tempat duduk untuk ruang konser.

Gambar 2.25 Posisi tempat duduk yang ideal bagi ruang konser Gambar 2.26 Audiotorium berbentuk Segi Empat

Gambar 2.27 Audiotorium berbentuk Kipas

Gambar 2.28 Audiotorium berbentuk tidak beraturan Gambar 2.29 Audiotorium berbentuk Tapal Kuda Gambar 2.30 Penyerapan bunyi yang baik dan tidak baik

Gambar 2.31 Kesalahan yang biasa terjadi di audiotorium dengan rancangan yang buruk

Gambar 2.32 Jangkauan dari berbagai sumber suara

Gambar 2.33 Kriteria bising latar belakang yang direkomendasikan untuk ruang-ruang Gambar 2.34 Tinggi Barrier (barrier berupa bahan solid, tidak berrongga)

Gambar 2.35 Berbagai tingkat kekerasan suara Gambar 2.36 perletakan bukaan yang baik

Gambar 2.37 Diberi penghalang agar bising tidak menyebar.

Gambar 2.38 Reduksi bising akan bertambah dengan makin besarnya sudut bayang bising ( noise shadow) dan semakin tingginya penghalang.

Gambar 2.39 Kaca merupakan yang paling rentan terhadap penetrasi suara Gambar 2.40 Cacat-cacat akustik dalam audiotorium

Gambar 2.41 Gambar patung Estasi di Santa Teresa (Kiri) dan S. Longino by Gian Lorenzo Bernini in St Peter's and Antinoo (Hermes) del Belvedere, Bernini (kanan


(11)

xi

BAB III OBJEK STUDI RUANG KONSER MUSIK KLASIK

Gambar 3.1 Lay-out dan gedung keseluruhan Reformed Millennium Center of Indonesia (RMCI)

Gambar 3.3 Potongan melintang Aula Simfonia Jakarta Gambar 3.4 Potongan memotong Aula Simfonia Jakarta

Gambar 3.5 Denah Lantai 1 dan kekerasan suara pada titik tertentu Gambar 3.6 Denah Lantai 2 dan kekerasan suara pada titik tertentu Gambar 3.7 Denah Lantai 7 dan kekerasan suara pada titik tertentu Gambar 3.8 Denah Lantai 8 dan kekerasan suara pada titik tertentu Gambar 3.9 Site analisis untunk kekerasan titik tertentu

Gambar 3.10 Interior dalam Aula Simfonia Jakarta Gambar 3.11 Ruang audio Aula Simfonia

Gambar 3.12 Tangga yang menuju lobby di lantai 2

Gambar 3.13 Lobby lantai 2 dan pintu ke dalam audiotorium Gambar 3.14 Lorong ruang artis

Gambar 3.15 Tangga menuju lobby utama Gambar 3.16 Lobby utama

Gambar 3.17 Elemen estetis yang menempati ruangan lobby Gambar 3.18 Interior ruang tiket

Gambar 3.19 Akses menuju belakang gedung

Gambar 3.20 Sekolahan yang bersebrangan dengan Aula Simfonia Gambar 3.21 Interior Ruang Reherseal

Gambar 3.22 Bagian luar Ruang Reherseal

Gambar 3.23 Elemen Estetis menjadi treatment pada dinding. Gambar 3.24 Dinding dan Pintu exit dilapisi oleh kayu Gambar 3.25 Partisi kaca pada lantai dua

Gambar 3.36 Ceilling pada Aula Simfonia Jakarta

Gambar 3.27 Lantai ruang konser dilihat dari bawah dan atas Gambar 3.28 Bagian Panggung Konser

Gambar 3.29 Kursi VIP penoton dan detailnya Gambar 3.30 Kolom-kolom penyanggah

Gambar 3.31 Penompang untuk elemen estetisnya Gambar 3.32 Detail material wallpaper

Gambar 3.33 Dua bagian latar belakang yang diberi material kain Gambar 3.34 Dinding dan pintu diberi material kayu walnat


(12)

xii

Gambar 3.35 Partisi balkon lantai 2

Gambar 3.36 Area panggung ruang konser Gambar 3.37 Langit-langit pada Aula SImfonia Gambar 3.38 Detail langit-langit dan down ceiling Gambar 3.39 Pipa Organ Aula Simfonia

BAB

IV

PENGARUH

ELEMEN

INTERIOR

DAN

MATERIAL

TERHADAP KENYAMANAN AUDIAL PADA SEBUAH

CONCERT HALL

Gambar 4.1 Lay-out Aula Simfonia dan literatur

Gambar 4.2 Bentuk audiotorium theater tapal kuda dan persegi panjang Gambar 4.3 Bentuk audiotorium theater segi empat dan tidak beraturan Gambar 4.4 Bentuk tempat duduk

Gambar 4.5 Bentuk tempat duduk bawah dan balko harus sama Gambar 4.6 Ketinggian dan kedalaman sebuah balkon

Gambar 4.7 Kemiringan sebuah balkon

Gambar 4.8 Volume ruang dan tempat duduk Aula simfonia Gambar 4.9 Jarak titik tujuan pandang dengan lantai panggung Gambar 4.10 Ketinggian panggung

Gambar 4.11 Ketinggian lantai bawah

Gambar 4.12 Pola pada dinding ruang konser Aula Simfonia Gambar 4.13 Reverbrtions Time Aula Simfonia

Gambar 4.14 Denah dan potongan Aula Simfonia

Gambar 4.15 Dinding dan Plafon yang terdifusi karena permukaan yang tidak rata Gambar 4.16 Elemen estetis digunakan untuk difraksi

Gambar 4.17 Pemantulan suara yang terjadi pada Aula Simfonia Gambar 4.18 Penghalang kaca pada tempat drop off

Gambar 4.19 Aula Simfonia jauh dari kebisingan luar Gambar 4.20 Terjadi gema pada no 1

Gambar 4.21 (c) dibuat difusi, atau (d) dimiringkan untuk mendapatkan pemantulan waktu tunda yang singkat dan menguntungkan.

Gambar 4.22 Permukaan permukaan dinding yang sejajar. Gambar 4.23 Pemantulan yang berkepanjangan

Gambar 4.24 Pemusatan bunyi terjadi pada plafon Gambar 4.25 Material pemantul bunyi teralu banyak Gambar 4.26 Terjadi bayangan bunyi pada Aula Simfonia


(13)

xiii

Gambar 4.27 Serambi bisikan teradi pada plafon

Gambar 4.28 Serambi bisikan teradi pada dinding belakang elemen estetis

Gambar 4.29 Langit-langit pemantul yang diletakan dengan tepat, dengan pemantulan bunyi yang makin banyak ke tempat duduk yang jauh secara efektif menyumbang kekerasan yang cukup.

Gambar 4.30 Plafon yang berundak-undak pada Aula Simfonia Gambar 4.31 Pantulan plafon akan memusat

Gambar 4.32 Dinding yang mempunyai elemen estetis dan kolom-kolom

Gambar 4.33 (a) dinding belakang pemantul bunyi memungkinkan gema, (b) harus diberi lapisan akustik

Gambar 4.34 Lantai tidak berundak-undak Gambar 4.35 Orientasi penonton

Gambar 4.36 Sudut pandang orientasi penoton Gambar 4.37 Plafon dan detailnya Aula Simfonia Gambar 4.38 Lantai Aula Simfonia

Gambar 4.39 Panggung Aula Simfonia dan detailnya Gambar 4.40 Dinding Aula Simfonia dan detailnya

Gambar 4.41 Seluruh dinding yang mengintari Aula Simfonia Gambar 4.42 Dinding balkon yang berupa kaca

Gambar 4.43 Tempat duduk VIP yang mempunyai bantalan Gambar 4.44 Detail alas tempat duduk

Gambar 4.45 Salah satu elemen estetis Aula Simfonia Gambar 4.46 Kolom-kolom palsu yang penyanggah Gambar 4.47 Salah satu elemen estetis

Gambar 4.48 Background pada elemen estetisnya Gambar 4.49 Background yang memakai material kain


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

Bagan 1.1 Tahapan penelitian Bagan 1.2 Kerangka pemikiran

BAB II ELEMEN DESAIN INTERIOR DAN KENYAMANAN AUDIAL

PADA RUANG KONSER MUSIK KLASIK BERGAYA BAROQUE

Bagan 2.1 Grafik pengertian akustik

BAB IV PENGARUH ELEMENT INTERIOR DAN MATERIAL

TERHADAP KENYAMANAN AUDIAL PADA SEBUAH

CONCERT HALL

Bagan 4.1

Menghitung kebisingan pada ruang konser

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bagan 5.1 Kesimpulan dari penelitian elemen desain Bagan 5.2 Kesimpulan dari penelitian material Bagan 5.3 Kesimpulan dari penelitian cacat akustik Bagan 5.4 Kesimpulan dari penelitian kebisingan


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Sejak jaman dulu, akustik telah menjadi bagian penting arsitektur. Manusia menjadikan suara bagian penting dari peradaban dan kebudayaan mereka yang tidak hanya digunakan untuk komunikasi saja namun untuk menjadi kesenangan. Arsitek pada masa itu sudah sangat sadar akan kebutuhan desain berpengaruh pada kualitas bunyi didalamnya sehingga akan menentukan pula kenikmatan mendengar bunyi. Ketika itu belum ditemukan sistem bunyi elektronik sehingga mereka seutuhnya bersandar pada desain bangunan san material saja untuk memperoleh kualitas bunyi yang baik.

Dalam perkembangan jaman, manusia merasakan kebutuhan akan alat yang dapat mempermudah mereka memperoleh kualitas dan kuatitas bunyi sesuai keinginan mereka. Ketika mereka berada di ruangan gaduh, maka manusia memikirkan bagaimana mereka mengatasi dapat memperkeras suara mereka untuk mengatasi kegaduhan tersebut. Sejak itu, lahirlah peralatan tata suara (loudspeaker) yang dapat memperkeras suara manusia dan bunyi lainnya. Penggunaan tata suara elektronik yang dipakai disebuah bangunan,


(16)

2

bila akustik bangunan tersebut buruk akan menjadi kualitas bunyi dalam bangunan tersebut menjadi buruk juga. Sebaliknya, akustik bangunan yang baik bisa dirusak oleh sistem tata suara elektronik yang buruk.

Sekarang ini perkembangan akustik sudah mulai diperhatikan oleh para arsitek dan interior desain di Indonesia. Mulai dari material dan desain bangunan yang akan dibuat untuk akustik ruangan. Seorang dapat bermain musik dengan handal adalah dengan bermain musik klasik, musik klasik adalah musik yang memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Orang berbakat pun harus berusaha keras agar dapat memainkan musik klasik. Keterbatasan ruang konser untuk pertunjukan musik di Indonesia membuat para musikus tidak dapat memasimalkan dirinya untuk berekspresi.

Baru-baru ini Indonesia sudah mempunyai ruang audiotorium musik klasik yang didirikan oleh Dr. Stephen Tong, yaitu Aula Simfonia Jakarta yang berada didalam gedung Reformed Millennium Center of Indonesia (RMCI). Aula Simfonia ini mempunyai tema klasik yang di ambil dari jaman klasik Baroque.

Maka dari itu penulis membahas ruang konser Aula SImfonia yang memakai tema klasik

Baroque. Menurut buku Bravacassa Indonesia, Stella Mailoa, “Ini merupakan konser

hall yang pertama di Indonesia.”

1.2

Batasan Masalah

Pada pemilihan objek studi diberikan batasan-batasan agar dapat mempertahankan ruang lingkup penelitian, berikut batasan tersebut:

 Ruang konser musik klasik yang dibangun pada gedung Reformed Millennium Center of Indonesia (RMCI) yaitu Aula Simfonia Jakarta.

 Pembahasan tentang material yang digunakan pada Aula Simfonia.

 Pembatasan pada sebuah ruang konser dengan cacat akustik dan kebisingan yang terjadi.


(17)

3

1.3

Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, pada penelitian ini penulis akan membahas permasalahan mengenai:

1. Apakah penerapan elemen desain pada ruang interiornya sudah memenuhi standarisasi untuk sebuah ruang musik klasik?

2. Apakah material dalam ruang interiornya sudah memenuhi standarisasi untuk sebuah ruang musik klasik?

3. Apakah pada ruang konser klasik tersebut mengalami cacat akustik?

4. Apakah pada ruang konser klasik tersebut mengalami kebisingan dari luar ruang konser?

1.4

Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1.4.1

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penulis akan memaparkan secara garis besar hasil-hasil pokok yang hendak dicapai, yaitu : 1. Untuk mengetahui penerapan elemen desain dan material dalam ruang

interiornya sudah memenuhi standarisasi untuk sebuah ruang musik klasik. 2. Untuk mengetahui material yang digunakan di dalam ruang interiornya

sudah memenuhi standarisasi untuk sebuah ruang musik klasik.

3. Untuk mengetahui ruang konser klasik tersebut mengalami cacat akustik 4. Untuk mengetahui ruang konser klasik tersebut mengalami kebisingan dari

luar.

1.4.2

Manfaat Penelitian

Pelaksanan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat. Agar dapat memberikan masukan yang berati berupa wawasan dan pemahaman mengenai peran elemen desain dalam keyamanan audial serta untuk mengetahui material yang baik untuk pembaca untuk dapat digunakan di lapangan dengan teori yang didapatkan dari perkuliahan. Selain itu juga bermanfaat untuk membuka potensi kerja sama antara Universitas Kristen Maranatha dengan Aula Simfonia Jakarta, Reformed millennium Center Indonesia. Agar penelitian ini menjadi sumber refrensi dan masukan sumber inspirasi yang bermanfaat dikemudian hari.


(18)

4

1.5

Metoda Penelitian

Langkah penelitian dibagi menjadi lima tahapan utama untuk melakukan penelitian: 1. Mendapatkan studi literatur tentang kenyamanan audial pada sebuah audiotorium

dan kriteria.

2. Dilakukan survai dan pengukuran desibel meter.

3. Menghitung kebisingan yang diterima oleh ruang audiotorium dari luar. 4. Melakukan Revebriation Time dengan metode Reverb Time dari software:

http: // www.mcsquared.com/ssdesign.htm 5. Membandingkan literatur dengan studi kasus.

1.5.1

Pengumpulan Data

 Survai

Pada pengumpulan data, penulis melakukan survai keadaan sekitar Aula Simfonia. Penulis melakukan pemotretan pada ruang interior dan keadaan sekitar ruang konser. Selain itu penulis mendapatkan data berupa site analisa, potongan dan denah.

 Pengukuran kondisi eksisting dengan menggunakan Desibel Meter dan RT Melakukan pengukuran kebisingan suara dengan alat desibel meter. Kebisingan dari luar dan kebisingan pada dalam ruang konser juga dilakukan pengukuran.

 Wawancara dengan pihak managemen

Melakukan wawancara dengan pihak management untuk mengetahui penggunaan waktu yang digunakan Aula Simfonia dengan gereja dan penggunaan ruangan disekitarnya.

1.5.2

Pemilihan Objek

Pemilihan objek ini berada di Aula Simfonia Jakarta yang berada di Reformed Millennium Center of Indonesia (RMCI) dan didesain oleh Dr. Stephen Tong. Aula ini adalah ruang konser yang mempunyai pendesainan akustik yang baik dan termasuk audiotorium terbaik di Indonesia.


(19)

5

1.5.3

Analisa Data

1.5.3.1

Kuantitatif

Pengukuran dengan menggunakan desibel meter dan penggunaan reverb

time dengan Reverb Time dari software: http: //

www.mcsquared.com/ssdesign.htm untuk mengetahui hasil suatu reverb pada suatu ruang dan dibandingkan dengan literatur yang sudah ada.

1.5.3.2

Kualitatif

Membuat tabel perbandingan antara literatur dengan survey dan data ekstisting.

1.5.4

Tahapan Penelitian

Penelitian dibagi 2 tahap berikut ini:

Tahap 1. Pada tahap ini dilakukan survai dan dilakukan pengukuran dengan desibel meter, untuk mengetahui angka yang dikeluarkan untuk menghasilkan getaran suara yang didapat. Kemudian menganalisa material yang berada di studi lapangan dan juga menganalisa elemen interior dapa objek studi.

Tahap 2. Tahap ini adalah membandingkan suatu permasalahan yang berada di objek studi dan literatur yang sudah ada. Ketidakcocokan suatu permasalahan dengan literatur akan diketahui.

Berikut ini terdapat tabel yang menggambarkan tahapan penelitian diatas:


(20)

6

1.5.5

Kesimpulan

Setelah membandingkan objek studi, pengukuran desibel meter dan pengukuran kebisingan RT dengan literatur, maka hasil yang dibandingkan dapat menjawab tujuan dari penelitian ini.


(21)

7

1.6

Kerangka Pemikiran


(22)

8

1.7

Sitematika Penulisan

Sitematika pembahasan sebagai kerangka penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan penjelasan umum mengenai metodologi penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, perumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, definisi dan batasan studi, kegunaan penelitian, serta objek studi.

BAB II KENYAMANAN AUDIAL DAN DESAIN AUDIOTORIUM MUSIK KLASIK BERGAYA BAROQUE

Bab ini memuat teori studi yang digunakan dalam melakukan penelitian. Memuat tentang kenyamanan audial suatu audiotorium, pengendalian bising, pengertian bunyi, akustik ruagan, desain audiotorium, musik klasik, material akustik, dan arsitektur Baroque.

BAB III OBJEK STUDI AUDIOTORIUM DI JAKARTA

Mendeskripsikan permasalahan yang teradi pada objek studi beserta faktor-faktor yang berkaitan dengan kenyamanan audial dalam sebuah audiotorium. Dan disertai uraian analisa dalam memperoleh jawaban masalah data-data bangunan Aula Simfonia Jakarta, yang telah diperoleh dari hasil pegamatan lapangan dan studi kepustakaan.

BAB IV ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang penelitian akustik Aula Simfonia Jakarta dan dibandingkan dengan literatur.

BAB V KESIMPULAN dan SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan dan saran dari penelitian kenyamanan audial dan material.


(23)

118

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

Setelah penulis membahas analisa dengan membandingkannya dengan literatur, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa ketentuan pada sebuah ruang konser kurang dapat diterapkan dengan baik. Walapun ketentuan tentang desain akustik sudah diterapkan dengan sangat baik, perlu beberapa criteria yang harus diperhatikan agar kenyamanan audial tetap nyaman. Dalam bab ini, penulis akan menjawab pertanyaan yang dapat terdapat pada BAB I, yaitu:


(24)

119

Pada kesimpulan diatas ada beberapa kriteria yang sudah memenuhi standar untuk ruang musik klasik dan ada juga beberapa kriteria yang harus diperbaiki untuk mencapai stadar yang sudah ada. Berikut ini adalah hasil kesimpulan dari analisa penulis setelah membandingkannya dengan literatur:

1. Apakah penerapan elemen desain pada ruang interiornya sudah memenuhi standarisasi untuk sebuah ruang musik klasik?

No Elemen Desain Memenuhi kriteria Rata-rata (dapat ditolerin) Tidak memenuhi kriteria Alasan

1 Bentuk - layout  Dikarenakan oleh bentuk lay-out

Aula Simfonia kurang memadai dengan bentuk audiotorium untuk musik klasik.

2 Bentuk -

Tempat duduk 

Bentuk tempat duduk sesuai dengan bentuk pada standarnya.

3 Skala

-Kedalaman dan ketinggian

Karena pada objek studi kedalaman dan ketinggian tidak sama.

4 Skala -

Kemiringan 

Kemiringan pada balkon sama dengan kemiringan pada literatur.

5 Skala – volume

tempat duduk 

Volume tempat duduk Aula Simfonia lebih kecil dari ketentuan yang ada. 6 Skala – Jarak

titik pandang 

Tidak sesuai karena lantai pada bagian bawah tidak berundak-undak.


(25)

120

Untuk penggunaan materialnya, Aula Simfonia sudah memakai material yang sifatnya untuk memantulkan suara tetapi juga harus diseimbangi dengan material untuk menyerap suara agar suara yang dihasilkan tidak berpantulan. Berikut ini adalah hasil kesimpulan dari analisa penulis setelah membandingkannya dengan literatur:

2. Apakah material dalam ruang interiornya sudah memenuhi standarisasi untuk sebuah ruang musik klasik?

No Elemen Desain Memenuhi kriteria Rata-rata (dapat ditolerin) Tidak memenuhi kriteria Alasan

1 Plafon Material yang digunakan dapat

menyerap suara walaupun tidak banyak.

2 Dinding  Material yang digunakan cenderung

memantulkan suara.

3 Wallpaper

Material yang digunakan dapat

menyerap suara walaupun tidak banyak.

4 Kain

Kain adalah material penyerap tetapi bila pemakaian material pemantul lebih banyak maka material hanya menyerap sedikit suara.

5 Lantai

Material yang digunakan cenderung memantulkan suara.

6 Tempat duduk  Material yang digunakan cenderung

memantulkan suara walapun

pemakaian bantalan pada tempat duduknya.

7 Elemen estetis  Tidak memnyerap suara cenderung

memantulkan


(26)

121

Selain dari material dan elemen desainnya, dapat kita lihat juga apakah dalam ruangan tersebut mengalami cacat akustik dan berpenaruh pada suara yang ditimbulkan. Cacat akustik tidak boleh terjadi pada suatu ruangan khususnya untuk musik klasik. Berikut ini adalah hasil kesimpulan dari analisa penulis setelah membandingkannya dengan literatur:

3. Apakah pada ruang konser klasik tersebut mengalami cacat akustik?

No Elemen Desain Memenuhi kriteria Rata-rata (dapat ditolerin) Tidak memenuhi kriteria Alasan

6 Gema  Terjadi karena dinding bagian

belakang ruang konser lurus

7 Gaung  Pematulan karena kesejajaran antara

dinding kiri dan kanan

8 Pemantulan

berkepanjangan

 Pemantulan terjadi pada bagian

bawah balkon yang menjadi bayangan bunyi

9 Pemusatan

bunyi

 Pemantulan terjadi karena desain

Plafon yang cekung dan

menimbulkan pemusatan bunyi.

10 Ruang gandeng  Karena setiap audiotorium

dihubungkan dengan ruangan lainnya pasti memilki ruang gandeng

11 Distrosi

Teradi karena pemantulan yang

berlebihan. 12 Resonasi

Tidak berpengaruh karena tidak memakai mikrofon yang berlebihan.

13 Bayangan

bunyi 

Pemantulan terjadi pada bagian bawah balkon yang menjadi bayangan bunyi

14 Serambi

bisikan

 Serambi bisikan terjadi pada plafon

dan dinding bagian belakang elemen estetis karena berbentuk kubah.


(27)

122

Pada analisa ini penulis juga memperhitungkan bising yang terjadi pada sekitar Aula Simfonia apakah berpengaruh kepada keberlangsungan bila ada sebuah konser. Berikut ini adalah hasil kesimpulan dari analisa penulis setelah membandingkannya dengan literatur:

4. Apakah pada ruang konser klasik tersebut mengalami kebisingan dari luar ruang konser?

No Elemen Desain Memenuhi kriteria

Rata-rata (dapat ditolerin)

Tidak memenuhi kriteria

Alasan

1 Bising luar

Kebisingan luar pada Aula Simfonia sudah cukup baik, karena dB yang diasumsikan sesuai dengan literatur.

2 Bising Interior  Kebisingan interior kurang baik dan

harus diberi material penyerap agar bising yang terjadi diluar tidak masuk ke dalam ruang konser


(28)

123

5.2

Saran

Dari kesimpulan yang sudah dijabarkan, penulis mengharapkan pada perancangan sebuah konser lebih memperhatikan kenyamanan audial untuk sebuah ruang konser dan pemakaian materialnya pun harus mempunyai keseimbangan antara pemantulan dan penyerapan. Perancangan Aula SImfonia sudah memenuhi kriteria ruang konser musik klasik, namun dibutuhkan beberapa perubahan pada kenyamanan dan material yang digunakan.


(29)

124

DAFTAR PUSTAKA

Mailoa, Stella. Majalah Bravacassa Indonesia. Satwiko, Prasasto. Fisika Bangunan Edisi 1 Frick, Heinz. Ilmu Fisika Bangunan.

Mediastika, Ph, D, Christina E. Material Akustik Bangunan.

Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain – Universitas Kristen Petra (puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=INT03010201

K.Ballast, AIA, David. Interior Design Refrence Manual. L.Doelle, Eng., M. Arc, Leslie. Akustik Lingkungan, Appleton, Ian. Buildings for the Performing Arts. Boediono, MA Endang Sejarah Arsitektur 2.

Marsha Tambunan, 2004 “Ensklopedia tentang instrumen musik dan seni membuatnya”. Sejarah Musik Dalam Ilustrasi.

Sumalya Yilianto, 2003

http://www.romeartlover.it/Sculptures.html www.Wikipedia.com/ruang akustik


(1)

Pada kesimpulan diatas ada beberapa kriteria yang sudah memenuhi standar untuk ruang musik klasik dan ada juga beberapa kriteria yang harus diperbaiki untuk mencapai stadar yang sudah ada. Berikut ini adalah hasil kesimpulan dari analisa penulis setelah membandingkannya dengan literatur:

1. Apakah penerapan elemen desain pada ruang interiornya sudah memenuhi standarisasi untuk sebuah ruang musik klasik?

No Elemen Desain Memenuhi kriteria

Rata-rata (dapat ditolerin)

Tidak memenuhi kriteria

Alasan

1 Bentuk - layout  Dikarenakan oleh bentuk lay-out

Aula Simfonia kurang memadai dengan bentuk audiotorium untuk musik klasik.

2 Bentuk -

Tempat duduk 

Bentuk tempat duduk sesuai dengan bentuk pada standarnya.

3 Skala

-Kedalaman dan ketinggian

Karena pada objek studi kedalaman dan ketinggian tidak sama.

4 Skala -

Kemiringan 

Kemiringan pada balkon sama dengan kemiringan pada literatur.

5 Skala – volume

tempat duduk 

Volume tempat duduk Aula Simfonia lebih kecil dari ketentuan yang ada. 6 Skala – Jarak

titik pandang 

Tidak sesuai karena lantai pada bagian bawah tidak berundak-undak.


(2)

Untuk penggunaan materialnya, Aula Simfonia sudah memakai material yang sifatnya untuk memantulkan suara tetapi juga harus diseimbangi dengan material untuk menyerap suara agar suara yang dihasilkan tidak berpantulan. Berikut ini adalah hasil kesimpulan dari analisa penulis setelah membandingkannya dengan literatur:

2. Apakah material dalam ruang interiornya sudah memenuhi standarisasi untuk sebuah ruang musik klasik?

No Elemen Desain Memenuhi kriteria

Rata-rata (dapat ditolerin)

Tidak memenuhi kriteria

Alasan

1 Plafon Material yang digunakan dapat

menyerap suara walaupun tidak banyak.

2 Dinding  Material yang digunakan cenderung

memantulkan suara. 3 Wallpaper

Material yang digunakan dapat menyerap suara walaupun tidak banyak.

4 Kain

Kain adalah material penyerap tetapi bila pemakaian material pemantul lebih banyak maka material hanya menyerap sedikit suara.

5 Lantai

Material yang digunakan cenderung memantulkan suara.

6 Tempat duduk  Material yang digunakan cenderung

memantulkan suara walapun pemakaian bantalan pada tempat duduknya.

7 Elemen estetis  Tidak memnyerap suara cenderung

memantulkan


(3)

Selain dari material dan elemen desainnya, dapat kita lihat juga apakah dalam ruangan tersebut mengalami cacat akustik dan berpenaruh pada suara yang ditimbulkan. Cacat akustik tidak boleh terjadi pada suatu ruangan khususnya untuk musik klasik. Berikut ini adalah hasil kesimpulan dari analisa penulis setelah membandingkannya dengan literatur:

3. Apakah pada ruang konser klasik tersebut mengalami cacat akustik?

No Elemen Desain Memenuhi kriteria Rata-rata (dapat ditolerin) Tidak memenuhi kriteria Alasan

6 Gema  Terjadi karena dinding bagian

belakang ruang konser lurus

7 Gaung  Pematulan karena kesejajaran antara

dinding kiri dan kanan 8 Pemantulan

berkepanjangan

 Pemantulan terjadi pada bagian bawah balkon yang menjadi bayangan bunyi

9 Pemusatan bunyi

 Pemantulan terjadi karena desain

Plafon yang cekung dan menimbulkan pemusatan bunyi.

10 Ruang gandeng  Karena setiap audiotorium

dihubungkan dengan ruangan lainnya pasti memilki ruang gandeng

11 Distrosi

Teradi karena pemantulan yang berlebihan.

12 Resonasi

Tidak berpengaruh karena tidak memakai mikrofon yang berlebihan. 13 Bayangan

bunyi 

Pemantulan terjadi pada bagian bawah balkon yang menjadi bayangan bunyi

14 Serambi bisikan

 Serambi bisikan terjadi pada plafon dan dinding bagian belakang elemen


(4)

Pada analisa ini penulis juga memperhitungkan bising yang terjadi pada sekitar Aula Simfonia apakah berpengaruh kepada keberlangsungan bila ada sebuah konser. Berikut ini adalah hasil kesimpulan dari analisa penulis setelah membandingkannya dengan literatur:

4. Apakah pada ruang konser klasik tersebut mengalami kebisingan dari luar ruang konser?

No Elemen Desain Memenuhi kriteria

Rata-rata (dapat ditolerin)

Tidak memenuhi kriteria

Alasan

1 Bising luar

Kebisingan luar pada Aula Simfonia sudah cukup baik, karena dB yang diasumsikan sesuai dengan literatur.

2 Bising Interior  Kebisingan interior kurang baik dan

harus diberi material penyerap agar bising yang terjadi diluar tidak masuk ke dalam ruang konser


(5)

5.2

Saran

Dari kesimpulan yang sudah dijabarkan, penulis mengharapkan pada perancangan sebuah konser lebih memperhatikan kenyamanan audial untuk sebuah ruang konser dan pemakaian materialnya pun harus mempunyai keseimbangan antara pemantulan dan penyerapan. Perancangan Aula SImfonia sudah memenuhi kriteria ruang konser musik klasik, namun dibutuhkan beberapa perubahan pada kenyamanan dan material yang digunakan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Mailoa, Stella. Majalah Bravacassa Indonesia. Satwiko, Prasasto. Fisika Bangunan Edisi 1 Frick, Heinz. Ilmu Fisika Bangunan.

Mediastika, Ph, D, Christina E. Material Akustik Bangunan.

Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain – Universitas Kristen Petra (puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=INT03010201

K.Ballast, AIA, David. Interior Design Refrence Manual. L.Doelle, Eng., M. Arc, Leslie. Akustik Lingkungan, Appleton, Ian. Buildings for the Performing Arts. Boediono, MA Endang Sejarah Arsitektur 2.

Marsha Tambunan, 2004 “Ensklopedia tentang instrumen musik dan seni membuatnya”. Sejarah Musik Dalam Ilustrasi.

Sumalya Yilianto, 2003

http://www.romeartlover.it/Sculptures.html www.Wikipedia.com/ruang akustik