PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK : Penelitian kualitatif deskriptif pada elite partai politik.

(1)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PANDANGAN ELITE POLITIK

TENTANG

MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

(Penelitian kualitatif deskriptif pada elite partai politik)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan

oleh

Rizwan Martiadi

NIM 1201000

SEKOLAH PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2015


(2)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

LEMBAR PENGESAHAN RIZWAN MARTIADI

NIM.1201000

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG

MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

(Penelitian Kualitatif Deskriptif pada Elite Partai Politik)

disetujui dan disahkan oleh pembimbing : Pembimbing I,

Prof. Dr. Idrus Affandi, SH. NIP19540404 198101 1 002

Pembimbing II,

Prof. Dr. Karim Suryadi, M.Si NIP19700814 199402 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia,

Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed NIP 19630820 198803 1 001


(3)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pandangan Elite Politik tentang Makna Pendidikan Politik: Penelitian Kualitatif Deskriptif Pada Elite Partai Politik” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015 Penulis,


(4)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK


(5)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu PANDANGAN ELITE POLITIK

TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK (Penelitian kualitatif deskriptif pada elite partai politik)

ABSTRAK

Politik transaksional dan money politic menjadi sesuatu yang lazim digunakan oleh elite politik. Realitas pendidikan politik di Indonesia belum berhasil mewujudkan elite-elite politik yang memiliki integritas yang baik. Bertolak pada itu semua peneliti mencoba mengambil makna realitas sosial tentang makna pendidikan politik dari para elite politik melalui pengalaman serta pandangan mereka tentang pendidikan politik.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, dengan tujuan memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena pendidikan politik yang sulit diungkapkan dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan adalah studi dokumentasi, wawancara dan observasi.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman dan pengalaman elite politik tentang pendidikan politik, masih perlu dibenahi. Pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik untuk kadernya masih menggunakan indoktrinasi. Sehingga sikap elite politik yang pragmatis dan kurang idealis menunjukan kesadaran dan pemahaman yang kurang. Para elite politik masih menganggap bahwa keberhasilan pendidikan politik bagi masyarakat adalah partisipasi dalam pemilihan umum.Berdasarkan kesimpulan tersebut peneliti merekomendasikan beberapa hal antara lain partai politik perlu melakukan 1) Re-ideologisasi Pancasila; 2) Re-konseptualisasi pendidikan politik dan 3) Reinstrumenisasi pendidikan politik.


(6)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

POLITICAL ELITES PERSPECTIVESTOWARDS POLITICAL EDUCATION

(A Qualitative Research on Political Party Elites) ABSTRACT

This thesis examines political elites social reality towards current political education in Indonesia. The study is based on a phenomenon in Indonesia where people's perspective on politics is decreasing and they tend to be pragmatists. As the method of the study the author used a descriptive qualitative method to reveal a more detailed findings about political education through the eyes of political elites. Data were collected from interviews, observations, and archives.The findings of the study show that political elites' comprehension on the essential of political education are not sufficient. Those elites belief that a successful political education can be seen merely by referring to the people willingness to participate in a general election. Whereas the final objective of the education is to politically literate the people. Thereby, political parties need to improve their cadres' political education instead on relying merely on an indoctrination method. Pragmatists and self centered (political party-centered) become the most common perspective appear from the elites toward politicians. The ideology of Pancasila and the 1945 constitution have not been internalized as a whole in the current political education for the political elites and society. Thus, the author suggests the following recommendations: The political parties have to 1) re-idealize the Pancasila; 2) re-concept the political education, and 3) re-instrument the political education


(7)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. SURAT PERNYATAAN... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... 1 DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Kegunaan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Definisi Konsep ... Error! Bookmark not defined. F. Paradigma penelitian... Error! Bookmark not defined. G. Agenda Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Pancasila ... Error! Bookmark not defined. B. Hubungan Pendidikan Politik dan Pendidikan Kewarganegaraan ... Error! Bookmark not defined.


(8)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Teori klasik elite ...Error! Bookmark not defined. 2. Konsep Elite dan Kekuasaan...Error! Bookmark not defined. 3. Elite yang Memerintah ...Error! Bookmark not defined. 4. Elite Model Pluralis ...Error! Bookmark not defined. 5. Elite Model Kerakyatan ...Error! Bookmark not defined. 6. Interaksi Elite Politik dan Massa ...Error! Bookmark not defined. D. Teori Pendidikan Politik ... Error! Bookmark not defined.

1. Pengertian Politik dan Pendidikan Politik ...Error! Bookmark not defined.

2. Tujuan Pendidikan politik ...Error! Bookmark not defined. 3. Fungsi Pendidikan Politik ...Error! Bookmark not defined. 4. Bentuk Pendidikan Politik ...Error! Bookmark not defined. 5. Tahapan Pendidikan Politik ...Error! Bookmark not defined. E. Budaya Politik... Error! Bookmark not defined. 1. Tipe-tipe Budaya Politik ...Error! Bookmark not defined. 2. Budaya politik Parokial ...Error! Bookmark not defined. 3. Budaya Politik Subjek ...Error! Bookmark not defined. 4. Budaya Politik Partisipan ...Error! Bookmark not defined. 5. Perilaku Politik dan Budaya Politik ...Error! Bookmark not defined. F. Partisipasi Politik ... Error! Bookmark not defined. 1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik ...Error! Bookmark not defined. 2. Fungsi Partisipasi Politik ...Error! Bookmark not defined. 3. Faktor-Faktor Berpengaruh ...Error! Bookmark not defined. G. Bagan paradigma penelitian... Error! Bookmark not defined. BAB III METODOLOGI PENELITIAN... Error! Bookmark not defined.


(9)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Sumber Data Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Situs dan Subjek Penelitian... Error! Bookmark not defined. D. Teknik Pengumpulan Data... Error! Bookmark not defined. E. Teknik Analisis dan Teknik Pengolahan ... Error! Bookmark not defined. F. Tahapan dalam Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. G. Tahapan-tahapan dan Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANError! Bookmark not defined.

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1. Pandangan elite politik tentang pendidikan politik ...Error! Bookmark not defined.

a. Arti Penting Pendidikan Politik ...Error! Bookmark not defined. b. Media Pendidikan Politik ...Error! Bookmark not defined.

c. Peran Partai Politik dalam Pendidikan Politik ...Error! Bookmark not defined.

d. Budaya Politik ...Error! Bookmark not defined. e. Partisipasi Politik ...Error! Bookmark not defined.

1. Gambaran Pengalaman Elite Politik terkait Pendidikan Politik... Error! Bookmark

not defined.

a. Kompetensi dan Pengalaman Elite Politik ...Error! Bookmark not defined.

b. Sikap dan Orientasi Elite Politik ...Error! Bookmark not defined. c. Interaksi Elite Politik dan Massa ...Error! Bookmark not defined.

2. Konstruksi pendidikan politik ideal menurut elite politik. ... Error! Bookmark not

defined.

2. Pembahasan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Pendidikan politik menurut elite politik. ...Error! Bookmark not defined. a. Arti penting Pendidikan Politik...Error! Bookmark not defined.


(10)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Media Pendidikan Politik ...Error! Bookmark not defined.

c. Peran Partai Politik dalam Pendidikan Politik ...Error! Bookmark not defined.

d. Budaya Politik ...Error! Bookmark not defined. e. Partisipasi Politik ...Error! Bookmark not defined.

3. Pengalaman Elite Politik terkait Pendidikan Politik .Error! Bookmark not defined.

a. Kompetensi dan Pengalaman Elite Politik ...Error! Bookmark not defined.

b. Sikap dan Orientasi Elite Politik ...Error! Bookmark not defined. c. Interaksi Elite Politik dan Massa ...Error! Bookmark not defined. 4. Konstruksi Pendidikan Politik Ideal ...Error! Bookmark not defined.

a. Konstruksi Pendidikan Politik bagi Masyarakat ...Error! Bookmark not defined.

b. Konstruksi Pendidikan Politik bagi Elite ...Error! Bookmark not defined.

c. Kompetensi Politik Minimal bagi Masyarakat ...Error! Bookmark not defined.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. 1. Kesimpulan umum ...Error! Bookmark not defined. 2. Kesimpulan khusus ...Error! Bookmark not defined. B. Implikasi ... Error! Bookmark not defined. C. Saran ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. PEDOMAN WAWANCARA ... Error! Bookmark not defined.


(11)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pasca runtuhnya rezim orde baru di tahun 1998, dengan ditandai lengsernya Soeharto dari jabatan presiden yang telah berkuasa selama 32 tahun lebih, Indonesia memasuki babak baru, yang dikenal dengan orde reformasi. Memasuki orde reformasi Indonesia mengalami perubahan sosial, politik, ekonomi. Setiap kalangan yang pada saat rezim ode baru direnggut hak-hak politiknya, menuntut kembali hak politiknya.

Banyak kalangan yang menganggap UUD NRI tahun 1945 masih kurang lengkap. Karena ia tidak mengatur secara tegas tentang pembatasan kekuasaan presiden yang mengandung pemencaran kekuasaan yang disertai dengan mekanisme check and balance. Kemudian terlalu banyaknya atribusi kewenangan yang diserahkan kepada legislatif, dan adanya pasal-pasal yang multitafsir membuat para politisi sepakat untuk mengamandemen UUD tahunNRI 1945. Indoktrinasi politik melalui kegiatan P4 mulai ditiadakan.

Pasca reformasi diharapkan akan melahirkan format baru yang ideal ternyata gagal mengalami kebuntuan. Demokrasi yang terjadi demokrasi kebablasan. Ideologi kapitalisme dan liberalisme telah merasuki budaya politik bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia menjadi pragmatis dan apatis.

Pragmatisme telah merasuki sikap dan orientasi politik elite politik. Fenomena politik di Indonesia menjadi “politik transaksional” atau money politics. Sehingga ketika mereka duduk di legislatif mereka berusaha untuk mengganti atas biaya politik yang telah dikeluarkan.

Banyak elite politik yang berusaha mencapai pucuk pemerintahan mereka menggunakan “metode daging sapi” sebuah upaya dan biaya mahal dalam meraih posisi sebagai penguasa maka setelah mendapatkan kekuasaan banyak yang mempertahankan kekuasaannya dan “membagikan kue” terhadap pihak-pihak yang mendukung, semua itu semata-mata untuk mempertahankan hidup yang nyaman dan sejahtera. Hal inilah yang perlu


(12)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dikritisi oleh semua elemen masyarakat (Robert Brownhill dan Patricia Smart, 2009:29)

Laporan akhir tahun 2012 Indonesia Corruption Watch (ICW):

Ada 52 kader partai politik yang terlibat kasus korupsi. Menurut ICW ini merupakan jumlah yang fantastis. Para kader yang terindikasi melakukan korupsi itu berasal dari partai-partai besar dan mereka tercatat sebagai anggota DPR, DPRD, atau Kepala Daerah. Maraknya korupsi yang dilakukan sejumlah kader partai politik ini menjadi bukti bahwa biaya politik di Indonesia sangat mahal. Saat berkampanye, kader partai yang ingin menjadi Kepala Daerah ataupun anggota Legislatif mengeluarkan banyak uang (Gatra; 03-09 Januari 2013)

Sistem politik kita masih diwarnaimoney politics dan korupsi.Masyarakat yang menjadi kader belum dapat menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab di kehidupan politik.

Indikasi lain terhadap gejala politik yang terjadi adalah proses rekrutmen caleg oleh partai politik yang masih merekrut bukan dari kader partainya, yang ada malah merekrut selebriti sebagai calon legislatif, Partai politik hanya berorientasi pada votegathering, mereka mengabaikan kompetensi politik seorang caleg yang dipersiapkan untuk duduk di legislatif.

Seperti yang diberitakan oleh majalah Tempo,

Kondisi saat ini, partai politik masih mengandalkan selebritas sebagai calon legislator, sehingga sistem kaderisasi perlu dibenahi. Sulit sekali ada partai politik yang tegas hendak menyeleksi calon anggota legislatif dari kalangan sendiri. Jikalau proses penjaringan melalui sumber internal alias kader partai ini dilakukan, niscaya merupakan pertanda baik bagi sistem politik kepartaian. Kaderisasi boleh dikatakan berjalan lancar, sehingga partai politik tak perlu repot-repot mencari kandidat wakil rakyat diluar sana (Tempo; 31 Desember 2012)

Ideologi Pancasila mulai ditinggalkan ideologi kapitalisme dan liberal merasuk ke dalam budaya masyarakat, sehingga mereka menjadi hedonis dan individualistis.

Beberapa indikasi atau gejala politik yang terjadi, menandakan sistem kaderisasi elite politik kita masihbelum berkembang dengan baik. Artinya pendidikan politik bagi elit politik belum berjalan sesuai harapan. Sebagai calon


(13)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

wakil rakyat yang akan terjun dalam politik harus memiliki kompetensi politik yang mumpuni.

Mereka yang bersedia jadi relawan partai politik adalah banyak yang memang sekedar ingin berjudi mengadu nasib dan berharap dapat keajaiban menjadi wakil rakyat sehingga dapat menaikkan taraf hidup sosial-ekonomi mereka.Karena menurut mereka dengan menjadi wakil rakyat akan mengisi pundi-pundi keuangan mereka. Padahal, para caleg (elite politik) adalah posisi yang mulia, memperjuangkan nasib rakyat. Para caleg yang ada tidak mengerti hak dan tanggung jawabnya jika kelak terpilih menjadi wakil rakyat baik di daerah maupun pusat. Menurut Alfian mereka (elite politik) yang rendah pengetahuan dan penghayatan politiknya mungkin juga bisa berpartisipasi secara aktif tetapi cenderung untuk kurang rasionil.Bagaimana masa depan negara ketika tidak dilimpahkan pada orang yang tepat?

Gambaran yang terbentuk di benak masyarakat tentang politik adalah gambaran tentang elite politik yang kerap menyelesaikan sesuatu dengan cara yang tidak masuk akal, menjenuhkan, monopoli sekelompok orang dan seolah sama dan sebangun dengan permainan busuk dan kotor.Padahal, sesungguhnya politik merupakan bagian dari strategi kehidupan untuk mencapai tujuan. Jika dilakukan secara benar, jujur, cerdas dan elegan, pasti akan mendatangkan kemaslahatan dan kesejahteraan buat rakyat.

Jika kondisi ini dikaitkan dengan pola dan tuntutan demokrasi, Indonesia masih jauh dari gambaran negara demokrasi yang sesungguhnya. Hematnya, hancurnya tatanan politik di negeri ini merupakan imbas minimnya dunia pendidikan politik terhadap calegnya dalam menyentuh nilai kearifan politik.

Disinilah urgensi pendidikan politik bagi para elite politik. Melaui pendidikan politik dibangun kesadaran berbangsa dan bernegara, yang tetap berpegang teguh pada Pancasila sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa. Pancasila harus menjadi landasan bagi jalannya pendidikan politik di Indonesia. Fungsi partai politik sebagai lembaga pendidikan politik belum terlaksana dengan baik.


(14)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sherman (1987:16) dalam Affandi (2011: 32) “melihat sosialisasi politik dalam tiga perspektif, yakni perspektif konsensus, konstruksi sosial tentang realitas dan perspektif humanisme”. Penulis mengambil makna dari realitas sosial yang ada tentang makna pendidikan politik dari para elite politik melalui pengalaman-pengalaman mereka dalam mendapatkan pendidikan politik. Sebagai bagian dari infra struktur yang berada pada posisi puncak, para elite politik perlu mendapatkan pendidikan politik yang lebih memadai, konstruktif dan sistematis yang dibutuhkan dalam membentuk kompetensi para elite politik. Sehingga mempengaruhi kualitas keputusan dan partisipasi politik dari elite politik terhadap sistem politik yang berlaku yang ideal menurut Pancasila dan UUD NRI tahun 1945. Sehingga bila ingin merubah suatu sistem maka kelompok elitelah terlebih dahulu harus diubah.

Seorang elite haruslah memiliki kecakapan yang memadai karena “Elite adalah individu-individuyang berhasil memiliki bagian terbanyak dari nilai-nilai (values) dikarenakan kecakapannya, serta sifat2 kepribadian mereka; dan karena kelebihan tersebut maka mereka terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan”; (Harold D. Laswell). Elite adalah individu- individuyang menduduki posisi puncak dalam institusi ekonomi, politik dan militer (C. Wright Mills). (Budiardjo, 1991: 34)

Elite politik, sebagai individu yang berada posisi puncak elite haruslah cakap dan arif karena ditangan merekalah nasib dan masa depan bangsa ini. Kecakapan dan kearifan tersebut dapat diwujudkan melalui pendidikan politik yang optimal, konstruktif dan simultan agar masa depan demokrasi serta tujuan pembangunan bangsa dapat terwujud.

Proses pendidikan politik kepada elite politik akan lebih bermakna jika dalam proses tersebut, mereka berhasil dibimbing untuk mengenal dan mengembangkan diri dan lingkungannya dalam konteks politik. Berdasarkan alasan diatas peneliti bermaksud meneliti tentang “Pandangan Elite Politik tentang Makna Pendidikan Politik” Ketertarikan peneliti melakukan studi fenomenologis tentang makna pendidikan politik bagi elite politik adalah untuk menggali pemahaman dan pengalaman-pengalaman elite dalam hal pendidikan politik.


(15)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian ini membantu kita memahami tentang realitas pendidikan politik di Indonesia, karena eksistensi pendidikan politik sangatlah penting, menentukan masa depan bangsa Indonesia, dalam melestarikan nilai-nilai ideologi politik Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam bentuknya yang paling umum, bagi pandangan modern, pengalaman adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan karena tidak serta merta jelas, pengalaman juga merupakan kondisi yang menjadikan pengetahuan sebagai sesuatu yang perlu. Artinya pengalaman tidak serta merta menawarkan diri sebagai pedoman yang sudah pasti untuk dunia (termasuk diri kita sendiri) (Ritzer & Smart, 2011:461)

Pandangan modern memandang pengalaman menjadi salah satu sumber pengetahuan. Melalui penggalian pengalaman dan pemahaman elite politik tentang makna pendidikan politik akan menambah khazanah pengetahuan tentang pendidikan politik.

Selain itu, Schutz, menyatakan bahwa tugas pertama dari pendekatan fenomenologis ini ialah memperoleh wawasan tentang karakter pengalaman sosial nyata yang diinterpretasikan konvensional. Dalam hal ini, Schutz menerangkan bahwa baik konsep ilmiah maupun pengalaman sehari-hari terbentuk lewat kategori-kategori yang terpisah dari segala sesuatu yang serta merta ditentukan dalam kesadaran (Ritzer & Smart, 2011:482)

Baik karakter pengetahuan maupun pengalaman sehari-hari sangat ditentukan oleh kesadaran, oleh karena itu pengetahuan dan pengalaman elit politik sangat ditentukan oleh kesadaran politiknya, kemudian di interpretasikan secara konvensional.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis merangkum beberapa permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana makna Pendidikan Politik bagi elite politik?

2. Bagaimana gambaran pengalaman-pengalaman pendidikan politik dari elite politik?


(16)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Kegunaan Penelitian

Melihat permasalahan diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah: “Pandangan Elite Politik tentang Makna Pendidikan Politik”.

1. Mendeskripsikan makna pendidikan politik bagi elite politik.

2. Mendeskripsikan pengalaman-pengalaman pendidikan politik elite politik.

3. Menggali konstruksi pendidikan politik dari elite politik. D. Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah:

1. Memperkaya khasanah kajian teoretik tentang pendidikan politik sebagai tradisi dalam PKn dan menjadi sumbangan pengembangan pendidikan kewarganegaraan.

2. Masukan dan informasi bagi pemerintah, sekolah, lembaga serta organisasi politik terkait dalam usaha memahami pendidikan politik yang ideal, efektif dan menarik sehingga pemahaman politik dan partisipasi politik elite politik sesuai dengan harapan masyarakat, bangsa, dan negara.

E. Definisi Konsep

Dalam penelitian ini agar terdapat kesamaan pengertian maka beberapa konsep di definisikan sebagai berikut:

1. Elite Politik

Elite adalah individu-individuyang berhasil memiliki bagian terbanyak dari nilai-nilai (values) dikarenakan kecakapannya, serta sifat-sifat kepribadian mereka; dan karena kelebihan tersebut maka mereka terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan; (Harold D. Laswell). Elite adalah individu- individu yang menduduki posisi puncak dalam institusi ekonomi, politik dan militer.

Elite politik adalah orang-orang yang tergabung dalam partai politik. Menurut salah satu pakar diantaranya adalah:Pareto mengemukakan pandangannya mengenai elite politik yaitu governing elite (elit yang memerintah). Lebih lanjut Pareto mengemukakan bahwa yang termasuk katagori elite yang


(17)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memerintah antara lain adalah pimpinan suatu lembaga, organisasi, atau pimpinan institusi Negara.

Dalam kajian tentang elite dalam sistem politik akan sulit dipahami apabila tidak dipahami mengenai distribusi kekuasaan. Dengan memahami distribusi kekuasaan dalam sebuah sistem politik itu, dapatlah diperoleh gambaran sejauh mana elite memiliki peran dalam sistem politik itu. memahami distribusi kekuasaan itu akan dipahami bagaimana perilaku politik elite politik. Tiga model yang dapat dipakai sebagai dasar untuk mempelajari posisi elit dalam sistem politik. Menurut Andrain terdapat tiga model distribusi kekuasaan yang dapat dijadikan dasar untuk mempelajari elite politik, yaitu model elite yang memerintah, model pluralis, dan model populis(Sastroatmodjo,1995:152).

2. Pendidikan politik

Pendidikan politik adalah merupakan sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan politik harus berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian bangsa Indonesia. Secara tidak langsung, pendidikan politik merupakan bagian integral dari keseluruhan pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang telah mendasari kehidupan bangsa Indonesia.

Pendidikan politik merupakan (1) proses hasil belajar; (2) memberikan indikasi hasil belajar tingkah laku individu dan kelompok yang berkenaan dengan pengetahuan, informasi, nilai dan sikap; (3) dapat dilakukan sepanjang hidup; dan (4) merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas sosial yang secara implisit dan eksplisit memberikan penjelasan tingkah laku sosial.

Terkait pendidikan politik terdapat 4 sasaran minimal yang harus dilakukan:

1) Pengetahuan politik. Ini mengacu pada konsep, informasi dan pertimbangan faktual mengenai sistem pemerintahan dan politik. Jadi bukan mengarahkan rakyat agar memilih parpol tertentu.

2) Keterampilan intelektual terkait kepiawaian menjelaskan, menggambarkan dan menginterpretasi atau menilai fenomena politik. Ini agar rakyat dapat


(18)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berpikir independen sebagai modal hidup menjadi warga negara. Bukan mengajari fanatisme secara membabi buta terhadap satu kekuatan politik. 3) Keterampilan partisipasi politik yang diharapkan membekali rakyat

dengan kemampuan memaksimalkan interaksi dengan orang lain, memelihara sikap kebersamaan dalam kelompok, bekerja sama dengan orang lain, melakukan negosiasi dan bargaining dalam menyusun keputusan politik.

4) Sikap politik. Ini terkait aspek internal rakyat yang diharapkan mempengaruhi pilihan tindakannya terhadap tujuan, orang atau peristiwa. Sasarannya ialah perasaan menerima-menolak atau mendekat-menghindar yang terkait dengan usaha mempromosikan interes dalam politik, penghargaan terhadap perbedaan visi (pendapat), rasa keakraban dan kepercayaan kepada pemerintah yang sah, serta semangat nasionalisme dan patriotisme.

F. Paradigma penelitian

Gambar 1.1: Paradigma Penelitian Elite Politik

Pakar Pendidikan

Analisis konseptual, filosofis, pandangan, pengalaman

Realitas pendidikan

politik

Teori Dokumentasi Studi dokumentasi

Wawancara


(19)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK


(20)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu G. Agenda Penelitian

Tabel 1.1: Pelaksanaan Penelitian 2013/2014

Desember Januari Februari Maret April Mei

Studi Pusaka Penjajagan awal Studi Lapangan Pengolahan Data


(21)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian tentang Pandangan Elit tentang Makna Pedidikan Politik menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Dengan pendekatan kualitatif dapat memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. Creswell (1998) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut:

Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinctmethodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyses words, report detailed views of informant, and conducts the study in a natural setting.

Kutipan diatas dapat dijelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah (natural setting).

Karakteristik pokok yang menjadi perhatian dalam penelitian kualitatif

adalah kepedulian terhadap “makna”. Dalam hal ini penelitian naturalistik tidak

peduli terhadap persamaan dari objek penelitian melainkan sebaliknya mengungkapkan tentang pandangan tentang kehidupan dari orang-orang yang berbeda. Pemikiran ini didasari pula oleh kenyataan bahwa makna yang ada dalam setiap orang berbeda-beda. Oleh karena itu tidak mungkin untuk mengungkapkan kenyataan yang ada dalam diri orang yang unik itu menggunakan alat lain kecuali manusia sebagai subjek penelitian, yang memiliki kebenaran. Lebih lanjut Lincoln

dan Guba (1985:199) menyatakan bahwa “...the human-as-instrument is inclined toward methods that are extensions of normal human activities: looking, listening, speaking, reading, and the like”. Dari pernyataan ini semakin jelas bahwa


(22)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

keunggulan manusia sebagai subjek penelitian naturalistik karena subjek ini dapat melihat, mendengar, membaca, merasa, dan sebagainya yang biasa dilakukan manusia umumnya.

Dalam proses penelitian ini peneliti mengesampingkan terlebih dahulu pengelaman-pengalaman pribadinya agar ia dapat memahamipengalaman-pengalaman partisipan yang ia teliti (Creswell, 2010: 21)

Bersifat deskriptif karena penelitian ini diusahakan menggunakan data deskriptif berupa kata-kata atau uraian yang cukup banyak. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menemukan informasi sebanyak-banyaknya dari suatu fenomena. Yang kemudian dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian yang dikaitkan dengan teori-teori ataupun peraturan-peraturan yang ada.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yaitu uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu sosial.

Studi kasus memiliki dimensi yaitu:

a. Focus : developing an indepth analysis of a single case or multiple cases b. Disipline origin

c. Data Colection: Multiple sources: documents, archival, interviews, observations (direct & participant), Physical artifact

d. Data analysis descpriptions, themes, narative form, indepth studi of a case or case.

Keistimewaan penelitian studi kasus dapat diungkapkan sebagai berikut: 1. Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni

menyajikan pandangan subjek yang diteliti.

2. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden.


(23)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga kepercayaan (trustworthiness).

5. Studi kasus memberikan uraian tebal yang diperlukan bagi penilaian atas transferbilitas.

6. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.

(Lincoln dan Guba, dalam Mulyana, 2002:201).

Pemilihan studi kasus dalam penelitian ini didasarkan pada alasan bahwa kajian tentang Pandangan Elit Politik tentang Makna Pendidikan Politik dalam khasanah PKn, sangatlah penting dan dibutuhkan saat ini dalam rangka mengembangkan wacana pendidikan politik dan mewujudkan calon pemimpin politik yang berkualitas dan bertanggungjawab bagi bangsa dan negaranya sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945. Disamping itu, penelitian ini adalah penelitian emik, yang bermaksud menyajikan berbagai pandangan subjek yang diteliti tentang Konstruksi Pandangan elit politik tentang makna pendidikan politik.

B. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini dapat dikategorikan kedalam dua kelompok.

Pertama, sumber responden (human resources) sebagai sumber primer yang diperoleh dari subjek penelitian yang dipilih secara purposive, yaitu 1) elit partai politik 2) para pakar pendidikan politik dan pendidikan kewarganegaraan.

Kedua, sumber bahan cetak (kepustakaan) sebagai sumber sekunder yang tidak diperoleh dari informan tetapi diperoleh dari luar informan. Data sekunder diperlukan untuk memperkuat dan menguji kebenaran data yang diperoleh dari informan. Sumber bahan cetak ini meliputi buku teks, dokumen negara, makalah, kliping tentang pendidikan politik yang diperoleh dari surat kabar, majalah ilmiah, jurnal, situs internet, dan lain-lain


(24)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Situs dan Subjek Penelitian

Dalam memperoleh data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian ini, maka subjek penelitian sebagai sumber data penelitian ini diperoleh dari beberapa orang, yaitu:

1. Elite partai politik

2. Serta para pakar Pendidikan Kewarganegaraan

Situs penelitian adalah Partai politik pemenang pemilu yaitu PDIP dan Golkar. Hal ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

1. Bahwa kedua Partai Politik tersebut adalah Partai Pemenang pemilu 2. Bahwa salah satu kader dari Partai tersebut menjadi pemenang pada

pemilihan presiden dan wakil presiden. D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai cara dan teknik yang berasal dari berbagai sumber baik manusia maupun bukan manusia. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan adalah teknik pengumpulan data kualitatif, yang meliputi observasi, wawancara, studi literatur dan studi dokumentasi.

A. Observasi

Observasi dilakukan langsung oleh peneliti terhadap kondisi lingkungan kantor partai politik. Peneliti melihat secara langsung berbagai aktivitas yang dilakukan oleh subjek penelitian terutama dalam hubungannya dengan penyelenggaraan pendidikan politik. Teknik ini digunakan untuk mengungkapkan secara langsung penyelenggaraan pendidikan politik di partai politik. Instrumen yang digunakan dalam observasi ini adalah pedoman observasi.

B. Wawancara

Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertemu muka (face to face), ketika seseorang, yakni pewawancara-mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancarai (Kerlinger, 2000:770). Teknik wawancara ini digunakan dengan maksud untuk memperoleh keterangan


(25)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dari para informan secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan pandangan dan pengalaman mereka tentang pendidikan politik.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada: 1) elite partai politik 2) para pakar pendidikan politik dan kewarganegaraan.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah pedoman wawancara (interview guide). Teknik ini dipilih atas dasar alasan bahwa melalui dialog tatap muka, peneliti dapat menggali pemikiran dan sikap dari para informan dalam bidang kajian yang sedang di kaji.

C. Studi literatur

Teknik studi literatur ini dilakukan dengan cara mempelajari sumber-sumber tertulis berupa buku, jurnal makalah, hasil-hasil penelitian yang relevan dengan kajian pendidikan politik, metode ini dipilih atas dasar alasan bahwa dalam sumber-sumber tertulis tersebut akan diperoleh ungkapan pemikiran tentang pendidikan politik, budaya politik dan partisipasi politik.

D. Studi dokumentasi

Teknik studi dokumentasi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan, menganalisis dokumen-dokumen resmi yang menyangkut pendidikan politik, catatan catatan penting yang dibuat media massa, baik media elektronik maupun cetak, tentang pendidikan politik, budaya politik, dan partisipasi politik. Tujuan dilakukannya studi dokumentasi ini adalah untuk mengungkapkan berbagai kebijakan, program partai politik atau kegiatan yang disusun oleh partai politik terkait pendidikan politik.

E. Teknik Analisis dan Teknik Pengolahan

Analisis data adalah proses pencarian dan penyusunan secara sistematis terhadap transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman tentang data serta menyajikan apa yang telah ditemukan kepada orang lain (Bogdan dan Biklen,1982:145). Dalam penelitian kualitatif, analisis data yang digunakan adalah analisis induktif.

Goetz dan LeCompte (1984:4) (Sapriya, 2007) mengemukakan “ indhctive research strats with examination of a phenomena and then, from


(26)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

successive examinations of similiar and dissimiliar phenomena, develops a theory to explain what was studied. Artinya penelitian induktif dimulai dengan pengujian fenomena dan kemudian dari pengujian fenomena yang sama dan beberapa mengembangkan teori untuk menjelaskan apa yang telah dipelajari.

Sedangkan Patton (1990:390) (Sapriya:2007) mengemukakan “inductive analysis means that the patterns, themes, and categories of analysis come from the data; they emerge out of the data rather than being imposed on them prior to data collection and analysis”. Artinya analisis induktif meliputi pola-pola, tema-tema dan kategori ini berasal dari data bukan ditentukan sebelum pengumpulan dan analisis data. Dengan demikian, analisis data adalah tahapan pembahasan terhadp data dan informasi yang telah terkumpul agar bermakna baik berupa pola-pola, tema-tema maupun kategori.

Dalam penelitian ini, analisis data meliputi: description, themes, assertions. Kegiatannya antara lain adalah menyusun data, memasukkannya kedalam unit-unit secara teratur, mensintesiskannya, mencari pola-pola, menemukan apa yang penting dan apa yang harus dipelajari, dan memutuskan apa yang akan dikemukakan kepada orang lain.

Dalam penelitian ini, analisis data mengacu pada langkah-langkah yang dipakai oleh Miles dan Huberman (1992:16-18) yang terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan rangkaian kegiatan analisis yang saling susul-menyusul.

Tiga jenis kegiatan utama pengumpulan data (reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi) merupakan proses siklus interaktif. Penulis harus siap bergerak diantara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.


(27)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Miles dan Huberman, 1992:20) Gambar 3.2: Bagan Komponen Analisis Data

F. Tahapan dalam Analisis Data Tahap Mereduksi Data

Reduksi data (data reduction) diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis lapangan. Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, sehngga memerlukan pencatatan secara teliti dan rinci. Untuk tiu perlu dirangkum dan dipilih hal-hal yang pokok dan penting. Tahap Penyajian data

Setelah melakukan pencatatan terhadap data yang dikumpulkan, maka tahap selanjutnya peneliti menyajikan data-data dalam bentuk deskripsi sebagai tahap penyajian data yang berdasarkan aspek-aspek yang diteliti dan disusun berturut-turut mengenai Konstruksi Pandangan Elit politik tentang makna Pendidikan Politik.

Tahap penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Proses terakhir, pengambilan kesimpulan atau verifikasi (conclution/verification), diawali dengan pengambilan kesimpulan sementara. Namun dengan bertambahnya data maka perlu dilakukan verifikasi data yaitu dengan mempelajari kembali data-data yang ada (yang direduksi maupun disajikan). Setelah itu penulis meminta pertimbangan kepada pihak-pihak yang

Pengumpulan data

Reduksi data

Penyajian data

Kesimpulan : Penarikan/verifikasi


(28)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berkenaan dengan penelitian ini. Setelah itu dilakukan, maka peneliti baru dapat mengambil kesimpulan akhir.

G. Tahapan-tahapan dan Prosedur Penelitian 1. Menetapkan Fokus Penelitian

Prosedur penelitian kualitatif mendasarkan pada logika berfikir induktif sehingga perencanaan penelitiannya bersifat sangat fleksibel . Walaupun bersifat fleksibel, penelitian kualitatif harus melalui tahap-tahap dan prosedur penelitian yang telah ditetapkan. Sama halnya dengan penelitian kuantitatif, hal pertama yang dilakukan sebelum memulai seluruh tahap penelitian kualitatif adalah menetapkan research question. Research question yang dalam penelitian kualitatif

disebut sebagai “Fokus Penelitian”, adalah pertanyaan tentang hal-hal yang ingin dicari jawabannya melalui penelitian tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggali pemahaman, pandangan serta pengalaman elit politik terkait pendidikan politik. Peneliti mencoba mengungkapakan dimensi subjektif dari realitas pendidikan politik di Jawa Barat.

Berdasarkan keinginan di atas akhirnya peneliti memilih judul “Pandangan Elit Politik tentang Makna Pendidikan Politik”. Agar penelitian ini terarah, maka

peneliti menetapkan fokus penelitian antara lain; 1) Bagaimana makna pendidikan politik bagi elite politik? 2) Bagaimana gambaran pengalaman-pengalaman elite politik terkait pendidikan politik? 3) Bagaimana Konstruksi pendidikan politik menurut elite politik?

2. Menetukan Setting dan Subyek Penelitian

Sebagai sebuah metode penelitian yang bersifat holistic, setting penelitian dalam penelitian kualitatif merupakan hal yang sangat penting dan telah ditentukan ketika menetapkan fokus penelitian. Setting dan subyek penelitian merupakan suatu kesatuan yang telah ditentukan sejak awak penelitian. Setting penelitian ini menunjukkan komunitas yang akan diteliti dan sekaligus kondisi fisik dan sosial mereka. Dalam penelitian kualitatif, setting penelitian akan

mencerminkan lokasi penelitian yang langsung “melekat” pada fokus penelitian yang telah ditetapkan sejak awal.


(29)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Elite politik yang akan diteliti oleh peneliti adalah elit partai politik sekaligus elite legislatif. elite partai politik yang dipih adalah Partai Politik Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golongan Karya (Golkar). Dan untuk menambah ketajaman analisis peneliti mewawacara seorang nara sumber sebagai pakar di bidang Pendidikan Kewarganegaraan.

3. Pengumpulan Data, Pengholahan Data, dan Analisis Data

Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang berkesinambungan sehingga tahap pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data dilakukan secara bersamaan selama proses penelitian. Dalam penelitian kualitatif pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul, atau analisis data tidak mutlak dilakukan setelah pengolahan data selesai. Dalam hal ini sementara data dikumpulkan, peneliti dapat mengolah dan melakukan analisis data secara bersamaan. Sebaliknya pada saat menganalisis data, peneliti dapat kembali lagi ke lapangan untuk memperoleh tambahan data yang dianggap perlu dan mengolahnya kembali.

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan instrument penelitian yang terstruktur dan baku, peranan peneliti yang melakukan penelitian kualitatif juga berfungsi sebagai instrument penelitian. Sehubungan dengan itu banyak hal yang perlu diperhatikan sebelum dan pada saat pengumpulan data, seperti mencari key informan yang akan dijadikan sumber informasi tentang orang-orang dan setting yang diteliti, mengadakan pendekatan-pendekatan serta menciptakan suasana

yang ‘enak’ sebelum memulai suatu wawancara. Hasil pengamatan dan

wawancara mendalam direkam dan dicatat secara sistematis.

Pengolahan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan cara mengklasifikasi atau mengategorikan data berdasarkan beberapa tema sesuai fokus penelitiannya.

4. Penyajian Data

Prinsip dasar penyajian data adalah membagi pemahaman kita tentang sesuatu hal pada orang lain. Oleh karena ada data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata dan tidak dalam bentuk angka, penyajian biasanya


(30)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berbentuk uraian kata-kata dan tidak berupa tabel-tabel dengan ukuran statistik. Sering kali data disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung dari kata-kata terwawancara sendiri. Kata kata itu ditulis apa adanya dengan menggunakan bahasa asli informan (misalnya bahasa ibu, bahasa daerah, dan bahasa khusus)

yang dalam penelitian kualitatif sering disebut sebagai “Transkrip”.

5. Penulisan Kesimpulan

Tidak ada perbedaan besar antara menulis kesimpulan kualitatif dan kuantitatif. Dalam tahap ini peneliti meyakinkan pembaca akan kredibilitas dan keterkaitan interpretasi-interpretasi yang diberikan.


(31)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

PEMBAHASAN PENELITIAN 1. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan dan dibahas mengenai hasil temuan-temuan yang telah dideskriptifkan pada bagian deskripsi hasil penelitian. kemudian temuan-temuan tersebut di analisis dan dikuatkan dengan teori-teori yang menjadi landasan pustaka, dan penguatan dari wawancara dengan Pakar PKn.

1. Pendidikan politik menurut elite politik. a. Arti penting Pendidikan Politik

Dari hasil wawancara dan observasi di lapangan, pendidikan politik oleh partai politik lebih banyak dilakukan untuk para kadernya, kepentingan mereka akan pendidikan politik adalah untuk menjaga konstituen mereka agar mereka terpilih lagi diperiode berikut. Dengan pendidikan politik diharapkan para kader memiliki kemampuan komunikasi politik dalam berkampanye, menyampaikan visi misi partai, kebijakan partai politik demi keberlangsungan partai politik.

Menjadi seorang anggota Legislatif adalah sebuah jabatan politik, sebuah profesional dalam dunia politik, semua yang terlibat dalam partai politik bercita-cita menjadi anggota legislatif. sudah selayaknya keinginan profesional dalam politik itu mendapatkan pendidikan politik ini sejalan dengan pendapat Haines.

Menurut Haines bahwa: Pendidikan politik adalah bagaimana mengembangkan keinginan professional dalam politik dan mengutamakan yang mengarah kepada tanggungjawab politik, yang dalam waktu yang sama berusaha memberikan kepada mereka pengetahuan yang penting dan keterampilan untuk melaksanakan tanggungjawab (Idrus Affandi, 1993:5). Terkait dengan elite politik dan pendidikan politik, menurut Haines elite politik perlu mendapatkan pendidikan politik yang mengarah kepada tanggungjawab politik. Tanggung jawab politik adalah tanggung jawab terhadap tugas, fungsi dan wewenangnya. Mereka tidak boleh seenak nya menggunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan. Mayoritas


(32)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

elite politik menggunakan politik sebagai teknik. How toget power, how to use power, how to defeat other friends, bagaimana mengalahkan bagaimana mendapatkan kekuasaan. Seharusnya elite politik menggunakan politik sebagai etik itulah musyawarah mufakat. Musyawarah mufakat dilupakan karena kita tergila-gila dengan konsep demokrasi liberal “one man one vote” dalam budaya Pancasila kita tidak mengenal one man one vote. Sila keempat tidak mendorong one man one vote. Melalui pendidikan politik, elite politik dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan tanggungjawabnya, sehingga mengedepankan politik sebagai etik bukan politik sebagai teknik.

Berbicara tanggung jawab, terdapat macam-macam tanggung jawab. Sesuai eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu dan makhluk sosial maka tanggung jawab dapat dibedakan menjadi, 1) tanggung jawab terhadap diri sendiri, 2) tanggung jawab terhadap keluarga, 2) tanggung jawab terhadap masyarakat dan 4) tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dengan tangung jawabnya itu tindakan manusia terkontrol.

Kesadaran tentang tanggung jawab ini seharusnya diberikan kepada para elite politik sehingga mereka menggunakan tugas, fungsi dan wewenangnya sebaik mungkin untuk kepentingan rakyat.

Pendidikan politik memiliki arti penting bagi pemerintah maupun partai politik itu sendiri. Namun pendidikan politik jangan hanya menjadi monopoli para elite politik, masyarakatpun harus mendapatkan pendidikan politik yang proporsional. Melalui pendidikan politik masyarakat akan sadar tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara sehinggamelalui pendidikan politik pemerintah akan mendapat dukungan dan partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pembangunan. Sebagai contoh pendidikan politik di desa bagaimana masyarakat desa bergotong royong dalam pembangunan desa.

Bagi partai politik melalui pendidikan politik versi mereka, mereka akan kuat karena mendapat dukungan dari rakyat melalui hak suaranya. Melalui pendidikan politik rakyat akan sadar hak dan tanggung jawabnya sebagai warga


(33)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

negara sehingga mereka tidak akan menyia-nyiakan hak suaranya. Sehingga akan menekan angka golput. Karena partisipasi rakyat akan menentukan arah dan tujuan bangsa dan negara Indonesia untuk masa yang akan datang.

Berbicara penyelenggaran pendidikan politik di negara kita belum maksimal. Sebagai salah satu fungsi dari partai politik, partai politik belum dapat menjalankan fungsi pendidikan politik kepada masyarakat secara optimal. Mereka lebih terkonsentrasi memberikan pendidikan politik kepada kader-kader mereka. Karena mereka menganggap keberlangsungan partai politik tergantung pada ketersediaan kader yang berkualitas. Sedangkan pendidikan politik untuk masyarakat mereka hanya menjalankannya ketika akan ada pemilu, pileg, atau pilgub, pilbup dan pilwalkot. Dan itu pun dalam bentuk kampanye-kampanye politik, yang tidak bermuatan pendidikan, yang tujuannya adalah bagaimana supaya masyarakat jangan golput dan menggunakan hak suaranya untuk memilih partai politik mereka.

Pemerintahan yang demokratis menurut Kokotiasa (2012) seharusnya memandang pentingnya rakyat melek secara politik. Rakyat harus dijadikan mitra yang aktif dalam usaha pembangunan politik. Rakyat yang mandiri justru akan mengurangi beban pemerintahan. Karena itu lembaga politik dan partai politik seharusnya mengatur semua aspirasi yang berkembang ditengah masyarakat. Out put dari pendidikan politik adalah terbentuknya pribadi yang demokratis dan bertanggungjawab. Selain itu akan menghasilkan demokratisasi struktur-struktur kemasyarakatan untuk mencapai komunitas sosial politik yang adil dan sejahtera. Ringkasnya keluaran pendidikan politik adalah perubahan sikap politik rakyat dari sinisme, kepasifan dan apatisme politik beralih menjadi antusiasme politik, kegairahan, partisipasi aktif, inovatif, produktif dan optimisme politik

Menurut UU No 2 tahun 2008 tentang Partai politik pada BAB XIII, pasal 31PENDIDlKAN POLITIK


(34)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkuptanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dengantujuan antara lain:

a. meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

b. meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan

c. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalamrangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untukmembangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila.

Pendidikan politik tidak bisa lepas dari ideologi Pancasila. Pancasila harus menjadi sumber dan patokan dalam berkehidupan kebangsaan Indonesia. Menurut Idrus Affandi dalam pengantar bedah buku Political Educationdari Brownhill

Pendidikan politik adalah merupakan sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan politik harus berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian bangsa Indonesia. Secara tidak langsung, pendidikan politik merupakan bagian integral dari keseluruhan pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang telah mendasari kehidupan bangsa Indonesia (Sadeli, 2009: v).

Menurut Affandi, pendidikan politik adalah bagian integral dari pembangunan bangsa. Oleh karena itu Pancasila harus menjadi dasar dan acuan didalam pelaksanaan pendidikan politik, sesuai dengan pembukaan UUD 1945.

Menurut Ramlan Surbakti sosialisasi politik adalah:

Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem


(35)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.( Surbakti,

1999:117)

Dalam pendidikan politik terkandung upaya untuk mengenalkan dan membelajarkan masyarakat tentang nilai-nilai (ideologi Pancasila) dan simbol-simbol politik negara dalam sistem politik yang Pancasilais dan demokratis melalui sekolah, pemerintah dan partai politik.Hal diatas sejalan dengan pendapat

Wahab dalam Komarudin, (2005:19) yang mengemukakan, bahwa “pendidikan

politik secara umum adalah sosialisasi nilai-nilai kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara”.

Kartono mengungkapkan bahwa pendidikan politik ditujukan untuk memantapkan kesadaran politik dan bernegara dalam menunjang kelestarian Pancasila dan UUD NRI tahun1945:

1. Rangkaian upaya edukatif yang sistematis dan intensional untuk memantapkan kesadaran politik dan kesadaran dalam bernegara, dalam menunjang kelestarian Pancasila dan UUD NRI tahun1945 sebagai falsafah hidup serta landasan konstitusional.

2. Melakukan upaya pembaharuan kehidupan politik bangsa Indonesia, dalam rangka tegaknya satu sistem politik yang demokratis, sehat dan dinamis.(Kartono, 2009:69)

Artinya bahwa dalam pendidikan politik penting sekali diperkenalkan secara sistematis, tidak sepotong-sepotong untuk menghindari pemahaman yang liru tentang politik yang ideal yang sesuai dengan Pancasila yang merupakan kristalisasi dari kepribadian dan budaya bangsa Indonesia. Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum positif yang ada di Indonesia dan menjadi dasar negara Indonesia.

Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dalam ilmu hukum memiliki kedudukan sebagai “Staatsfundamentalnorm”, oleh karena itu merupakan sumber hukum positif dalam negara Republik Indonesia. Maka prinsip demokrasi dalam Negara Indonesia selain tercantum dalam Pembukaan juga berdasarkan pada dasar filsafat negara Pancasila sila keempat yaitu kerakyatan, yang juga tercantum dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945.

Makna pengertian “dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” dimaksud bahwa dalam pelaksanaan


(36)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab (Kaelan, 2007: 67)

Jadi Pancasila sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 harus menjadi sumber hukum positif bagi suatu negara dan merupakan sesuatu yang amat penting. Dengan kata lain Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Negara tanpa dasar negara berarti negara tersebut tidak memiliki pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, akibatnya negara tersebut tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas, sehingga memudahkan munculnya kekacauan. Dasar Negara sebagai pedoman hidup bernegara mencakup cita-cita negara, tujuan negara, norma bernegara.

Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara harus menjadi pedoman untuk setiap tingkah laku dan setiap pengambilan keputusan para penyelenggara negara dan pelaksana pemerintahan dan tetap memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur serta memegang teguh cita-cita moral bangsa.

Dalam menjalankan salah satu fungsinya partai politik melaksanakan pendidikan politik tidak hanya kepada kader atau elite politik, tetapi juga kepada masyarakat dengan memberikan pemahaman tentang apa itu Pancasila, apa itu demokrasi Pancasila, apa itu politik bukan hanya kampanye-kampanye politik, yang hanya mengajak untuk memilih partai politik. Masyarakat harus melek politik sehingga ia memiliki kesadaran politik yang akan mendorong partisipasi politik yang berkualitas.

Pendidikan politik jangan diartikan secara sempit. Partai politik harus memahami bahwa pendidikan politik adalah sebuah upaya yang terencana, sistematis dan simultan. Masyarakat diberikan pendidikan politik dengan tujuan salah satunya agar masyarakat melek politik. Jadi pemahaman tujuan pendidikan politik jangan hanya ditujukan kepada partisipasi di dalam pemilu. Hal seperti itu adalah sikap egois, hanya pintar untuk sendiri.

Menurut Idrus Affandi dalam pengantar bedah buku Political Educationdari Brownhill


(37)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pendidikan politik adalah merupakan sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan politik harus berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian bangsa Indonesia. Secara tidak langsung, pendidikan politik merupakan bagian integral dari keseluruhan pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang telah mendasari kehidupan bangsa Indonesia.(Sadeli, 2009: v)

Fungsi pendidikan politik sangat penting dan strategis sebab pendidikan politik adalah upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik agar mendorong kesadaran politik secara maksimal dalam sebuah sistem politik.

Pendidikan politik mempunyai dua tujuan utama. Pertama, fungsi pendidikan politik adalah untuk mengubah dan membentuk tata perilaku seseorang agar sesuai dengan tujuan politikyaitu menjadikan setiap individu sebagai partisipan politik yang bertanggung jawab. Kedua, lebih luasnya pendidikan politik berfungsi membentuk tatanan masyarakat yang sesuai dengan falsafah bangsa dan negara.

Berbicara pendidikan politik akan erat kaitannya dengan rekrutmen dan sosialisasi. Fungsi pendidikan politik tak lepas dari menjelaskan bagaimana proses rekrutmen dan sosialisasi kepada rakyat agar pahamakan peranannya dalam sistem politik sehingga dapat memiliki orientasi terhadap sistem politik yang berlaku.

Sedangkan fungsi pendidikan politik bagi individu antara lain adalah: 1. Peningkatan kemampuan individual agar setiap individu mampu

menghadapi segala tantangan, permasalahan, perubahan sosial yang terjadi. Sehingga mereka dapat bertahan hidup.

2. Ikut serta dalam proses pemilu, baik dipilih maupun memilih, memahami tentang kekuasaan politik serta mekanismenya, dan berpartisipasi aktif mempengaruhi dan mengontrol pelaksanaan kekuasaan politik di tengah masyarakat, terkait perumusan serta pelaksanaan kebijakan publik.


(38)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jadi tidak hanya menambah pengetahuan dan pemahaman tentang politik saja. Fungsi pendidikan politik adalah membentuk individu yang aktif berpartisipasi dalam sistem politik yang berlaku sesuai dengan falsafah bangsa dan konstitusi negara.

Menurut Udin S Winataputra, pendidikan politik untuk masyarakat, harus dipahami 1)Politik sebagai seni. 2)Politik sebagai teknik sebagai cara kerja. 3)Politik sebagai etik. Pendidikan politik untuk masyarakat pertama yang harus diajarkan adalah 1)politik sebagai etik, 2)politik sebagai budaya kehidupan, dan terakhir 3) baru politik sebagai teknik. Kita bangun dulu etika berpolitik, sehingga ketika masyarakat berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik sudah terbangun etika berpolitik.

Menurut Udin S Winataputra penyelenggaraan pendidikan politik di Indonesia berjalan sendiri-sendiri. Partai politik, organisasi massa, organisasi profesi mempersepsikan dan menjalankan fungsi pendidikan politiknya sendiri-sendiri.Sehingga terjadikesenjangan persepsi ideologis.

Solusinya 1) Re-Ideologisasi mendorong menggiring mengajak menuntun seluruh komponen bangsa Indonesia, mulai dari individu, organisasi partai politik, ormas, kemudian lembaga swadaya masyarakat kembali ke patokan dasar yaitu ideologi Pancasila, memahami Pancasila seutuhnya. Jangan memahami Pancasila hanya daripengertian struktural kata-kata yang ada pada setiap sila, atau hanya memahami Pancasila terdiri dari lima sila, tetapi kita harus memaknai bahwa jika kita berbicara kemanusiaan maka kemanusiaan yang harus berkeTuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang berkesatuan indonesia, kemanusiaan yang mampu hidup berdemokrasi, kemanusiaan yang berkeadilan sosial, jadi sila sila itu harus ditempatkan didalam sentrumnya. Elite politik harus berdemokrasi yang berkeTuhanan. Ketika ia menjalankan money politics dengan membayar orang untuk memilih, menurutnya tidak ada orang yang tahu, dia lupa bahwa bagi orang yang berkeTuhanan, mereka percaya ada malaikat yang mencatat perilaku baik dan buruk. Politisi yang berkeTuhanan tidak akan membayar orang untuk


(39)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memilihnya. Dia tidak akan berbohong dan mengobral janji yang belum tentu ia capai, ketika ia ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berbicara keadilan sosial tidak akan ada beras yang diselewengkan, minyak yang diselewengkan.

2) Re-Konseptualisasi tugas lembaga negara dan pendidikan tinggi untuk merekonsepsi, mengkonsep ulang apa yang dimaksud pendidikan politik. Sehingga tidak terjadi miss perception pendidikan politik.

3) Re-Instrumenisasi, alat-alat dan prasarana ditata ulang. Apakah ceramah-ceramah, pidato, pembelajaran di kelas, tayangan telivisi dan sebagainya harus ditata ulang kembali.

4) Re-Praksisasi, membenahi kehidupan nyata. Contoh sederhana, dahulu kota Bandung kacau dan kumuh. Pada masa kekepmimpinan walikota Bandung Ridwan Kamil, walikota Bandung mentata kembali kota Bandung dari kondisi kumuh menjadi indah, Alun-Alun kota Bandung yang semula banyak transaksi seksual dirubah fungsi menjadi tempat silaturahmi. Tindakan yang dilakukan Ridwan Kamil adalah Re-Ideologisasi, bagaimana hidup sebagai orang Bandung. Re-Instrumenisasi membenahi taman-taman kota menjadi indah, setiap orang yang duduk ditaman tidak dicurigai dan tidak malu.

5) Re-Edukasi pendidikan politik, warga dididik untuk melek politik (political literacy), tidak harus melalui pendidikan formal di sekolah, tetapi dapat melalui program-program yang inklusif melibatkan seluruh komponen. Contoh mudah dalam kehidupan sehari-hari, buang sampah pada tempatnya, jangan mengandalkan petugas kebersihan pemerintah, jika seluruh warga kota bandung membuang sampah pada tempatnya, The clean city akan tercapai. Masing-masing individu mendidik diri sendiri. Dalam bahasa agama adalah Ibdabinafsih,dan fastabiqulkhoirot, mulai dari diri sendiri dan berlomba-lombalah dalam kebaikan.

b. Media Pendidikan Politik

Berdasarkan hasil wawancara dengan para politisi, media yang digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan politik di Indonesia antara lain, adalah media


(40)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

massa, pendidikan formal, partai politik, dan organisasi kemasyarakatan namun semua itu belumlah optimal digunakan.

Keberhasilan pendidikan politik tidak akan dapat tercapai jika tidak disertai usaha yang nyata. Penyelenggaraan pendidikan politik erat kaitannya dengan bentuk pendidikan politik yang diterapkan di masyarakat. Artinya bentuk pendidikan politik menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan politik.

Bentuk pendidikan politik menurut Rusadi Kartaprawira dapat diselenggarakan antara lain melalui:

1. bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain bentuk publikasi massa yang biasa membentuk pendapat umum.

2. Siaran radio dan televisi serta film (audio visual media).

3. Lembaga atau asosiasi dalam masyarakat seperti masjid atau gereja tempat menyampaikan khotbah, dan juga lembaga pendidikan formal ataupun iniformal. (Rusadi Kartaprawira, 2004:56)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat kita lihat bahwa pendidikan politik dapat diselenggarakan melalui berbagai jalur. Pelaksanaan pendidikan politik tidak hanya monopoli lembaga seperti persekolahan atau organisasi saja, namun dapat melalui media, seperti media cetak dalam bentuk artikel ataupun media elektronik.

Aspek yang terpenting dalam bentuk pendidikan politik adalah ia harus mampu memobilisasi simbol-simbol nasional, memberikan pemahaman tentang ideologi dan konstitusi negara, serta meningkatkan daya pikir dan daya tanggap rakyat terhadap masalah politik. Selain itu, bentuk pendidikan politik yang dipilih harus mampu meningkatkan rasa nasionalisme yaitu keterikatan diri (senseof belonging) yang tinggi terhadap tanah air, bangsa dan negara.

Berdasarkan pendapat Rusadi media massa merupakan salah satu bentuk pendidikan politik, media massa merupakan kekuatan politik penting yang mempengaruhi proses politik. Media massa memiliki fungsi dominan pada social


(41)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

control, mengawal semua proses pemerintahan, termasuk proses pembuatan kebijakan.

Karena itulah keberadaan media massa, terutama pers bebas dianggap sebagai salah satu pilar dari demokrasi. Begitu luar biasanya kekuatan media massa ini digambarkan oleh Malcolm X dengan pernyataan bahwa “the media’s the most powerfull entity on earth. They have the power to make the innocent

guilty and to make the guilty innocent, and that’s power. Because they control the

minds of the masses”.

Media massa merupakan entitas terkuat di muka bumi karena kemampuannya dalam membentuk dan mengendalikan kesadaran massa. Dengan kekuatan tersebut, media massa bahkan mampu menentukan apa yang baik dan apa yang buruk bagi masyarakat seperti halnya seorang dokter yang mengobati pasiennya.

Namun realitas saat ini media massa maupun media cetak hanya memberitakan yang negatif tentang Politik sehingga membuat rakyat menjadi apatis. Karena media massa belum dapat menangkap semua momen tentang politik dan belum ada figur politisi yang bisa menjadi teladan. Selain itu media massa saat ini menjadi corong salah satu partai politik, sehingga muatan pemberitaan memiliki muatan kepentingan, tidak netral.

Keberadaan media massa dapat membentuk opini publik karena fungsi pendidikan politik pada media massa sangat strategis. Berdasarkan hal itu untuk menjaga kenetralan, media massa perlu menghadirkan berbagai aktor politik yang ada, sehingga publik bisa mendapatkan informasi dari berbagai pihak.

Menurut Udin S. Winataputra, media pendidikan politik yang sudah sangat terstruktur adalah PKN yang kedua adalah program-program pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah, program-program pemberdayaan masyarakat pengentasan oleh LSM yang bersumbu pada kehidupan berbangsa dan bernegara, aktivitas-aktivitas perguruan tinggi untuk pengentasan masyarakat, seperti KKN. Menurut wawancara dengan Winataputra, pengertian media adalah alat


(42)

Rizwan Martiadi, 2015

PANDANGAN ELITE POLITIK TENTANG MAKNA PENDIDIKAN POLITIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bantu. Saat ini media sosial dijadikan sebagai media pendidikan politik namun pada praktiknya terlalu liberal. Sebagai media komunikasi dalam media sosial sering terjadi caci maki, dengan bahasa yang tidak etis, perlu ada etika bermedia sosial. Sehubungan dengan itudalam transaksi elektronik ada etikanya, yang diatur dalam UU tentang IT. Demikian juga halnya dengan mass media seharusnya mengikuti UU IT, UU tentang kebebasan menyampaikan pendapat dan sebagainya. Permasalahannya masyarakat belum paham batasan tentang kebebasan menyampaikan pendapat. Sehingga kita harus mengekstrak dari norma-norma yang berlaku di masyarakat, kemudian diambil intisarinya dan diwujudkan dalam bentuk tuntunan perilaku.

c. Peran Partai Politik dalam Pendidikan Politik

Seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya, partai politik seharusnya selain memberikan pendidikan politik kepada para kader-kader partai, partai politik juga harus memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.

Dalam pelatihan pelatihan untuk kadernya, partai politik menggunakan sistem indoktrinasi, dengan penekanan pada internalisasi ideologi partai, AD/ART partai, visi misi partai dan kepentingan partai. Terlihat sekali partai politik berusaha untuk melanggengkan kepentingan-kepentingan politik partai.

Hal ini tidak sesuai dengan UU No 2 2011 tentang Partai Politik Pasal 34

Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan:

1) pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD NRI tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2) pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan

3) pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan berkelanjutan.


(1)

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Affandi, Idrus. (1993). Analisis Buku Political Education R Brownhill dan Patricia Smart (Makalah). Bandung: Lab PPKN IKIP.

Affandi, Idrus. (2011). Pendidikan Politik (Mengefektifkan Organisasi Pemuda, Melaksanakan Politik Pancasila dan UUD 1945) Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Alfian, (1978). Pemikiran dan perubahan Politik Indonesia (kumpulankarangan). Jakarta PT. Gramedia.

Alfian (1981). Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia Jakarta: LP3ES Alfian & Nazarudin, (1991) Profil Budaya Politik Indonesia. Jakarta. PT.

Temprint.

Almond Gabriel A dan Powell Bingham G (1978) “Comparative Politics Systems,

Process and Policy, Boston. Little Brown Comp.

Almond, Gabriel A dan Sidney Verba. 1984. Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Bina Aksara. Jakarta.

Almond and Verba, (1990) Budaya Politik Tingkah laku politik dan Demokrasi di Lima negaraTerjemahan oleh Sahat Simamora. Jakarta : Bumi Aksara Al Muchtar, Suwarma (2000) Pengantar Studi Sistem Politik Indonesia.

Bandung. Gelar Pustaka Mandiri.

Andrain, Charles F. (1992)Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. dari buku asliberjudul Political Life and Social Change. Penerjemah Luqman Hakim.Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

Berger Peter dan Luckman, Thomas.(1990)”Tafsiran Sosial Atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan”. LP3ES, Jakarta.

Bogdan, R.C dan Biklen, S.K. (1982). Qualitative Research for Education : An Introduction to Theory and Mehtods,Boston : Allyn and Bacon, Inc Budimansyah, Dasim. (2010) Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan. Bandung PT GENESINDO

Budiardjo,M(1991)Aneka pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.


(2)

Budiardjo, M (2009) Dasar-dasar Ilmu Politik Jakarta: PT Gramedia

Bungin, Burhan. (2001). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana PrenadaMedia Group

Cogan JJ. (1999) Developing The Civic Society, The Role of Civic Education Bandung CICED

Creswell, John W. (2010). Edisi ketiga Research Design Pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Creswell, John W (1998) Qualitative Inquiry and Research Design: choosing among Five Traditions. London: Sage Publication

Darmawan, Cecep (2013) Urgensi Keterbukaan Informasi dan Pendidikan Warganegaradalam Potret Keterbukaan Informasi Publik Pemikiran Dan Gagasan Dari Jawa Barat Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat Djahiri. A. Kosasih (1993). Membina Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial PLS

dan PPS yang Menjawab Tantangan Hari Esok. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, I/1993. Bandung : Forum Komunikasi FPIPS / IPS Indonesia.

Djahiri, A Kosasih (2004) Landasan organisasi Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan, Bandung: Lab PKn UPI.

Delican, Mustafa. ELITE THEORIES OF PARETO, MOSCA AND MICHELS Dye, Thomas R. and Zeigler, Harmon. (1970)The Iron of Democracy. Cliff: Wad

Worth.

Goetz, Judith Preissle and LeCompteMargaret Diane (1984) Ethnography and Qualitative Design in Educational Research.Published by Academic Press Huntington, Samuel P. (1994). Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta

PT. Rineka Cipta.

ICCS Asian Report Civic Knowledge and Attitudes among Lower and Secondary Students in Five Asian Countries 2009

Kaelan. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan tinggi. Yogyakarta. Penerbit Paradigma.


(3)

Kantaprawira, Rusadi. (2004) Sistem Polilik Indonesia: Suatu Model PengantarBandung: Sinar Baru Algensindo

Kantaprawira, Rusadi. (1988).Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar Bandung : Sinar Baru

Kartono, Kartini. (2009) Pendidikan Politik sebagai Bagian dari Pendidikan Orang Dewasa Bandung. Mandar Maju

Kartodirdjo,Sartono. (1990)Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial, Jakarta, LP3ES

Kavang, Dannis (1998) Political Culture. Bandung CV Armico

Kencana, Inu (2005) Sistem politik Indonesia Bandung Refika Aditama

Kerlinger (2000) Asas asas Penelitian Behavioral. Penerjemah Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Universitas Gajahmada Pers.

Komarudin. Shaleh, R (2005). Implikasi Pendidikan Politik Di Pondok Pesantren Terhadap Perilaku Politik Santri (Tesis). Tidak Diterbitkan

Lincon and Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. London : Sage Publication Mas'oed,Mochtar. dan Colin Mac Andrew (1982). Perbandingan Sistem Politik,

Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

Michels, Robert. (1984). Partai Politik Kecenderungan Oligarkis dalam Birokrasi. Jakarta CV Rajawali.

Mahfud, MD. (2000). Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Yogyakarta, Penerbit Rineka Cipta.

Miles, Mathew B. Dan A. Michael Huberman (1992) Analisis data kualitatif:Buku sumber tentang Metode-metode baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi dari judulQualitatif data analisis. Jakarta : UI Press

Mills, C. Wright. (1956). The Power Elit. New York: Oxford University Press Mulyana, Dedi. (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja

Rosda Karya.

Nasution, S (2003) Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung Tarsito Syamsudin, Nazaruddin. (1991). Profil Budaya Politik Indonesia. Jakarta: PT


(4)

Patton, M.Q (1990) Qualitative Evaluation and Research Methods, London SAGE Publication

Poloma, Margaret M. (1994) Sosiologi Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ritzer, George. & Smart, Barry The Hand Book of Social Theory London: University of Portsmouth, UK

Rush, Michael. dan Althof, Phillip. (1989) Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: PT. Rajawali

Rush, Michael dan Althoff, Phillip (2001). Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta:PT. Rajawali Press

Sadeli, Elly Hasan, dkk. (2009). Bedah Buku Political Education dari Robert Brownhill and Patricia Smart. Bandung, Kencana Utama.

Sanit, Arbi (1981) Sistem Politik Indonesia, Kestabilan, Peta Kekuatan Politik dan Pembangunan Jakarta: CV Rajawali

Sanit, Arbi. (1985)Perwakilan Politik Indonesia. Jakarta : CV. Rajawali.

Sapriya. (2001). Analisis Signifikasi “Content” PKn Persekolahan dalam Menghadapi Tuntutan Era Demokrasi dan Penegakan Hak Asasi Manusia. Jurnal Civicus (1) 57-72. Bandung. Jurusan PMPKN. UPI. Sapriya. (2007).Perspektif Pemikiran Pakar tentang Pendidikan

Kewarganegaraan dalam Membangun Bangsa. SPS. UPI. Bandung Sastroatmodjo, S. (1995) Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press. Sirozi, Muhammad. (2005) Politik Pendidikan: Dinamika Hubungan antara

Kepentingan Kekuasaan dan Politik Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sukardjo, Komaruddin Ukim (2009) Landasan Pendidikan: Konsep dan AplikasinyaJakarta Rajawali pers

Sumarno, AP. 1990. Pendapat Umum Dalam Sistem Politik. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Surbakti, Ramlan. (1992) MemahamiIlmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama,


(5)

Surbakti, Ramlan. (1999) Memahami Ilmu Polilik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Suwarno, Wiji 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jokjakarta: Ar-Ruzz Media Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan Sekolah Menengah Atas (2006) Departeman PendidikanNasional.

Wahab, Azis & Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung Penerbit Alfabeta.

Widjaja, Albert (1982). Budaya Politik Dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta LP3ES

Winataputra, U.S. ( 2001) Jati diri pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana sistemik pendidikan demokrasi: sutau kajian konseptual dalam konteks pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan

JURNAL

Kokotiasa, Wawan. Urgensi Pendidikan Politik. e-Jurnal IKIP PGRI madiun Jurnal Prodi PPKn 2012, vol. 01, no. 01

Mahendra, A.A Oka,Kampanye Pemilu 2014 Sebagai Bagian dari Pendidikan Politik Masyarakat: Jurnal Legislasi Indonesia hal 551 vol. 9 No 4 Desember 2012

Santoso, Listiyono. Dicari Sosok ‘Negarawan’ Untuk Indonesia Jurnal karya ilmiah IKIP PGRI MadiunJurnal Prodi PPKn [online]2013, vol. 02, no. 01

DOKUMEN

Aggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golongan Karya (Golkar) UNDANG-UNDANG

UUD NRI 1945


(6)

UU No 2 tahun 2008 tentang Partai Politik UU No 2 tahun 2011 revisi UU Partai Politik

UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD I, DPRD II.

Inpres No 12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda MEDIA CETAK

Harian Umum Pikiran Rakyat 6 april 2014 Bandung Majalah Gatra , 03-09 Januari 2013