PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERNUANSA ETNOMATEMATIK (PMRE) : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kota Jambi.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN PENDEKATAN

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERNUANSA ETNOMATEMATIK (PMRE) (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kota Jambi)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

MUSLIMAHAYATI NIM 1302652

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN PENDEKATAN

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERNUANSA ETNOMATEMATIK (PMRE) (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kota Jambi)

Oleh : Muslimahayati

S.Pd., Universitas Jambi, 2012

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

Sekolah Pascasarjana UPI Bandung

© Muslimahayati 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian


(3)

MUSLIMAHAYATI

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN PENDEKATAN

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERNUANSA ETNOMATEMATIK (PMRE) (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kota Jambi)

Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing

Dr. Dadan Dasari, M.Si NIP 19640717 1991 02 1001

Mengetahui

Ketua Departemen/Prodi Program S2/S3 Pendidikan Matematika

Dr. Sufyani Prabawanto, M.Ed NIP 19600830 198603 1 003


(4)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN PENDEKATAN

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERNUANSA ETNOMATEMATIK (PMRE) (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kota Jambi)

MUSLIMAHAYATI ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum optimalnya pembelajaran di sekolah dalam upaya peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa. Hasil survey PISA 2012 juga diketahui bahwa siswa kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan terhadap aktivitas etnomatematika masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) Provinsi Jambi. Hasil temuan pada penelitian pendahuluan tersebut di padukan dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) selanjutnya disebut dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) dan diujicobakan kepada siswa kelas VII SMP Negeri 22 Kota Jambi. Penelitian ini mengkaji tentang peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis antara siswa yang memperoleh pendekatan PMRE dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau secara keseluruhan dan ditinjau menurut kategori kemampuan awal matematis siswa tinggi, sedang dan rendah. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan nonequivalent control-group design.. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji perbedaan rataan yaitu uji-t dan mann-whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran PMRE secara keseluruhan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional dengan kategori tinggi dan sedang 2) ditinjau dari KAM, peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa kategori KAM sedang yang memperoleh pembelajaran PMRE lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, sedangkan pada siswa kategori KAM tinggi dan rendah yang memperoleh pembelajaran PMRE tidak lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

KataKunci : Pembelajaran Matematika Realistik, Etnomatematik, Komunikasi


(5)

THE IMPROVEMENT OF MATHEMATICAL COMMUNICATION AND CRITICAL THINGKING ABILITIES OF STUDENTS THROUGH

REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION WITH THE NUANCE OF ETHNOMATHEMATICS (PMRE) (Quasi experiment study on Junior High School students in Jambi city)

MUSLIMAHAYATI ABSTRACT

This research was backgrounded by the conventional learning in school which seemed far from optimal in order to improve mathematical communication and critical thinking abilities of students. PISA 2012 results also note that students difficult in applying mathematics to real-life situations. Preliminary research has been conducted to determine the ethnomathematical activities of the community of backwoodsmen famous as Suku Anak Dalam (SAD) in Batanghari regency in Jambi province. The results of the preliminary research findings combine with realistic mathematics education approach (PMR) and next called as realistic mathematics education with the nuance of ethnomathematics (PMRE) and it is tested to seventh grade students of 22nd State Junior High School of Jambi. This research examined the increase of mathematical communication and critical thinking abilities among students between those who received PMRE approach and those who received conventional learning that was viewed as a whole and the category of early mathematical ability of students on category of high, medium, and low. The research was carried out by using quasi experiment with nonequivalent control-group design. Data were analyzed by using the average differential tests which involved the t-test and the Mann-Whitney. The results of the research were as follows: 1) the achievement and improvement of mathematical communication and critical thinking abilities of students who received the PMRE was overall higher than those who received the conventional learning with high and medium category , 2) in terms of KAM, the improvement of mathematical communication capabilities and critical thinking of students on the category of the medium KAM which were given the PMRE treatment was better than students who received conventional learning, while there was no improvement of the student in category of the low and high KAM who acquired the PMRE.

Keywords: Realistic Mathematics Education, Ethnomathematics, Mathematical Communication, Critical Thinking


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 16

1.3 Tujuan Penelitian ... 17

1.4 Manfaat Penelitian ... 18

1.5 Definisi Operasional ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 20

2.2 Kemampuan Berpikir Kritis ... 22

2.3 Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) ... 24

2.3.1 Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) ... 25

2.3.2 Etnomatematika... 29

2.4 Etnomatematika pada Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi ... 31 2.4.1 Sejarah dan Asal Usul Masyarakat Suku Anak


(7)

2.4.2 Gambaran Umum Wilayah ... 34

2.4.3 Kondisi Penduduk ... 36

2.4.4 Pendidikan ... 37

2.4.5 Pola Kehidupan dan Aktivitas Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) ... 39

2.5 Pentingnya Etnomatematika dan Kearifan Budaya Lokal dalam Pembelajaran ... 42

2.6 Teori Belajar yang Mendukung ... 44

2.6.1 Teori Konstruktivisme ... 44

2.6.2 Teori Piaget ... 45

2.6.3 Teori Bruner ... 46

2.7 Penelitian Relevan ... 46

2.8 Hipotesis . ... 48

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 50

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian... 50

3.3 Variabel Penelitian ... 51

3. 4 Instrumen Penelitian ... 53

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 64

3.6 Analisis Data ... 64

3.7 Tahapan Penelitian ... 69

3.8 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 71

4.1.1Analisis Data Kemampuan Awal Matematis (KAM) 71 4.1.1.1 Uji Normalitas Data KAM ... 73

4.1.1.2 Uji Perbedaan Rataan Data KAM ... 74

4.1.2Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematis 74 4.1.2.1 Analisis Data Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 78


(8)

4.1.2.2 Analisis Data Postes Kemampuan

Komunikasi Matematis ... 80

4.1.2.3 Analisis Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 83

4.1.2.4 Analisis Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM ... 86

4.1.3Analisis Data Kemampuan Berpikir Kritis ... 91

4.1.3.1 Analisis Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis ... 94

4.1.3.2 Analisis Data Postes Kemampuan Berpikir Kritis ... 96

4.1.3.3 Analisis Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ... 99

4.1.3.4 Analisis Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan KAM ... 101

4.2Pembahasan ... 108

4.2.1 Pembelajaran Matematika Realistik Bernuansa Etnomatematik (PMRE) ... 108

4.2.1.1 Penggunaan Konteks ... 110

4.2.1.2 Penggunaan Model ... 112

4.2.1.3 Pemanfaatan Hasil Konstruksi Siswa... 113

4.2.1.4 Interaktivitas ... 115

4.2.1.5 Keterkaitan ... 116

4.2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 117

4.2.3 Kemampuan Berpikir Kritis ... 126

4.2.4 Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa .... 134

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 138


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 140


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Mengukur panjang tali rafia, panjang meja dan panjang dinding kelas

dengan menggunakan sto, kilan dan depo ... 10

1.2 Kode Hasil Analisis Kualitatif pada Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) Provinsi Jambi ... 12

1.3 Pengelompokan Kode Berdasarkan Tema ... 15

1.4 Penerapan Tema terhadap Materi Pembelajaran ... 16

3.1 Keterkaitan antara Kemampuan yang Diukur, Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis Siswa ... 53

3.2 Kategori Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM ... 55

3.3 Hasil Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kategori KAM ... 55

3.4 Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis ... 56

3.5 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 57

3.6 Hasil Uji Coba Teoritis Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 58

3.7 Hasil Uji Coba Teoritis Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 59

3.8 Kriteria Validitas Item Tes ... 59

3.9 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 60

3.10 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 60

3.11 Klasifikasi Nilai Test Reliability... ... . 61

3.12 Klasifikasi Nilai Item Reliability ... 61

3.13 Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 62

3.14 Reliabilitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 62


(11)

3.17 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 66

3.18 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 70

4.1 Deskripsi Data Kemampuan Awal Matematis Siswa ... 72

4.2 Sebaran Sampel Penelitian Berdasarkan KAM ... 72

4.3 Hasil Uji Normalitas Data KAM ... 73

4.4 Hasil Uji Mann-Whitney KAM ... 74

4.5 Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan Kelas dan Kategori KAM ... 75

4.6 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 79

4.7 Hasil Uji Mann-Whitney Data Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 80

4.8 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 81

4.9 Hasil Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 81

4.10 Hasil Uji Independet Sampel t-test Data Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 83

4.11 Hasil Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 84

4.12 Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 85


(12)

4.13 Hasil Uji Independent Sampel t-test Data N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 86 4.14 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi

Matematis Berdasarkan Kategori KAM ... 87 4.15 Hasil Uji Homogenitas Skor N-gain Kemampuan Komunikasi

Matematis Berdasarkan Kategori KAM ... 88 4.16 Hasil Uji Perbedaan Rataan Data N-gain Kemampuan Komunikasi

Matematis Berdasarkan Kategori KAM ... 90 4.17 Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Kelas dan

Kategori KAM ... 91 4.18 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis ... 95 4.19 Hasil Uji Mann-Whitney Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis .... 96 4.20 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis ... 97 4.21 Hasil Uji Mann Whitney Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis ... 98 4.22 Hasil Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Berpikir Kritis ... 99 4.23 Hasil Uji Mann-Whitney Skor N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis ... 101 4.24 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis

Berdasarkan Kategori KAM ... 102 4.25 Hasil Uji Homogenitas Skor N-gain Kemampuan Berpikir Kritis

Berdasarkan Kategori KAM ... 103 4.26 Hasil Uji Perbedaan Rataan Data N-gain Kemampuan Berpikir Kritis


(13)

4.27 Hasil Uji Mann-Whitney Data N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis

Kelompok KAM sedang ... 106

4.28 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis pada Taraf Signifikansi 5% .. 106

4.29 Pencapaian Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan Indikator ... 119

4.30 Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Indikator ... 127

4.31 Tabel Aktivitas Guru ... 135


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Organisasi Kegiatan Matematika di Kelas ... 4

1.2 Konsep Refleksi pada Salah Satu Bangunan di Bali ... 8

2.1 Matematisasi Horizontal dan Matematisasi Vertical ... 28

2.2 Sekumpulan Warga Masyarakat SAD yang ada di Desa Jebak Dusun Senami III Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi ... 33

2.3 Bersama kepala dusun Datuk Saini (dua dari kanan) dan pak Zakaria (paling kiri) warga Masyarakat SAD yang ada di Desa ... 34

2.4 Pintu Gerbang Menuju Kawasan Hutan Lindung Desa Jebak Dusun Senami III Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi ... 35

2.5 Papan Petunjuk Kawasan Hutan Lindung ... 35

2.6 Kondisi Jalanan Menuju Desa Jebak Dusun Senami III ... 36

2.7 Gedung Sekolah Dasar SD N 173 di Dusun Senami III ... 38

2.8 Salah seorang Masyarakat SAD pengrajin Anyaman di Dusun Senami III ... 41

3.1 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 69

4.1 Perbandingan Rataan Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis 76 4.2 Perbandingan Rataan Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematis 77 4.3 Perbandingan Rataan N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 77

4.4 Perbandingan Rataan Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis ... 92


(15)

4.7 Bintang Ajaib untuk Memperkenalkan Materi PLSV ... 111

4.8 Bintang Ajaib untuk Memperkenalkan Materi PLSV ... 112

4.9 Siswa sedang Menggunakan Alat Peraga TIMATIKA (Timbangan Matematika) ... 113

4.10 Siswa sedang Mendiskusikan dan Menuliskan Contoh dari Kalimat Terbuka, Pernyataan dan Bukan Pernyataan ... 114

4.11 Siswa sedang Mengukur Panjang Dinding dengan Merentangkan Kedua Tangannya (depo) ... 115

4.12 Kelompok Siswa setelah Presentasi Hasil Diskusi tentang Bintang Ajaib untuk Memperkenalkan Konsep PLSV ... 116

4.13 Persentase Pencapaian Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan Indikator ... 119

4.14 Jawaban Salah Seorang Siswa Kelas Eksperimen Soal Nomor 1 ... 122

4.15 Jawaban Salah Seorang Siswa Kelas Eksperimen Soal Nomor 2 ... 123

4.16 Jawaban Salah Seorang Siswa Kelas Eksperimen Soal Nomor 3 ... 124

4.17 Jawaban Salah Seorang Siswa Kelas Eksperimen Soal Nomor 4 ... 125

4.18 Persentase Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis berdasarkan Indikator ... 128

4.19 Jawaban Salah Seorang Siswa Kelas Eksperimen Soal Nomor 1 ... 131

4.20 Jawaban Salah Seorang Siswa Kelas Eksperimen Soal Nomor 2 ... 132

4.21 Jawaban Salah Seorang Siswa Kelas Eksperimen Soal Nomor 3 ... 133


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Perangkat pembelajaran ... 147

B. Instrumen Penelitian ... 254

C. Analisis Hasil Uji Coba ... 267


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia telah berpartisipasi dalam Programme for International Student Assessment (PISA) sejak PISA pertama kali dilaksanakan di tahun 2000. PISA merupakan suatu program penilaian skala internasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa bisa menerapkan pengetahuan yang sudah mereka pelajari di sekolah. PISA fokus dalam mengukur kemampuan siswa dalam bidang membaca, matematika dan sains. Pencapaian dalam bidang matematika siswa Indonesia belum memuaskan. Kondisi terkini pada PISA 2012, Indonesia nyaris jadi juru kunci yaitu berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes.

Merujuk dari hasil Programme for International Student Assessment (PISA) Matematika tahun 2009 (Wijaya, 2012) diperoleh hasil bahwa hampir setengah dari siswa Indonesia (yaitu 43,5%) tidak mampu meyelesaikan soal PISA yang paling sederhana (the most basic PISA tasks). Sekitar sepertiga siswa Indonesia (yaitu 33,1%) hanya bisa mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal konstekstual diberikan secara eksplisit serta semua data yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal diberikan secara tepat. Hanya 0,1% siswa Indonesia yang mampu mengembangkan dan mengerjakan pemodelan matematika yang menuntut keterampilan berpikir dan bernalar.

Dalam survey PISA tahun 2012 juga dinyatakan bahwa 76% persen anak-anak Indonesia tidak mampu menangkap pembelajaran matematika di sekolah. Hal ini diantaranya disebabkan karena guru kurang memiliki metode mengajar yang baik sedangkan matematika dikenal sebagai ilmu yang terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks sehingga perlu berbagai metode menarik dalam pembelajarannya. Namun kebanyakan guru mengajar matematika secara algoritmik dan prosedural serta lebih menekankan pada aspek-aspek mekanistik sehingga menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika.


(18)

2

Dari hasil PISA tersebut, dapat diketahui banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Hal ini mengakibatkan pembelajaran matematika di sekolah belum bermakna, begitupun pengertian siswa tentang konsep sangat lemah. Selain itu, siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide matematika dan mengaitkan pengalaman kehidupan nyata. Wijaya (2012) mengatakan bahwa yang terpenting adalah refleksi kita terhadap praktik pembelajaran, apakah kita mengajarkan (membelajarkan) matematika sebagai bagian dari kehidupan atau sebagai suatu “makhluk” yang terisolasi dari kehidupan sehingga siswa bahkan tidak tahu untuk apa mereka belajar matematika. Hal sama juga disampaikan Freudenthal (dalam Hadi, 2005) yang berkeyakinan bahwa pendidikan harus mengarahkan siswa kepada berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri dengan demikian seharusnya siswa mampu memaknai matematika melalui aplikasi dari kehidupan sehari-hari.

Hal ini sejalan dengan teori belajar yang disampaikan oleh Piaget (dalam Alfatih, 2012) menyatakan bahwa prinsip dasar dari pengembangan pengetahuan seseorang adalah berlangsungnya adaptasi pikiran seseorang ke dalam realitas di sekitarnya. Proses adaptasi ini menurut Piaget (dalam Baharuddin dan Wahyuni, E.N, 2007) terdiri dari empat konsep dasar yaitu skemata, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan.

Dalam mengembangkan pengetahuannya, proses asimilasi dan akomodasi terus berlangsung dalam diri seseorang. Keduanya terjadi tidak berdiri sendiri. Kedua proses ini berlangsung dalam keseimbangan yang diatur secara mekanis. Proses pengaturan keseimbangan ini disebut equilibrium. Namun dalam menerima suatu pengalaman baru dapat terjadi suatu keadaan sedemikian hingga terjadi ketidakseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Keadaan ini disebut sebagai dissequilibrium. Ketidakseimbangan ini muncul pada saat terjadi ketidaksesuaian antara pengalaman saat ini dengan pengalaman baru yang mengakibatkan akomodasi. Jika terjadi ketidakseimbangan maka seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.


(19)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori Piaget memandang kenyataan atau pengetahuan bukan sebagai objek yang memang sudah jadi dan ada untuk dimiliki manusia, namun ia harus diperoleh melalui kegiatan konstruksi oleh manusia sendiri melalui proses pengadaptasian pikirannya ke dalam realitas di sekitarnya.

Selain teori belajar dari Piaget, teori belajar Bruner (dalam Wamington, 2010) berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur serta mencari hubungan antara konsep-konsep-konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut dan siswa terlibat aktif dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui hasil abstraksi sebagai objek budaya. Menurut Bruner pemahaman atas suatu konsep beserta strukturnya menjadikan materi itu lebih mudah diingat dan dapat dipahami lebih komprehensif.

Mirip seperti apa yang dikemukakan Piaget, Bruner berpendapat adanya tiga tahap perkembangan mental yang dilalui peserta didik dalam proses belajar. Tiga tahap perkembangan mental menurut Bruner (dalam Hammad, 2009) tersebut adalah:

a. Enaktif

Dalam tahap ini seseorang mempelajari suatu pengetahuan secara aktif dengan menggunakan/memanipulasi benda-benda konkrit atau situasi nyata secara langsung.

b. Ikonik

Pada tahap ini kegiatan belajar seseorang sudah mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini tidak lagi dilakukan manipulasi terhadap benda konkret secara langsung, namun anak sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari objek.

c. Simbolik.

Tahap terakhir ini adalah tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi terkait dengan objek maupun gambaran objek. Teori belajar Bruner ini dalam kegiatan matematika di kelas dapat digambarkan seperti berikut:


(20)

4

Gambar 1.1 Organisasi Kegiatan Matematika di Kelas

Dari gambar 1.1 tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan matematika disusun menjadi serangkaian pembelajaran yang dapat membawa siswa dan realitas yang dikenal secara nyata menuju matematika formal. Titik awal dalam pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang realitas bagi anak. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan enaktif berupa pemecahan masalah kontekstual yang melibatkan benda konkret dan tindakan fisik anak. Dalam kegiatan ikonik, anak mendeskripsikan dan memecahkan masalah kontekstual dengan memakai model gambar berupa skema atau gambaran situasi. Kematangan anak dalam kegiatan ikonik akan membawanya kepada kegiatan simbolik dimana anak akan melibatkan penggunaan simbol untuk menyatakan penalaran. Simbol yang digunakan tidak harus baku karena merupakan ciptaan anak berkat pengalaman matematisasinya. Akan tetapi langkah ini akan menjadikan anak siap mengenal simbol-simbol baku dalam matematika formal.

Dalam hal ini aktivitas mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa diwujudkan dengan memberikan masalah kontekstual. Masalah kontekstual tersebut dirancang sedemikian hingga memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya secara mandiri. Oleh karena itu, Bruner menekankan perlunya penggunaan representasi konkret yang memungkinkan siswa untuk aktif.

Pembelajaran matematika realistik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang sejalan dengan pandangan Piaget dan Bruner tersebut serta sesuai dengan tujuan PISA yaitu menempatkan penerapan konsep matematika sebagai aspek penting dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika realistik juga dikembangkan dengan berlandaskan pada filsafat konstruktivis, memandang pengetahuan dalam matematika bukanlah sebagai sesuatu yang sudah jadi dan siap diberikan kepada siswa, namun sebagai hasil konstruksi siswa yang sedang belajar. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika realistik siswa

Realitas Anak

Kegiatan Enaktif

Kegiatan Ikonik

Kegiatan Simbolik

Kegiatan Matematis


(21)

merupakan pusat dari proses pembelajaran itu sendiri, sedangkan guru berperan lebih sebagai fasilitator dan motivator.

Implikasi dari pembelajaran ini adalah keharusan bagi guru untuk memfasilitasi dan mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Untuk keperluan tersebut maka siswa perlu mendapat keleluasaan dalam mengekspresikan jalan pikirannya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.

Selanjutnya penelitian ini akan berfokus pada peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis hal ini didasari dari kesesuaian prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik dengan indikator kedua kemampuan tersebut yang diharapkan akan berakibat pada peningkatan kedua kemampuan tersebut. Hal ini juga dilatarbelakangi permasalahan-permasalahan di antaranya berdasarkan penelitian Suryadi pada tahun 2009 (dalam Izzati N. dan Suryadi D., 2010) yang menyatakan bahwa hampir semua siswa yang berpartisipasi dalam penelitiannya pada sebuah SMP di kota Bandung, belum memahami bagaimana menyelesaikan masalah dan menggunakan bahasa matematik yang benar. Belum ada yang menunjukan bahwa mereka memiliki kemampuan komunikasi matematik yang baik/efektif, misalnya, menggunakan istilah, simbol, tanda, dan/atau representasi yang tepat dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep dan proses. Selain itu, sistematika penulisan jawaban belum tepat. Lebih memprihatinkan lagi, dari 39 siswa yang berpartisipasi, hanya 19 orang menjawab “mengarah benar”.

Penelitian dari Kaselin, Sukestiyarno, dan Waluya (2012) juga menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang tidak mampu mengaitkan masalah yang dihadapi dengan konteks kejadian yang ada dalam kehidupan nyata, tidak mampu memanfaatkan data/informasi pada soal sehingga penyelesaian menuju langkah berikutnya menjadi terhenti dan kesulitan di dalam menerapkan pengetahuan yang dipelajari sebelumnya. Kemampuan berkomunikasi secara matematik masih menjadi titik lemah siswa dalam pembelajaran matematika. Jika kepada siswa diajukan suatu pertanyaan, pada umumnya reaksi mereka adalah


(22)

6

menunduk, atau melihat kepada teman yang duduk di sebelahnya. Mereka kurang memiliki kepercayaan diri untuk mengomunikasikan ide yang dimiliki karena takut salah dan ditertawakan teman.

Kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan masalah yang sukses menjadi tema penting dalam standar isi kurikulum pendidikan matematika di Indonesia (Depdiknas, 2006). Sebagaimana disebutkan tujuan umum dari pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council of Teacher of Mathematic (NCTM, 2000) :

Peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk mengaitkan ide; dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika.

Selain kemampuan komunikasi matematis, kemampuan lain yang akan ditingkatkan yaitu kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis secara umum dianggap sebagai proses kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan. Berpikir kritis merupakan proses penggunaan keterampilan berpikir secara efektif untuk membantu seseorang membuat, mengevaluasi, dan menggunakan keputusan tentang apa yang harus diyakini atau dikerjakan.

Model berpikir kritis pada siswa adalah suatu sikap dalam proses pemahaman siswa mengungkapkan solusi dari persoalan kemudian dilanjutkan dengan meningkatnya analisa tentang alasan dari pemahaman itu sehingga bertambah jelaslah ilmu yang diperolehnya. Siswa tidak menerima saja hasil perhitungan dari suatu masalah akan tetapi paham kebenarannya lalu dianalisa kenapa demikian solusinya. Salah satu ciri siswa yang tidak dapat berpikir kritis yang baik dalam belajar matematika adalah anak kurang bergairah atau tidak bersemangat, tidak kritis dan hanya memikirkan dan berfokus pada hasil atau jawab akhir (Skovsmose dalam Hasratuddin, 2010). Padahal kemampuan berpikir kritis sangat penting agar siswa aktif mengungkapkan gagasan, mampu mengevaluasi serta mampu memutuskan suatu tindakan.


(23)

Pada penelitian ini, pembelajaran matematika realistik diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran. Untuk mencapai tujuan dari penelitan ini, peneliti melakukan inovasi pada pembelajaran matematika realistik dengan menggunakan pendekatan etnomatematik dalam pembelajaran. Hal ini merujuk pada pendapat Strigler (dalam Silvia, 2009) yang menyatakan bahwa matematika bukanlah domain pengetahuan formal yang universal, tetapi merupakan kumpulan representasi dan prosedur simbolik yang terkonstruksi secara kulltural dalam kelompok masyarakat tertentu. Ketika pemikiran peserta didik berkembang, mereka menggabungkan representasi dan prosedur ke dalam sistem kognitif mereka. Suatu proses telah terjadi dalam konteks aktivitas yang terkontruksi secara sosial. Kemudian istilah matematika yang tumbuh dan berkembang dalam budaya dikenal dengan Etnomatematika (Yusuf dalam Suryanatha, 2013). Oleh karena itu peneliti berupaya mempelajari etnomatematika yang akan disesuaikan dengan prinsip dan karakteristik dari pembelajaran matematika realistik (PMR).

Ada beberapa kemungkinan etnomatematika yang dapat dipadukan dengan matematika realistik diantaranya; dijadikan konteks yang sesuai, disampaikan dalam konten budaya, dan diintegrasikan dalam konsep dan praktek matematika. Salah satu contoh etnomatematika adalah konsep modulo yang dapat kita lihat dalam sistem pemberian nama anak di Bali. Anak pertama memiliki nama yang mengandung unsur Wayan/Putu, anak kedua Nengah/Made/Kadek, anak ketiga Nyoman/Komang, dan anak keempat Ketut. Apabila seseorang memiliki anak lebih dari empat, pemberian namanya akan berulang kembali dari satu, yaitu Wayan/Putu, dan seterusnya. Dengan kata lain, pemberian nama di Bali memiliki dasar modulo 5, yang hanya memiliki 4 orang anggota.

Contoh lain dalam budaya masyarakat jawa biasanya ada upacara peringatan kematian untuk orang yang meninggal. Upacara tersebut dilakukan pada 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, sampai 1000 hari kematiannya. Para sesepuh jawa akan sangat cepat mengetahui hari serta pasaran peringatan kematian tersebut, baik peringatan 40 harinya, 100 harinya, bahkan 1000 harinya. Dalam penentuan hari serta pasaran tersebut digunakan teknik matematika dalam


(24)

8

perhitungannya. Dalam budaya jawa terdapat istilah pasaran, yang terdiri dari 5 pasaran yaitu legi, pahing, pon, wage, kliwon. Terdapat cara yang praktis dalam perhitungannya. Untuk perhitungan harinya digunakan perhitungan modulo 7 dan untuk pasarannya digunakan perhitungan modulo 5.

Selain itu etnomatematika juga dapat dilihat pada bangunan-bangunan. Pada bangunan di Bali misalnya dapat ditemukan konsep refleksi seperti gambar berikut:

Gambar 1.2 Konsep Refleksi pada Salah Satu Bangunan di Bali

Pada gambar 1.2 terlihat salah satu bangunan di Bali menerapkan konsep refleksi dalam ukirannya. Hal ini dapat menjadi salah satu contoh konteks dalam pembelajaran matematika realistik. Perpaduan antara pendekatan pembelajaran matematika realistik dan etnomatematik dimaksudkan agar membuat suatu inovasi baru dalam pembelajaran matematika di sekolah agar lebih relevan dan bermakna sehingga berakibat pada peningkatan kemampuan siswa.

Saat ini masih sedikit pembelajaran yang menggunakan budaya sebagai bahan materi pembelajaran. Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan terhadap aktivitas masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi, mengungkap bahwa banyak budaya masyarakat setempat yang dapat dipilih dan diterapkan dalam pembelajaran matematika. Suku Anak Dalam (SAD) adalah suatu kelompok suku bangsa khas di Provinsi Jambi. Penelitian pendahuluan ini dilakukan pada masyarakat SAD yang berlokasi di kawasan


(25)

Jambi. Mereka dipilih karena digolongkan sebagai suku bangsa minoritas, yaitu golongan sosial yang mempunyai kekuatan lemah sehingga tidak mampu mempengaruhi sistem sosial masyarakat yang ada di wilayahnya. Peneliti meneliti aktivitas etnomatematika di dalam budaya mereka yang nantinya akan diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dipadukan dengan pembelajaran matematika realistik (PMR) selanjutnya akan disebut dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE).

Sebagai contoh, pada masyarakat SAD Dusun Senami III ini belum mengenal alat ukur panjang seperti meteran. Saat ditanya bagaimana caranya mereka mengukur panjang suatu barang misalnya anyaman, mereka mengatakan bahwa mereka menggunakan tubuh mereka sebagai alat ukur. Istilah-istilah untuk menentukan panjang suatu benda disebut dengan: sto, kilan dan depo. Sto adalah istilah untuk menyatakan panjang dari ujung jari tengah hingga ke siku sedangkan kilan adalah istilah untuk menyatakan panjang dari ujung jempol hingga ujung jari kelingking dan depo adalah istilah untuk menyatakan panjang ketika tangan direntangkan dari ujung jari tangan kanan hingga ujung jari tangan kiri atau sebaliknya.

Istilah alat ukur panjang tersebut nantinya dapat diterapkan dalam aktivitas siswa dalam pembelajaran, ataupun menjadi konteks dalam soal yang akan dilatih. Misalnya pada soal PtLSV berikut ini:

Ridwan diminta untuk mengukur sebuah meja yang berbentuk persegi panjang yang memiliki luas tidak kurang dari 40 dm2. Ternyata Ridwan menggunakan kilan tangannya sebagai satuan pengukuran dan diketahui bahwa panjangnya 16 kilan, dan lebarnya 10 kilan. Berapakah panjang minimum meja tersebut dalam satuan cm?

Selain alat ukur panjang, ada pula hal unik yang biasa dilakukan masyarakat SAD Dusun Senami III ini yang dikenal dengan istilah barter yang hingga kini masih ada yang menggunakannya. Barter adalah kegiatan tukar menukar barang pada perdagangan tradisional sebelum mengenal adanaya alat tukar uang. Biasanya mereka menukarkan komoditi hasil perkebunan dengan kebutuhan bahan pokok atau yang lainnya. Sistem barter ini yaitu dengan


(26)

10

membandingkan dan memperkirakan harga dua komoditi adalah sama. Seperti halnya menukarkan hasil tangkapan ikan dan udang atau hewan buruan dengan kebutuhan pokok seperti beras, kopi, gula dan garam bahkan juga rokok ataupun hasil perkebunan seperti karet dengan beras. Hal ini pun nantinya dapat diterapkan dalam pembelajaran, misalnya pada persamaan linear satu variabel (PLSV) seperti contoh pada soal berikut:

Di dalam masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) masih dikenal budaya perdagangan berupa tukar menukar barang atau biasa dikenal dengan istilah barter. Seringkali mereka menukar barang perkebunan dengan bahan makanan pokok. Jika biasanya mereka menukar dua kilogram getah karet dengan satu kilogram beras, maka berapakah harga masing-masing komoditi (getah karet dan beras) jika diketahui harga 4 kg beras ditambah 3kg getah karet senilai dengan Rp.137.500.

Selain menjadi konteks dalam soal, etnomatematika masyarakat SAD ini dapat pula menjadi aktivitas siswa dalam pembelajaran, seperti halnya mengukur panjang meja, panjang tali rafi atau panjang dinding kelas dengan menggunakan Sto, Kilan dan depo. Contoh aktivitas siswa dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1 Mengukur panjang tali rafia, panjang meja dan panjang dinding kelas dengan menggunakan sto, kilan dan depo.

Panjang tali rafia dengan menggunakan sto

Panjang tali rafia

dengan menggunakan Penggaris

Nama siswa 1 :

Panjang tali rafia : ... sto

Nama siswa 1:

Panjang tali rafia : ... cm Nama siswa 2 :

Panjang tali rafia: ... sto

Nama siswa 2:

Panjang tali rafia : ... cm

Panjang meja kelas dengan menggunakan kilan

Panjang meja kelas

dengan menggunakan penggaris

Nama siswa 1:

Panjang meja kelas : ... kilan

Nama siswa 1:

Panjang meja kelas : ... cm Nama siswa 2:

Panjang meja kelas : ... kilan

Nama siswa 2 :

Panjang meja kelas : ... cm

Panjang dinding kelas dengan menggunakan depo

Panjang dinding kelas dengan menggunakan penggaris


(27)

Nama siswa 1 :

Panjang dinding kelas : ... depo

Nama siswa 1:

Panjang dinding kelas : ... cm Nama siswa 2 :

Panjang dinding kelas : ... depo

Nama siswa 2:

Panjang dinding kelas : ... cm

Aktivitas siswa yang terlihat pada tabel 1.1 di atas melatih siswa untuk menemukan konsep variabel dan persamaan linear satu variabel (PLSV) dengan menggunakan pendekatan etnomatematika dan mengikuti prinsip serta karakteristik dari pembelajaran matematika realistik (PMR).

Penelitian pendahuluan yang dilakukan mengungkap ada 16 kode data pada masyarakat SAD Dusun Senami III yang terbagi di dalam tiga tema yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran pada materi Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV). Saldana dalam Joseph (2013) mendefinisikan kode dalam penelitian kualitatif adalah “A code in qualitative inquiry is most often a word or short phrase that symbolically assigns a summative, salient, essence-capturing, and/or evocative attribute for a portion of language-based or visual data.” (Kode dalam penelitian kualitatif merupakan kata atau frasa pendek yang secara simbolis bersifat meringkas, menonjolkan pesan, menangkap esensi dari suatu porsi data, baik itu data berbasiskan bahasa atau data visual). Rossman dan Rallis (dalam Creswell, 2014) mendefinisikan Coding adalah merupakan proses mengolah materi/ informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya. Dengan bahasa yang lebih sederhana, kode adalah kata atau frasa pendek yang memuat esensi dari suatu segmen data. Adapun 16 kode data yang sudah dihimpun pada penelitian sebelumnya yaitu:


(28)

12

Tabel 1.2 16 Kode Hasil Analisis Kualitatif pada Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) Provinsi Jambi

No Raw Data

(Data Mentah)

Preliminary Codes

(Kode-kode Persiapan)

Final Code

(Kode Akhir)

1. Suku Anak Dalam (SAD) adalah suatu kelompok suku bangsa khas di Provinsi Jambi.

a. Suku Anak Dalam (SAD)

b. Suku Khas

Suku Anak

Dalam (SAD)

2. Masyarakat SAD yang ada di Dusun Senami III Desa Jebak merupakan bagian dari beberapa kelompok SAD Bathin IX yang tersebar dibeberapa kabupaten Provinsi Jambi, seperti Kabupaten Batanghari, Muaro Jambi dan beberapa di Kabupaten Sarolangun.

a. Masyarakat SAD b. Kelompok SAD

Bathin IX

c. Dusun Senami III Desa Jebak

Masyarakat SAD Dusun Senami III

3. Dusun Senami III tempat dilakukannya penelitian, terletak di dalam kawasan hutan lindung atau mereka menyebutnya sebagai hutan rakyat yang ada di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi.

a. Dusun Senami III b. kawasan hutan

lindung atau hutan rakyat

Kawasan Hutan Lindung.

4. Lama perjalanan dari Kota Jambi menuju Dusun Senami III Kabupaten

Batanghari dengan

menggunakan kendaraan motor memakan waktu lebih kurang 2 s.d 4 jam, dan bisa lebih lama jika kondisi jalanan tidak mendukung.

Lama perjalanan dari Kota Jambi menuju Dusun Senami III

Waktu Tempuh

5. Masyarakat Dusun Senami III Desa Jebak ini merupakan masyarakat yang sudah berbaur antara beberapa etnis, baik etnis pendatang yang berasal dari Jawa, Sumatera Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung dan warga asli yang sudah menetap tinggal di sana.

a. Berbaur antar etnis b. Berbeda daerah asal c. Warga asli

Berbaur antar Etnis


(29)

terdapat area khusus yang sebagian besar (± 80%) penghuninya adalah warga masyarakat SAD, yaitu di RT 09 dan RT 10. 6. Dalam aspek kepercayaan

masyarakat SAD yang ada di Dusun Senami III masih

mempercayai adanya

kekuatan gaib di alam maupun kekuatan roh-roh nenek moyang, atau tempat-tempat yang dikeramatkan.

a. Kepercayaan masyarakat b. Kekuatan gaib c. Tempat yang

keramat

Kepercayaan masyarakat

7. Upacara basale adalah suatu upacara pengobatan yang di pandu oleh dukun atau orang alim dalam hal ini dipimpin oleh Tumenggung.

a. Pengobatan tradisional b. Upacara basale

Upacara Basale

8. Masyarakat SAD dulunya tidak ada satu pun yang

menikmati bangku

pendidikan di sekolah dikarenakan karena kondisi mereka yang tinggal di hutan. Akan tetapi sekarang ini, anak-anak mereka sudah

merasakan bangku

pendidikan walaupun hanya sampai Sekolah Dasar saja. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan tempat tinggal yang jauh dengan sarana pendidikan.

a. Tidak mendapat pendidikan b. Lokasi yang jauh

dari tempat pendidikan

Pendidikan SAD

9. Masyarakat SAD Dusun Senami III yang dijadikan sampel dalam penelitian sudah sangat jarang sekali melakukan perburuan binatang, mungkin hanya sesekali saja dan tidak pula semua melakukan.

Perburuan binatang Perburuan binatang

10. Alat transportasi yang biasa digunakan untuk berburu atau aktivitas di air adalah ketek. Ketek adalah perahu tradisional yang biasa

a. Alat transportasi air b. Ketek

c. Menyeberang dan mencari ikan


(30)

14

digunakan masyarakat SAD untuk menyeberang atau untuk mencari ikan di sungai.

11. Masyarakat SAD sudah mulai mengenal cara pengobatan tradisional dengan cara meramu.

a. Pengobatan tradisional

b. Meramu bahan dari alam

Meramu

12. Sebelum dikenal adanya alat tukar uang, perdagangan tradisional masyarakat menggunakan cara tukar menukar barang untuk

memenuhi kebutuhan

hidupnya. Perdagangan tradisional ini biasa disebut dengan barter. Dalam masyarakat SAD juga dikenal perdagangan barter, hingga saat ini masih ada beberapa masyarakat yang melakukannya.

a. Perdagangan tradisional b. Tukar menukar

barang atau barter

Barter

13. Kegiatan pertanian masyarakat SAD yang dilakukan adalah menanam padi, ubi, cabai sebagai pemenuhan kebutuhan harian, dan juga karet sebagai pemenuhan ekonomi jangka panjang.

a. Kegiatan pertanian b. Pemenuhan ekonomi

Kegiatan pertanian

14. Terlepas dari segala pandangan orang luar tentang keterbelakangan dan primitifnya mereka, Suku Anak Dalam di Dusun Senami III ternyata memiliki keahlian menganyam yang luar biasa. a. Keterbelakangan SAD b. Keahlian menganyam Keahlian Menganyam

15. Pada masyarakat SAD Dusun Senami III ini, belum mengenal alat ukur panjang meteran. Saat ditanya bagaimana caranya mereka mengukur panjang suatu barang anyaman, mereka

a. Alat ukur panjang b. sto, kilan dan depo

Alat ukur


(31)

menggunakan tubuh mereka sebagai alat ukur. Istilah-istilah untuk menentukan panjang suatu benda disebut dengan: sto, kilan dan depo. 16. Masyarakat SAD Dusun

Senami III sebagian besar sudah mengenal alat ukur berat, seperti timbangan. Dalam kehidupan sehari-hari ada pula istilah gantang, misalnya saat akan mengukur berat beras.

a. Alat ukur berat b. Dacing/Timbangan c. Gantang

Alat ukur berat

Pada tabel 1.2 di atas, kode-kode yang telah di temukan dikelompokkan menjadi tiga tema agar lebih sederhana pengaplikasiannya dalam pembelajaran, tema tersebut yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.3 Pengelompokan Kode Berdasarkan Tema Tema Seputar Masyarakat SAD Kebudayaan Masyarakat SAD Teknik Pengukuran

a. Suku Anak Dalam (SAD)

b. Masyarakat SAD Dusun Senami III c. Meramu

d. Kegiatan Pertanian e. Alat Transportasi f. Kawasan Hutan

Lindung

g. Waktu Tempuh h. Pendidikan SAD i. Perburuan Binatang

a. Kepercayaan masyarakat b. Upacara Basale c. Barter

d. Keahlian Menganyam

e. Berbaur Antar Etnis

a. Alat Ukur Panjang b. Alat Ukur Berat

Setelah terkelompokan menjadi tiga tema penting seperti pada tabel 1.3 di atas, selanjutnya tema-tema tersebut peneliti analisis untuk diterapkan di dalam materi pembelajaran yang akan dilaksanakan pada peneliti ini. Rancangan aplikasi tema di dalam materi seperti pada tabel 1.4:


(32)

16

Tabel 1.4 Penerapan Tema terhadap Materi Pembelajaran Materi Pembelajaran

Kalimat Terbuka PLSV PtLSV

Seputar

Masyarakat SAD

√ - -

Kebudayaan Masyarakat SAD

√ √ √

Pengukuran - √ √

Penerapan etnomatematika masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) seperti pada tabel 1.4 di atas yang berinovasi dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) ini diharapkan menjadi inovasi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa.

Selain inovasi pembelajaran, peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa juga dipengaruhi oleh pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa dikarenakan matematika merupakan ilmu yang terstuktur dan sistematis, dimana antara suatu domain dengan domain yang lain atau antara suatu materi dengan materi yang lain saling berkaitan. Oleh karena itu, kemampuan awal matematis (KAM) merupakan faktor yang ikut menentukan peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa, sehingga dalam penelitian ini peneliti juga mempertimbangkan KAM siswa. Tujuan memperhatikan KAM ini juga untuk melihat apakah implementasi pendekatan PMRE merata dan efektif di semua kategori KAM siswa atau hanya kategori KAM tertentu saja.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Kritis Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE)”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:


(33)

bernuansa Etnomatematik (PMRE) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional jika ditinjau secara keseluruhan?

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional jika ditinjau dari KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa?

3. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional jika ditinjau secara keseluruhan?

4. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional jika ditinjau dari KAM (tinggi, sedang, rendah, siswa) siswa?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.

2. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa.

3. Mengetahui pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.


(34)

18

4. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Pada proses penelitian

a. Bagi siswa, dapat melatih dan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa serta memberikan pengalaman belajar yang baru kepada siswa.

b. Bagi guru, pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) ini dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa.

c. Bagi peneliti, dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain pada penelitian yang sejenis.

2. Hasil penelitian

a. Secara praktis, hasil penelitian ini menjadikan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) sebagai pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa.

b. Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai penguat teori yang berhubungan dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Etnomatematik, kemampuan komunikasi matematis, dan berpikir kritis siswa.

1.5Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan persepsi, maka diberikan definisi istilah sebagai berikut:


(35)

1. Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan Komunikasi Matematis adalah kemampuan untuk mengomunikasikan matematika baik secara lisan, visual, maupun dalam bentuk tertulis, dengan mengunakan kosa kata matematika yang tepat dan berbagai representasi yang sesuai, serta memperhatikan kaidah-kaidah matematika untuk membangun pengetahuan matematika.

2. Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir dimana siswa dihadapkan pada situasi yang tidak dikenal dan siswa menggunakan pengetahuan yang dimilikinya, penalaran matematika dan strategi kognitif untuk menghasilkan generalisasi, pembuktian dan evaluasi. Selanjutnya secara refleks mengkomunikasikan solusi dengan penuh pertimbangan, membuat makna tentang jawaban atau argument yang masuk akal, menentukan alternatif atau menjelaskan konsep atau memecahkan persoalan dan pengembangan studi lebih lanjut.

3. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE)

Pendekatan PMRE adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan (imaginable) bagi siswa, dalam hal ini menggunakan budaya khas suku masyarakat setempat serta menekankan keterampilan proses matematisasi (process of doing mathematics), berdiskusi, berkolaborasi, dan berargumentasi untuk dapat menemukan dan membangun makna dalam pembelajaran yang pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan permasalahan baik secara individu maupun berkelompok. 4. Kemampuan Awal Matematika (KAM) adalah kemampuan menguasai

materi matematika prasyarat sebelum tindakan pembelajaran dalam penelitian dimulai.


(36)

50

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRE dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan yang kemudian hasil analisis data diimplementasikan terhadap pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) . Dalam pembelajarannya diperlukan dua kelompok kelas siswa sebagai sampel dalam penelitian. Kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran PMRE dinamakan kelas eksperimen sedangkan kelompok yang memperoleh pembelajaran biasa dinamakan kelas kontrol. Pengambilan kelompok-kelompok siswa ini berdasarkan kelompok kelas yang sudah ada, dan tidak membentuk kelas baru.

Metode kuantitatif tersebut berupa penelitian kuasi eksperimen dengan desain berbentuk Nonequivalent Control-Group Design, dimana kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak diambil melalui prosedur acak. Adapun desain penelitiannya sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : O X O

Kelas Kontrol : O O

dengan:

X = Pembelajaran Penemuan O = Pretest/Postes

3.2Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi

Menurut Sugiyono (2013) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian diambil kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMPN 22 Kota


(37)

kognitif siswa SMP. Siswa SMP rata-rata berusia antara 12-15 tahun dimana perkembangan kognitif siswa berada pada tahap awal operasi formal sebagaimana disebutkan dalam teori belajar piaget yang ditandai dengan pemikiran yang abstrak dan tidak dibatasi pada kejadian-kejadian konkret atau tahap peralihan dari operasi kongkrit ke operasi formal. Oleh karena itu, dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik bernuansa etnomatematik (PMRE) dirasa cocok untuk diterapkan pada siswa SMP.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi.Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hal ini berarti pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan tertentu. Hal ini didasarkan dari perkembangan kognitif siswa SMP yang berada pada tahap peralihan dari operasi kongkrit ke operasi formal. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII D dan VII E di SMPN 22 Kota Jambi. Dari dua kelas tersebut kemudian dipilih kelas yang menjadi kelompok kontrol dan kelas yang menjadi kelompok eksperimen. Terpilih kelas VII D sebagai kelas kontrol dan kelas VII E sebagai kelas eksperimen, masing-masing berjumlah 32 siswa.

Pemilihan sampel juga didasarkan pada pertimbangan yang diperoleh dari guru dan kelas yang mendapatkan izin adminitratif dari pihak sekolah. Tujuan dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subjek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian serta prosedur perizinan.

3.3Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang akan menjadi titik perhatian suatu penelitian. Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel bebas (X), variabel terikat (Y), dan variabel kontrol (Z).


(38)

52

a. Variabel Bebas (X)

Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas ini dapat disebut sebagai variabel sebab. Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi variabel bebas (X) pada penelitian ini yaitu: (a) pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) yang diberikan pada kelas eksperimen, (b) pembelajaran kovensional yang diberikan kepada kelas kontrol.

b. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Berdasarkan pengertian tersebut maka yang menjadi variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan berpikir kritis siswa.

c. Variabel Kontrol (Z)

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol sering digunakan peneliti, bila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan (Sugiyono, 2013). Variabel kontrol (Z) pada penelitian ini adalah kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).

d. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian

Untuk mempermudah melihat bagaimana keterkaitan antar-variabel, berikut ini disajikan keterkaitan antar-variabel untuk masing-masing rumusan masalah.


(39)

Tabel 3.1

Keterkaitan antara Kemampuan yang Diukur, Pembelajaran, dan Kemampuan Awal Matematis Siswa

Kemampuan yang Diukur Komunikasi

Matematis (KM)

Berpikir Kritis (BK)

PMRE PK PMRE PK

Kemampuan Awal Matematis

(KAM)

Tinggi (T) KMT-PMRE

KMT-PK

BKT-PMRE

BKT-PK

Sedang (S) KMS-PMRE

KMS-PK

BKS-PMRE

BKS-PK

Rendah (R)

KMR-PMRE

KMR-PK

BKR-PMRE

BKR-PK Keterangan:

PMRE : Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) PK : Pembelajaran Konvensional

Contoh:

KMT–PMRE : Kemampuan komunikasi matematis (KM) siswa dengan KAM tinggi (T) dan mendapat pembelajaran matematika realistik etnomatematik (PMRE).

BKS –PMRE : Kemampuan berpikir kritis (BK) siswa dengan KAM sedang (S) dan mendapat pembelajaran matematika realistik etnomatematik (PMRE).

KMR-PK : Kemampuan komunikasi matematis (KM) siswa dengan KAM rendah (R) dan mendapat pembelajaran konvensional (PK).

3.4 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi mengenai hal-hal yang akan dikaji dalam penelitian ini, maka disusunlah seperangkat instrument. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrument tes dan instrument non tes.

1. Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS)

Silabus dikembangkan berdasarkan standar isi dengan cara menganalisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), RPP disusun berdasarkan Silabus dengan langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan


(40)

54

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dan juga memperhatikan unsur Etnomatematik. Selanjutnya digunakan juga Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk membantu siswa dalam mengeksplorasi kemampuan mereka serta meningkatkan aktifitas siswa. Materi yang dijadikan bahan ajar adalah persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.

2. Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa

Kemampuan awal matematis (KAM) adalah kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum perlakuan pembelajaran dalam penelitian berlangsung. Pengelompokkan siswa berdasarkan KAM dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengetahuan siswa sebelum pembelajaran dan digunakan sebagai dasar pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan awal matematisnya. Kemampuan awal matematis siswa diukur melalui hasil ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian semester.

Berdasarkan skor kemampuan awal matematis yang diperoleh, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu siswa kelompok tinggi, siswa kelompok sedang, siswa kelompok rendah. Kategori pengelompokan siswa berdasarkan KAM dari rataan dan standar deviasi (Arikunto, 2013) dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kategori Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM

Interval Skor Tes KAM Kategori

Xi≥ rataan + standar deviasi Tinggi

Rataan – standar deviasi < Xi < rataan + standar deviasi Sedang

Xi≤ rataan – standar deviasi Rendah

Berdasarkan kategori di atas, diperoleh hasil pengelompokan siswa berdasarkan KAM. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.1 dan D.2. hasil rangkuman dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 3.3 Hasil Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kategori KAM

Kategori Jumlah Siswa

Tinggi 9

Sedang 45


(41)

Berdasarkan Tabel 3.3 diperoleh jumlah siswa keseluruhan untuk kategori tinggi sebanyak 9 siswa, kategori sedang sebanyak 45 siswa, dan kategori rendah sebanyak 10 siswa. Dimana jumlah siswa keseluruhan sebanyak 64 siswa.

3. Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Instrumen tes Kemampuan Berpikir Kritis

Instrumen tes kemampuan komunikasi matematis dan berpikiri kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang masing-masing terdiri dari 4 soal dalam bentuk uraian yang terdiri dari tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Seluruh soal berbentuk uraian karena dalam menjawab soal berbentuk uraian proses berpikir, ketelitian, sistematika penyusunan dapat dievaluasi. Terjadinya bias hasil tes dapat dihindari karena tidak ada sistem tebakan atau untung-untungan.

Hasil tes disusun melalui beberapa tahap pengembangan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(a) Membuat kisi-kisi soal berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis siswa

(b) Menyusun soal tes

(c) Menilai kesesuaian antara materi, indikator dan soal-soal tes oleh para ahli (d) Ujicoba soal tes

Setelah ujicoba dilakukan kemudian dianalisis untuk melihat validitas butir soal, reliabilitas dan tingkat kesukaran.

Soal pretes dan postes yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pretes merupakan soal-soal tes yang diberikan di awal pertemuan untuk mengukur kemampuan awal komunikasi dan berpikir kritis siswa. Selain itu, pretes juga digunakan sebagai tolak ukur peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa sebelum mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMRE, sedangkan postes dilakukan untuk mengetahui perolehan skor kemampuan komunikasi dan berpikir kritis siswa mempunyai pengaruh yang signifikan atau tidak setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMRE. Adapun secara umum pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk


(42)

56

mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematis dan perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang mendapat pendekatan Pembelajaran Matematka Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) maupun dengan pembelajaran konvensional. Rubrik penskoran untuk soal-soal kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis diadaptasi dari Cai, Lane dan Jacabcsin (dalam Ansari, 2003). Pedoman penskoran dirancang seperti tabel berikut:

Tabel 3.4

Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Menulis Menggambar Ekspresi Matematis

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa

1 Ada penjelasan tapi salah

Hanya sedikit dari gambar yang dilukis benar

Hanya sedikit dari model matematika yang dibuat benar.

2 Penjelasan secara matematis masuk akal namun hanya sebagian yang benar

Melukiskan diagram, gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar

Membuat model

matematika dengan benar, namun salah mendapatkan solusi 3 Penjelasan secara

matematis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun logis atau terdapat kesalahan bahasa

Melukiskan diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar

Membuat model

matematika dengan

benar kemudian

melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap 4 Penjelasan konsep,

idea atau persoalan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis.


(43)

Tabel 3.5

Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Skor Menulis Menggambar Ekspresi Matematis

0 Tidak ada Jawaban

1 Hanya sedikit

penjelasan dan alas an salah

Hanya melengkapi data pendukung dengan lengkap dan benar

Hanya mengidentifikasi soal dengan benar

2 Ada penjelasan dan alasan belum tepat

Melengkapi data pendukung dengan lengkap dan benar tetapi salah dalam menentukan aturan umum

Mengidentifikasi soal dengan benar tetapi model matematika dan penyelesaiannya salah.

3 Penjelasan lengkap tetapi alasan kurang tepat

Melengkapi data

pendukung dan

menentukan aturan umum dengan benar tetapi kesimpulan akhir tidak tepat

Mengidentifikasi soal dan membuat model matematika dengan

benar tetapi

penyelesaiannya ada kesalahan

4 Penjelasan lengkap dan alasan yang dikemukakan tepat

Melengkapi data

pendukung dan

menentukan aturan umum dengan benar serta kesimpulan yang diambil tepat

Mengidentifikasi soal dan mebuat model matematika dengan

benar kemudian

penyelesaiannya benar. Skor maksimal=4 Skor maksimal=4 Skor maksimal=4

a. Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Arikunto (2013) mengatakan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument. Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.

1) Validitas Teoritis

Validitas teoritis terdiri atas validitas isi dan validitas muka. Validitas muka dilakukan untuk melihat tampilan kesesuaian susunan kalimat dan kata-kata dalam soal sehingga tidak salah tafsir dan jelas pengertiannya. Jadi, suatu instrumen dapat dikatakan memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami maksudnya oleh siswa. Valditas isi berkaitan dengan


(44)

58

kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Dalam hal ini dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran persamaan dan pertidaksamaan linear yang diajarkan serta melihat kesesuaian indikator dengan kemampuan yang diamati.

Sebelum soal tes digunakan, terlebih dahulu akan dilakukan uji validitas muka dan validitas isi oleh para ahli yang kompeten. Untuk mengukur validitas muka, pertimbangan didasarkan pada kejelasan soal tes dari segi redaksi soal. Sedangkan, untuk mengukur validitas isi, pertimbangan didasarkan pada kesesuaian soal dengan indikator soal dan materi ajar penelitian. Adapun para ahli yang memberikan pertimbangan sebanyak 5 orang yang terdiri 1 orang dosen matematika pada program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan 4 orang dosen matematika Universitas Jambi (Unja).

Pada dua kemampuan ini masing-masing dilakukan pertimbangan oleh para ahli. Untuk mendapatkan kesimpulan apakah hasil pertimbangan tersebut sama atau tidak, dilakukan analisis menggunakan statistik Uji Q-Cochran dengan bantuan software SPSS versi 22. Hipótesis yang diuji adalah:

H0 : para penimbang memberikan pertimbangan yang seragam atau sama.

H1 : para penimbang memberikan pertimbangan yang tidak seragam atau berbeda.

Dengan kriteria keputusan yang digunakan, jika nilai asymp.sig > α (α = 0,05) maka Ho diterima, pada kondisi lain Ho ditolak. Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran C. Berikut adalah ringkasan hasil uji Q-Cochran.

Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Teoritis Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Aspek Asym. Sig Keputusan Uji Kesimpulan

Validitas Muka

0,20 H0 ditolak Para penimbang

memberikan pertimbangan yang

tidak seragam atau berbeda Validitas Isi 0,162 H0 diterima Para penimbang

memberikan pertimbangan yang seragam atau sama


(45)

Tabel 3.7 Hasil Uji Coba Teoritis Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Aspek Asym. Sig Keputusan Uji Kesimpulan

Validitas Muka

0,663 H0 diterima Para penimbang

memberikan pertimbangan yang seragam atau sama. Validitas Isi 0,504 H0 diterima Para penimbang

memberikan pertimbangan yang seragam atau berbeda Berdasarkan pertimbangan dari para ahli untuk kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa seperti terlihat pada tabel 3.6 dan tabel 3.7 di atas, soal instrument tes kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis direvisi kembali sesuai dengan saran dan hasil pertimbangan yang diberikan baik tentang penggunaan kata, kesesuaian gambar, penggunaan bahasa dan kesesuaian isi dengan indikator soal.

2) Validitas Empirik Butir Tes

Untuk memperoleh validitas butir tes, selanjutnya soal tes kemampuan komunikasi dan kemampuan berpikir kritis diujicobakan kepada siswa kelas VIII SMPN 22 Kota Jambi. Data yang diperoleh dari hasil ujicoba dianalisis untuk mengetahui karakteristik soal atau butir soal secara empiris. Untuk selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran C. Pendekatan yang digunakan dalam analisis data hasil ujicoba yaitu Teori Respon Butir/Model Rasch (atau Item Response Theory, IRT). Analisis data dengan model Rasch dilakukan dengan bantuan software Winstep 3.73.

Untuk melihat validitas butir soal tes digunakan Model Rasch. Uji validitas ini dilakukan dengan bantuan software Winstep 3.73. Hal yang dilihat adalah berdasarkan nilai Outfit Mean Square (MNSQ), Outfit Z-Standard (ZSTD), dan Point Measure Correlation (Pt Mean Corr). Dengan kriteria menurut Sumintono & Widhiarso (2014) sebagai berikut.

Tabel 3.8 Kriteria Validitas Item Tes

Nilai Interval Penerimaan

Output Mean Square (MNSQ) 0,5 < MNSQ < 1,5 Out-fit Z-Standard (ZSTD) - 2,0 < ZSTD < +2,0 Point Measure Correlation (Pt Mean Corr) 0,4 < Pt Mean Corr < 0,85


(46)

60

Bila butir tes kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa memenuhi setidaknya dua kriteria di atas, maka butir soal atau pernyataan tersebut dapat digunakan, dengan kata lain butir tesebut valid. Hasil yang diperoleh dari uji validitas tes komunikasi matematis dan kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut:

Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis No Soal Outfit

MNSQ

Outfit ZSTD

Pt Mean

Corr Kesimpulan Keterangan

1 1,25 1,0 0,68 Diterima Digunakan

2 0,79 -0,9 0,58 Diterima Digunakan

3 0,68 -1,5 0,81 Diterima Digunakan

4 1,23 1,0 0,85 Diterima Digunakan

Berdasarkan Tabel 3.9 untuk setiap butir soal kemampuan komunikasi matematis dapat diterima dan dapat digunakan dengan kata lain valid. Dimana untuk soal nomor 1, 2, dan 3 nilai MNSQ, ZSTD, dan Pt Mean Corr memenuhi kriteria sedangkan untuk soal nomor 4 nilai MNQ dan ZSTD memenuhi kriteria. Artinya semua soal layak digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa.

Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis No Soal Outfit

MNSQ

Outfit ZSTD

Pt Mean

Corr Kesimpulan Keterangan

1 1,26 1,1 0,37 Diterima Digunakan

2 0,99 0 0,87 Diterima Digunakan

3 0,80 -0,8 0,86 Diterima Digunakan

4 0,92 -0,3 0,77 Diterima Digunakan

Berdasarkan Tabel 3.10 untuk setiap butir soal kemampuan berpikir kritis dapat diterima dan layak digunakan dengan kata lain valid. Dimana untuk soal nomor 1 dan 4 nilai MNSQ, ZSTD, dan Pt Mean Corr memenuhi kriteria sedangkan untuk soal nomor 2 dan 3 nilai MNQ dan ZSTD memenuhi kriteria. Artinya semua soal layak digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa.


(1)

2. Pendekatan PMRE layak digunakan oleh guru matematika sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa.

3. Pendekatan PMRE menghadapkan siswa pada permasalah kontekstual yang juga terkait dengan etnomatematika masyarakat yang membuat siswa dapat mudah membangun pemahaman sendiri terkait materi pelajaran yang dipelajari.

4. Ditinjau dari KAM siswa, pendekatan PMRE baik digunakan untuk meningkatkan kemmpuan komunikasi matematis dan berpikir kritis pada siswa yang termasuk dalam kategori KAM sedang.

5.3 Rekomendasi

Berdasarkan simpulan di atas, maka secara keseluruhan hasil dari penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan pertimbangan semua pihak untuk menerapkan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik bernuansa Etnomatematik (PMRE) dalam pembelajaran matematika. Adapun saran tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRE sebaiknya menjadi sebuah pilihan terutama untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis siswa.

2. Bagi guru, dalam menerapkan pendekatan PMRE alokasi waktu untuk kegiatan diskusi dan presentasi siswa perlu diperhatikan dengan lebih baik agar siswa lebih dapat mengkomunikasikan ide-ide matematis mereka baik secara individu maupun dalam kelompok. Selanjutnya persiapan perangkat pembelajaran (RPP, LKS) yang disusun dengan lebih memperhatikan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) terutama dalam aktivitas yang menuntut kontribusi siswa sehingga peran siswa dalam setiap kategori KAM akan lebih terlihat dan tereksplor dengan lebih baik.

3. Kemampuan berpikir kritis termasuk dalam kategori berpikir tingkat tinggi, sehingga dalam aplikasi pembelajaran dan penyusunan perangkat pembelajaran harus lebih memperhatikan indikator-indikator kemampuan berpikir kritis yang


(2)

dikaitkan dengan estimasi waktu pada setiap tahap pendekatan PMRE. Seperti pada tahapan membuat model matematis, siswa perlu mengidentifikasi yang diketahui, ditanyakan dan kecukupan unsur terlebih dahulu dan kemudian berpikir untuk menerapkan strategi untuk penyelesaian masalah tersebut, hal ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding tahapan yang lainnya. Oleh karena itu, perlunya persiapan pembelajaran yang lebih optimal.

4. Bagi peneliti, dapat mengeksplor etnomatematika dari kebudayaan masyarakat lain di Indonesia yang dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang dipadukan dengan Pembelajaran Matematika Realistik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alfatih, H. (2012). Realistic Mathematic Education (RME) atau Pembelajaran

Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Online.

(

http://cigoreku.blogspot.com/2012/10/realistic-mathematic-education-rme-atau.html [diakses tanggal 10 Januari 2015]

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Azhar, E. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Penalaran dan

Komunikasi Matematis Siswa Madrasah Aliyah dengan Pendekatan RME.

(Disertasi). UPI: Tidak diterbitkan

Baharuddin dan Wahyuni,E.N. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogjakarta: Ar-ruzz Media

Creswell, J. W. (2014). Reserch Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan

Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dahar, R. W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Delfitri, Y. (2015). Analisis Faktor Menurunnya Produksi Anyaman Suku Anak

Dalam di Dusun III Senami Desa Jebak Kabupaten Batanghari. (Skripsi).

UNJA: Tidak diterbitkan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun

2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

Ennis dan Rohana. (2006). Pengembangan Model Bahan Ajar Matematika

Interaktif berbasiskan Komputer pada Pokok Bahasan Trigonometri untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. (Skripsi). UPI: Tidak

diterbitkan

Fitroh, W. (2015). Identifikasi Pembelajaran Matematika dalam Tradisi Melemang di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Prosiding Seminar

Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015. Hlm.

333-344.

Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasi. Banjarmasin: Tulip.

Hammad. (2009). Pendidikan Matematika Realistis Indonesia (PMRI). Online

(


(4)

Hammond, T. (2000). Ethnomathematics: Concept Definition and Research

Perspectives. Thesis for Degree of Master of Arts, Columbia University.

http://srlweb.cs.tamu.edu/srlng_media/content/objects/object-1234476000-b6fdd344454299ac478700e4deb6e040/2000HammondEthnoma

thematics.pdf

Hamzah, A dan Muhlisrarini. (2014). Perencanaan dan Strategi Pembelajaran

Matematika. Jakarta: Rajawali Press

Hasratuddin. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Penalaran dan

Komunikasi Matematis Siswa Madrasah Aliyah dengan Pendekatan RME.

(Disertasi). UPI: Tidak diterbitkan

Hasratuddin. (2010a). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP melalui Pendekatan Matematika Realistik. Jurnal Pendidikan Matematika

Volume 4 No. 2 Hlm. 19-33

Izzati, N dan Suryadi, D. (2010). Komunikasi Matematik dan Pendidikan

Matematika Realistik. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta, UNY. Hlm. 721-729

Izzati, N. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan

Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. (Disertasi). UPI: Tidak diterbitkan

Joseph. (2013). Coding: Sebuah Proses Penting dalam Penelitian Kualitatif. Online.

https://josephrdaniel.wordpress.com/2013/08/16/coding-sebuah-proses-penting-dalam-penelitian-kualitatif/ [diakses tanggal 1 Agustus

2015]

. (2003). Kamus Umum Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka

Kaselin, Sukestiyarno, dan Waluya (2012). Kemampuan Komunikasi Matematis pada Pembelajaran Matematika dengan Strategi REACT berbasis Etnomatematika. Unnes Journal of Mathematics Education Research 2 (2)

2013 Hlm 121-127.

Khotib, M. (2011). Tingkat Kesukaran Soal. Online.

https://simpelpas.wordpress.com/2011/04/12/tingkat-kesukaran-soal/

[diakses tanggal 10 Juli 2015]

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). (1996). Communication in


(5)

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and

Standard for School mathematics. Virginia: NCTM inc.

Prastiti, T,D. (2007). Pengaruh Pendekatan Pembelajaran RME dan Pengetahuan Awal terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Matematika Siswa SMP Kelas VII. Didaktika, Vol 2 No.1 Hlm. 199-215

Polla, G. (2009). Efforts to Increase Mathematics for All Through Communication

in Mathematics Learning. [Online]. Tersedia: www.icme-organisers.dk

[diakses tanggal 1 Januari 2015]

Rahmad. (2008). Penerapan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia melalui Penggunaan Alat Peraga Praktik Miniatur Tandon Air Terhadap Hasil Belajar Siswa di Kelas X SMA Negeri 3 Kota Manna. Jurnal Pendidikan

Matematika (Online) Vol. 2, No. 1, ( http:// blog.unsri.ac.id/userfiles/URUT%206%20GANJIL.doc [diakses tanggal 22

januari 2015]

Riduwan. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Saragih, S. (2011). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

dan Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan Keruangan, Berpikir Logis dan Sikap Positif terhadap Matematika Siswa Kelas VII.

(Disertasi). UPI: Tidak diterbitkan.

Setianto, E. (2012). Faktor Yang Melatarbelakangi Keputusan Masyarakat SAD

beralih ke Mata Pencaharian Pertanian Menetap di Dusun III Senami Desa Jebak Kecamatan Tembesi Kabupaten Batanghari. (Skripsi). UNJA:

Tidak diterbitkan.

Siegel, S. (1985). Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.

Silvia. (2009). Pengembangan Bahan Ajar Matematika yang Bernuansa

Etnomatematika dalam Suku Dayak Kanayat’n di Kalimantan Barat untuk membantu Siswa Sekolah Dasar Mempelajari Konsep Matematika.

Penelitian Fundamental Tahun anggaran 2009. Tidak diterbitkan.

Sirate, F,S. (2012). Implementasi Etnomatematik dalam Pembelajaran Matematika pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar. Lentera Pendidikan Vol 15 No.1. Hlm 41-54

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.


(6)

Suherman, E. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI

Suherman, E. (2003a). Evaluasi Pembelajaran Matematika. JICA: UPI

Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan

Kurikulum berbasis Kompetensi, Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya, 25-49. Bandung: FPMIPA

UPI

Suminto, B. & Widhiarso, W. (2014). Aplikasi Model Rasch untuk Penelitian

Ilmu-Ilmu Sosial. Bandung: Tim Komunikata Publishing House.

Supriadi, A. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi

Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Inkuiri Terbimbing. (Tesis). UPI: Tidak diterbitkan.

Suryanatha dan Apsari, R,A. (2013). Etnomatematika: Ketika Matematika

Bernapas dalam Budaya. Online.

(http://p4mriundiksha.wordpress.com/2013/11/10/etnomatematika/

[diakses tanggal 27 desember 2014]

Tandililing, E. (2013). Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Etnomatematika berbasis Budaya Lokal sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika di Sekolah.

Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika pada tanggal 9 November 2013 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Yusuf, Mohammed Waziri, dkk. (2010). Ethnomathematics (a Mathematical Game in Hausa Culture). International Journal of Mathematical Science

Education Technomathematics Research Foundation.

http://www.tmrfindia.org/sutra/v3i16.pdf

Wamington. (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Penerapan Teori Belajar Bruner pada Pokok Bahasan Trigonometri di Kelas X SMA Negeri 1 Kualuh Hulu Aek Kanopan T.A 2009/2010. VISI (2011) 19 (1) 427-442

Wijaya, A. (2009). Permainan (Tradisional) untuk Mengembangkan Interaksi Sosial, Norma Sosial dan Norma Sosiomatematik pada Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik. Dipresentasikan di

Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran dan Terapannya di Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 31 Januari 2009

Wijaya, A. (2012). Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan