BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja - RISA AUDINA GALIH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah

  lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awalusia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, 1999). Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2003) 2.

   Perkembangan Fisik Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat.

  Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut: a.

  Ciri-ciri seks primer Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2012) disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah:

  15

  1) Remaja laki-laki

  Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia antara 10-15 tahun. 2)

  Remaja perempuan Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.

  b.

  Ciri-ciri seks sekunder Menurut Sarwono (2013), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut : 1)

  Remaja laki-laki

  a) Bahu melebar, pinggul menyempit

  b) Petumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki c)

  Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

  d) Produksi keringat menjadi lebih banyak

  2) Remaja perempuan

  a) Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat. b) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang poripori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif.

  c) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.

d) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

3. Karakteristik Remaja

  Menurut Makmun (2007) karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek: a.

  Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri sekunder b. Psikomotor, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan serta aktif dalam berbagai jenis cabang permainan c. Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik.

  d.

  Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi. e.

  Perilaku kognitif 1.

  Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.

  2. Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang pesat.

  3. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan- kecenderungan yang lebih jelas.

  4. Ansietas dan ketakutan Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas akan sesuatu hal yang menyebabkan individu merasa terancam dan ketakutan.

  f.

  Moralitas 1.

  Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.

  2. Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidahkaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya 3. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.

  g.

  Perilaku Keagamaan 1.

  Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis.

  2. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup

  3. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya 5. Tahap Perkembangan Remaja

  Sa’id (2015), membagi usia remaja menjadi tiga fase sesuai tingkatan umur yang dilalui oleh remaja. Menurut Sa’id, setiap fase memiliki keistimewaannya tersendiri. Ketiga fase tingkatan umur remaja tersebut antara lain a.

  Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: 1)

  Lebih dekat dengan teman sebaya 2)

  Ingin bebas 3)

  Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

  b.

  Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain 1)

  Mencari identitas diri 2)

  Timbulnya keinginan untuk kencan 3)

  Mempunyai rasa cinta yang mendalam 4)

  Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak 5)

  Berkhayal tentang aktifitas seks c. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain

  1) Pengungkapan identitas diri

  2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

  3) Mempunyai citra jasmani dirinya

  4) Dapat mewujudkan rasa cinta

  5) Mampu berpikir abstrak 6.

  Perkembangan Perilaku Seksual Remaja Perkembangan fisik termasuk organ seksual yaitu terjadinya kematangan serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada laki-laki maupun pada perempuan yang akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan.

  Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis.

  Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2007). Remaja perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi remaja laki-laki, demikian pula remaja pria tubuhnya menjadi lebih kekar yang menarik bagi remaja perempuan (Rumini, 2010).

  Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka timbul pula dorongan - dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnyadengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan.

  Bila ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Pangkahila, 2001).

  Remaja perempuan meskipun fungsi seksualnya lebih cepat matang dari pada remaja laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual dari pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan adanya perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki. Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap ”benar” apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka dengan mengatakanpada diri mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan bahwa remaja perempuan, lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock, 2007).

B. Kelompok Teman Sebaya 1.

  Pengertian kelompok teman sebaya Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan Kedewasaan yang kira kira sama (Santrock 2007). Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama.

  Teman sebaya atau peers adalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui kelompok teman sebaya anak - anak menerima umpan balik dari teman- teman mereka tentang kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang anak-anak lainkerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya) (Santrock, 2007 ).

  Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang atau lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula sebagai hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur- unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain, simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Kawi, 2010).

  Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebayanya, maka dapat dimengerti bahwa sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga. Remaja dalam kelompok teman sebaya berusaha menemukan konsep dirinya, yang dalam masa ini remaja dinilai oleh teman sebayanya tanpa memerdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya (Depkes, 2012).

  2. Karakteristik berteman Adapun karakteristik dari berteman (Kawi, 2010) adalah sebagai berikut : a.

  Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman b.

  Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka c.

  Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu sesuai dengan kesenangan individu d.

  Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik e.

  Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka juga melakukan hal yang demikian f.

  Menceritakan rahasia, yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman g.

  Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik seperti apa adanya individu h.

  Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri ketika berada di dekat teman

  3. Peran Teman Sebaya Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman sebaya adalah : a.

  Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga.

  b.

  Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan. c.

  Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.

  d.

  Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mempelajari modus relasi yang timbal-balik secara simetris. Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Kesimpulan dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya. Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri (Piaget dan Sullivan dalam Santrock, 2007).

C. Religiusitas 1.

  Pengertian Religiusitas Religiusitas menurut Glock dan Strak (2012) adalah tingkat konsepsi seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. Tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh, sehingga terdapat berbagai cara bagi individu untuk menjadi religius.

  Religiusitas dalam Islam pada garis besarnya tercermin dalam pengamalan akidah, syariah, dan akhlak, atau dengan ungkapan lain: iman, Islam, dan insan. Bila semua unsur itu telah dimiliki oleh seseorang, maka dia itulah insan beragama yang sesungguhnya (Effendi,

  2008).

  Anggasari membedakan antara istilah religi atau agama dengan istilah religiusitas. Agama atau religi menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan

  • – aturan dan kewajiban - kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek yang dihayati oleh individu. Dister juga mengartikan religiusitas sebagai keberagaman, yang berarti adanya unsure internalisasi agama itu dalam diri individu. Firmansyah (2010) menyatakan bahwa religiusitas dapat diukur dengan kehadiran lembaga keagamaan dan pentingnya agama dalam kehidupan sehari - hari.

2. Fungsi Religiusitas

  Fungsi religiusitas bagi manusia erat kaitannya dengan fungsi agama. Agama merupakan kebutuhan emosional manusia dan merupakan kebutuhan alamiah. Fungsi agama bagi manusia menurut Jalaluddin agama memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan manusia meliputi : a.

  Fungsi edukatif Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran - ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang yang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi lebih baik dan terbiasa dengan baik menurut ajaran dan agama masing-masing.

  b.

  Fungsi penyelamat Manusia dimanapun dia berada selalu menginginkan dirinya selamat.

  Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang diberikanoleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alamyaitu: dunia dan akhirat. Cara untuk mencapai keselamatan itu mengajarkan para penganutnya melalui : pengenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan kepada Tuhan.

  c.

  Fungsi perdamaian Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melaui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui tobat, pensucian atau penebusan dosa.

  d.

  Fungsi pengawasan sosial Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok.

  e.

  Fungsi transformatif Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluk kadangkala mampu merubah kesetiaannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianut yang sebelumnya.

D. Pemanfaatan gadget

  Gadget merupakan suatu alat teknologi atau piranti yang saat ini

  berkembang pesat yang memiliki fungsi khusus dan praktis yang secara spesifik dirancang lebih canggih dibandingkan teknologi sebelumnya diantaranya ponsel (smartphone), laptop, komputer, tablet dan sebagainya.

  Gadget dengan berbagai aplikasi dapat menyajikan berbagai media sosial

  sehingga seringkali disalahgunakan oleh siswa yang dapat berdampak buruk. (Manumpil dkk, 2015) Kemajuan teknologi yang terjadi pada saat ini telah membawa dampak perubahan bagi masyarakat, baik itu dampak yang positif maupun dampak negatif. Kemajuan teknologi menyebabkan komunikasi antar negara menjadi semakin mudah dan lancar, sehingga kebudayaan luar negeri lebih terasa pengaruhnya. Dampak yang paling terasa adalah pada tata budaya, moral, dan tata sosial masyarakat pada umumnya dan pada generasi muda khususnya. Salah satu masalah yang dihadapi remaja dan menjadi masalah bagi lingkungannya adalah aktivitas seksual yang akhir-akhir ini nampak menjurus pada hal-hal negatif. Sebagai media informasi, televisi memiliki kekuatan yang kuat (powerful) untuk menyampaikan pesan. Media ini dapat mengalirkan pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri dengan jangkauan yang luas dalam waktu yang bersamaan. Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan. Gangguan kecanduan Internet adalah sebuah fenomena interdisipliner dan telah dipelajari dari sudut pandang yang berbeda dalam hal berbagai ilmu seperti kedokteran, komputer, sosiologi, hukum, etika, dan psikologi (Alavi dkk, 2011).

  Istilah "Sexting" dalam dunia komunikasi diartikan sebagai media yang umumnya mengacu untuk mengirim gambar seksual melalui pesan teks dan juga dapat mencakup meng-upload gambar seksual ke situs Web. Sexting telah menerima perhatian dari para sarjana hukum karena beberapa pemuda menciptakan dan mendistribusikan gambar yang memenuhi definisi pornografi anak di bawah undang-undang pidana. Penelitian yang dilakukan di tujuh sekolah di Texas, pemuda yang melaporkan berbagi foto seksual sendiri lebih cenderung akan berkencan dan memiliki hubungan seks. Studi ini juga menemukan bahwa sexting adalah penanda untuk perilaku seksual berisiko untuk perempuan, tapi tidak siswa laki-laki. Siswa SMA peserta dalam Youth Survey Perilaku Risiko di Los Angeles, sexting secara bermakna dikaitkan dengan menjadi aktif secara seksual tapi hubungan dengan penggunaan kondom pada seks terakhir adalah batas yang signifikan. Ini akan menunjukkan bahwa berbagi atau posting seksual gambar mungkin lebih mencerminkan ekspresi seksual yang khas di hubungan romantis di kalangan remaja (Ybarra dan Mitchell, 2007).

  Penelitian Carrol dan Kirkpatrik (2011) menyatakan bahwa penggunaan media merupakan bagian integral sepanjang hidup di usia remaja, jumlah risiko dihubungkan dengan penggunaan media sosial, secara spesisfik berefek negatif pada kesehatan. Bagaimanapun data tentang risiko penggunaan tipe macam sosial media sangat berisiko pada perilaku mereka. Media massa merupakan sumber informasi seksual yang lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksualitas. Media massa baik cetak maupun elektronik menampilkan tulisan atau gambar yang dapat menimbulkan imajinasi dan merangsang sesorang untuk mencoba meniru adegannya.

  Penelitian Rice dkk (2007) melaporkan bahwa penggunaan internet dan media lainnya secara positif berpengaruh pada perubahan perilaku seks pada anak jalanan. Lebih dari 84% usia remaja yang menggunakan internet satu kali dalam satu minggu lebih berisiko mengalami perubahan perilaku berisiko Penyakit Menular Seksual. Informasi dari media ataupun teman sebaya belum pasti tingkat kebenarannya, bahkan cenderung tidak akurat dan keliru. Penyampaian informasi seksual yang vulgar dan menyesatkan dari media atau teman sebaya dapat mendorong untuk berperilau seksual berisiko.

E. Perilaku 1. Pengertian perilaku

  Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama, dan tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar (Green, 2008).

  Menurut Skinner (2008) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua: a.

  Perilaku tertutup (Covert Behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi padaorang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

  b.

  Perilaku terbuka (Overt Behavior) Repon seseorng terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain

  Notoatmodjo (2008) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon dibedakan menjadi dua respon: 1)

  Respondent response atau reflexive respon, ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relatif tetap.

  Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi espon dan emotional behaviour 2)

  Operant respons atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu.

  Perangsang ini disebut reinforsing stimuli atau reinforcer.

  Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu.

  Aspek - aspek dalam diri individu yang sangat berperan/berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi.

  Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu.

  Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2008).

2. Perilaku ditentukan oleh 3 faktor

  Menurut Green (2008), perilaku ditentukan oleh 3 faktor: a.

  Faktor predisposisi (predidposing factors) yaitu faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu perilaku.

  b.

  Faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors) meliputi semua karakter lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu perilaku.

  c.

  Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau kelompok sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan daerah atau pusat (Notoatmodjo, 2008).

F. Perilaku Seksual pada Remaja

  Menurut Sarwono (2008), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama.

  Menurut Irawati (2010) remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse). Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.

  G.

  

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Remaja

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro (2003-2004) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah, (1) faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi,perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), (2) faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu), (Suryoputro, et al. 2006).

  Remaja seringkali merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Syafrudin, 2008). Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Saifuddin dan Hidayana, 1999).

  Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan (Kinnaird, 2010). Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan a nak akan “melarikan diri“ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak (Rohmahwati, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja paling tinggi hubunganantara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi (Soetjiningsih, 2007).

  Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan (Sarwono, 2013).

H. Dampak Perilaku Seksual Pranikah Remaja

  Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :

  1. Dampak psikologis Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

  2. Dampak Fisiologis Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi

  3. Dampak sosial Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2013).

4. Dampak fisik

  Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2013) adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.

I. Kerangka Teori

  Berdasarkan dasar teori diatas perilaku seksual dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal dapat berupa peran orang tua, pemanfaatan gadget (media), sosial, budaya dan nilai serta norma. Faktor Internal yang dapat menyebabkan perilaku seksual meliputi pengetahuan, sikap, pengendalian dan rasa percaya diri, usia, religiusitas, serta gaya hidup. Teori digambarkan dalam bagan berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber: Modifikasi dari beberapa Referensi; teori Carrol dan Kirkpatrik (2011), Makmun (2013), Sa’id (2015), Rice dkk (2010), Soetjiningsih, (2012), dan Suryoputro, et al. (2006).

  Perilaku Seksual Remaja Faktor Internal Perilaku Seksual Remaja 1.

  Pengetahuan 2. Sikap 3. Pengendalian diri 4. Rasa percaya diri 5. Usia 6. Religiusitas 7. Status perkawinan & Aktifitas sosial 8. Gaya hidup

  Faktor Eksternal Perilaku Seksual Remaja 1.

  Peran Orangtua 2. Pemanfaatan gadget

  (media) 3. Sosial dan budaya 4.

  Nilai dan norma

  J. Kerangka Konsep

  Berdasarkan kerangka teori diatas perilaku seksual pada remaja dapat terjadi karena pengaruh negatif teman sebaya, kurangnya religiusitas, pemanfaatan gadget dan peran orang tua. Konsep dapat di gambarkan dalam bagan dibawah ini:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep K.

   Hipotesis Penelitian

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah 1.

  Ada hubungan antara teman sebaya dengan perilaku seksual remaja di SMK Swagaya 1 Purwokerto.

  2. Ada hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual remaja di SMK Swagaya 1 Purwokerto.

  3. Ada hubungan antara pemanfaatan gadget dengan perilaku seksual remaja di SMK Swagaya 1 Purwokerto.

  4. Ada hubungan antara peran orang tua dengan perilaku seksual remaja di SMK Swagaya 1 Purwokerto.

  Variabel Bebas 1. Teman Sebaya 2. Relegiusitas 3.

   Pemanfaatan Gadget 4.

   Peran Orang Tua Variabel Terikat Perilaku Seksual Remaja