Demokratisasi Penyiaran?
l(OMPAS
.
o Selasa o Rabu o Ka7lis
4
6
5
20
o Mal
21
,
8
22
OApr
9
23
OMei
OJun
Jumat
10
24
11
25
OJul
o Sabtu 0 Minggu
12
26
0 Ags
27
@
14
28
15
29
16
30
31
(j Sep 0 Okt . Nav0 Des
Demokratisasi Penyiaran?
Oleh
---WARD/ANA
D/AN
SJUCHRO
-...
M
asihkah ada harapan untuk terciptanyakedaulatan publik atas dunia penyiaran di Indonesia? lnilah pertanyaan mendasaryang hingga saat ini belum teIjawab.
Cita-cita tentang demokratisasi
penyiaran mulai merekah seiring
dengan nmtuhnya kekuasaan otoriter Orde Baru. Cengkeraman rezim pada masa lalu telah membuat
dunia penyiaran kehilangan jati
dirinya sebagaimedium pencerahan masyarakat. Peran radio dan televisi telah direduksi hanya sebagai perpanjangan tangan rezim.
Ruangpublik yangselayaknyadiisi
dengan berbagai diskusi yang
mencerahkan telah berubah menjadi "paduan suara" tunggai versi
rezim.
Cita-cita tentang dunia penyiaran yang lebih propublik mengental di tangan para "pendekar"
penyiaran dan masyarakat sipil,
kemudian berujung pada lahirnya
Undang-UndangNomor32 Tahun
2002 tentang Penyiaran; UU yang
awalnya sangat kontroversial tersebut akhirnya disahkan menjadi
produkhukum yangmengikat bagi
penyelenggaraan kegiatan radio
dan televisi. Harapan merekah
bahwa dunia penyiaran akan memasuki era barn yang lebih demokratis sekaligus memecah cengkeraman sekelompok pemodal yang
selama ini mengangkangi keberadaan lembaga penyiaran di
T!!rombang-amblng
republik tercinta
UU Penyiaran adalah regulasi
dengan visi menyerahkan regulasi
penyiaran kepada publik (direpresentasikan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia/KPO, mendorong adanya keragaman kepemilikan untuk menciptakan keragaman muatan. ~eski tidak disebut secara
spesifik dalam pasal-pasalnya, UU
Penyiaran juga "mengenyahkan"
peran pemerintah dari dunia penyiaran. Pemerintah tidak lagimemegang kewenangan izin dan
mengubah RRI/fVRI dari corong
rezim menjadi lembaga penyiaran
milikpublik.
Demokratisasi penyiaran versi
Indonesia ketika itu tampaknya
akan coba disiasati dengan memberikan kewenangan lebih besar
bagi publik untuk turut serta
mengawal keberadaan lembaga
penyiaran, radio atau televisi.Publik dipersilakan mendirikan radio
atau televisipublik,baik secara nasional maupun lokal. Komunitas
tertentu diberi kesempatan untuk
mendirikan radio dan televisi komunitas di berbagai wilayah. Adapun aspirasi publik bisa disalurkan
melalui KPI sebagai representasi
masyarakat.
Kliping
Humos
~nl)od
Mimpi indah tentang peran
publik di dunia penyiaran sangat
mengemuka di dunia penyiaran
seiring dengan lahirnya KPI dan
KPID diberbagai provinsi.Gairah tersebut kemudian direspons masyarakat dengan berbondong-bondong mengajukan
permohonan mendirikan lembaga penyiaran (publik, swasta, komunitas, dan berlangganan). Gairah tersebut terasa sangat menggemadi Jawa Barat ketika lebih dari 1.000lembaga penyiaran melamar untuk mendapatkan izin dari
KPI.
Sejarah mencatat, mimpi indah
tersebut' kemudian sirna melalui
serangkaian peristiwa politik yang
teljadi pada era Menteri Komunikasi dan Informatika SofyanDjalil.
Serangkaian gugatan dari asosiasi
radio dan televisi swasta ke Mahkamah Konstitusi telah menyebabkan KPI sebagailembaga negara independen kehilangan hak untuk menyusun peraturan pemerintah penjelas UU Penyiaran. Taji
KPI mulai dipereteli secara mendasar, yang kemudian akan menentukan nasib lembaga tersebut
pada kemudian hari.
Mimpi tentang demokratisasi
dunia penyiaran makin memudar
ketika pemerintah mengeluarkan
tujuh paket peraturan pemerintah
tentang penyiaran untuk mempeljelas regulasi penyiaran. Paket
2009'
nyamengantarkanberkaspendaftaran, izin, serta penolakan izin ke
lembaga penyiaran.
Dari berbagai hak KPI yang dicantumkan dalam UU Penyiaran,
tujuh paket PP hanya mengakui
hak KPI untuk mengawasi isi siaran radio dan televisi. ltu pun dengan sanksi yang tidak terlalujelas
kecuali menerbitkan peringatan
dan meminta penghentian acara
yang dikeluhkan masyarakat. Belakangan terbukti bahwa hal tersebut tidak cukup ampuh bagi KPI
karena izin masih dipegangpemerintah.
Terombang-ambing
dalam
waktu yang cukup lama menanti
kepastian hukum penyiaran dan
sibuk mengurusi kelembagaannya
sendiri, KPIakhirnya terpuruk dalam ketidakberdayaan. Seperti
elang yang dicabuti bulu-bulunya,
KPI adalah representasi dari ketidakberdayaan publik mengurusi
dunia penyiaran di republik ini.
Adakah harapan?
SALOMO
PP tersebut secara kasar merenggut hak KPI untuk menerbitkan
izin penyelenggaraan penyiaran,
yang berarti mencabut nyawa KPI
sebagai super-regulatory body bidangpenyiaran di Indonesia.
Seperti istilah pakar jurnalistik
Sahat Sahala Tua Saragih, pemerintah hanya menempatkan KPI
sebagai "tukang pos" yang keIja-
Masih ada setumpuk agenda
dunia penyiaran menyambut tugas Menkominfo yang barn. Penataan infrastruktur penyiaran, dalam arti memisahkan lembaga penyiaran berizin dan tidak berizin,
belum bisa dituntaskan sebagai
akibat tidak ajeknya regulasi. Isi
siaran radio dan televisi masih
dikeluhkan sebagian besar anggota masyarakat sebagai akibat
ketidakberdayaan KPI sebagai
pengawas isi siaran.
Sistem siaran radio dan televisi
beIjaringan sejak pemberlakuan
UU Penyiaran .tahun 2002 tidak
pernah dituntaskan, siapa pun
menterinya. Selain itu, datangnya
era digitalisasi penyiaran diduga
akan mengubah tatanan dunia penyiaran Indonesia secara mendasar, sementara pemerintah masih
keteteran mempersiapkan aturan
yangadildidalamnya.
.
Setumpuk.. agenda tersebut
akan sangat menyibukkan Menkominfo yang barn sehingga agenda besar mengenai penciptaan demokratisasi penyiaran alias penciptaan dunia penyiaran yang propublik akan tertunda dalam waktu
sangatlama.
Mungkin sudah waktunya bagi
para "pendekar" penyiaran, masyarakat sipil prodemokrasi, serta
legislatifuntuk berembuk lagimemikirkan masa depan dunia penyiaran. Paling tidak rembukan ini
akan menentukan bakal seperti
apa demokratisasi penyiaran terlaksana pada masa depan dan bakal seperti apa partisipasi publik
penyiaran akan disalurkan. Bila
perlu, kita berembuk untuk menyusun UU Penyiaran yang lebih
kuat agar tidak menjadi korban intervensi dari siapa pun yang antidemokrasi.
DIANWARDIANASJUCHRO
Komisioner
BidangInfrastruktur
padaKPIDJawaBarat
.
o Selasa o Rabu o Ka7lis
4
6
5
20
o Mal
21
,
8
22
OApr
9
23
OMei
OJun
Jumat
10
24
11
25
OJul
o Sabtu 0 Minggu
12
26
0 Ags
27
@
14
28
15
29
16
30
31
(j Sep 0 Okt . Nav0 Des
Demokratisasi Penyiaran?
Oleh
---WARD/ANA
D/AN
SJUCHRO
-...
M
asihkah ada harapan untuk terciptanyakedaulatan publik atas dunia penyiaran di Indonesia? lnilah pertanyaan mendasaryang hingga saat ini belum teIjawab.
Cita-cita tentang demokratisasi
penyiaran mulai merekah seiring
dengan nmtuhnya kekuasaan otoriter Orde Baru. Cengkeraman rezim pada masa lalu telah membuat
dunia penyiaran kehilangan jati
dirinya sebagaimedium pencerahan masyarakat. Peran radio dan televisi telah direduksi hanya sebagai perpanjangan tangan rezim.
Ruangpublik yangselayaknyadiisi
dengan berbagai diskusi yang
mencerahkan telah berubah menjadi "paduan suara" tunggai versi
rezim.
Cita-cita tentang dunia penyiaran yang lebih propublik mengental di tangan para "pendekar"
penyiaran dan masyarakat sipil,
kemudian berujung pada lahirnya
Undang-UndangNomor32 Tahun
2002 tentang Penyiaran; UU yang
awalnya sangat kontroversial tersebut akhirnya disahkan menjadi
produkhukum yangmengikat bagi
penyelenggaraan kegiatan radio
dan televisi. Harapan merekah
bahwa dunia penyiaran akan memasuki era barn yang lebih demokratis sekaligus memecah cengkeraman sekelompok pemodal yang
selama ini mengangkangi keberadaan lembaga penyiaran di
T!!rombang-amblng
republik tercinta
UU Penyiaran adalah regulasi
dengan visi menyerahkan regulasi
penyiaran kepada publik (direpresentasikan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia/KPO, mendorong adanya keragaman kepemilikan untuk menciptakan keragaman muatan. ~eski tidak disebut secara
spesifik dalam pasal-pasalnya, UU
Penyiaran juga "mengenyahkan"
peran pemerintah dari dunia penyiaran. Pemerintah tidak lagimemegang kewenangan izin dan
mengubah RRI/fVRI dari corong
rezim menjadi lembaga penyiaran
milikpublik.
Demokratisasi penyiaran versi
Indonesia ketika itu tampaknya
akan coba disiasati dengan memberikan kewenangan lebih besar
bagi publik untuk turut serta
mengawal keberadaan lembaga
penyiaran, radio atau televisi.Publik dipersilakan mendirikan radio
atau televisipublik,baik secara nasional maupun lokal. Komunitas
tertentu diberi kesempatan untuk
mendirikan radio dan televisi komunitas di berbagai wilayah. Adapun aspirasi publik bisa disalurkan
melalui KPI sebagai representasi
masyarakat.
Kliping
Humos
~nl)od
Mimpi indah tentang peran
publik di dunia penyiaran sangat
mengemuka di dunia penyiaran
seiring dengan lahirnya KPI dan
KPID diberbagai provinsi.Gairah tersebut kemudian direspons masyarakat dengan berbondong-bondong mengajukan
permohonan mendirikan lembaga penyiaran (publik, swasta, komunitas, dan berlangganan). Gairah tersebut terasa sangat menggemadi Jawa Barat ketika lebih dari 1.000lembaga penyiaran melamar untuk mendapatkan izin dari
KPI.
Sejarah mencatat, mimpi indah
tersebut' kemudian sirna melalui
serangkaian peristiwa politik yang
teljadi pada era Menteri Komunikasi dan Informatika SofyanDjalil.
Serangkaian gugatan dari asosiasi
radio dan televisi swasta ke Mahkamah Konstitusi telah menyebabkan KPI sebagailembaga negara independen kehilangan hak untuk menyusun peraturan pemerintah penjelas UU Penyiaran. Taji
KPI mulai dipereteli secara mendasar, yang kemudian akan menentukan nasib lembaga tersebut
pada kemudian hari.
Mimpi tentang demokratisasi
dunia penyiaran makin memudar
ketika pemerintah mengeluarkan
tujuh paket peraturan pemerintah
tentang penyiaran untuk mempeljelas regulasi penyiaran. Paket
2009'
nyamengantarkanberkaspendaftaran, izin, serta penolakan izin ke
lembaga penyiaran.
Dari berbagai hak KPI yang dicantumkan dalam UU Penyiaran,
tujuh paket PP hanya mengakui
hak KPI untuk mengawasi isi siaran radio dan televisi. ltu pun dengan sanksi yang tidak terlalujelas
kecuali menerbitkan peringatan
dan meminta penghentian acara
yang dikeluhkan masyarakat. Belakangan terbukti bahwa hal tersebut tidak cukup ampuh bagi KPI
karena izin masih dipegangpemerintah.
Terombang-ambing
dalam
waktu yang cukup lama menanti
kepastian hukum penyiaran dan
sibuk mengurusi kelembagaannya
sendiri, KPIakhirnya terpuruk dalam ketidakberdayaan. Seperti
elang yang dicabuti bulu-bulunya,
KPI adalah representasi dari ketidakberdayaan publik mengurusi
dunia penyiaran di republik ini.
Adakah harapan?
SALOMO
PP tersebut secara kasar merenggut hak KPI untuk menerbitkan
izin penyelenggaraan penyiaran,
yang berarti mencabut nyawa KPI
sebagai super-regulatory body bidangpenyiaran di Indonesia.
Seperti istilah pakar jurnalistik
Sahat Sahala Tua Saragih, pemerintah hanya menempatkan KPI
sebagai "tukang pos" yang keIja-
Masih ada setumpuk agenda
dunia penyiaran menyambut tugas Menkominfo yang barn. Penataan infrastruktur penyiaran, dalam arti memisahkan lembaga penyiaran berizin dan tidak berizin,
belum bisa dituntaskan sebagai
akibat tidak ajeknya regulasi. Isi
siaran radio dan televisi masih
dikeluhkan sebagian besar anggota masyarakat sebagai akibat
ketidakberdayaan KPI sebagai
pengawas isi siaran.
Sistem siaran radio dan televisi
beIjaringan sejak pemberlakuan
UU Penyiaran .tahun 2002 tidak
pernah dituntaskan, siapa pun
menterinya. Selain itu, datangnya
era digitalisasi penyiaran diduga
akan mengubah tatanan dunia penyiaran Indonesia secara mendasar, sementara pemerintah masih
keteteran mempersiapkan aturan
yangadildidalamnya.
.
Setumpuk.. agenda tersebut
akan sangat menyibukkan Menkominfo yang barn sehingga agenda besar mengenai penciptaan demokratisasi penyiaran alias penciptaan dunia penyiaran yang propublik akan tertunda dalam waktu
sangatlama.
Mungkin sudah waktunya bagi
para "pendekar" penyiaran, masyarakat sipil prodemokrasi, serta
legislatifuntuk berembuk lagimemikirkan masa depan dunia penyiaran. Paling tidak rembukan ini
akan menentukan bakal seperti
apa demokratisasi penyiaran terlaksana pada masa depan dan bakal seperti apa partisipasi publik
penyiaran akan disalurkan. Bila
perlu, kita berembuk untuk menyusun UU Penyiaran yang lebih
kuat agar tidak menjadi korban intervensi dari siapa pun yang antidemokrasi.
DIANWARDIANASJUCHRO
Komisioner
BidangInfrastruktur
padaKPIDJawaBarat