PENGARUH FREKUENSI PENGGORENGAN TERHADAP ANGKA ASAM DAN PEROKSIDA MINYAK JELANTAH DARI KREMES YANG Pengaruh Frekuensi Penggorengan Terhadap Angka Asam Dan Peroksida Minyak Jelantah Dari Kremes Yang Ditambahkan Tepung Kunyit.

(1)

PENGARUH FREKUENSI PENGGORENGAN TERHADAP ANGKA

ASAM DAN PEROKSIDA MINYAK JELANTAH DARI KREMES YANG

DITAMBAHKAN TEPUNG KUNYIT

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

WISNU PRASTAGANI

J 310 100 026

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016


(2)

(3)

(4)

4

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka

akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 8 Mei 2016

Penulis

WISNU PRASTAGANI

J 310 100 026


(5)

5

PENGARUH FREKUENSI PENGGORENGAN TERHADAP ANGKA ASAM DAN PEROKSIDA MINYAK JELANTAH DARI KREMES YANG

DITAMBAHKAN TEPUNG KUNYIT

Abstrak

Minyak goreng mengalami oksidasi karena pemanasan berulang kali menghasilkan peroksida dan asam lemak bebas. Penambahan sumber antioksidan seperti tepung kunyit dapat menghambat oksidasi minyak goreng. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh frekuensi penggorengan terhadap angka asam dan peroksida minyak jelantah dari kremes yang ditambahkan tepung kunyit. Metode penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan acak lengkap menggunakan 3 perlakuan (penggorengan hari pertama, kedua dan ketiga). Analisis statistik pada angka asam dan peroksida menggunakan uji anova dengan taraf signifikan 95% dan bila terdapat pengaruh dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka asam dan angka peroksida dipengaruhi oleh penambahan tepung kunyit. Penambahan tepung kunyit dapat menekan dan menunda reaksi oksidasi. Frekuensi penggorengan mengakibatkan penurunan angka peroksida yang disebabkan aktivitas antioksidan menghambat pembentukan peroksida pada reaksi oksidasi

.

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh frekuensi penggorengan terhadap angka asam dan peroksida minyak jelantah dari kremes yang ditambahkan tepung kunyit.

Kata kunci : Angka asam, Angka peroksida, Kunyit, Minyak Goreng

Abstracts

Cooking oil undergoes oxidation due to repeated heating to produce peroxide and free fatty acids. The addition of antioxidants such as turmeric powder can inhibit the oxidation of cooking oil. The purpose of this study was to determine the effect on the frequency of the frying pan and the acid number peroxide used cooking oil from kremes added turmeric powder. This research method is an experiment with a completely randomized design using the 3 treatment (frying the first, second and third). Statistical analysis on the number of acid and peroxide using ANOVA test with significance level of 95% and if there is an influence continued by Duncan multiple range test (Duncan Multiple). The results showed that the number of acid and peroxide value is influenced by the addition of turmeric powder. The addition of turmeric powder can resist and delay the oxidation reaction. Frequency frying resulted in a decrease peroxide value resulting antioxidant activity inhibits the formation of peroxides in the oxidation reaction. There is the influence of the frequency of the frying pan of cooking oil peroxide value added kremes turmeric powder.


(6)

6

1. PENDAHULUAN

Minyak goreng merupakan media penggorengan bahan pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat luas. Data menunjukkan bahwa produksi minyak goreng Indonesia meningkat dalam 5 tahun terakhir. Tahun 2009 produksi minyak sawit Indonesia mencapai 7,13 juta ton sedangkan tahun 2014 naik menjadi 13 juta ton. Banyaknya permintaan akan bahan pangan digoreng merupakan suatu bukti nyata besarnya jumlah bahan pangan digoreng yang dikonsumsi (CDMI, 2014).

Minyak goreng mengalami kerusakan apabila dipanaskan berulang kali, kontak dengan air, udara, dan logam. Kerusakan minyak yang terjadi selama proses penggorengan meliputi oksidasi, polimerisasi, dan hidrolisis. Kerusakan minyak akibat pemanasan selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji, 1989).

Minyak yang rusak akibat peristiwa oksidasi, akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, juga terjadi kerusakan berbagai vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat di dalamnya, di samping telah terbukti pula adanya aktivitas karsinogenik dalam minyak yang telah dipanaskan. Dampak karsinogenik terhadap tubuh adalah menyebabkan kanker dengan mengubah asam deoksinibonukleat (DNA) dalam sel-sel tubuh (Ketaren, 1986).

Kerusakan minyak dapat diatasi dengan pemberian zat antioksidan. Zat antioksidan yang dikenal ada 2 yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Telah dilaporkan bahwa penggunaan antioksidan sintetik seperti Butylated Hydroxy Anisole (BHA) dan Butylated Hydroxy Toluene (BHT) dapat menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan manusia yaitu gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus, dan keracunan pada dosis tertentu. Antioksidan alami hampir terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Sebagai contoh asam sitrat yang bersumber dari jeruk, β-karoten pada wortel, dan kurkumin pada kunyit (Ketaren, 2005).

Proses penggorengan yang banyak dilakukan menggunakan tepung dan dicampur dengan bumbu bebahan dasar kunyit banyak dijumpai sebagai contoh digunakan untuk membuat kremes, lapisan mengoreng ikan dan tempe. Pada pembuatan kremes, kunyit difungsikan sebagai penguat rasa. Proses penggorengan seperti ini mengakibatkan warna kuning dalam minyak. Penambahan kunyit dalam adonan tepung untuk menggoreng bahan makanan diduga menahan terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis pada minyak. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Dotulong (2009) tentang pemberian larutan kunyit yang menghambat reaksi oksidasi pada ikan tembang. Kunyit mengandung kurkumin dan mempunyai kemampuan alamiah untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi (Rukmana, 1995).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian pengaruh penambahan kunyit pada tepung pelakis penggorengan kremes terhadap angka asam dan peroksida dari minyak goreng jelantah.

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan acak lengkap tiga perlakuan penggorengan hari pertama, kedua dan ketiga. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari - Maret 2016 dengan lokasi penelitian dilakukan di Laboraturium Ilmu Pangan dan Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret. Sampel dalam penelitian ini adalah minyak jelantah dari penggorengan kremes hari pertama kedua dan ketiga. Data dalam penelitian ini yaitu angka asam dan peroksida minyak jelantah dari penggorengan hari pertama, kedua dan ketiga yang diketahui dengan menggunakan Uji Laboratorium. Pengolahan dan analisis data menggunakan uji anova dengan taraf signifikan 95% dan kemudian diuji DMRT.


(7)

7

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Angka asam

Angka asam menurut Kusnandar (2010) digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas (FFA) yang terdapat dalam minyak goreng. Minyak goreng dapat terhidrolisis yang menyebabkan adanya air menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam dan enzim. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah terhidrolisis menyebabkan bahan-bahan yang digoreng menjadi coklat dan lebih banyak menyerap minyak (Winarno, 2004). Hasil penelitian minyak goreng dengan tiga kali penggorengan menunjukkan bahwa statistik angka asam pada minyak jelantah penggorengan kremes dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Angka Asam Minyak Jelantah Penggorengan Kremes

Minyak Jelantah Angka Asam (mg KOH/g)

Penggorengan I 0,150±0,006a

Penggorengan II 0,182±0,006b

Penggorengan III 0,156±0,001a

Nilai sig.(p) 0,017

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menentukan beda nyata pada hasil uji analisis uji Duncan

Berdasarkan Tabel 1 hasil uji angka asam pada minyak jelantah penggorengan kremes menunjukan nilai rata-rata angka asam berkisar antara 0,182±0,006 mg KOH/g sampai dengan 0,156±0,001 mg KOH/g. Hasil uji analisis Anova satu arah diperoleh nilai sig. = 0,017 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap angka asam minyak jelantah penggorengan kremes menggunakan tiga perlakuan.

Hasil analisis Duncan angka asam penggorengan kedua berbeda nyata dengan angka asam penggorengan pertama dan penggorengan ketiga. Dapat dijelaskan bahwa uji angka asam keseluruhan penggorengan masih dalam standar yang ditetapkan SNI 01-3741-2013 yaitu maksimal 0,6 mg KOH/g. untuk analisa angka asam minyak jelantah penggorengan pertama 0,150 mg KOH/g, untuk angka asam penggorengan kedua 0,182 mg KOH/g dan untuk angka asam penggorengan ketiga 0,156 mg KOH/g. Menurut Ketaren (2005) angka asam terbentuk karena adanya reaksi hidrolisis, air dan uap air akan menghidrolisis trigliserida pada suhu tinggi sehingga menghasilkan monogliserida, digliserida, gliserol dan asam lemak bebas. Akibat dari reaksi hidrolisis adalah bau tengik pada minyak tersebut, meningkatnya angka asam tidak hanya terjadi selama pengolahan saja melainkan pada penyimpanan (Kusnandar, 2010).

3.2 Angka Peroksida

Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah angka peroksida. Menurut Ketaren (2005) proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak minyak dengan oksigen yang mengakibatkan terbentuknya peroksida dan hidroperoksida kemudian selanjutnya terurainya asam-asam lemak disertai konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Kenaikan angka peroksida terjadi karena minyak mengalami reaksi berantai yang terus-menerus menyediakan radikal bebas yang menghasilkan peroksida (Gunawan, 2003).

Menurut Almatsier (2009) oksigen yang terikat pada ikatan rangkap akan membentuk peroksida aktif. Senyawa ini sangat reaktif dan dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa asam-asam lemak, aldehid dan keton yang mudah menguap menimbulkan bau tengik pada minyak dan berpotensi bersifat toksik. Hasil penelitian minyak goreng dengan tiga kali penggorengan menunjukkan bahwa secara statistik angka peroksida pada minyak jelantah mengalami perubahan. Hasil uji angka peroksida pada minyak jelantah penggoerengan kremes dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :


(8)

8

Tabel 2. Angka Peroksida Minyak Jelantah Penggorengan Kremes

Minyak Jelantah Angka Peroksida (mek O₂/kg)

Penggorengan I 6,222±0,102c

Penggorengan II 2,596±0,138b

Penggorengan III 0,578±0,001a

Nilai sig.(p) 0,000

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menentukan beda nyata pada hasil uji analisis uji Duncan

Berdasarkan Tabel 2 hasil uji angka peroksida pada minyak jelantah penggorengan kremes menunjukan nilai rata-rata angka peroksida berkisar antara 6,222 ± 0,102 mek O₂/kg sampai dengan 2,596 ± 0,138 mek O₂/kg. Hasil uji analisis Anova satu arah diperoleh nilai sig. = 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap angka peroksida minyak jelantah penggorengan kremes menggunkan tiga perlakuan.

Hasil analisis Duncan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata baik penggorengan pertama, kedua dan ketiga. Dapat dijelaskan bahwa uji angka peroksida dari keseluruhan penggorengan masih dalam standar yang ditetapkan SNI 01-3741-2013 yaitu maksimal 10 mek O₂/kg. untuk analisa angka peroksida minyak jelantah penggorengan pertama 6,222 mek O₂/kg, untuk angka peroksida minyak jelantah penggorengan kedua 2,596 mek O₂/kg dan untuk angka peroksida minyka jelantah penggorengan ketiga 0,578 mek O₂/kg.

Menurut Winarsi (2007) penurunan angka peroksida disebabkan pada proses oksidasi antioksidan menunda dan mencegah proses oksidasi yang menyebabkan angka peroksida mengalami penurunan, antioksidan berfungsi mencegah terbentuknya radikal bebas. Proses oksidasi minyak mempengaruhi mutu produk makanan yang dihasilkan, peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen membentuk radikal bebas kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil. Kerusakan oksidasi terjadi bila minyak dipanaskan pada suhu 100˚C atau lebih (Aminah, 2010).

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Terdapat pengaruh frekuensi penggorengan terhadap angka asam minyak jelantah dari kremes yang ditambahkan tepung kunyit memberikan pengaruh pada minyak jelantah penggorengan pertama, kedua dan ketiga. Angka asam minyak goreng jelantah dengan angka tertinggi yaitu 0,182 mg KOH/g pada penggorengan kedua. Namun angka asam masih dalam standar batas angka asam yang ditentukan.

b. Terdapat pengaruh frekuensi penggorengan terhadap angka peroksida minyak jelantah dari kremes yang ditambahkan tepung kunyit memberikan pengaruh pada minyak jelantah penggorengan pertama, kedua dan ketiga. Angka peroksida minyak goreng jelantah dengan angka tertinggi yaitu 6,222 mek O₂/Kg pada penggorengan pertama. Namun angka peroksida masih dalam standar batas angka peroksida yang ditentukan.

4.2 Saran

a. Berdasarkan daya terima panelis, disarankan penambahan tepung kunyit dalam pembuatan kremes adalah 10%.

b. Perlu dilakukan pengembangan penelitian dengan tepung kunyit pada produk lain. Hali ini dilakukan karena kurkumin mempunyai manfaat yang baik dan mempunyai efek samping yang sangat rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Aminah, S. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifar Organoleptik Tempe Pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi.


(9)

9

BSN. 2013. Minyak Goreng SNI 01-3741-2013. Badan Standarisasi Nasional.

CDMI. 2014. Studi Bisnis dan Pelaku Utama Industri Minyak Goreng (Sawit, Kelapa dan Nabati lainnya) di Indonesia 2014-2018. Jakarta.

Gunawan., Triatmo, M., dan Rahayu, A. 2003. Analisis Pangan : Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai dengan Variasi Menggoreng. JSKA. Vol.VI.No.3.Tahun.2003. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi : Minyak dan Lemak Pangan. Edisi Pertama Jakarta : Universitas

Indonesia.

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Edisi Pertama Jakarta : Universitas Indonesia. Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty. Rukmana, R. 1995. Kunyit. Kanius. Yogyakarta.

Winarno, FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanius. Yogyakarta.


(1)

4

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka

akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 8 Mei 2016

Penulis

WISNU PRASTAGANI

J 310 100 026


(2)

5

PENGARUH FREKUENSI PENGGORENGAN TERHADAP ANGKA ASAM DAN PEROKSIDA MINYAK JELANTAH DARI KREMES YANG

DITAMBAHKAN TEPUNG KUNYIT

Abstrak

Minyak goreng mengalami oksidasi karena pemanasan berulang kali menghasilkan peroksida dan asam lemak bebas. Penambahan sumber antioksidan seperti tepung kunyit dapat menghambat oksidasi minyak goreng. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh frekuensi penggorengan terhadap angka asam dan peroksida minyak jelantah dari kremes yang ditambahkan tepung kunyit. Metode penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan acak lengkap menggunakan 3 perlakuan (penggorengan hari pertama, kedua dan ketiga). Analisis statistik pada angka asam dan peroksida menggunakan uji anova dengan taraf signifikan 95% dan bila terdapat pengaruh dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka asam dan angka peroksida dipengaruhi oleh penambahan tepung kunyit. Penambahan tepung kunyit dapat menekan dan menunda reaksi oksidasi. Frekuensi penggorengan mengakibatkan penurunan angka peroksida yang disebabkan aktivitas antioksidan menghambat pembentukan peroksida pada reaksi oksidasi

.

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh frekuensi penggorengan terhadap angka asam dan peroksida minyak jelantah dari kremes yang ditambahkan tepung kunyit.

Kata kunci : Angka asam, Angka peroksida, Kunyit, Minyak Goreng

Abstracts

Cooking oil undergoes oxidation due to repeated heating to produce peroxide and free fatty acids. The addition of antioxidants such as turmeric powder can inhibit the oxidation of cooking oil. The purpose of this study was to determine the effect on the frequency of the frying pan and the acid number peroxide used cooking oil from kremes added turmeric powder. This research method is an experiment with a completely randomized design using the 3 treatment (frying the first, second and third). Statistical analysis on the number of acid and peroxide using ANOVA test with significance level of 95% and if there is an influence continued by Duncan multiple range test (Duncan Multiple). The results showed that the number of acid and peroxide value is influenced by the addition of turmeric powder. The addition of turmeric powder can resist and delay the oxidation reaction. Frequency frying resulted in a decrease peroxide value resulting antioxidant activity inhibits the formation of peroxides in the oxidation reaction. There is the influence of the frequency of the frying pan of cooking oil peroxide value added kremes turmeric powder.


(3)

6

1. PENDAHULUAN

Minyak goreng merupakan media penggorengan bahan pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat luas. Data menunjukkan bahwa produksi minyak goreng Indonesia meningkat dalam 5 tahun terakhir. Tahun 2009 produksi minyak sawit Indonesia mencapai 7,13 juta ton sedangkan tahun 2014 naik menjadi 13 juta ton. Banyaknya permintaan akan bahan pangan digoreng merupakan suatu bukti nyata besarnya jumlah bahan pangan digoreng yang dikonsumsi (CDMI, 2014).

Minyak goreng mengalami kerusakan apabila dipanaskan berulang kali, kontak dengan air, udara, dan logam. Kerusakan minyak yang terjadi selama proses penggorengan meliputi oksidasi, polimerisasi, dan hidrolisis. Kerusakan minyak akibat pemanasan selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji, 1989).

Minyak yang rusak akibat peristiwa oksidasi, akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, juga terjadi kerusakan berbagai vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat di dalamnya, di samping telah terbukti pula adanya aktivitas karsinogenik dalam minyak yang telah dipanaskan. Dampak karsinogenik terhadap tubuh adalah menyebabkan kanker dengan mengubah asam deoksinibonukleat (DNA) dalam sel-sel tubuh (Ketaren, 1986).

Kerusakan minyak dapat diatasi dengan pemberian zat antioksidan. Zat antioksidan yang dikenal ada 2 yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Telah dilaporkan bahwa penggunaan antioksidan sintetik seperti Butylated Hydroxy Anisole (BHA) dan Butylated Hydroxy Toluene (BHT) dapat menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan manusia yaitu gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus, dan keracunan pada dosis tertentu. Antioksidan alami hampir terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Sebagai contoh asam sitrat yang bersumber dari jeruk, β-karoten pada wortel, dan kurkumin pada kunyit (Ketaren, 2005).

Proses penggorengan yang banyak dilakukan menggunakan tepung dan dicampur dengan bumbu bebahan dasar kunyit banyak dijumpai sebagai contoh digunakan untuk membuat kremes, lapisan mengoreng ikan dan tempe. Pada pembuatan kremes, kunyit difungsikan sebagai penguat rasa. Proses penggorengan seperti ini mengakibatkan warna kuning dalam minyak. Penambahan kunyit dalam adonan tepung untuk menggoreng bahan makanan diduga menahan terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis pada minyak. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Dotulong (2009) tentang pemberian larutan kunyit yang menghambat reaksi oksidasi pada ikan tembang. Kunyit mengandung kurkumin dan mempunyai kemampuan alamiah untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi (Rukmana, 1995).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian pengaruh penambahan kunyit pada tepung pelakis penggorengan kremes terhadap angka asam dan peroksida dari minyak goreng jelantah.

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan acak lengkap tiga perlakuan penggorengan hari pertama, kedua dan ketiga. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari - Maret 2016 dengan lokasi penelitian dilakukan di Laboraturium Ilmu Pangan dan Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret. Sampel dalam penelitian ini adalah minyak jelantah dari penggorengan kremes hari pertama kedua dan ketiga. Data dalam penelitian ini yaitu angka asam dan peroksida minyak jelantah dari penggorengan hari pertama, kedua dan ketiga yang diketahui dengan menggunakan Uji Laboratorium. Pengolahan dan analisis data menggunakan uji anova dengan taraf signifikan 95% dan kemudian diuji DMRT.


(4)

7

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Angka asam

Angka asam menurut Kusnandar (2010) digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas (FFA) yang terdapat dalam minyak goreng. Minyak goreng dapat terhidrolisis yang menyebabkan adanya air menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam dan enzim. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah terhidrolisis menyebabkan bahan-bahan yang digoreng menjadi coklat dan lebih banyak menyerap minyak (Winarno, 2004). Hasil penelitian minyak goreng dengan tiga kali penggorengan menunjukkan bahwa statistik angka asam pada minyak jelantah penggorengan kremes dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Angka Asam Minyak Jelantah Penggorengan Kremes

Minyak Jelantah Angka Asam (mg KOH/g)

Penggorengan I 0,150±0,006a

Penggorengan II 0,182±0,006b

Penggorengan III 0,156±0,001a

Nilai sig.(p) 0,017

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menentukan beda nyata pada hasil uji analisis uji Duncan Berdasarkan Tabel 1 hasil uji angka asam pada minyak jelantah penggorengan kremes menunjukan nilai rata-rata angka asam berkisar antara 0,182±0,006 mg KOH/g sampai dengan 0,156±0,001 mg KOH/g. Hasil uji analisis Anova satu arah diperoleh nilai sig. = 0,017 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap angka asam minyak jelantah penggorengan kremes menggunakan tiga perlakuan.

Hasil analisis Duncan angka asam penggorengan kedua berbeda nyata dengan angka asam penggorengan pertama dan penggorengan ketiga. Dapat dijelaskan bahwa uji angka asam keseluruhan penggorengan masih dalam standar yang ditetapkan SNI 01-3741-2013 yaitu maksimal 0,6 mg KOH/g. untuk analisa angka asam minyak jelantah penggorengan pertama 0,150 mg KOH/g, untuk angka asam penggorengan kedua 0,182 mg KOH/g dan untuk angka asam penggorengan ketiga 0,156 mg KOH/g. Menurut Ketaren (2005) angka asam terbentuk karena adanya reaksi hidrolisis, air dan uap air akan menghidrolisis trigliserida pada suhu tinggi sehingga menghasilkan monogliserida, digliserida, gliserol dan asam lemak bebas. Akibat dari reaksi hidrolisis adalah bau tengik pada minyak tersebut, meningkatnya angka asam tidak hanya terjadi selama pengolahan saja melainkan pada penyimpanan (Kusnandar, 2010).

3.2 Angka Peroksida

Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah angka peroksida. Menurut Ketaren (2005) proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak minyak dengan oksigen yang mengakibatkan terbentuknya peroksida dan hidroperoksida kemudian selanjutnya terurainya asam-asam lemak disertai konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Kenaikan angka peroksida terjadi karena minyak mengalami reaksi berantai yang terus-menerus menyediakan radikal bebas yang menghasilkan peroksida (Gunawan, 2003).

Menurut Almatsier (2009) oksigen yang terikat pada ikatan rangkap akan membentuk peroksida aktif. Senyawa ini sangat reaktif dan dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa asam-asam lemak, aldehid dan keton yang mudah menguap menimbulkan bau tengik pada minyak dan berpotensi bersifat toksik. Hasil penelitian minyak goreng dengan tiga kali penggorengan menunjukkan bahwa secara statistik angka peroksida pada minyak jelantah mengalami perubahan. Hasil uji angka peroksida pada minyak jelantah penggoerengan kremes dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :


(5)

8

Tabel 2. Angka Peroksida Minyak Jelantah Penggorengan Kremes

Minyak Jelantah Angka Peroksida (mek O₂/kg)

Penggorengan I 6,222±0,102c

Penggorengan II 2,596±0,138b

Penggorengan III 0,578±0,001a

Nilai sig.(p) 0,000

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menentukan beda nyata pada hasil uji analisis uji Duncan Berdasarkan Tabel 2 hasil uji angka peroksida pada minyak jelantah penggorengan kremes menunjukan nilai rata-rata angka peroksida berkisar antara 6,222 ± 0,102 mek O₂/kg sampai dengan 2,596 ± 0,138 mek O₂/kg. Hasil uji analisis Anova satu arah diperoleh nilai sig. = 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap angka peroksida minyak jelantah penggorengan kremes menggunkan tiga perlakuan.

Hasil analisis Duncan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata baik penggorengan pertama, kedua dan ketiga. Dapat dijelaskan bahwa uji angka peroksida dari keseluruhan penggorengan masih dalam standar yang ditetapkan SNI 01-3741-2013 yaitu maksimal 10 mek O₂/kg. untuk analisa angka peroksida minyak jelantah penggorengan pertama 6,222 mek O₂/kg, untuk angka peroksida minyak jelantah penggorengan kedua 2,596 mek O₂/kg dan untuk angka peroksida minyka jelantah penggorengan ketiga 0,578 mek O₂/kg.

Menurut Winarsi (2007) penurunan angka peroksida disebabkan pada proses oksidasi antioksidan menunda dan mencegah proses oksidasi yang menyebabkan angka peroksida mengalami penurunan, antioksidan berfungsi mencegah terbentuknya radikal bebas. Proses oksidasi minyak mempengaruhi mutu produk makanan yang dihasilkan, peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen membentuk radikal bebas kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil. Kerusakan oksidasi terjadi bila minyak dipanaskan pada suhu 100˚C atau lebih (Aminah, 2010).

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Terdapat pengaruh frekuensi penggorengan terhadap angka asam minyak jelantah dari kremes yang ditambahkan tepung kunyit memberikan pengaruh pada minyak jelantah penggorengan pertama, kedua dan ketiga. Angka asam minyak goreng jelantah dengan angka tertinggi yaitu 0,182 mg KOH/g pada penggorengan kedua. Namun angka asam masih dalam standar batas angka asam yang ditentukan.

b. Terdapat pengaruh frekuensi penggorengan terhadap angka peroksida minyak jelantah dari kremes yang ditambahkan tepung kunyit memberikan pengaruh pada minyak jelantah penggorengan pertama, kedua dan ketiga. Angka peroksida minyak goreng jelantah dengan angka tertinggi yaitu 6,222 mek O₂/Kg pada penggorengan pertama. Namun angka peroksida masih dalam standar batas angka peroksida yang ditentukan.

4.2 Saran

a. Berdasarkan daya terima panelis, disarankan penambahan tepung kunyit dalam pembuatan kremes adalah 10%.

b. Perlu dilakukan pengembangan penelitian dengan tepung kunyit pada produk lain. Hali ini dilakukan karena kurkumin mempunyai manfaat yang baik dan mempunyai efek samping yang sangat rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Aminah, S. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifar Organoleptik Tempe Pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi.


(6)

9

BSN. 2013. Minyak Goreng SNI 01-3741-2013. Badan Standarisasi Nasional.

CDMI. 2014. Studi Bisnis dan Pelaku Utama Industri Minyak Goreng (Sawit, Kelapa dan Nabati lainnya) di Indonesia 2014-2018. Jakarta.

Gunawan., Triatmo, M., dan Rahayu, A. 2003. Analisis Pangan : Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai dengan Variasi Menggoreng. JSKA. Vol.VI.No.3.Tahun.2003. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi : Minyak dan Lemak Pangan. Edisi Pertama Jakarta : Universitas

Indonesia.

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Edisi Pertama Jakarta : Universitas Indonesia. Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty. Rukmana, R. 1995. Kunyit. Kanius. Yogyakarta.

Winarno, FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanius. Yogyakarta.