Keberadaan Rumah Aman Sebagai Salah Satu Alternatif Bagi Korban Tindak Kekerasan.

KEBERADAAN *RUMAH AMAN' SEBAGAI SALAII SATU
ALTERNATIF BAGI KORBAN TINDAK KEKERASAN

.

Oleh

:

Dian Indira

Simposium Kebudayaan Indonesia - Malaysia Ke
Universiti Kebangsaan Malaysia

,

tvf'dlffiia
;:

.


-X

l.

Pendahuluan

Betapa terhenyaknya

kita ketika beberapa bulan yang lalu media

massa

memberitakan bahwa Siti Nurjazilah, yang lebih dikenal dengan nama panggilan Lisa,
seorang korban tindak kekerasan, terpaksa kehilangan parasnya yang cantik akibat

disiram air keras oleh suaminya^ Anehnya lagi, meskipun keadaan korban sangat
mengenaskan, pada awalnya korban menutup-nutupi si pelaku.

Belum juga bayangan korban tersebut hilang dari pelupuk mata, kengerian
semakin bertambah


saat salah satu media elektronika

menayangkan suasana di

pengadilan di kawasan timur lndonesia pertengahan bulan Maret 2007. Terdakwa
dimejahijaukan karena melakuka| tindak kekerasan dengan memorong puting istrinya
akibat cemburu buta.

Tampaknya, tllda!1L_!g\.fryg!-_4Alan {u-qlah. tangga (TKDRT) ridak pernah
habis menjadi bahan perbincangan yang haqgat dan selalu menjadi selalu kon_sumsi
-+4--%.-=*.'.-.+

yang diminati masyarakat. Setiap han selalu saja 4da benta atau tayangan tentang
tindak kekerasan

TKDRT ini hanya terjadi akhir-akhir ini, di eia globalisasi
atiuat$pgulan*'hogo: yang semakin berar ? Ataukah ini merupakan akumulasi
TKDRT yang ti{-ak terkuak ?
'Bukan saatnya lagi

kita berandai-andai. Namun yang terpenting tidak dapat

dimungkiri iagi bahwa banyak korban TKDRT sebagai kenyataan yang ada di
hadapan kita dan tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Meskipun di Indonesia masalah penghapusan TKDRT tidak segencar seperti di
negara-negara barat, dengan dibentuknya Kementrian

Bidang

Pemberdayaan

Perempuan dan disahkannya UU N0. 23 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah

tangga tahun 2004, harus disyukuri sebagi safah satu bentuk kehirauan pemerintah
terhadap nasib perempuan Indonesia.

Tindakan-tindakan apa saja yang dikategorikan sebagai kekerasan telahjelas tertera
dalam UU tersebut pasal 1 ayat
Pasal


I

I

dan pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut

:

ayat (1) : Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan seseorang

-

terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran.

rumah tan:gga termasuk ancaman untuk melakukan perbuaian,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan huk-um
dalam lingkup rumah tangga.


Pasal

5

:

Bentuk kekerasan dalam rumah tangga;

a.

kekerasan

fisih -

perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,

atau luka berat

b,


- perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
kekerasan psikis;

berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang;

c.

kekerasan seksual;

- (a) pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan

terhadap orang yang menetap dalam lingkungan rumah tangga tersebut, (b)
pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah

tangganya dengan oiung

lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan

tertentu


d.

2.

penelantaran rumah langga

Sudahkah Kaum Perempuan Terlindungi dari Segi Hukum ?
Masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak hanya terjadi di negara-

negara maju. Deklarasi penghapusan KDRT yang disahkan PBB tanggal20 Desember

1993 merupakan bukti dan fakta yang tidak dapat dimungkiri banyaknya kasus
KDRT.

KDRT merupakan fenomena yang terdapat di seluruh belahan bumi. Di benua
Amerika dan Eropa masalah ini lebih dahulu diangkat ke permukaan. Tahun 1848 di

Amerika telah digelar sebuah konvensi yang membahas hak kaum perempuan dari
segi hukum, ekonomi, dan sosial, Saat itu perempuan tidak dibenarkan menjadi juri di

pengadilan atau membuat kontrak. Harta pun dikuasai ayah atau saudara laki-laki dan
sesudah menikah menjadi

milik suami. Selain itu, kaum perempuiln pun tidak diberi

kesempatan memangku j abatan-j abatan tertentu, Akhirnya, lahirlah " The D e cl ar at ion

of Sentiment" yangkemudian berkembang dengan lahirnya organisasi-organisasi yang
mempeduangkan kepentingan kaum perempuan (lihat Djaja Negara, 2A02)
perempuiln Indonesia sudah dioasari
',/ r>dtild,6d- 4litvttn-t&co

menjurus pada tindakan fisik yang brutal,
tubuh pada korban, bahkan terjadi kematian.

Di

antara sekian banyak tindak kekerasan, persentase yang tertinggi adalah

KDRT, sebagaimana diungkapkan ketua komisi nasional perempuan


(komnas

perenipuan) yang berhasil mengumpulkan data dari 258 lembaga yang berkiprah

dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap peremprxln

:

"sepanjang tahun

2006 terhimpw22.5l2kasus dan kasus yang terbanyak adalah KDRT dengan jumlah
I 6 .7 09 kasus {7 60/o) .

(httpllwww. suarapembaharuan. com/news 200 710310 8 ).

Beranjak dari kondisi

ini meskipun


perempuan, jumlah KDRT tetap tinggi.

telah ada UU perlindungan terhadap

Hal ini mengindikasikan bahwa hukum belum

benar-benar dapat menyentuh dan menjerat pelaku KDRT.

Mengingat banyaknya faktor dan indikator yang menjadi hambatan dapat
diterapkan

(IU tersebut secara maksimal.

Tampaknya, untuk memberlakukan IJU

tersebut secara maksimal masih perlu waktu yang cukup lama.

Masyarakat, LSNI, dan aparat pemerintah terkait masih mempunyai tugas untuk

membangun kesadaran dan juga mendorong keberanian kaum perempuan agar

mampu memosisikan dirinya sebagai bagian penting daiam keluarga, dan tidat lagi
menjadi tempat p€nampungan segala bentuk agresi dari-ila"@i-$uaffii-mer€ka.

3.

Benang Merah TKDL
Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan memang berbeda secara fisiologls dan

hormonal. Seiain itu, setting kultur tertentu memperlakukan keduanya berlainan pula
dan hal ini diterima seorang anak sudah sejak ia dilahirkan ke dunia. Seiring dengan
perubahan zaman, kaum perempuan pun dapat mengembangkan diri dengan menuntut

ilmu setinggrtingglnya. Namun stereotip bahwa perempuanlah yang

menangani

unnan rumah belum banyak berubah. Kesadaran perempuan atas pengetahuan dan
keterampilan, serta potensi yang dimiliki, juga beratnya kondisi ekonomi mendorong
kaum peremprurn untuk ikut serta menopang kehidupan finansial keluarga.

Hal ini pun tidak menggeser posisi seorang isteri secara signifikan menjadi
"mitra" dalam membangun sebuah keluarga. Namun, perempuan tetap saja dipandang
sebagai "objek" walaupun mereka mengambil alih sebagian tanggung jawab laki-laki.
Kaum pria tidak secara dramatis berubah berbuat hal yang sama bahkan sebaliknya
justru beban yang harus dipikul perempuan yang bekerja semakin besar dan berlipat
ganda yaitu tugas di tempat keda dan tugas di rumah.

Apa yang dialami perempuan di dalam rumah masih dianggap masalah domestik
yang sangat pribadi dan campur tangan pihak luar dianggap tidak senonoh. Akibatnyq

terangkatnya KDRT ibarat permukaan gunung es, artinya jumlah yang dilaporkan

jauh lebih kecil dari pada kenyataan di lapangan.

Keluarga sebagai bentuk masyarakat terkecil merupakan lingkungan yang pertama

kali dikenal

seorang manusia dan proses pembelajaran yang diperolehnya akan

membentuk perilaku seseorang dikemudian

hari Perlakuan lingkungan yang

penuh

kasih saying akan menanam benih toleransi antar-anggota keluarga sehingga
kemungkinan munculnya periiaku agresi akan tererfdam. Sebaliknya, perilaku
lingkn.ngan penuh dengan hardikan-hardikan, kemarahan-kemarahan, dan punishntent

akan menguatkan perilaku agresif. Pada pola pengasuhan seperti

ini bukan tidak

mungkin akan menghasilkan insan-insan vang mudah bertindak kasar terhadap orang
lain

{- Di samping itu, pemberidan
Gt"nro*f.emakin

tentang TKDK, baik dari me