KARYA ILMIAH 4

(1)

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN MAHASISWA MATERI

KULIAH, PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DENGAN TOPIK

”KARATERISTIK DAN PERBEDAAN INDIVIDU PESERTA DIDIK

PADA USIA SEKOLAH MENENGAH (REMAJA) BERBASIS

DISCOVERY LEARNING UNTUK MAHASISWA PRODI

ADMINISTRASI PENDIDIKAN SEMESTER TIGA”

Oleh: Herasni Yaman

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuhkembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang zaman. Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik.

Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Berdasarkan peraturan menteri pendidikan nasional No. 22 tahun 2006, yang berisi tentang kurikulum tingkat satuan pendidik. Kurikulum tingkat satuan pendidikan memberikan wewenang bagi sekolah untuk menyusun sendiri kurikulumnya karena Permen tersebut hanya memberikan standar isi yang perlu dijadikan pedoman sebagai kemampuan minimal yang harus dimiliki peserta didik.


(2)

Menurut penjelasan di dalam lampiran Permen No. 22 tahun 2006, terdapat prinsip pengembangan kurikulum diantaranya: berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik pada lingkungannya. Ini menjelaskan bahwa peserta didik memiliki posisi sentral sebagai komponen untuk mengembangkan potensinya untuk menjadi manusia yang lebih baik, berilmu, aktif, kreatif dan mandiri.

Langkah penting dalam kegiatan pembelajaran adalah menentukan materi pembelajaran yang tepat agar membantu peserta didik mencapai kompetensi. Menjabarkan materi pembelajaran dalam bentuk bahan ajar yang lengkap dimana isi materi harus dipilih dan diatur agar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai guru. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan hal penting. Pemanfaatan dimaksud adalah bagaimana cara mengajarakannya ditinjau dari pihak guru, dan cara mempelajarinya ditinjau dari pihak peserta didik. Hal lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih sumber dimana bahan ajar itu didapatkan. Hingga saat ini, ada kecenderungan bahwa sumber bahan ajar dititik beratkan pada buku (Depdiknas, 2006).

Dalam pembelajaran mata kuliah Perkembangan Peserta Didik, buku yang digunakan untuk perkuliahan sangat bervariasi dan banyak, sehingga dosen tinggal memilih buku literatur yang ada hanya sedikit yang menggunakan literatur yang tepat dengan isi/topik dalam kurikulum.

Sehubungan dengan uraian di atas penulis ingin mengembangkan bahan ajar yang membantu mahasiwa dalam memahami materi pembelajaran khususnya mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.

Menurut Mudlofir (2011:128), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan ajar berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk belajar. Bahan ajar berisi materi pembelajaran (instructional materials) yang secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Dalam hal ini, bahan ajar berupa lembar kegiatan mahasiswa berperan penting untuk mengarahkan pola pikir mereka dalam menemukan pengetahuan. baru. Peran guru sebagai fasilitator pun dapat dimaksimalkan,


(3)

karena peserta didik akan mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri dan terarah (Surmilasari, 2012:2).

Bahan ajar berupa lembar kegiatan mahamahasiswa dalam penelitian ini dikembangkan berbasis pada metode Discovery Learning untuk pembelajaran karakteristik dan perbedaan individu peserta didik pada usia sekolah menengah/remaja. Dalam Discovery Learningbahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandirigkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, bahan serta membuat kesimpulan (Syaodih, 2012:107).

Menurut Bell (1978) (dalam Hosna, 2014:281), metode Discovery Learning (belajar melalui penemuan) adalah belajar yang terjadi sebagai hasil dari peserta didik memanipulasi, membuat struktur, dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan informasi bari. Dalam belajar penemuan, peserta didik dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses deduktif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi. Peserta didik dapat melakukan Discovery Learning, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat atau benar. Bimbingan dimaksudkan agar penemuan yang dilakukan peserta didik terarah, memberi petunjuk peserta didik yang mengalami kesulitan untuk menemukan suatu konsep/prinsip, dan waktu pembelajaran lebih efisien.

Pembelajaran dengan discovery learning memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang diberikan guru. Melalui proses discovery learning ini, peserta didik dituntut untuk menggunakan ide dan pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan sesuatu yang baru, sehingga pemahaman konsep matematis dapat meningkat. Dengan demikian, pembelajaran dengan metode discovery learning memungkinkan peserta didik memaHami apa yang dipelajari dengan baik.

Berdasakan uraian di atas, maka dalam penelitian ini tertarik untuk mencoba mengembangkan bahan ajar perkuliahan menggunakan pendekatan discovery learning (belajar melalui penemuan) dengan judul; “Pengembangan lembar kegiatan mahasiswa materi kuliah, perkembangan peserta didik dengan topik” karateristik dan perbedaan individu peserta didik pada usia sekolah menengah (remaja)


(4)

berbasis discovery learning untuk mahamahasiswa prodi administrasi pendidikan semester III.

B. Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah 1. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada penelitian ini yaitu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik pada Usia Sekolah Menengah (remaja) pada Program Studi Administrasi Pendidikan Semester III.

2. Pembatasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada pokok bahasan “Karakteristik dan perbedaan individu peserta didik pada usia sekolah menengah (Remaja).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana mengembangkan bahan ajar berupa lembar kegiatan mahamahasiswa materi berbasis discovery learning untuk mahamahasiswa Pogram Studi Administrasi Pendidikan Semester III yang valid dan praktis.

2. Bagaimana efek potensial pengembangan bahan ajar berupa lembar kegiatan melalui mahasiswa. Materi Karakteristik dan perbedaan individu peserta didik pada usia sekolah menengah (Remaja) berbasis discovery learning untuk Pogram Studi Administrasi Pendidikan Semester III.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian adalah:

1. Menghasilkan bahan ajar berupa pengembangan lembar kegiatan mahamahasiswa materi Karakteristik dan perbedaan individu peserta didik pada usia sekolah menengah (Remaja) berbasis discovery learning untuk Pogram Studi Administrasi Pendidikan Semester III.

2. mengetahui efek potensi pengembangan bahan ajar berupa lembar kegiatan melalui mahasiswa. Materi Karakteristik dan perbedaan individu peserta didik pada usia sekolah menengah (Remaja) berbasis discovery learning untuk Pogram Studi Administrasi Pendidikan Semester III.


(5)

E. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian mi penulis berharap hasil penelitian membawa manfaat bagi banyak pihak diantaranya:

1. Bagi mahamahasiswa belajar mata kuliah perkembangan peserta didik menyenangkan dan bahan ajar berupa lembar kegiatan mahasiswa dapat digunakan di rumah sebagai bahan tambahan untuk belajar di rumah.

2. Bagi dosen dapat dijadikan sebagai bahan ajar berupa lembar kegiatan mahasiawa berbasis discovery learning dalam pembelajaran perkembangan peserta didik.

3. Bagi pembaca, dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam melakukan penelitian sejenis sthingga didapat basil penelitian yang lebib baik lagi.

4. Bagi peneliti, menjadi pengalaman baru dalam mengembangkan bahan ajar berupa LKM hingga dapat dijadikan acuan dalam menyiapkan bahan ajar nantinya.


(6)

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Penelitian Pengembangan

Zulkardi (2008) di dalam web blognya (http://www.zulkardi.wordpress.com?) mengatakan Development Research atau riset pengembangan adalah metode penelitian yang menekankan kepada dua hal yaitu: pengembangan prototype suatu produk dan proses saat produk tersebut dibuat serta diujicobakan. Beliau juga mengatakan bahwa saat ini development research banyak dipakai di Indonesia. Dikalangan dosen, metode ini kerap digunakan pada penelitian hibah bersaing yang dibiayai dikti. Hibah bersaing menekankan pada hasil penelitian yang berbentuk produk atau model yang dapat dipasarkan atau bahkan dipatenkan.

Sedangkan menurut Gay (1990) (dalam Widiarti, 2012) Development Research atau penelitian pengembangan adalah suatu usaha untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan di sekolah, dan bukan untuk menguji teori.

B. Bahan Ajar

1. Pengertian Bahan Ajar

Materi pembelajaran (bahan ajar) merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu peserta didik mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara garis besar, bahan ajar atau materi pembelajaran berisikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus dipelajari peserta didik.

Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai (Depdiknas, 2006:3). Atas dasar definisi ini, menurut Abidiri (2014:263) bahan ajar dapat pula diartikan sebagai seperangkat fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan atau generalisasi yang dirancang secara khusus untuk rnemudahkan pengajaran.

Menurut Prastowo (2011:17), bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dan kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses


(7)

Misalnya, buku pelajaran, modul, handout, LKM, model atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif, dan sebagainya.

Sedangkan menurut Mudlofir (2011:128), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan ajar berupa seperangkat mateRi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk belajar. Bahan ajar berisi materi pembelajaran (instructional materials) yang secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan guru dalam membantu. melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berisi seperangkat materi pembelajaran yang berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta tujuan pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi.

2. Prinsip-prinsip Pemilihan Bahan Ajar

Menurut Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2006) (dalam Mudlofir, 2011:130) menguraikan bahwa ciri bahan ajar harus terdiri dari hal-hal sebagai berikut.

a. Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. b. Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang dikuasai peserta

didik empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.

c. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.

Materi tidak bo1eh terlalu sedikit dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar.


(8)

Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa prinsip bahan ajar yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Menimbulkan minat baca.

2) Ditulis dan dirancang untuk peserta didik. 3) Menjelaskan tujuan instruksional.

4) Disusun berdasarkan pola belajar yang fleksibel.

5) Struktur berdasarkan kebutuhan peserta didik dan kompetensi akhir yang akan dicapai.

6) Memberi kesempatan pada peserta didik untuk berlatih. 7) Mengakomodasi kesulitan peserta didik.

3. Bentuk Bahan Ajar

Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu;

1) Bahan ajar cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, LKM, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket;

2) Bahan ajar dengar (audio), antara lain kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio;

3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual), seperti video compact disk, film; 4) Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material), seperti CAI

(computer assisted instruction), compact disk (CD) multimedia interaktif (Depdiknas, 2008).

Bahan ajar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar berupa lembar kegiatan mahasiswa.

4. Teknik Penyusunan Bahan Ajar

Dalam penyusunan bahan ajar perlu diperhatikan analisis kebutuhan bahan ajar tersebut.

1. Analisis SK-KD-Indikator 2. Analisis sumber belajar


(9)

Gambar 2.1. Alur Analisis Penyusunan Bahan Ajar

C. Lembar Kegiatan Mahasiswa

1. Pengertian Lembar Kegistan Mahasiswa

Menurut Trianto (2009:111), Lembar kegiatan mahasiswa adalah panduan peserta didik yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar kegiatan mahasiswa dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi. Lembar kegiatan mahasiswa memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh. Pengaturan awal (advance organizer) dan pengetahuan dan pemahaman peserta didik diberdayakan melalui penyediaan media belajar pada setiap kegiatan eksperimen sehingga situasi belajar menjadi lebih bermakna dan dapat terkesan dengan baik pada pemahaman peserta didik. Karena nuansa keterpaduan konsep merupakan salah satu dampak pada kegiatan peserta didik pada setiap kegiatannya diupayakan agar dapat mencerminkan hal itu.

Sedangkan menurut Widyantini (2013:3), Lembar kegiatan mahasiswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kerja ini berisi petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru kepada peserta didiknya. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa Tugas-tugas teori dan atau Tugas-tugas praktik. Tugas teoritis misalnya tugas membaca sebuah artikel tertentu, kemudian membuat rangkuman yang sclanjutnya dipresentasikan. Sedangkan tugas praktik dapat berupa kerja laboratorium atau kerja lapangan, misalnya survey tentang harga bawang

Standar Kompetensi

Kompetensi

Dasar Indikator


(10)

merah dan bawang putih dalam kurun waktu tertentu di suatu tempat atau dapat berupa menyelesaikan suatu permasalahan.

Menurut Mudlofir (2011:149) lembar kegiatan mahasiswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembaran kegiatan berisi petunjuk,. laagkah-langkah untuk menyelesaikan suatu. tugas. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa teori dan atau praktik.

2. Manfaat Lembar Kegiatan Mahasiswa

Manfaat athtiya lembar kegiatan mahasiswa adalah memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran serta bagi peserta didik sendiri akan melatih untuk belajar secara mandiri dan belajar memahami suatu tugas secara tertulis (Widyantini, 2013:4).

3. Tujuan Lembar Kegiatan Mahasiswa

Adapun tujuan dalam penyusunan lembar kegiatan mahasiswa adalah sebagai berikut:

a. Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan;

b. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan;

c. Melaitih kemandirian peserta didik;

d. Memudahkan guru dalam rnemberikan tugas kepada peserta didik (Prastowo, 2011:205).

4. Syarat-syarat Penyusunan LKM

Adapun syarat-syarat penulisan lembar kegiatan mahasiswa menurut Wena (2009:234) sebagai berikut:

a. Rasional, yaitu pentingnya materi LKM yang bersangkutan;

b. Waktu, yaitu berapa lama mempelajari LKM dan mengerjakan soal-soal latihan bersangkutan;

c. Tujuan belajar secara umum;


(11)

5. Langkah-langkah Penulisan LKM

Adapun langkah-langkah penulisan lembar kegiatan mahasiswa nienurut Mudlofir (2011:149) sebagai berikut:

a. Melakukan analisis kurikulum; SK, KD, indikator, dan materi pembelajaran; b. Menyusun peta kebutuhan LKM;

c. Menentukan judul LKM; d. Menulis LKM;

e. Menentukan alat penilaian.

Sedangkan menurut Diknas (2004) langkah-langkah penyusunan lembar kegiatan mahasiswa adalah sebagai berikut.

Gambar 2.2: Diagram alur langkah-langkah penyusunan LKM

6. Bentuk-bentuk LKM

Setiap LKM disusun dengan materi-materi dan tugas-tugas tertentu yang dikemas sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Karena adanya perbedaan maksud dan

Analisis Kurikulum Menyusun Peta Kebutuhan LKM

Menentukan Judul-judul LKM

Menulis LKM

Merumuskan KD

Menentukan Alat Penilaian

Menyusun Materi


(12)

tujuan pengemasan materi pada masing-masing LKM tersebut, hal ini berakibat LKM memiliki berbagai macam bentuk. Jika kita telusuri hal tersebut, maka paling tidak kita akan menemukan lima macam bentuk LKM yang umumnya digunakan oleh peserta didik, sebagaimana dijelaskan berikut ini.

a. LKM yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep. LKM jenis ini memuat apa yang harus dlakukan peserta didik, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis. Oleh karena itu, guru hendaknya merumuskan langkah-langkah yang harus dilakukan peserta didik, kemudian peserta didik diminta untuk mengamati fenomena hasil kegiatannya. Selanjutnya, guru memberikan pertanyaan analisis yang membantu peserta didik untuk mengaitkan fenomena yang telah mereka amati dengan konsep mereka sendiri.

b. LKM yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan. Peserta didik diminta untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Caranya, peserta didik diminta untuk berdiskusi tentang suatu persoalan dengan masing-masing peserta didik mengemukakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka, hal ini telah memberikan sebuah jalan bagi terimplementasikannya nilai-nilai demokrasi dalam diri peserta didik.

c. LKM yang berfungsi sebagai penuntun belajar. LKM bentuk ini berisi pertanyaan dan jawaban dari pertanyaan tersebut. Sehingga peserta didik mampu menghafal dan memahami materi pembelajaran yang ada di dalam LKM ini. LKM ini juga sesuai untuk keperluan mediasi.

d. LKM yang berfungsi sebagai penguatan. LKM bentuk ini diberikan setelah peserta didik selesai mempelajari topik tertentu. Materi pembelajaran dalam LKM ini lebih mengarah pada pendalaman, sehingga LKM ini cocok untuk pengayaan. e. LKM yang berfungsi sebagai petunjuk pratikum. Dalam LKM bentuk ini, petunjuk

pratikum merupakan salah satu isi (content) dari LKM.

7. Format LKM yang akan dikerjakan

Berikut ini adalah bentuk format penyusunan lembar kegiatan mahasiswa yang akan dirancang sebagai kegiatan mahasiswa dalam memahami materi integral.


(13)

Gambar 2.3: Diagram alur Format penyusunan LKM

D. Discovery Learning (Belajar melalui Penemuan) 1. Pengertian Discovery Learning

Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Wilcox (dalam Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan, peserta didik didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong peserta didik untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

Jerome Bruner (1966) mengatakan Discovery learning adalah metode belajar yang mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dan prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman (dalam Hosnan, 2014:280).

Menurut Basuki (2014:2) Discovery learning adalah proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi belajaran, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.

Judul LKM

Petunjuk belajar (petunjuk mahasiswa Kompetensi yang akan dicapai

Informasi pendukung

Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja Menentukan Alat Penilaian


(14)

Sedangkan menurut Dermawan (2008:28) Discovery learning adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang tersedia, baik yang diberikan guru maupun yang dicari sendiri oleh peserta didik, untuk membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri.

2. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning

Menurut Bell (1978) (dalam Hosnan, 2014:284) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut.

a. Dalam penemuan peserta didik memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak peserta didik dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.

b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, peserta didik belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga peserta didik banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.

c. Peserta didik juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.

d. Pembelajaran dengan penemuan membantu peserta didik membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.

e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.

f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

3. Langkah-langkah Operasional Discovery Learning

Menurut Markaban (2006:16), agar pelaksanaan model pembelajaran penemuan ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut.

a. Langkah Persiapan


(15)

2) Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).

3) Memilih materi pelajaran.

4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).

5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya. untuk dipelajari peserta didik.

6) Mengatur topik-topik pelajaran dan yang sederhana ke komplek, dan yang konkret ke abstrak, atau dari yang tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. 7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

b. Pelaksanaan Model Discovery Learning

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode discovery learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan proses belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan. 2) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pemyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.


(16)

3) Data collection (pengumpulan data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang reIevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

4) Data processing (pengolahan data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua infomial hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabutasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkadean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi.

5) Verification (pembuktian)

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif dihubungkan dengan hasil data processing (Syah 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil veritikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.


(17)

4. Strategi-strategi dalam Pembelajaran Discovery Learning

Dalam pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi sebagai berikut.

a. Strategi induktif

Strategi ini terdiri atas dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat digunakan sebagai bukti, banya merupakan jalan menuju kesimpulan. Mengambil kesimpulan (penemuan) dengan menggunakan strategi induktif ini selalu mengandung risiko, apakah kesimpulan itu benar ataukah salah. Karenanya kesimpulan yang ditemukan dengan strategi induktif sebaiknya selalu menggunakan perkataan “barangkali” atau “mungkin”.

b. Strategi deduktif

Dalam metode matematika metode deduktif, memegang peranan penting dalam hal pembuktian. Karena matematika berisi argumentasi deduktif yang saling berkaitan, maka metode deduktif memegang peranan penting dalam pengajaran matematika. Dan konsep matematika yang bersifat umum yang sudah diketahui peserta didik sebelumnya, peserta didik dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep lain yang belum ia ketahui sebelumnya. Sebagai contoh untuk menemukan rumus integral, peserta didik dapat diarahkan untuk mempelajani turunan dan menyelesaikan tahap-tahap penyelesaian soal turunan sehingga peserta didik dapat menyimpulkan bahwa integral itu didapat dan turunan sehingga integral itu anti turunan (Derivatif).

5. Kelebihan Penerapan Discovery Learning

a. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagairnana cara belajarnya.

b. Pengetahuan yang diperoleh sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

c. Memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.


(18)

d. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

e. Membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

f. Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak sebagai peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

g. Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

h. Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

i. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.

j. Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

k. Mendorong peserta didik berfikir intuitif dan merumuskan hipotesis sendiri. 1. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

m. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

n. Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.

o. Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik.

p. Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

q. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

6. Kekurangan Discovery Learning

a. Menimbulkan asumsi hahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi peserta didik yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirarrnya akan menimbulkan frustasi.

b. Tidak efisien untuk mengajar jumlah peserta didik yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.


(19)

c. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

d. Pada beberapa disiplin ilmu, misaalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para peserta didik.

e. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh peserta didik karena. telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

E. Hubungan antara Bahan Ajar Lembar Kegiatan Mahasiswa dengan Metode Discoveiy Learning

Dalam penelitian pengembangan ini, bahan ajar yang dikembangkan berupa lembar kegiatan mahasiswa yang berstruktur. Lembar kegiatan mahasiswa ini dirancang untuk membimbing peserta didik melakukan suatu kegiatan yang berkaitan dengan mata pelajaran. Secara umum struktur LKM yaitu judul, mata pelajaran, semester, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, indikator, informasi pendukung. tugas-tugas langkah kerja, serta penilaian.

Setelah mempelajari uraian berikut diharapkan Anda dapat: 1. Memahami ciri dan sifat atau karakteristik umum individu. 2. Mengenal aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan individu.

3. Memahami makna pertumbuhan dan perkembangan, karakteristik dan hukum-hukum pertumbuhan dan perkembangan.

4. Memahami karakteristik mahasiswa untuk mempersiapkan rencana kegiatan dalam proses belajar mengajar.

F. Individu dan Karakteristiknya

Pokok isi uraian yang disajikan pada pembahasan ini adalah karakteristik individu secara umum. Untuk memahami karakteristik individu tersebut, perlu terlebih dahulu dipahami apa yang dimaksud dengan individu itu.

1. Pengertian Individu

Manusia adalah makhluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Sejak ratusan tahun sebelum Isa, manusia telah menjadi salah satu objek filsafat, baik objek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun objek materiil yang


(20)

mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dan dengan berbagai kondisinya. Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai makhluk yang berpikir atau “homo sapiens“, makhluk yang berbentuk atau “homo faber”, makhluk yang dapat dididik atau “homo educandum“, dan seterusnya merupakan pandangan-pandangan tentang manusia yang dapat digunakan untuk menetapkan cara pendekatan yang akan dilakukan terhadap manusia tersebut. Berbagai pandangan itu membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Kini bangsa Indonesia telah menganut suatu pandangan, bahwa yang dimaksud manusia secara utuh adalah manusia sebagai pribadi yang merupakan pngejawantahan manunggalnya berbagai ciri atau karakter hakiki atau sifat kodrati manusia yang seimbang antar berbagai segi, yaitu antara segi (i) individu dan sosial, (ii) jasmani dan rohani, dan (iii) dunia dan akhirat. Keseimbangan hubungan tersebut menggambarkan keselarasan hubungan antara manusia dengan dirinya, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam sekitar atau lingkungannya, dan manusia dengan Tuhan.

Uraian tentang manusia dengan kedudukannya sebagai peserta didik, haruslah menempatkan manusia sebagai pribadi yang utuh. Dalam kaitannya dengan kepentingan pendidikan, akan lebih ditekankan hakikat manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan makhluk sosial, sebagai kesatuan jasmani dan rohani, dan sebagai makhluk Tuhan dengan menempatkan hidupnya di dunia sebagai persiapan kehidupannya di akhirat. Sifat-sifat dan ciri-ciri tersebut merupakan hal yang secara mutlak disandang oleh manusia, sehingga setiap manusia pada dasarnya sebagai pribadi atau individu yang utuh. Individu berarti: tidak dapat dibagi (undivided), tidak dapat dipisahkan; keberadaannya sebagai makhluk yang pilah, tunggal, dan khas. Seseorang berbeda dengan orang lain karena ciri-cirinya yang khusus itu (Webster’s,:743). Menurut kamus Echols & Shadaly, individu adalah kata benda dan individual yang berarti orang, perseorangan, oknum (Echols, 1975:519).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dibentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan-perubahan apa saja yang diinginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya. Jadi anak dibantu oleh guru, orang tua, dan orang dewasa lainnya untuk memanfaatkan kapasitas dan potensi yang dibawanya dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan.


(21)

Bukti-bukti telah jelas bahwa seorang anak tidak dilahirkan dengan perlengkapan yang sudah sempurna. Dengan sendirinya pola-pola berjalan, berbicara, merasakan, berpikir, atau pembentukan pengalaman harus dipelajari. Barangkali tidak ada minat yang bersifat alami, tetapi dorongan-dorongan potensi tertentu atau impul-impul tertentu membentuk dasar-dasar dan minat apa saja yang dikembangkan anak di lingkungan tempat ia tumbuh dan berkembang.

Sejak lahir, bahkan sejak masih di dalam kandungan ibunya, manusia merupakan kesatuan psikofisis atau psikosomatis yang terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan itu merupakan sifat kodrat manusia yang harus mendapat perhatian secara saksama. Mengingat pentingnya makna pertumbuhan dan perkembangan ini, maka persoalan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan akan dijelaskan secara khusus di bagian lain. Untuk memberi gambaran bahwa makna pertumbuhan dibedakan dari makna perkembangan, secara singkat disajikan yaitu bahwa istilah pertumbuhan digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan kuantitatif mengenaj fisik atau biologis dan istilahper/cembangan digunakan untuk perubahan-pembahan kualitatif mengenai aspek psikis atau rohani dan aspek sosial.

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Pada awal kehidupannya bagi seorang bayi mementingkan kebutuhan jasmaninya, Ia belum peduli dengan apa yang terjadi di luar dirinya. Ia sudah merasa senang apabila kebutuhan fisiknya, seperti makan, minum, dan kehangatan tubuhnya terpenuhi. Dalam perkembangannya lebih luas. Kebutuhannya kian bertambah dari suatu saat ia membutuhkan fungsi alat berkomunikasi (bahasa) semakin penting. Ia membutuhkan teman, keamanan, dan seterusnya. Semakin besar anak, maka kebutuhan nonfisiknya semakin banyak. Sudah barang tentu setiap manusia akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Dengan demikian telah terjadi perkembangan dalam hal kebutuhan-kebutuhan, baik fisik maupun non fisik. Apabila dicermati maka kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kebutuhan utama atau primer dan kebutuhan kedua atau sekunder. Dengan perkataan lain, pertumbuhan fisik senantiasa diikuti perkembangan aspek kejiwaan atau psikisnya.

Seterusnya, marilah kita kaji pertumbuhan dan perkembangan manusia pada umumnya secara garis besar dengan mengenal berbagai karakteristiknya. Uraian


(22)

secara lebih rinci tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja dan hal-hal lain yang berkaitan dengan remaja akan disajikan pada bagian lain.

2. Karakteristik Individu

Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Pada masa lalu ada keyakinan, kepribadian terbawa pembawaan (heredity) dan lingkungan; merupakan dua faktor yang terbentuk karena faktor terpisah, masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan caranya sendiri-sendiri. Namun kemudian makin disadari bahwa apa yang dipikirkan dan dikerjakan seseorang, atau apa yang dirasakan oleh seorang anak, remaja atau dewasa, merupakan hasil dari perpaduan antara apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan.

Seorang anak mungkin memulai pendidikan formalnya di tingkat taman kanak-kanak pada usia 4 atau 5 tahun. Pada awal ia memasuki sekolah mungkin tertunda sampai ia berusia 5 atau 6 tahun. Tanpa mempedulikan berapa umur seorang, anak, karakteristik pribadi dan kebiasaan-kebiasaan yang dibawanya ke sekolah akhimya terbentuk oleh pengaruh lingkungan dan hal itu tampaknya mempunyai pengaruh penting terhadap keberhasilannya di sekolah dan masa perkembangan hidupnya di kelak kemudian.

Natur dan nurture merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Sejauh mana seseorang dilahirkan menjadi seorang individu seperti “dia” atau sejauh mana seseorang individu dipengaruhi subjek penelitian dan diskusi. Karakteristik yang berkaitan dengan perkembangan faktor biologis cenderung lebih bersifat tetap, sedang karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keluarga ayah dan garis keluarga ibu. Sejak saat berkesinambungan dipengaruhi oleh banyak dari faktor lingkungan yang merangsang. Masing-masing perangsang tersebut, baik secara terpisah atau terpadu dengan rangsangan yang lain, semuanya


(23)

membantu perkembangan potensi-potensi biologis demi terbentuknya tingkah laku manusia yang dibawa sejak lahir. Hal itu akhirnya membentuk suatu pola karakteristik tingkah laku yang dapat mewujudkan seseorang sebagai individu yang berkarakteristik berbeda dengan individu-individu lain.

G. Perbedaan Individu

Dari bahasa bermacam-macam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu (i) semua nianusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya dan (ii) di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif. Sejauh mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedan mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut.

Setiap orang, apakah Ia seorang anak atau seorang dewasa, dan apakah ia berada di dalam suatu kelompok atau seorang diri, Ia disebut individu. Individu menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan. Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Ciri dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut perbedaan individu atau perbedaan individual. Maka “perbedaan” dalam “perbedaan individual” menurut Landgren (1980:578) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis. Seorang ibu yang memiliki seorang bayi, bertutur bahwa bayinya banyak menangis, banyak bergerak, dan kuat minum. Ibu lain yang juga memiliki seorang bayi, menceritakan bahwa bayinya pendiam, banyak tidur, tetapi kuat minum. Cerita kedua ibu itu telah menunjukkan bahwa kedua bayi itu memiliki ciri dan sifat yang berbeda satu sama lainnya.

Seorang dosen setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi mahasiswa-mahasiswa yang berbeda satu sama lain. Mahasiswa-mahasiswa yang berada di dalam sebuah ruangan kuliah, tidak terdapat seorang pun yang sama. Mungkin sekali dua orang dilihatnya hampir sama atau mirip, akan tetapi pada kenyataannya jika diamati benar-benar antara keduanya tentu terdapat perbedaan. Perbedaan yang segera dapat dikenal oleh seorang guru tentang mahasiswanya adalah perbedaan fisiknya, seperti tinggi badan, bentuk badan, warna kulit, bentuk muka, dan semacamnya. Dari fIsiknya seorang


(24)

guru/dosen cepat mengenal mahasiswa di kelasnya satu per satu. Ciri lain yang segera dapat dikenal adalah tingkah laku masing-masjng mahasiswa, begitu pula suara mereka. Ada mahasiswa yang lincah, banyak gerak, pendiam, dan sebagainya. Ada mahasiswa yag nada suaranya kecil dan ada yang besar atau rendah, ada yang berbicara cepat dan ada pula yang pelan-pelan. Apabila ditelusuri secara cermat mahasiswa yang satu dengan yang lain memiliki sifat psikis yang berbeda-beda.

Upaya pertama yang dilakukan untuk mengetahuI perbedaan individu, sebelum dilakukan pengukuran kapasitas mental yang mempengaruhI penilaian sekolah, adalah menghitung umur kronologi. Seorang anak memasuki sekolah dasar pada umur 6 tahun dan ia diperkirakan dapat mengalami kemajuan secara teratur dalam tugas-tugas sekolahnya dilihat dalam kaitannya dengan faktor umur, Selanjutnya ada anggapan bahwa semua anak diharapkan mampu menangkap/mengerti baban-bahan pelajaran yang mempunyai kesamaan materi dan penyajiannya bagi semua mahasiswa pada kelas yang sama. Ketidakmampuan yang jelas tampak pada mahasiswa untuk menguasai bahan pelajaran umumnya dijelaskan dengan pengertian faktor-faktor seperti kemalasan atau sikap keras kepala. Penjelasan itu tidak mendasarkan kenyataan banwa para mahasiswa memang berbeda dalam hal kemampuan mereka untuk rnenguasai satu atau lebih bahan pelajaran dan mungkin berada dalam satu tingkat perkembangan.

Telah disadari bahwa perbedaan-perbedaan antara satu dengan lainnya dan juga kesamaan-kesamaan di antara mereka merupakan ciri-ciri dari semua pelajaran pada suatu tingkatan belajar. Sebab-sebab dan pengaruh perbedaan individu ini dan sejauh mana tingkat tujuan pendidikan, isi dan teknik-teknik pendidikan ditetapkan, hendaknya disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan tersebut, tampaknya hal ini telah mendapatkan banyak perhatian dari para ahli ilmu jiwa dan petugas sekolah.

Umur kronologis, sebagai faktor yang mewakili tingkat kematangan mahasiswa dan karena itu memungkinkan dia dapat dididik hendaknya dilihat sebagai komponen perbedaan. Tidak peduli betapa tingginya kemampuan mental atau fisik seorang anak seusia 3 tahun, Ia tidak dapat diharapkan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan anak usia 14 tahun karena perbedaan tingkat kematangan. Kecakapan mental secara umum seperti diukur dengan tes inteligensi juga merupakan indeks kesiapan anak untuk belajar. Kecakapan khusus yang dimiliki anak berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya: Masalah ini perlu dipertimbangkan pula, terutama dalam mempelajari hal-hal yang memerlukan kemampuan mental tinggi. Tambahan lagi kesiapan untuk melibatkan


(25)

diri dalam situasi belajar tertentu berbeda antara individu satu dan lainnya dalam setiap tingkat umur.

Konstitusi fisik dan individu sejauh mana Ia secara fisik mempunyai bentuk-bentuk yang khas, tingkat stabilitas emosional dan temperamennya, sikapnya terhadap pelajaran, dan minat-minatnya, akan mempengaruhi keberhasilan yang dicapai dalam belajar mereka. Faktor-faktor lain seperti jenis kelamin, pengaruh keluarga, status ekonomi, pengalaman belajar sebelumnya, kesesuaian bahan yang dipelajari, dan teknik-teknik mengajar, semuanya berpengaruh terhadap tingkat kemampuan individu untuk mencapai keberhasilan dalam tingkatan belajarnya.

Dalam kaitannya dengan perbedaan individu hendaknya selalu diingat bahwa perbedaan dalam kualitas atau ciri-ciri adalah berjenjang. Tidak ada penggolongan anak-anak ke dalam satu kategori atau sama sekali tidak termasuk dalam suatu kategori. Seorang anak dapat dikategorikan inteligen atau tidak inteligen, berminat atau tidak berminat, dapat mengontrol emosi sepenuhnya atau betul-betul sangat terganggu emosinya, 100% siap untuk melakukan kegiatan belajar tertentu atau ada pada tingkat nol dalam kesiapan belajamya. Faktor-faktor luar dan individu sekalipun seperti pengaruh keluarga, kesempatan pendidikan sebelumnya, kurikulum yang ditawarkan, dan teknik-teknik mengajar tidak sepenuhnya baik dan juga tidak sepenuhnya jelek. Aspek-aspek tingkah laku yang mana pun atau faktor-faktor pengaruh yang mana pun dan individu mempunyai tingkat derajat perbedaan dan bukan berbeda secara absolut dari individu yang lain. Apalagi, di dalam diri individu sendiri ada perbedaan dalam bermacam-macam aspek dari keseluruhan kepribadiannya. Tetapi karena tidak ada satu sifat pun yang berdiri sendiri, berfungsinya satu sifat akan mempengaruhi berfungsinya sifat lainnya, maka semua sifat-sifat itu mempengaruhi keseluruhan pola tingkah laku individu. Seorang anak yang telah mengetahui makna tentang kerajinan bagi dirinya dan orang lain, Ia akan mempraktekkan berbuat rajin di sekolah maupun di rumah.

Selanjutnya, banyak individu cenderung berbeda tetapi perbedaan itu hanya sedikit dalam kaitannya dengan sifat atau kondisi, jadi mereka berada dalam kelompok sekitar rata-rata dan suatu distribusi. Dengan demikian Penyimpangan-penyimpangan mulai berkurang ke arah ekstrern. Fakta ini menambah kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk semua anak yang memiliki perbedaan individual yang mungkin ada di antara pelajar dalam beberapa aspek kepribadiannya. Jumlah dan macam pengalaman sebelumnya dan pengetahuan yang dibawa individu ke situasi tertentu mempengaruhi kapasitasnya untuk


(26)

belajar pada tingkat selanjutnya atau sikapnya terhadap mata pelajaran tersebut. Jika mahasiswa merasa (benar atau salah) bahwa ia telah mengetahui banyak tentang isi dari suatu mata pelajaran tertentu ia mungkin akan kehilangan minat untuk mempelajari mata pelajaran tersebut dan akibatnya mereka dapat mengalami kegagalan dalam mata pelajaran selanjutnya.

Garry 1963 (Oxendirie 1984:317) mengategorikan perbedaan individual ke dalam bidang-bidang berikut:

a. Perbedaan fisik: usia, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bertindak.

b. Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku. c. Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap.

d. Perbedaan inteligensi dan kemampuan dasar. e. Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.

Perbedaan fisik bukan saja terbatas pada ciri yang dapat diamati dengan panca indra kita, seperti tinggi badan, wama kulit, jenis kelamin, nada suara, dan bau keringat, akan tetapi juga ciri lain yang hanya dapat diketahui setelah diperoleh informasi atau diadakan pengukuran. Usia, berat badan, kecepatan lari, golongan darah, pendengaran, penglihatan, dan semacamnya merupakan ciri-ciri yang tidak dapat diamati perbedaannya dengan pengindraan.

Dalam kehidupannya, setiap manusia berhubungan dengan manusia lain dan lingkungan di luar dirinya. Tiap manusia berhubungan dengan manusia lain, dengan sesamanya; manusia bersosialisasi, dan terjadilah perbedaan status sosial dan ekonomi manusia. Manusia juga berhubungan dengan Sang Pencipta atau dengan Tuhannya, maka manusia beragama. Manusia hidup berkelompok dan berkeluarga, sesuai dengan sifat genetik orang tuanya; ketika mengenal kelompok-kelompok/suku yang berbeda. Di Indonesia ada suku Jawa, Sunda, Irian, Madura, dan sebagainya. Lingkungan, agama, keluarga, keturunan, kelompok suku dan semacamnya itu merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadiriya perbedaan individu.

Secara kodrati, manusia memiliki potensi dasar yang secara esensial membedakan manusia dengan hewan, yaitu pikiran, perasaan, dan kehendak. Sekalipun demikian, potensi dasar yang dimilikinya itu tidaklah sama bagi masing-masing manusia. Oleh karena itu sikap, minat, kemampuan berpikir, watak, perilakunya, dan hasil belajarnya berbeda-beda antara manusia satu dengan lainnya.


(27)

Perbedaan-perbedaan tersebut berpengaruh terhadap perilaku mereka di rumah maupun di sekolah. Gejala yang dapat diamati adalah bahwa mereka menjadi lebih atau kurang dalam bidang tertentu dibandirigkan dengan orang lain. Sebagian manusia lebih mampu dalam bidang seni atau bidang ekspresi yang lain, seperti olah raga dan keterampilan, sebagian lagi dapat lebih mampu dalam bidang kognitif atau yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.

1. Perbedaan Kognitif

Menurut Bloom, proses belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah, menghasilkan tiga pembentukan kemampuan yang dikenal sebagai taxonomy Bloom, yaitu kemampuan kognitif. afektif, dan psikomotorik. Kemampuan kognitif merupakan kemarnpuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap orang memiliki persepsi tentang pengamatan atau penyerapan atas suatu objek. Berarti ia menguasai sesuatu yang diketahui, dalam arti pada dirinya terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya. Setiap saat, bila diperlukan, pengetahuan yang dimilikinya itu dapat direproduksi. Banyak atau sedikit, tepat atau kurang tepat pengetahuan itu dapat dimiliki dan dapat diproduksi kembali dan ini merupakan tingkat kernampuan kognitif seseorang.

Kemampuan kognitif menggambarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tiap-tiap orang. Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Sebagaimana diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan (faktor dasar dan ajar). Faktor dasar yang berpengaruh menonjol pada kemampuan kognitif dapat dibedakan dalam bentuk lingkungan alamiah dan lingkungan yang dibuat. Proses belajar mengajar adalah upaya menciptakan lingkungan yang bernilai positif, diatur dan direncanakan untuk mengernbangkan faktor dasar yang telah dimiliki oleh anak. Tingkat kemampuan kognitif tergambar pada hasil belajar yang diukur dengan tes hasil belajar.

Tes hasil belajar menghasilkan nilai kemampuan kognitif yang bervariasi. Variasi nilai tersebut menggambarkan perbedaan kemampuan kognitif tiap-tiap individu. Dengan demikian pengukuran kemampuan kognitif dapat dilakukan dengan tes kemampuan belajar atau tes hasil belajar. Tes hasil belajar yang digunakan hendaknya memenuhi persyaratan sebagai tes yang baik, yaitu bahwa tes tersebut


(28)

harus bersih (valid) dan andal (reliable). Jika persyaratan tes tersebut dipenuhi, maka variasi nilai kemampuan kognitif yang dihasilkan dengan tes tersebut akan membentuk sebuah kurva normal.

Inteligensi (kecerdasan) sangat mempengaruhi kemampuan kognitif seseorang. Dikatakan bahwa antara kecerdasan dan nilai kemampuan kognitif berkorelasi tinggi dan positif, semakin tinggi nilai kecerdasan seseorang semakin tinggi kemampuan kognitifnya. Uraian tentang perkembangan kecerdasan (inteligensi) manusia akan disajikan di bagian lain.

2. Perbedaan Individual dalam Kecakapan Bahasa

Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupannya. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda, kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis, dan sistematis. Kemampuan berbahasa tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan. Faktor-faktor lain yang juga penting antara lain adalah faktor fisik, terutama organ berbicara.

Perkembangan bahasa dan seni merupakan lahan yang subur untuk penelitian bagi para psikolog dan pendidik. Banyak penelitian eksperimental telah dilakukan dengan tujuan untuk menemukan faktor-faktor psikologis yang mendasari keberhasilan atau kegagalan dalam penguasaan bahasa. Guru yang berpengalaman menyadari adanya fakta bahwa mahasiswa-mahasiswa berbeda secara luas dengan kekuatan atau kemampuan untuk menguasai dan memahami bahasa lisan dan tertulis serta kemampuan mereka untuk mengekspresikan diri secara tepat. Individu-individu yang memasuki kegiatan-kegiatan di sekolah formal, pada dasarnya telah membawa kebiasaan-kebiasaan sebagai hasil belajar, baik dari lingkungan pendidikan prasekolah maupun dari latar belakang kehidupan sebelumnya. Pengaruh-pengaruh dari lingkungan keluarga tidak hanya terbatas pada pola-pola pikirnya secara dirii dan pola mengekspresikan, tetapi juga seluruh kondisi yang ada di rumah. Pengaruh-pengaruh tersebut secara berkelanjutan akan terus memperlancar atau sebaliknya menghambat kemajuan berbahasa anak.

Apabila latar belakang keluarga kaya dengan kultur, anak akan mendapat keuntungan dalam hal perbendaharaan bahasa dan seni; demikian halnya pada kondisi


(29)

sebaliknya. Logis bahwa anak-anak yang masuk sekolah dasar sekitar umur 6 tahun, tingkat kematangan mental dan kemampuan berbahasa mereka berbeda-beda. Pengalaman-pengaIaman dan kematangan anak sebelumnya merupakan faktor pendorong perkembangan anak dalam berbagai kemampuan, termasuk kemampuan berbahasa.

3. Perbedaan dalam Kecakapan Motorik

Kecakapan motorik atau kemampuan psikomotorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordiriasi kerja saraf motorik yang dilakukan oleh saraf pusat untuk melakukan kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut terjadi karena kerja saraf yang sistematis. Alat indra menerirna rangsangan, rangsangan tersebut diteruskan melalui saraf sensoris ke saraf pusat (otak) untuk diolah, dan hasilnya dibawa oleh saraf motorik untuk memberikan reaksi dalam bentuk gerakan-gerakan atau kegiatan.

Rangsangan Indra saraf sensoris

(perintah)

pusat

respon penerima saraf motorik

(kegiatan) perintah

Dengan demikian, ketepatan kerja jaringan saraf akan menghasilkan suatu bentuk kegiatan yang tepat, dalam arti kesesuaian antara rangsangan dan responnya. Kerja ini akan menggambarkan tingkat kecakapan motorik. Makna tersebut secara visual dapat digambarkan seperti berikut.

Dari gambar di atas, saraf pusat (otak) yang melaksanakan fungsi sentral dalam proses berpikir merupakan faktor penting di dalam koordiriasi kecakapan motorik. Ketidaktepatan dalam pembentukan persepsi dan penyampaian perintah, akan menyebabkan terjadiriya kekeliruan respon dan atau kegiatan-kegiatan yang kurang sesuai dengan tujuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa inteligensi merupakan faktor dalam bentuk yang lebih tinggi dan keterampilan motorik. Secara umum koordiriasi motorik dan kecakapan untuk melakukan suatu kegiatan yang kompleks membutuhkan keterampilan motorik yang lebih kompleks pula.


(30)

Seorang individu yang semakin dewasa, menunjukkan fungsi-fungsi fisik yang semakin matang. Hal ini berarti ia akan mampu menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam banyak hal, seperti kekuatan untuk mempertahankan perhatian, koordiriasi otot, kecepatan berpenampilan, keajegan untuk mengontrol, dan resisten terhadap kelelahan. Dari kenyataan ini dapat diriyatakan bahwa semakin bertambahnya umur seseorang, berarti ia semakin matang dan akan mampu menunjukkan tingkat kecakapan motorik yang semakin tinggi.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik dipengaruhi oleh kematangan pertumbuhan fisik dan tingkat kemampuan berpikir. Karena kematangan pertumbuhan fisik dan kemampuan berpikir setiap orang berbeda-beda, maka hal itu membawa akibat terhadap kecakapan motorik masing-masing, dan dengan demikian kecakapan motorik setiap individu akan berbeda-beda pula. Anda akan dapat mengamati teman dan anak-anak di sekeliling Anda bahwa ada orang yang cekatan, orang yang terampil, dan sebaliknya ada orang yang lamban dalam mereaksi sesuatu.

4. Perbedaan dalam Latar Belakang

Dalam suatu kelompok mahasiswa pada tingkat mana pun, perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi individu untuk rnenguasai bahan pelajaran. Pengalaman-pengalanan belajar yang dimiliki anak di rumah niempengaruhi kemauan untuk berprestasi dalam situasi belajar yang disajikan.

Minat dan sikap individu terhadap sekolah dan mata pelajaran tertentu, kebiasaan-kebiasaan kerja sama, kecakapan atau kemauan untuk berkonsentrasi pada bahan-bahan pelajaran, dan kebiasaan-kebiasaan belajar semuanya merupakan faktor-faktor perbedaan di antara para mahasiswa. Faktor-faktor-faktor tersebut kadang-kadang berkembang akibat sikap-sikap anggota keluarga di rumah dan lingkungan sekitar. Latar belakang keluanga, baik dilihat dari segi sosio-ekonomi maupun sosio-kultural adalah berbeda-beda. Demikian pula lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda.

5. Perbedaan dalam Bakat


(31)

pemupukan secara tepat. Sebaliknya bakat tidak dapat berkembang sama sekali, manakala lingkungari tidak memberikan kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dari pemupukan yang menyentuhnya. Dalam hal inilah makna pendidikan menjadi penting artinya.

Belajar di tingkat sekolah dasar berkaitan dengan penguasaan alat-alat belajar. Pemenuhan tentang ajaran umum bagi seorang anak yang memiliki kecakapan khusus atau bakat belum begitu menonjol selama tahun-tahun permulaan sekolahnya, dibandirigkan dengan tahun-tahun selanjutnya. Pada tingkat sekolah menengah dan perguruan tinggi, program pendidikannya harus memperhatikan dan mengupayakan proses belajar mengajar yang mampu merangsang dan memupuk kecakapan atau bakat tersebut.

Perkembangan bakat dimiliki mahasiswa secara individual. Meskipun inteligensi umum merupakan faktor dari hampir semua atau bahkan semua bidang penampilan atau performasi, namun hasil tes inteligensi yang selama ini dilaksanakan belum terkait dengan beberapa bidang belajar seperti keterampilan motorik, musik, seni, dan olah raga. Hasil tes inteligensi lebih banyak berhubungan dengan keberhasilan atau kemampuan bidang akademik. Dengan demikian perencanaan pendidikan, selanjutnya lebih memperhatikan kemampuan atau bakat akademik daripada kemampuan tentang bakat khusus untuk dijadikan dasar pertimbangan.

6. Perbedaan dalam Kesiapan Belajar

Di depan telah diuraikan, bahwa perbedaan latar belakang keluarga dan lingkungan mempunyai pengaruh terhadap belajar. Perbedaan latar belakang tersebut, yang meliputi perbedaan sosio-ekonomi dan sosio-kultural, amat penting artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas, dalam hal ini pelajaran di sekolah. Dengan demikian, perbedaan-perbedaan individu itu tidak saja disebabkan oleh keragaman dalam rentang kematangan tetapi juga oleh keragaman dalam latar belakang sebelumnya.

Anak umur 6 tahun yang memasuki sekolah dasar (kelas I), mungkin berbeda satu, dua bahkan tiga tahun dalam tingkat kesiapan untuk mengambil manfaat dari pendidikan formal. Hal ini ditunjukkan dari hasil sebuah penelitian bahwa kemampuan mental atau umur mental (mental age), bagi anak-anak kelas satu sekolah dasar


(32)

ditemukan dalam rentangan umur kronologis antara 3 tahun sampai 8 tahun. Hal ini berarti bahwa meskipun umur kronologis telah mencapai 8 tahun (yang secara normal anak ini seharusnya telah duduk di kelas dua atau tiga sekolah dasar) tetapi kemampuan belajarnya masih sama dengan mereka yang duduk di kelas satu. Hal ini menggambarkan produk keluarga yang amat kurang, yang mungkin sekali ekspresi bahasa dan kehidupan keluarga tersebut kurang baik.

Kondisi fisik yang sehat, dalam kaitannya dengan kesehatan dan penyesuaian diri yang memuaskan terhadap pengalaman-pengalaman disertai dengan rasa ingin tahu yang amat besar terhadap orang-orang dan benda-benda, membantu berkembangnya kebiasaan berbahasa dan belajar yang diharapkan. Sikap apatis, pemalu, dan kurang percaya diri, akibat dari kesehatan yang kurang baik, cacat tubuh, dan latar belakang yang miskin pengalaman, mempengaruhij perkembangan pemahaman dan ekspresi diri.

C. Aspek-Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Individu

Dalam banyak buku, makna pertumbuhan sering diartikan sama dengan perkembangan sehingga kedua istilah itu penggunaannya seringkali dipertukarkan (interchange) untuk makna yang sama. Ada penulis yang suka menggunakan istilah pertumbuhan saja dan ada yang suka menggunakan istilah perkembangan saja. Dalam buku ini istilah pertumbuhan diberi makna dan digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan ukuran fisik yang secara kuantitatif semakin besar dan atau panjang, sedang istilah perkembangan diberi makna dan digunakan untuk menyatakan terjadinya perubahan-perubahan aspek psikologis dan aspek-aspek sosial.

Setiap individu pada hakikatnya akan mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan non-fisik yang meliputi aspek-aspek intelek, emosi, sosial, bahasa, bakat khusus, nilai dan moral, serta sikap. Berikut ini diuraikan pokok-pokok pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek tersebut.

1. Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan manusia merupakan perubahan fisik menjadi lebih besar dan lebih panjang, dan prosesnya terjadi sejak anak sebelum lahir hingga ia dewasa.


(33)

Manusia itu ada dimulai dari suatu proses pembuahan (pertemuan sel telur dan sperma) yang membentuk suatu sel kehidupan, yang disebut embrio. Embrio manusia yang telah berumur satu bulan, berukuran sekitar setengah sentimeter. Pada umur dua bulan ukuran embrio itu membesar menjadi dua setengah sentimeter dan disebut janin atau “fetus”. Baru setelah satu bulan kemudian (jadi kandungan telah berumur tiga bulan), janin atau fetus tersebut telah berbentuk menyerupai bayi dalam ukuran kecil.

Masa sebelum lahir merupakan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang sangat kompleks, karena pada masa itu merupakan awal terbentuknya organ-organ tubuh dan tersusunnya jaringan saraf yang membentuk sistem yang lengkap. Pertumbuhan dan perkembangan janin diakhiri saat kelahiran. Kelahiran pada dasarnya merupakan pertanda kematangan biologis dan jaringan saraf masing-masing komponen biologis telah mampu berfungsi secara mandiri.

b. Pertumbuhan Setelah Lahir

Pertumbuhan fisik manusia setelah lahir merupakan kelanjutan pertumbuhannya sebelum lahir. Proses pertumbuhan fisik manusia berlangsung sampai masa dewasa. Selama tahun pertama dalam pertumbuhannya, ukuran panjang badannya akan bertambah sekitar sepertiga dari panjang badan semula dan berat badannya akan bertambah menjadi sekitar tiga kalinya. Sejak lahir sampai dengan umur 25 tahun, perbandingan ukuran badan individu, dan pertumbuhan yang kurang proporsional pada awal terbentuknya manusia (kehidupan sebelum lahir atau pranatal) sampai dengan proporsi yang ideal di masa dewasa.

Setiap bagian fisik seseorang individu akan terus mengalami perubahan karena pertumbuhan, sehingga masing-masing komponen tubuh akan mencapai tingkat kematangan untuk menjalankan fungsinya. Jaringan saraf otak atau saraf sentral akan tumbuh dengan cepat karena saraf pusat itu akan menjadi sentral dalam menjalankan fungsi jaringan saraf di seluruh tubuh manusia.

Pertumbuhan fisik manusia berbeda dengan pertumbuhan hewan. Demikian anak hewan itu dilahirkan, dalam waktu yang relatif singkat Ia segera dapat berjalan mengikuti induknya untuk mencari makan. Tetapi tidak demikian halnya bagi manusia. Pada awal setelah bayi itu dilahirkan, respon terhadap segala rangsangan dari luar dirinya dilakukan secara refleks dan belum terkoordinasikan. Apabila pipinya disentuh (dari sebelah kiri), maka bayi itu akan menggerakkan


(34)

kepalanya ke arah sentuhan secara reflektif dengan mulut terbuka dan kepalanya terus berputar sampai dengan mulutnya mencapai rangsangan yang diberikan. Respon yang bersifat refleks ini akan berakhir atau menjadi lebih terarah pada sasaran saat bayi berumur 4 sampai 5 bulan.

Kapasitas saraf sensoris seorang bayi amat berbatas. Bayi yang baru lahir pendengarannya amat baik. Ia mampu membedakan antara suara lembut dan kasar, dan lebih senang pada suara yang lembut dari pada yang lain. Penglihatannya masih lemah, walaupun bayi dapat melihat, tetapi amat singkat dan jaraknya tidak lebih dari 1,25 meter. Dalam perkembangannya, bayi segera dapat membedakan terangnya cahaya, warna, dan mampu mengikuti rangsangan yang bergerak dengan pandangan matanya. Begitu pula saraf sensoris yang lain seperti perabaan, penciuman, dan pencernaan berkembang sejalan dengan saraf penglihatan.

Perkembangan fungsi saraf sensoris semakin sempurna dan lengkap, sehingga anak mampu menginterpretasikan apa yang Ia lihat, dengar, sentuh, dan rasakan. Semua ini merupakan potensi yang berfungsi bagi terbentuknya pengetahuan seseorang.

Pertumbuhan dan perkembangan fungsi biologis setiap orang memiliki pola dan urutan yang teratur. Banyak ahli psikologis menyatakan bahwa pertumbuhan fisik dan perkembangan kemampuan fisik anak memiliki pola yang sama dan menunjukkan keteraturan. Dari lahir seorang bayi yang hanya mampu menggerakkan tangannya secara reflektif ke arah kepalanya, setelah umur satu bulan mulai mampu berguling (memutar badannya), seterusnya pada umur 2 bulan mulai telungkup, merangkak pada umur 3 bulan, duduk dengan sedikit bantuan, duduk sendiri (tanpa bantuan), berdiri, dan melangkah satu atau dua langkah, dan kemudian mampu berjalan sendiri setelah anak itu berumur 15 bulan. Pola dan urutan pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisik ini diikuti oleh perkembangan kemampuan mental spiritual dan perkembangan sosial.

Pertumbuhan fisik, baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi prilaku anak sehari-hari. Secara langsung pertumbuhan fisik seorang anak akan menentukan keterampilan anak dalam bergerak. Secara tidak langsung, pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisik akan mempengaruhi bagaimana anak ini memandang dirinya sendiri dan bagaimana ía memandang orang lain. Pertumbuhan fisik terjadi secara bertahap, seperti naik turunnya


(35)

gelombang, ada kalanya cepat dan ada kalanya lambat. Irama pertumbuhan ini bagi setiap orang berbeda-beda, walaupun secara keseluruhan tetap memperlihatkan keteraturan. Ada beberapa anak yang mengalami pertumbuhan cepat, sedangkan anak lain mengalami kelambatan.

Pertumbuhan fisik anak dapat dibagi menjadi 4 periode utama, dua periode ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan dua periode lainnya dicirikan oleh pertumbuhan yang lambat. Selama periode pralahir dan 6 bulan setelah lahir, pertumbuhan tubuhnya sangat cepat. Pada akhir tahun pertama kehidupan pasca lahirnya, pertumbuhan seorang bayi memperlihatkan tempo yang sedikit lambat dan kemudian menjadi stabil sampai anak memasuki tahap remaja, atau tahap kematangan kehidupan seksualnya. Hal ini dapat dimulai ketika anak berusia sekitar 8 sampai 12 tahun. Mulai saat itu sampai ia berumur 15 atau 16 tahun pertumbuhan fisiknya akan cepat kembali dan biasanya masa ini disebut ledakan pertumbuhan pubertas. Periode ini kemudian akan disusul dengan periode tenang kembali sampai ia memasuki tahap dewasa.

Tinggi badan yang sudah tercapai dalarn periode keempat ini akan tetap sampai ia tua, tetapi berat tubuh masih dapat berubah-uhah. Meskipun ada kenyataan bahwa daur pertumbuhan fisik dapat dikatakan teratur dan dapat diramalkan, namun terjadi pula keanekaragaman. Seperti dikemukakan oleh Jonhston. “Jadwal waktu pertumbuhan fisik anak sifatnya sangat individual” (Hurlock, 1991:114).

Ukuran dan bangun tubuh yang diwariskan secara genetik juga mempengaruhi laju pertumbuhan. Anak-anak yang mempunyai bangun tubuh kekar biasanya akan tumbuh dengan cepat dibandirigkan dengan mereka yang bangun tubuhnya kecil atau sedang. Anak-anak dengan bangun tubuh besar, biasanya akan memasuki tahap remaja lebih cepat daripada teman sebayanya yang mempunyai bangun tubuh lebih kecil.

Kesehatan dan pemberian makanan yang bergizi terutama pada tahun pertama kehidupan seseorang juga menentukan kecepatan atau kelambatan daur pertumbuhan ini. Seorang anak yang memperoleh perawatan memadai, biasanya akan tumbuh dengan cepat dan anak yang kurang memperoleh perawatan kesehatan dan gizi yang memadai umumnya akan mengalami kelambatan dalam pertumbuhannya. Anak-anak yang memperoleh imunisasi teratur untuk


(36)

mencegahnya dari berbagai serangan penyakit, juga merupakan faktor penting dalam percepatan pertumbuhan. Anak-anak ini akan turnbuh lebih cepat karena jarang sakit dan lebih sehat dibandirigkan dengan anak yang sering sakit karena kurang teratur imunisasinya.

Anak-anak yang tenang cenderung tumbuh lebih cepat dibandirigkan dengan anak-anak yang mengalami gangguan atau tekanan emosional, dan ketegangan emosional ini dapat lebih mempengaruhi berat tubuh daripada tinggi tubuh seseorang. Yang paling menonjol dalam variasi pertumbuhan ini adalah faktor pengaruh jenis kelamin. Pertumbuhan anak laki-laki lebih cepat dibandirigkan dengan anak perempuan pada usia tertentu, dan pada suatu saat nanti wanita tumbuh lebih cepat daripada laki-laki. Misalnya pada usia 9, 10, 13 dan 14 tahun anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki karena pengaruh perkembangan awal remajanya. Begitu juga di kalangan sesama anak laki-laki, sering tampak variasi yang jelas satu sama lain. Baik pada laki-laki ataupun perempuan, sama-sama mengalami kenaikan berat tubuh pada usia tertentu.

Setelah memahami pertumbuhan fisik manusia, selanjutnya berikut ini diuraikan tentang kemampuan-kemampuan nonfisik seperti kemampuan intelek (berpikir), sosial, bahasa, mengenal nilai, moral dan sikap.

2. Intelek

Intelek atau daya pikir berkembang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak. Karena pikiran pada dasarnya menunjukkan fungsi otak, rnaka kemampuan intelektual yang lazim disebut dengan istilah lain kemampuan berpikir. dipengaruhi oleh kematangan otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik. Pertumbuhan saraf yang telah matang akan diikuti oleh fungsi dengan baik, dan oleh karena itu seorang individu juga akan mengalami perkembangan kemampuan berpikirnya, mana kala pertumbuhan saraf pusat atau otaknya telah mencapai matang. Perkembangan tingkat berpikir atau perkembangan itelek akan diawali dengan kemampuan mengenal yaitu untuk mengetahui dunia luar. Reaksi atau respon terhadap rangsangan dari luar pada awalnya belum terkoordiriasikan secara baik, hampir semua respon yang diberikan bersifat refleks. Pada umur sekitar 4 (empat) bulan, respon yang bersifat refleks mulai berkurang, pemberian respon terhadap setiap rangsangan telah mulai


(37)

terkoordiriasikan. Sebagai contoh respon terhadap suara, sinar, dan warna mulai ditunjukkan dengan gerakan pandangan mata ke arah asal rangsangan itu diberikan.

Perkembangan lebih lanjut tentang perkembangan intelek ini ditunjukkan pada perilakunya, yaitu tindakan menolak dan memilih sesuatu. Tindakan itu berarti telah mendapatkan proses mempertimbangkan atau yang lazim dikenal dengan proses analisis, evaluasi, sampai dengan kemampuan menarik kesimpulan dan keputusan. Fungsi ini terus berkembang mengikuti kekayaan pengetahuannya tentang dunia luar dan proses belajar yang dialaminya, sehingga pada saatnya seseorang akan berkemampuan melakukan peramalan atau prediksi, perencanaan, dan berbagai kemampuan analisis dan sintesis. Perkembangan kemampuan berpikir semacam ini dikenal pula sebagai perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif seseorang menurut Piaget (Sarlito, 1991:81) mengikuti tahap-tahap sebagai berikut.

1. Tahap pertama: Masa sensori motor (0.0 - 2.5 tahun).

Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Bayi memberikan reaksi motorik atas rangsangan-rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks; misalnya refleks mencari puting susu ibu, refleks menangis, dan lain-lain). Refleks-refleks ini kemudian berkembang lagi menjadi gerakan-gerakan yang lebih canggih, misalnya berjalan. 2. Tahap kedua: Masa pra-operasional (2.0 - 7.0 tahun).

Ciri khas masa in adalah kemampuan anak menggunakan simbol yang mewakili sesuatu konsep. Misalnya kata “pisau plastik”. Kata “pisau” atau tulisan “pisau” sebenarnya mewakili makna benda yang sesungguhnya. Kemampuan simbolik ini memungkinkan anak melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan hal-hal yang telah lewat; misalnya seorang anak yang pernah melihat dokter berpraktek, akan (dapat) bermain “dokter-dokteran”.

3. Tahap ketiga: Masa konkreto prerasional (7.0 - 11.0 tahun).

Pada tahap ini anak sudah dapat melakukan berbagai macam tugas yang konkret. Anak mulai mengembangkan tiga macam operasi berpikir, yaitu:

a. identifikasi : mengenali sesuatu

b. negasi : mengingkari sesuatu, dan

c. reprokasi : mencari hubungan timbal-balik antara beberapa hal. 4. Tahap keempat: Masa operasional (11.0 - dewasa).


(1)

terkadang dapat diterima dengan berbagai alasan, akan tetapi hal itu kadang-kadang tidak dapat diterima. Jika demikian halnya. maka akan timbul perasaan kecewa dan kekecewaan itu dikaitkan dengan orang lain yang menjadi saingannya.

Emosi merupakan gejala peraaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik. Seperti marah yang ditunjukkan dengan teriakan suara keras, atau tingkah laku yang lain. Begitu pula sebaliknya seorang yang gembira akan melonjak-lonjak sambil tertawa lebar, dan sebagainya.

4. Sosial

Bayi lahir dalam keadaan yang sangat lemah. Ia tidak akan mampu hidup terus tanpa bantuan orang lain. Manusia lain, terutama ibunya, akan membantu bayi yang baru lahir itu untuk dapat hidup terus. Jadi bayi, begitu juga setiap orang, memerlukan orang lain. Dengan perkataan lain, dalam proses pertumbuhan setiap orang tidak dapat berdiri sendiri. Setiap manusia memerlukan lingkungan dan senantiasa akan memerlukan manusia lainnya.

Sejalan dengan pertumbuhan badannya, bayi yang telah menjadi anak dan seterusnya menjadi orang dewasa itu, akan mengenal lingkungan lebih luas, mengenai banyak manusia. Perkenalan dengan orang lain dimulai dengan mengenal ibunya, kemudian mengenal ayah dan saudaranya-saudaranya, dan akhirnya mengenal manusia di luar keluarganya. Selanjutnya manusia yang dikenalnya semakin banyak dan amat heterogen, namun pada umumnya setiap anak akan lebih tertarik kepada teman sebaya yang sama jenis. Anak membentuk kelompok sebaya sebagai dunianya, memahami dunia anak, dan kemudjan dunia pergaulan yang lebih luas. Akhimya manusia mengenal kehidupan bersama, kemudian bermasyarakat atau berkehidupan sosial. Dalam perkembangannya setiap orang akhimya mengetahui bahwa manusia itu saling membantu dan dibantu, memberi dan diberi.

5. Bahasa

Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Setiap orang senantiasa berkomunikasi dengan dunia sekitarnya. Sejak bayi manusia telah berkomunikasi dengan dunia lain. “Tangis” atau menangis di saat kelahiran, mempunyai arti bahwa di samping menunjukkan gejala kehidupan juga merupakan cara bayi itu berkomunikasi dengan sekitar. Pengertian bahasa sebagai alat komunikasi dapat diartikan sebagai


(2)

demikian, dalam berbahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak penyampai isi pikiran dan pihak penerima isi pikiran. Dalam percakapan atau berdialog, pihak-pihak itu saling berganti fungsinya, antara penerima dan penyampai isi pikiran.

Bicara adalah bahasa suara, bahasa lisan. Dalam perkembangan awal berbahasa lisan, bayi menyampaikan isi pikiran atau perasaannya, dengan tangis dan atau ocehan. Ia menangis atau mungkin menjerit jika tidak senang atau sakit dan mengoceh atau meraba jika sedang senang. Ocehan-ocehan itu semakin lama semakin jelas, dan bayi itu mampu menirukan bunyi-bunyi yang didengarnya. Di saat itu sebaiknya ibu rnengucapkan kata-kata sederhana yang mudah ditirukan sang bayi agar akhirnya setelah bayi semakin besar semakin banyak kata yang dapat dikuasai dan diucapkannya.

Perkembangan lebih lanjut, seorang bayi (anak) yang telah berusia 6-9 bulan, mulai berkomuniksi dengan satu kata atau dua kata, seperti “maem” dan “bu maem”. Dengan demikian seterusnya anak mulai mampu menyusun kalimat tiga kata untuk menyatakan rnaksud atau keinginannya.

6. Bakat Khusus

Bakat pada awalnya merupakan hal yang amat penting sehubungan dengan bidang pekerjaan atau tugas. Kemudian pada bidang pendidikan juga memperhatikan masalah bakat tersebut, mengingat fungsi pendidikan itu adalah untuk mempersiapkan peserta didik dalam memasuki dunia kerja. Dalam proses pendidikan, bakat merupakan faktor penting untuk mendapatkan perhatian cara mendidik.

Bakat merupakan kemampuan tertentu atau khusus yang dimiliki oleh seorang individu yang hanya dengan rangsangan atau sedikit latihan, kemampuan itu dapat berkembang dengan baik. Sumadi Suryabrata (1984) menyimpulkan bahwa pengertian tentang bakat yang dikemukakan oleh para ahli memang belum seragam. Diakui bahwa adanya perbedaan dalam tiap-tiap definisi bersifat saling melengkapi. Di antara berbagai definisi tentang bakat, Sumadi tampak lebih mengikuti definisi yang dikemukakan oleh Guilford. Di dalam definisi bakat yang dikemukakan Guilford (Sumadi:1984), bakat mencakup tiga dimensi, yaitu (i) dimensi perseptual, (ii) dimensi psikomotor, dan (iii) dimensi intelektual. Ketiga dimensi itu menggambarkan bahwa bakat tersebut mencakup kemampuan dalam pengindraan, ketepatan dan kecepatan menangkap makna, kecepatan dan ketepatan bertindak, serta kemampuan


(3)

berpikir inteligen. Atas dasar bakat yang dimilikinya maka seorang individu akan mampu menunjukican kelebihan dalam bertindak dan menguasai serta memecahkan masalah dibandingkan dengan orang lain.

Seorang yang memiliki bakat akan cepat dapat diamati, sebab kemampuan yang dimiliki akan berkembang dengan pesat dan menonjol. Bakat khusus merupakan salah satu kemampuan untuk bidang tertentu seperti dalam bidang seni, olah raga, atau keterampilan.

7. Sikap, Nilai, dan Moral

Bloom (Woolfollc dan Nicolich, 1984:390) mengemukakan bahwa tujuan akhir dari proses belajar dikelompokkan menjadi tiga sasaran, yaitu penguasaan pengetahuan (kognitif), penguasaan nilai dan sikap (afektit), dan penguasaan psikomotorik. Masa bayi masih belum mempersoalkan masalah moral, dan motorik. Masa bayi masih belum mempersoalkan masalah moral, karena dalam kehidupan bayi belum dikenal hierarki nilai dan suara hati. Perilakunya belum dibimbing oleh norma-norma moral. Pada masa anak-anak telah terjadi perkembangan moral yang relatif rendah (terbatas). Anak belum menguasai nilai-nilai abstrak yang berkaitan dengan benar salah dan baik buruk. Hal ini dikarenakan oleh pengaruh perkembangan intelek yang masih terbatas. Anak belum mengetahui manfaat suatu ketentuan atau peraturan dan belum memiliki dorongan untuk mengerti peraturan-peraturan dalam kehidupan.

Semakin tumbuh dan berkembang fisik dan psikisnya, anak mulai dikenalkan terhadap nilai-nilai, ditunjukican hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh, yang harus dilakukan dan yang dilarang. Menurut Piaget, pada awalnya pengenalan nilai dan perilaku serta tindakan itu masih bersifat “paksaan”, dan anak belum mengetahui maknanya, Akan tetapi sejalan dengan perkembangan inteleknya, berangsur-angsur anak mulai mengikuti berbagai ketentuan yang berlaku di dalam keluarga; dan semakin lama semakin luas sampai dengan ketentuan yang berlaku di dalam masyarakat dan negara.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D, dan Ny. Singgih D.G. 1986. Psikologi Perkeinbangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Gunarsa, Singgih D. 1990. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Gunarsa, Singgih D dan Ny. Singgih D.G. 1990. Psikolgi Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,.

Hurlock E.B. 1991. Perkembangan Anak. Alih bahasa Meitasari Tjanrasa dan Muslichah Zarkasih. Surabaya: Erlangga.

Hurlock.E.B. 1990. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. AIih bahasa Isti Widayanti, dan kawan-kawan. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: CV Mandar. Mampiere, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Sarwono, Sarlito Wirawan dan kawan-kawan. 1957. Seksualitas dan Fertilitas Remaja. Jakarta: CV Rajawali.

Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Rajawali.

Zulkardi. 2006. Formative Evalution: What, Why, When, and How. (online). Tersedia: http://www.oocities.org/zulkardilbooks.html. (di akses 25)


(5)

DAFTAR RUJUKAN

Abidiri, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama.

Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. m &rk iircyin.i frd) )114 Peng himgnn Prangkt

Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media. I(34 D L..,.. D... Z&j... A:,...

.‘J’.JT. 1 1Z.3I 1 iYL7Ii3U LJ44VUI& £1JlI . J CU%LU L. P.JW Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

1-losnan, M. 2Ui4 1-’enaelcatan &nntIc thin iconteffstuai aalam I-’embelajaran 11 baa 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Implementasi Kurikulum 2013. Surabaya: Kata Pena.

Mudlofir, Au. 2011. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers

Prastowo, Andi. 2011. Panduan KreatjfMembuat Bahan Ajar Inovatf Jakarta: PT. Diva Pers

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sicwnti thin S,mnntiirnh { Imi 20(3 atpmatikjjr Jniwolif3: Knnsi’n dw Aplikasinya untuk Kelas XII SMA dan MA Program I/mu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sukino. 2013. Matematika Jilid 2B untuk SM4/MA Kelas XI Semester 2. Jakarta: Erlangga

Syaodth, Nana. S. 2012. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Trianto. 2011. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Rieneka Cipta

65

Wiclyantim, 1 fleresia. W ii. fènyusunan Lembar Keglatan 5zswa (LK) sebagal Bahan Ajar. Yogyakarta: PPPPTK. (online). Tersedia:

hJJp4tmatemabJcaoigI1J&ARTJXEJJArbke1%20PenththkanIpenvuswian %20LKS%20sebaai%20bahan%20ajarwiwikuntung.pdf (di akses 16 November 2014).

Wirodikromo, Sartono. 2006. Matematika Jilid 3 IPA untuk Kelas Xli. Jakarta: Erlangga

Zulkardi. 2006. Formative Evalution: What, Why, When, and How. (online). Tersedia: http://www.oocities.org/zulkardilbooks.html. (di akses 25

DAFTAR PUSTAKA

Darajat Zakiah., Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung., 1982.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka., PokokPokok Kesehatan Mental dan Penyesuaian Diri. Program

Akta Mengajar V-B Komponen Proses BeLajar BKS. Buku II Modul. Jakarta: UT., 1984/1985.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti PPIPT., Proses Penyesuaian Diri. Program Akta Mengajar V-B Komponen


(6)

Bidang Studi BKS. Buku II Modul. Jakarta: UT, 1982/1983.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti., Salah Suai dan Penanganannya. Program Akta Mengajar V-B Komponen Bidang Studi BKS. Buku II Modul. Jakarta: UT., 1983.

Kartono Kartini., Mental Hygiene (Kesehatan Mental). Bandung: Alumni., 1980.

Mampiare Andi . Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional, 1982. Sarwono, Sarlito Wirawan., Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press., 1991.

Surya, Muh., Kesehatan Mental. Bandung: Jurusan BP FIP-IKIP., 1977.